Potensi Tebu di Indonesia dan Jawa Timur

35 Masalah yang timbul dalam pelaksanaan program TRI tersebut mulai dari penyediaan lahan, biaya usahatani, penerapan teknis budidaya, tenaga kerja, sampai pada masalah panen dan pascapanennya Sugiyarta, 1997.

2.2.4. Potensi Tebu di Indonesia dan Jawa Timur

Pandangan global tentang tebu sebagai komoditas yang elastis terhadap perubahan pendapatan. Semakin besar pendapatan maka semakin besar konsumsi gula per kapita. Namun perlu diingat bahwa peningkatan konsumsi per kapita tersebut mempunyai batas tertentu. Pada saat ini, konsumsi per kapita dunia telah berkembang pesat. Perkembangan konsumsi terjadi terutama pada negara berkembang untuk konsumsi langsung dan negara industri untuk konsumsi tidak langsung. Pada tahun 2001 dominasi konsumsi gula oleh negara berkembang sekitar 70 dimana sebagian besar konsumsinya bersifat langsung, sedangkan negara maju hanya mengkonsumsi 30 dengan kecenderungan konsumsi gula langsung dan pengembangan secara tidak langsung P3GI, 2004. Secara nasional, proporsi pengusahaan tebu antara Jawa dan Luar Jawa relatif tetap, dengan luasan sekitar 340 ribu Ha. Dari jumlah tersebut sekitar 60 areal tebu berada di Jawa, terutama di Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur merupakan penghasil tebu sebagai bahan baku gula yang sebagian besar bahkan hampir seluruhnya dihasilkan oleh petani. Ada Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber 36 beberapa instrumen penting dari bagian strategi-strategi kunci pengembangan tebu. Instrumen tersebut antara lain: 1. Pengembangan pasar dan sistem pemasaran yang pada prinsipnya diletakkan pada perlindungan terhadap petani tebu, dengan suatu mekanisme perlindungan harga yang lebih adil dan transparan. Dengan demikian petani dapat memperoleh imbalan hasil usaha tani tebunya secara lebih adil. 2. Pengembangan produk dalam industri berbasis tebu pada dasarnya harus ditempatkan dalam kerangka strategis industri yang lebih luas dan lebih komprehensif. Sudut pandang yang dapat dilakukan dalam konteks ini adalah melihat pengembangan produk dari bahan baku tebu tidak hanya terbatas pada produk-produk gula semata. Dengan demikian perubahan struktur dan kultur industri pergulaan perlu diarahkan sebagai landasan untuk mengatasi krisis industri pergulaan Indonesia. 3. Pengembangan investasi dari industri berbahan baku tebu pada dasarnya disusun dan dirancang agar dapat mengembangkan terciptanya iklim aglomerasi ekonomi yaitu berkembangnya industri- industri berbasis tebu dalam suatu wilayah sebagai akibat kedekatannya secara spasial dengan investasi industri gula yang akan ditanamkan. 4. Pengembangan kebun tebu di Jawa Timur harus dilandasi keyakinan bahwa manfaat ekonomis harus dirasakan baik oleh petani maupun Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber 37 industri hilirnya, sehingga akan meningkatkan kemampuan petani memperbaiki efisiensi teknis kebun tebunya sebagai akibat meningkatnya produksi dan produktivitasnya, dan mampu mengembangkan wilayah ke arah aglomerasi ekonomi dalam bentuk Kawasan Industri Perkebunan KIMBUN. 5. Peningkatan efisiensi industri pengolahan yang telah ada sangat diperlukan agar perbaikan-perbaikan pada tingkat on–farm dapat berlanjut sehingga tercapai peningkatan produksi gula. Dalam hal pengembangan industri pengolahan ini diperlukan langkah-langkah penyehatan pabrik gula yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi teknis maupun ekonomis pada proses pengolahan tebu menjadi gula melalui perbaikan manajemen industri gula, perbaikan efisiensi pengolahan gula, pengembangan produk dan pengelolaan lingkungan untuk mencegah pencemaran. 6. Pengembangan sarana dan prasarana pendukung dalam peningkatan industri berbahan baku tebu di Jawa Timur pada dasarnya dikaitkan dengan mendorong keperluan publik dalam pelaksanaan good farming practices GFP , good manufacturing practices GMP , good handling practices GHP dan good marketing practices GMP dalam keseluruhan rantai industri berbahan baku tebu. 7. Pemberdayaan petani tebu melalui community development. Elemen strategi ini lebih berupa mendorong tumbuh berkembangnya Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber 38 institutional building yang mampu mengembangkan social capital, untuk meningkatkan bargaining position petani tebu. Kelembagaan ditingkat petani yang telah ada di Jawa Timur diantaranya adalah Koperasi Petani Tebu Rakyat KPTR dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat APTR. 8. Integrasi industri berbahan baku tebu bermuara pada rekonstruksi ulang manajemen industri secara menyeluruh, mengingat petani tebu merupakan subyek terbesar dalam memasok dan mengembangkan produk-produk berbahan baku tebu. Untuk itu diperlukan rekonstruksi manajemen melalui: a. peningkatan daya saing adaptasi dan daya inovasi pabrik gula yang saat ini telah ada dengan menempatkan SDM petani dan masyarakat sebagai social capital dalam mengembangkan institusi industri pengolahan ke depan, b. penempatan motivasi sebagai instrumen pokok dalam meningkatkan kreativitas dan daya saing sehingga mampu mengembangkan industri lain bernilai tambah tinggi selain gula, c. pengembangan kelembagaan business entity yang mengarah pada sinergisme antara petani, lembaga keuangan atau perbankan, lembaga swasta, lembaga penelitian dan pemerintah. Sosok kelembagaan BUMP Badan Usaha Milik Petani merupakan pilihan yang harus diimplementasikan di Jawa Timur bagi pengembangan industri berbahan baku tebu. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber 39

2.2.5. Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula Nasional