42 dapat mengganggu ekonomi terdakwa, juga kondisi psikologis darinya. Lebih jauh, situasi tersebut
dapat berdampak pada kemampuan mereka untuk membela diri. Pelepasan juga dapat dilakukan berdasarkan persyaratan tertentu seperti diversi dan alternatif
pelepasan lainnya. Dalam melepaskan tahanan prapersidangan, pengadilan harus terlebih dahulu menetapkan batasan persyaratan yang dapat memastikan bahwa:
i terdakwa dapat hadir di persidangan; dan
ii perlindungan terhadap korban, saksi atau pihak lain.
Kondisi tersebut dapat mencakup partisipasi dalam suatu proses rehabilitasi, diversi, atau alternatif pra-ajudikasi lainnya.
Pengadilan harus memiliki beragam program atau pilihan yang tersedia untuk mempromosikan pelepasan penahanan prapersidangan, dengan memerhatikan sejumlah pertimbangan di atas, serta
sesuai dengan resiko dan kebutuhan khusus yang ditimbulkan oleh terdakwa, jika dilepas ke masyarakat. Bila tidak ada kondisi yang dapat menjamin terhadap dilakukannya pelepasan tahanan,
terdakwa bisa tetap ditahan melalui prosedur tertentu. Pada kasus-kasus kejahatan ringan, yang tidak perlu penahanan, untuk menghadirkan terdakwa
dapat menggunakan kutipan dari penyidik atau surat panggilan dari petugas pengadilan wajib lapor sebagai pengganti dari surat penangkapan pada tahap prapersidangan.
Dalam menentukan suatu kejahatan ringan atau tidak, harus dipertimbangkan ada tidaknya ancaman penggunaan kekuatan dan kekerasan, kepemilikan senjata, atau pelanggaran terhadap
perintah pengadilan, guna melindungi keselamatan orang atau harta benda tertentu. Secara terperinci, syarat-syarat pelepasan tahanan adalah sebagai berikut:
1. Setiap yurisdiksi harus mengadopsi prosedur yang dirancang untuk mempromosikan
pelepasan terdakwa berdasarkan pengakuan dari mereka sendiri atau bila perlu obligasi tanpa jaminan. Persyaratan tambahan harus dikenakan dalam pelepasan tahanan hanya
ketika kebutuhan ini ditunjukkan untuk: memastikan kehadiran di pengadilan; melindungi masyarakat, korban, saksi atau orang lain; dan untuk menjaga integritas proses peradilan.
2. Ketika pelepasan berdasarkan pengakuan semata-mata dari terdakwa tidak tepat cukup
untuk menjamin kehadirannya di pengadilan dan mencegah terjadinya kejahatan yang mengancam keselamatan pihak lain, jaminan pelepasan menggunakan sejumlah uang
tertentu dapat diterapkan. 3.
Pelepasan berdasarkan uang jaminan hanya digunan untuk memastikan kehadiran terdakwa di pengadilan. Selain itu, sebelum digunakannya uang jaminan, pengadilan harus terlebih
dahulu mempertimbangkan pelepasan berdasarkan pada kewajiban tanpa jaminan. Jika kewajiban tanpa jaminan tidak dianggap cukup untuk melakukan pelepasan, jaminan harus
ditetapkan pada tingkat terendah yang diperlukan untuk memastikan kehadiran terdakwa juga kemampuan keuangan dari terdakwa.
4. Syarat jaminan uang tidak harus digunakan untuk mempertimbangkan yang terkait dengan
keselamatan publik. 5.
Pengadilan tidak diperkenankan memaksakan jaminan uang sebagai syarat dalam pelepasan, sehingga mengakibatkan penahanan terhadap terdakwa semata-mata hanya berdasarkan
pada ketidakmampuannya untuk membayar uang jaminan. 6.
Tidak diperbolehkan adanya kompensasi atas uang jaminan, terdakwa harus dibebaskan berdasarkan jaminan uang atau surat berharga, dan pengadilan tidak boleh mengambil lebih
dari 10 dari uang jaminan, yang harus segera dikemabalikan setelah selesainya kasus.
43 Kebijakan yang mendukung pelepasan tahanan dan penggunaan secara selektif mekanisme
penahanan prapersidangan tentu akan berdampak besar pada kebutuhan untuk mengawasi besarnya jumlah terdakwa yang tertunda proses ajudikasinya. Oleh karena itu, agar efektif,
kebijakan ini memerlukan informasi dan pengawasan yang memadai.
C. Tindakan non-penahanan
Dalam Bab II Pedoman ini telah disinggung mengenai pentingnya pejabat berwenang untuk memerhatikan sejumlah prinsip dan aturan, ketika akan melakukan tindakan penahanan, khususnya
terhadap anak dan pengguna narkotika. Terhadap tersangkaterdakwa anak, merujuk pada UU Sistem Peradilan Pidana Anak dan juga sejumlah instrumen hukum internasional tentang HAM,
sebisa mungkin untuk melakukan tindakan non-penahanan, karena tindakan penahanan akan sangat terkait dengan perkembangan anak baik fisik maupun mental.
Sementara terhadap pengguna narkotika, alternatif non-penahanan dapat dilakukan dengan cara memasukan kepada lembaga rehabilitasi, baik medis maupun sosial. Hal ini sebagaimana ditegaskan
Mahkamah Agung dalam surat edarannya. Selain itu, merujuk pada PERMA No. 2 Tahun 2012, untuk perkara-perkara pidana ringan, yang nilainya di bawah 2,5 juta rupiah juga tidak perlu dilakukan
tindakan penahanan prapersidangan. KUHAP sendiri telah mengatur alternatif non-penahanan di dalam rumah tahanan, sebagaimana
diatur Pasal 22 ayat 1 KUHAP. Menurut ketentuan ini, jenis penahanan dapat berupa: penahanan rumah tahanan negara; penahanan rumah; dan penahanan kota, sehingga bisa ditafsirkan bahwa
penahanan rumah ataupun penahanan kota merupakan tindakan alternatif non-penahanan.
a. Penahanan rumah
Penahanan rumah dilakukan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dan terhadap tersangka atau terdakwa diadakan pengawasan. KUHAP tidak menentukan
cara pengawasan seseorang dalam tahanan rumah. Oleh karena itu, pengaturan pengawasan penahanan rumah bergantung pada kebijakan pejabat yang melakukan penahanan.
Tujuan utama pengawasan adalah untuk menghindari terjadinya kesulitan dalam penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Seorang tersangka atau terdakwa yang
dikenakan penahanan rumah hanya dapat meninggalkan rumahnya berdasarkan izin dari pejabat yang menahan. Ini sesuai dengan penjelasan Pasal 22 ayat 2 dan ayat 3 KUHAP.
b. Penahanan kota
Pelaksanaan penahanan kota dilakukan di kota tempat kediaman tersangka atau terdakwa. Pengertian penahanan kota meliputi penahanan desa atau kampung maupun dusun. Tersangka atau
terdakwa yang dikenakan penahanan kota tidak dilakukan pengawasan. Meski demikian, KUHAP mewajibkan tersangkaterdakwa untuk melaporkan diri pada waktu-waktu yang ditentukan,
sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat 3 KUHAP. Tentang penjadwalan kewajiban melaporkan diri tidak ditentukan oleh undang-undang dan
diserahkan sepenuhnya kepada pejabat yang mengeluarkan perintah penahanan kota. Seorang tersangka atau terdakwa yang menjalani penahanan kota dilarang untuk keluar kota tanpa izin dari
pejabat yang mengeluarkan perintahpenetapan penahanan kota. Hal ini sesuai dengan penjelasan Pasal 22 ayat 2 dan 3 KUHAP.
44
c. Pengalihan jenis penahanan dan mekanismenya
Penyidik dapat melakukan pengalihan jenis penahanan dari penahanan rumah tahanan negara menjadi penahanan rumah atau kota, untuk kepentingan Penyidikan danatau kepentingan
tersangka. Pengalihan jenis penahanan, dapat diberikan dengan pertimbangan:
381
i permohonan dari tersangkakeluargapenasihat hukum disertai alasannya;
ii hasil pemeriksaan medis tentang kondisi kesehatan tersangka; dan
iii rekomendasi hasil gelar perkara.
Pengalihan jenis penahanan ini wajib dilengkapi dengan surat perintah pengalihan jenis penahanan yang dikeluarkan oleh Penyidik atau Atasan Penyidik selaku Penyidik.
Penahanan pada Rutan termasuk jenis penahanan yang terberat, diikuti penahanan rumah dan yang paling ringan adalah penahanan kota. Oleh karenanya, Pasal 23 KUHAP membuka kemungkinan akan
adanya peralihan penahanan secara vertikal yang menjadi wewenang pejabat yang menahan. Secara lengkap ketentuan Pasal 23 KUHAP menyatakan, pengalihan jenis penahanan dapat
dilakukan:
i oleh penyidik dan penuntut umum dilakukan dengan surat perintah tersendiri yang
berisi dan bertujuan untuk mengalihkan jenis penahanan; ii
jika yang melakukan pengalihan itu hakim, perintah pengalihan dituangkan dalam bentuk surat penetapan;
iii tembusan surat perintah pengalihan atau penetapan pengalihan jenis penahanan
diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta kepada instansi yang berkepentingan. Instansi yang berkepentingan ialah instansi yang terlibat atau dilibatkan dalam penahanan. Misalnya
seorang yang dikenakan penahanan rumah oleh penyidik, penyidik berwenang untuk melimpahkan pengawasan penahanan kepada kepala desa. Dengan demikian, kepala desa ikut dilibatkan sebagai
pejabat yang berkepentingan dalam penahanan. Oleh karena itu, tembusan surat perintah peralihan jenis tahanan harus diberikan pula kepada kepala desa tersebut.
Jika dipelajari lebih lanjut, KUHAP hanya menyebutkan kewenangan pejabat yang menahan untuk mengalihkan jenis penahanan karena justru KUHAP tidak menyebut hak orang yang ditahan untuk
mengajukan permohonan pengalihan jenis penahanan. Namun hal tersebut bukanlah merupakan larangan bagi mereka untuk mengajukan permohonan
pengalihan jenis penahanan. Pada praktiknya, keluarga pihak yang ditahan biasanya mengajukan permohonan pengalihan penahanan kepada pejabat yang menahan. Berdasarkan pertimbangan
tertentu atas dasar permohonan, pejabat bersangkutan dapat mengalihkan status penahanan. Sebaliknya, pejabat bersangkutan tanpa diminta dapat mengalihkan penahanan berdasarkan
wewenang yang diberikan undang-undang kepadanya.
D. Penangguhan penahanan
Penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 KUHAP. Berdasarkan ketentuan ini, penangguhan penahanan diartikan sebagai kegiatan mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari penahanan
sebelum batas waktu penahanannya berakhir. Tahanan yang resmi dan sah pada dasarnya masih ada dan belum habis, namun pelaksanaan penahanannya ditangguhkan, sekalipun masa penahanan yang
381
Pasal 49 Perkap No. 14 Tahun 2012.