Jadwal Kegiatan N Jadwal Kegiatan N Teknis Pelaksanaan 1. Menyanyi
puluh tahun itu? Jadilah, kami memperpanjang tinggal di rumah Tante Dita.
Ternyata, perpanjangan tinggal bukan Cuma satu dua hari seperti permintaan nenek semula. Sekarang ini sudah memasuki hari keempat.
Wah, wah, bagaimana sekolahku? Ibu bolak-balik telepon ke rumah, tapi ayah masih dinas di luar kota. Duh-duh, aku mulai resah. Perlahan,
kegembiraanku surut. Tetapi, aku tidak berani mengeluh pada ibu. Sebab, kulihat setiap hari ibu keletihan merawat nenek. Hebatnya, ibu tidak
pernah mengeluh. Malah, ibu berkata, ”Begitulah kalau sudah tua. Kita harus maklum, makin tua, orang cenderung bertingkah seperti kanak-
kanak.” Oh, begitukah?
Perlahan juga aku merasakan ada sesuatu yang hilang dari keseharianku. Sebelum makan, aku terpaksa berdoa sendiri.Padahal, aku
biasanya berdoa bersama adik dan kakakku. Tati berdoa juga sebelum makan. Tetapi, dia lebih suka makan di kamar tidur, atau di teras rumah
sendiriran. Yang tidak enaknya lagi, sewaktu lidah menyentuh makanan lezat, tak ada teman yang bisa diajak bertukar pandang girang. Begitu
pun saat kecewa dengan makanan yang tidak enak rasanya. Tak ada teman untuk saling bertoleh dan mencibirkan bibir. Belum lagi
kerinduankupada teman-teman sekelas. Hoi, aku rindu bermain bersama mereka. Rinduu...
Ah, ternyata ibu tahu persaanku. Siang itu, waktu aku duduk di bawah pohon mangga di halaamn depan rumah Tante Dita, ibu
mendekati. ”Tak usah sedih, besok kita pulang,” kata ibu sambil mengelus
rambutku. ”Oh?” aku menatap ibu.
”Terima kasih, kamu bersedia berkorban, Oni. Mau bersabar ikut menunggui nenek. Ayah sudah memberitahu wali kelasmu,” kata ibu.
Kudekap ibu lekat-lekat. Ibu membalas dekapanku dengan mesra. Dekapan yang menunjukkan bahwa ibu mengerti kegelisahan dan
kerinduanku. ”Ya, ya, di rumah selalu ramai dan gaduh,” kata ibu. ”Kamu selalu
punya seseorang untuk bercanda dan tertawa, menangis atau saling menggoda. Di sini, semua serba sendiri. Bagaimanapun, kalau ada
banyak orang, harus ada aturan... supaya segalanya berjalan tertib...” ibu tersenyum manis.
Ah..., ya... ya Aku menarik napas. Lega. Begini rupanya perbedaan rumahku dengan rumah Tante Dita, batinku. Tante Dita dan keluarganya
memang baik padaku. Tetapi, sosok seperti ayah? Yang disiplin dan tegas, yang bisa menciptakan suasana lengang atau gaduh tak terkira, hanya
ada di rumahku.
”Oh, aku ingin cepat pulang, Bu. Aku rindu ayah,” kataku sambil mendekap ibuku sekali lagi.
oleh: Santi Hendrawati Bobo No. 33XXXI2003
Hari IV. Mendapat Hadiah