Perkembangan Tanaman Tebu Di Indonesia

32 pimpinan kerja sekaligus menjadi pengolahnya. Adanya program TRI menimbulkan dua macam petani tebu, yaitu petani peserta dan bukan peserta program TRI. Kelompok petani bukan peserta TRI lebih dikenal dengan istilah Tebu Rakyat Bebas TRB atau tebu rakyat tradisional yaitu petani yang menggunakan modal dan tenaga sendiri. Di Jawa, kelompok ini banyak terdapat di daerah-daerah Jombang, Madiun, Kediri dan Malang Jawa Timur; Kudus, Pati dan Jepara Jawa Tengah; dan Majalengka Jawa Barat. Program TRI dikelola dalam wadah koordinasi Bimas yang melibatkan lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI, KUD dan pabrik gula. Ternyata program TRI tidak mencapai sasaran yang secara mantap yaitu tidak terjadinya peningkatan produktivitas, melainkan bertambah luasnya lahan yang dipakai untuk mengusahakan tebu. Masalah yang timbul dalam pelaksanaan program TRI tersebut mulai dari penyediaan lahan, biaya usahatani, penerapan teknis budidaya, tenaga kerja, sampai pada masalah panen dan pascapanennya Sugiyarta, 1997.

2.2.3. Perkembangan Tanaman Tebu Di Indonesia

Permasalahan dari industri gula adalah produksinya belum mampu mengimbangi besarnya permintaan masyarakat. Meningkatnya konsumsi gula dari tahun ke tahun disebabkan oleh pertambahan penduduk, meningkatnya pendapatan penduduk dan bertambahnya industri yang memerlukan bahan baku berupa gula. Penggunaan gula pasir pada industri yang memerlukan bahan baku dari gula mengalami kenaikan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber 33 sebesar 51 dalam selang waktu enam tahun antara tahun 1979-1985. Untuk memenuhi gula bagi kebutuhan masyarakat, selama ini negara kita mengimpornya dari negara lain. Cara terbaik dalam mengatasi hal tersebut adalah memantapkan produksi gula dalam negeri. Dampak positif yang ditimbulkan dalam rangka usaha peningkatan produksi adalah menghemat devisa negara akibat berkurangnya suplai gula luar negeri, terbuka kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan diharapkan terjadi perbaikan struktur perekonomian wilayah setempat Anonim, 2001. Sebelum tahun 1975, keikut sertaan petani dalam pengadaan tebu terbatas sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu, sebagian besar bahan baku tebu berasal dari tebu sendiri TS dan tebu pabrik gula. Sebagian kecil saja yang berasal dari tebu rakyat TR. Hal ini disebabkan karena produktivitas TR sangat rendah dibanding TS. Produktivitas TRTS antara tahun 1960-1969 adalah 0,61 dan antara tahun 1970-1975 adalah 0,67. Untuk memenuhi kapasitas giling pabrik, TS yang semakin kecil menggunakan hak guna usaha HGU, juga menyewa lahan petani di sekitarnya untuk ditanami tebu. Pada tanah sewa inilah sebagian besar dari TS ditanam. Namun, dari tahun ke tahun ternyata semakin sulit mendapatkan sewa tanah. Penyebabnya, setiap tahu petani selalu menaikkan harga sewa tanah agar nilainya sebanding dengan hasil jika ditanami komoditas lain, seperti padi, tembakau atau bawang merah. Karena harga gula ditetapkan pemerintah, maka pabrik gula tidak dapat mengimbanginya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber 34 Akibatnya, hubungan antara petani dan pihak pabrik gula +Pemda menjadi tegang. Agar sistem pemakaian lahan beralih dari sistem sewa ke non sewa, meningkatkan produksi gula dalam negeri dan memperbaiki pendapatan petani,maka pada tanggal 22 April 1975 dikeluarkan Instruksi Presiden nomor 9 tahun 1975 Inpres 91975 mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi TRI. Pengertian intensifikasi adalah usaha peningkatan produktivitas sumberdaya alam, penggunaan teknologi tepat guna, penggunaan lahan kering, perairan dan areal pasang surut serta pemanfaatan segala sarana produksi sepertii air, benih unggul, pupuk dan pestisida. Inpres ini menempatkan petani sebagai produsen tebu utama yaitu petani menanam tebu sendiri di atas lahan sendiri pula. Pabrik gula bertindak sebagai pimpinan kerja sekaligus menjadi pengolahnya. Adanya program TRI menimbulkan dua macam petani tebu, yaitu petani peserta dan bukan peserta program TRI. Kelompok petani bukan peserta TRI lebih dikenal dengan istilah Tebu Rakyat Bebas TRB atau tebu rakyat tradisional yaitu petani yang menggunakan modal dan tenaga sendiri. Di Jawa, kelompok ini banyak terdapat di daerah-daerah Jombang, Madiun, Kediri dan Malang Jawa Timur; Kudus, Pati dan Jepara Jawa Tengah; dan Majalengka Jawa Barat. Program TRI dikelola dalam wadah koordinasi Bimas yang melibatkan lembaga-lembaga pelayanan seperti BRI, KUD dan pabrik gula. Ternyata program TRI tidak mencapai sasaran yang secara mantap yaitu tidak terjadinya peningkatan produktivitas, melainkan bertambah luasnya lahan yang dipakai untuk mengusahakan tebu. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber 35 Masalah yang timbul dalam pelaksanaan program TRI tersebut mulai dari penyediaan lahan, biaya usahatani, penerapan teknis budidaya, tenaga kerja, sampai pada masalah panen dan pascapanennya Sugiyarta, 1997.

2.2.4. Potensi Tebu di Indonesia dan Jawa Timur