Teknis Pelaksanaan 1. Menyanyi Catatan Tugas Rumah.

o 1 2 3 4 5 Pembukaan: Menyanyi Inti: Membaca Mengungkapkan perasaan suka atau tidak suka Menyelesaikan soal cerita Penutup Mendengarkan cerita SBK B. Indonesia B. Indonesia Matematika B. Indonesia

B. Teknis Pelaksanaan 1. Menyanyi

 Guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “Suara Mobilku.” 2. Membaca  Guru mengajak siswa untuk membaca teks pendek berjudul “Mogok.”  Guru mengajak siswa untuk bertanya jawab sesuai isi bacaan. 3. Mengungkapkan perasaan suka atau tidak suka  Guru mengajak siswa untuk mengamati gambar kegiatan sehari- hari.  Guru mengajak siswa untuk bertanya jawab sesuai isi gambar.  Guru menugasi siswa untuk mengungkapkan perasaan suka atau tidak suka sesuai gambar dengan cara melengkapi kalimat. 4. Menyelesaikan soal cerita  Guru menjelaskan cara menyelesaikan soal cerita pengurangan dua bilangan dengan langkah pengerjaan.  Guru menugasi siswa untuk menyelesaikan soal cerita pengurangan dua bilangan dengan langkah pengerjaan 5. Mendengarkan cerita  Guru mengajak siswa untuk mendengarkan cerita berjudul “Minta Maaf”

C. Catatan

”Tidak ada catatan”

D. Tugas Rumah.

Matematika 1. Ibu membuat 47 lontong. Untuk bekal rekreasi 25 lontong. Masih berapa lontong di rumah? _____________________ _____________________________________________________________________ 2. Di supermarket ada 59 buah semangka. Sudah laku terjual 7 buah. Masih berapa semangka yang belum terjual? ____________________ _____________________________________________________________________ E. Cerita Penutup Minta Maaf Hari ini vila megah itu dibersihkan. Sudah lama tak ada penghuninya. Ayahku bertugas mengurusi vila itu. Kata Ayah, vila itu milik seorang pengusaha kaya di Jakarta. Minggu depan, anak bungsu pemilik vila itu akan tinggal di sana untuk beberapa saat. Itu sebabnya, vila itu harus dibersihkan. ”Ayah, siapa nama anak pemilik vila itu?” tanyaku. ”Namanya non Bunga. Dia nanti ditemani kakeknya,” jelas ayah. ”Kalau tidak salah, non Bunga itu sebaya dengan kamu,” kata ayah lagi. Sabtu siang, aku pergi ke vila. Ternyata, penghuni baru vila itu telah datang. ”Wah, mobil ini mewah sekali,” kataku sambil melihat-lihat ke dalam mobil. Karena terlalu asyiknya mengamati mobil itu, aku tidak tahu kalau ada mata yang memperhatikan aku dari tadi. Seorang kakek bermata ramah. ”Selamat siang, Budi... Kamu Budi, kan?” tanya Kakek itu tiba-tiba. ”Siang, Kek Bagaimana Kakek tahu namaku?” ”Kakek kenal Bapakmu, sejak pertama dia bekerja di vila ini. Waktu itu kamu masih kecil. Kakek kewalahan menggendongmu.” ”Wah... berarti, Kakek ini kakeknya Bunga, ya?” tanyaku gembira. ”Benar. Kakek akan menemani Bunga di sini,” jelasnya. ”Bunga mana, Kek?” tanyaku lagi. ”Bunga ada di ruang tengah. Ayo, kenalan dengan Bunga,” ajak kakek bersemangat. Aku dan kakek lalu masuk ke ruang tengah vila. Di situ tampak seorang anak dengan kepala plontos. Tak mungkin itu Bunga, pikirku. Sebab, Bunga anak perempuan, bukan laki-laki. ”Bunga... ada teman yang ingin kenalan denganmu, Sayang,” kakek memegang bahu anak botak itu. Astaga, ternyata dia memang Bunga ”Waaah... botak” celetukku tiba-tiba. Aku sendiri kaget dengan kata-kataku. Seketika itu juga, muka Bunga merah padam. kakek juga kaget. Mata Bunga berkaca-kaca. Boneka yang didekapnya dilempar ke arahku. Kena ke mukaku. Aku hanya bisa berlari ke luar ruangan. Malu sekali rasanya. Tak kusangka, aku telah berbuat yang tidak sopan. Bagaimana kalau kakek Bunga marah padaku? Kalau ayah dipecat gara-gara aku? Aku terus berlari. Lalu sebuah tangan memegang bahuku dari belakang. Ternyata kakek Bunga. Aku tidak mau dianggap anak tidak sopan. Aku segera minta maaf. ”Maafkan Budi, Kek Budi tidak bermaksud untuk tidak sopan. Tadi. betul-betul tidak sengaja.” ”Tenang saja...” kata kakek. ”Kakek tahu kamu tidak punya niat seperti itu. Tapi bagaimanapun, kamu harus minta maaf pada Bunga. kamu sudah menyinggung perasaannya.” ”Saya akan minta maaf, Kek. Tapi, apa Bunga akan memaafkan saya ya, Kek?” tanyaku agak khawatir. ”Kamu harus mencobanya” kakek menguatkan niatku. Tiba-tiba, aku mendapat ide. Aku pun bergegas lari pulang. Kuceritakan ideku pada ibu. Menurut ibu, aku harus bertanggung jawab atas semua perbuatanku. Ibu mengizinkan aku melaksanakan ideku. Sore hari, aku menemui Bunga. ”Bunga... aku minta maaf atas kejadian tadi siang,” kataku sambil tertunduk. Aku bisa merasakan Bunga menatap aku dengan tajam. ”Karena itu..., sebagai tanda permintaan maafku yang tulus, aku membotaki kepalaku...” kataku sambil membuka topiku. ”Maafkan aku, yaaa...” kataku memelas. Tiba-tiba, Bunga tertawa lepas sambil berkata, ”Ha ha ha... lucu, kamu lucu sekali...” Aku lega. Ternyata Bunga memaafkan aku. ”Aku juga minta maaf, ya..., tadi melempar kamu dengan boneka,” katanya sambil mengulurkan tangan. Sejak saat itu, kami bersahabat. Teman-teman sekelasku sering bermain bersama kami di vila Bunga. Kami pun membentuk kelompok yang disebut ’B’, yang berarti Botak Walaupun yang botak itu hanya aku dan Bunga. Oleh: Aning Panca A BoboNo. 46XXXIV2007 Sub Tema 3 : Di Jalan Hari I. Membersihkan Rumah

A. Jadwal Kegiatan N