Penahanan dalam rumah tahanan Rutan
16 the Treatment of Off enders, yang diadakan di Jenewa pada 1955, dan disetujui oleh Economic and
Social Council melalui Resolusi 663 C XXIV pada 31 Juli 1957 dan 2076 LXII pada 13 Mei 1977. Peraturan standar minimum ini memuat perlindungan-perlindungan yang terperinci atas kondisi
semua orang dalam penahanan prapersidangan atau pemenjaraan. Beberapa dari peraturan tersebut secara khusus diterapkan bagi penahanan prapersidangan yang bertitik tolak dari asas
praduga tidak bersalah. Selanjutnya pada tahun 1988, Majelis Umum PBB mengumumkan Kumpulan Prinsip-Prinsip tentang
Perlindungan Semua Orang dalam Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention and Imprisonment.
Body Principles atau prinsip-prinsip pokok ini merupakan sumber penting bagi pedoman penerapan prinsip-prinsip umum UDHR dan ICCPR Politik dalam penahanan prapersidangan. Prinsip-prinsip
pokok tersebut memerinci upaya yang diperlukan untuk melindungi HAM para tahanan. Dalam momentum yang tidak terlalu lama, Resolusi Majelis Umum No. 45111, tertanggal 14
Desember 1990, juga telah mengadopsi dan mengumumkan Prinsip-Prinsip Dasar bagi Perlakuan Tahanan Basic Principles for the Treatment of Prisoners, sebagai seruan kepada semua negara agar
menyantumkan prinsip-prinsip elementer dalam memperlakukan tahanan. Di Indonesia, Penjelasan Pasal 22 ayat 1 KUHAP telah menggariskan kebijakan bahwa selama Rutan
belum ada pada suatu tempat, penahanan dapat dilakukan di Kantor kepolisian negara, kantor kejaksaan negeri, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit, atau dalam keadaan mendesak di
tempat lain. Merespon hal ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah PP No. 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan KUHAP, yang menyatakan dalam Pasal bahwa pada setiap ibukota kabupatenkota akan dibentuk Rutan. Jika dianggap perlu dapat didirikan cabang rutan di luar
ibukota kabupaten seperti pada suatu kecamatan tertentu.
Selanjutnya, untuk meneruskan perintah PP di atas, Menteri Kehakiman mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04 UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga
Pemasyarakatan Tertentu sebagai Rutan. Keputusan Menteri ini mempunyai dua lampiran:
i Lampiran I, berisi daftar Lembaga Pemasyarakatan yang ditetapkan sebagai Rutan;
ii Lampiran II, berupa daftar Lapas yang disamping tetap dipergunakan sebagai Lembaga
Pemasyarakatan, beberapa ruangannya ditetapkan sebagai Rutan. Mengani siapa saja yang ditempatkan dalam Rutan, dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 19 PP No. 27
Tahun 1983 jo. Pasal 1 Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983. Di dalam Rutan ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Semua tahanan berada dan ditempatkan dalam Rutan tanpa kecuali, tetapi tempat tahanan
dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkat pemeriksaan. Demikian penegasan Pasal 19 ayat 1 dan 2 PP No. 27 Tahun 1983 serta Pasal 1 ayat 1 dan 2 Keputusan Menteri Kehakiman.
Rutan sendiri dimaknai sebagai empat tahanan tersangka atau terdakwa yang masih sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pengadilan.
17 Dalam Perkara khusus anak, Pasal 44 ayat 6 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
menyatakan, penahanan terhadap anak dilaksanakan di tempat khusus untuk anak di lingkungan Rumah Tahanan Negara, Cabang Rumah Tahanan Negara, atau di tempat tertentu. Selanjutnya
dalam Pe jelasa ya dikataka , ya g di aksud de ga te pat khusus adalah te pat pe aha a
yang secara khusus diperuntukkan bagi anak, yang terpisah dari tahanan orang dewasa. Apabila di dalam suatu daerah belum terdapat rumah tahanan negara atau cabang rumah tahanan
negara, atau apabila di kedua tempat tahanan di atas sudah penuh, maka penahanan terhadap anak dapat dilaksanakan di tempat tertentu lainnya dengan tetap memerhatikan kepentingan
pemeriksaan perkara dan kepentingan anak. Kemudian dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dikatakan,
penempatan anak yang ditahan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Sementara LPAS. Ketentuan Pasal 33 ayat 4 dan ayat 5 undang-undang tersebut menyatakan, penahanan terhadap
anak dilaksanakan di LPAS, dan jika tidak ada LPAS, penahanan dapat dilakukan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial LPKS.
Penahanan terhadap anak juga harus memerhatikan kondisi anak secara komprehensif. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam Penjelasan Pasal 32 ayat 1, yang mengatakan, pada dasarnya
penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan, tetapi penahanan terhadap anak harus pula memerhatikan kepentingan anak, menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik,
mental, maupun sosial, serta kepentingan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajeman Penyidikan Tindak Pidana,
perlakuan dan penempatan terhadap tahanan wajib dibedakan antara tahanan laki-laki dewasa, perempuan, dan anak-anak.
Perlakuan terhadap tahanan laki-laki dewasa meliputi:
a. harus tetap diperlakukan secara manusiawi;
b. Berpedoman asas praduga tak bersalah;
c. berhak mendapat penjelasan mengenai alasan penahanan dan tuduhanyang dikenakan
kepadanya; d.
hanya boleh ditahan di rumah tahanan; e.
keluarga dan penasihat hukum harus diberikan informasi tentang tempat penahanan; f.
berhak untuk mendapatkan bantuan hukum; g.
berhak untuk bertemu dengan keluarga dan penasihat hukum; h.
berhak untuk memperoleh pelayanan medis; i.
berhak memperoleh bantuan penerjemah, bila tidak bisa berbahasa Indonesia; j.
harus dipisahkan dari tahanan perempuan dan anak-anak; k.
berhak mendapatkan kesempatan menjalankan ibadah menurut agamakepercayaan atau keyakinannya; dan
l. waktu besuk tahanan ditentukan oleh kepala kesatuan masing-masing.
Sementara perlakuan terhadap tahanan perempuan, meliputi: a.
ditempatkan di ruang tahanan khusus perempuan; b.
berhak mendapat perlakuan khusus; c.
dipisahkan penempatannya dari ruang tahanan tersangka laki-laki dan anak-anak; d.
penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan. Berikutnya perlakuan terhadap tahanan anak-anak, meliputi:
a. berhak mendapat pendampingan dari orang tua atau wali;
b. berhak untuk mendapatkan petugas pendamping khusus untuk anak;
18 c.
berhak mendapatkan privasi untuk tidak dipublikasikan identitasnya; d.
ditempatkan di ruang tahanan khusus anak; e.
dipisahkan penempatannya dari ruang tahanan laki-laki dan perempuandewasa; dan f.
penerapan prosedur khusus untuk perlindungan anak.
341
341
Lihat PasaL 54 Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajeman Penyidikan Tindak Pidana.
19