Analisis Kelayakan Restrukturisasi Mesin Pabrik Gula Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

(1)

ANALISIS KELAYAKAN RESTRUKTURISASI MESIN

PABRIK GULA KREMBOONG, KABUPATEN

SIDOARJO, JAWA TIMUR

SKRIPSI

FELICIA NANDA ARIESA H34070063

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

RINGKASAN

FELICIA NANDA ARIESA. Analisis Kelayakan Restrukturisasi Mesin PG Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA).

Gula merupakan salah satu bahan pangan penting yang termasuk dala sembilan bahan pokok dan pengaturan harganya langsung ditangani pemerintah. Sejak pertengahan tahun enampuluhan Indonesia mengimpor hampir sepertiga kebutuhan gulanya karena tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri walaupun sebelum kemerdakaan Indonesia pernah menjadi eksportir gula terbesar ke-2 di dunia. Konsumsi gula secara nasional terus meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan. Namun, fakta yang terjadi saat ini kebutuhan gula terus meningkat sementara produksi gula dalam negeri tidak mampu mencukupinya sehingga impor gula tidak dapat dihindarkan. Program revitalisasi pabrik gula merupakan bagian dari program revitalisasi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan volume produksi gula nasional dalam rangka mewujudkan swasembada gula.

Biaya produksi gula di Indonesia relatif tinggi. Salah satu penyebab tingginya biaya adalah kondisi pabrik yang sudah tua sehingga biaya penyusutan dan perawatan yang tinggi dengan kualitas giling yang rendah. Cara penanggulangannya adalah dengan merestrukturisasi mesin pabrik gula yang menjadi salah satu program dalam revitalisasi pabrik gula. Pabrik Gula Kremboong menjadi salah satu pabrik gula tertua di Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun 1847. Penggantian mesin penggilingan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, serta pendapatan pabrik gula. Analisis kelayakan perlu dilakukan karena investasi yang ditanamkan bernilai besar dengan jangka waktu pengembalian yang lama. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah restrukturisasi mesin Pabrik Gula Kremboong layak untuk dilakukan serta dapat memberikan profit bagi perusahaan.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji kelayakan restrukturisasi mesin pada PG. Kremboong ditinjau dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis, dan aspek sosial ekonomi, (2) mengkaji kelayakan restrukturisasi mesin pada PG. Kremboong ditinjau dari aspek finansial, serta (3) menganalisis sensitivitas kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada harga gula dan rendemen yang dapat mempengaruhi usaha yang dijalankan PG Kremboong.

Penelitian dilaksaksanakan di PG Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur selama bulan Februari hingga Maret 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan pengamatan langsung (observasi). Analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial investasi di Pabrik Gula Kremboong. Analisis kelayakan finansial berdasarkan kriteria kelayakan investasi, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk mempermudah analisis data. Analisis


(3)

kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan aspek non finansial dan disajikan dalam bentuk uraian secara deskriptif.

Restrukturisasi mesin layak dijalankan baik secara finansial maupun non finansial. Berdasarkan analisis kelayakan finansial diperoleh nilai NPV, IRR, Net B/C, dan PP yang memenuhi kriteria kelayakan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 52.414.490.686,68, IRR 50 persen, Net B/C 3,68 dengan jangka waktu pengembalian selama 8,88 tahun (8 tahun 10 bulan 17 hari). Secara finansial, penggantian mesin-mesin baru akan menghasilkan keuntungan yang besar karena efisiensi dan kapasitas produksi meningkat sedangkan biaya tetap dan variabel cenderung sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Mesin baru yang sudah otomatis juga mengurangi kebutuhan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi biaya tenaga kerja. Dua variabel yang berpengaruh besar terhadap kelayakan usaha Pabrik Gula Kremboong adalah rendemen dan harga tebu. Berdasarkan hasil analisis sensitifitas usaha PG Kremboong sangat sensitif terhadap perubahan rendemen sedangkan penurunan harga gula tidak berpengaruh secara signifikan pada kelayakan usaha.

Berdasarkan hasil analisis aspek non finansial restrukturisasi mesin PG Kremboong layak untuk dijalankan. Aspek non finansial yang dikaji dalam penelitian ini mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi. Ditinjau dari aspek pasar, usaha pabrik gula masih memiliki potensi besar karena kebutuhan gula pasir masyarakat masih belum dapat dipenuhi oleh pabrik gula dalam negeri sehingga harus dipenuhi dengan cara impor. Dilihat dari aspek teknis, penggantian mesin-mesin baru sudah tepat guna dan sesuai kebutuhan karena sebelumnya sudah dikaji mesin mesin apa yang berperan penting dan harus diganti agar efisiensi dan kapasitas produksi dapat meningkat. Penggantian mesin juga diiringi oleh pelatihan SDM dan upaya peningkatan lahan tebu. Manajemen PG Kremboong telah diatur dengan baik dan setiap karyawan memiliki tugas yang jelas. Sebagai salah satu BUMN, PG Kremboong juga telah memberikan manfaat sosial ekonomi baik pada negara maupun masyarakat.


(4)

ANALISIS KELAYAKAN RESTRUKTURISASI MESIN

PABRIK GULA KREMBOONG, KABUPATEN

SIDOARJO, JAWA TIMUR

FELICIA NANDA ARIESA H34070063

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(5)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Restrukturisasi Mesin Pabrik Gula Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

Nama : Felicia Nanda Ariesa

NIM : H34070063

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Netti Tinaprilla, MM

NIP. 19690410 199512 2001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1002


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Restrukturisasi Mesin PG Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011

Felicia Nanda Ariesa H34070063


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 28 Maret 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Budi Adi Prabowo dan Ibu Utami.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pucang 1 Sidoarjo pada tahun 2001 kemudian dilanjutkan dengan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Mojokerto pada tahun 2004. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 1 Sidoarjo pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007.

Selama masa perkuliahan, penulis tercatat sebagai sekretaris UKM Inkai IPB pada tahun 2008. Selain itu penulis tercatat sebagai anggota aktif UKM Karate IPB dan pernah menjuarai beberapa kejuaraan karate Se-Jawa Bali dan tingkat Nasional. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan baik tingkat Departemen maupun IPB.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Restrukturisasi Mesin Pabrik Gula Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur” dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2011 Felicia Nanda Ariesa


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ir.Netti Tinaprilla, MM sebagai pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku penguji Utama pada ujian sidang yang telah memberikan masukan dan arahan bagi penulis sehingga penulis dapat menyempurnakan skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Tintin Sarianti, SP, MM selaku penguji Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis pada ujian sidang yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis, FEM IPB. 5. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS yang telah menjadi pembimbing akademik dan

seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis, Mbak Dian, Bu Ida, Mas Hamid, Pak Yusuf, Mas Arif, Bu Yoyoh atas bantuan yang diberikan selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi.

6. Kedua orang tua tercinta, Papa Ir. Budi Adi Prabowo, MM dan Mama Utami, SH. Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya, serta doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

7. Febrian Bagus Pakerti, SP dan Ferdian Agung Kurniawan yang selalu memberi dukungan baik materiil maupun non materiil, serta seluruh keluarga besar Sastrosukarto dan Soenarso atas segala doa, kritik, semangat, kasih sayang, dan dukungannya.

8. Ir. Sumartono selaku administratur dan seluruh karyawan PG Kremboong yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dan mendukung pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

9. Citra Yanto Ciki yang selalu memberi dukungan, semangat, bantuan, dan doa kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.


(10)

11. Teman-teman satu bimbingan (Febi dan Defri) yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa.

12. Seluruh sahabat Agribisnis 44 yang telah memberikan semangat, doa, dukungan, bantuan, serta banyak pelajaran dan kebersamaan selama kuliah. 13. Seluruh teman-teman UKM Karate atas semangat, dukungan, doa, dan

kebersamaannya.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan dalam penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini, tetapi penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Mei 2011 Felicia Nanda Ariesa


(11)

DAFTAR

ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Usahatani Tebu ... 11

2.2 Industri Pengolahan Tebu Menjadi Gula ... 14

2.3Perkembangan Perdagangan Gula Pasir ... 21

2.4 Analisis Kelayakan Usaha ... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 26

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 26

3.1.1 Analisis Kelayakan Proyek ... 26

3.1.2 Biaya dan Manfaat ... 26

3.1.2.1 Biaya ... 26

3.1.2.2 Manfaat ... 28

3.1.2 Aspek Kelayakan Proyek ... 28

3.1.2.1 Aspek Pasar ... 28

3.1.2.2 Aspek Manajemen... 29

3.1.2.3 Aspek Teknis ... 30

3.1.2.4 Aspek Sosial Ekonomi ... 30

3.1.2.5 Aspek Finansial ... 31

3.1.3 Analisis Kelayakan Investasi ... 32

3.1.3.1 Payback Period ... 32

3.1.3.2 Internal Rate of Return ... 33

3.1.3.3 Net Present Value ... 33

3.1.3.4 Benefit-Cost Ratio ... 35

3.1.5 Analisis Sensitivitas ... 35

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 36

IV. METODE PENELITIAN ... 39

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 39

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 39

4.4 Metode Analisis Data ... 40

4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 40

4.4.1.1 Net Present Value ... 40


(12)

4.4.1.3 Internal Rate of Return ... 42

4.4.1.4 Payback Period ... 43

4.4.2 Analisis Aspek Pasar. ... 43

4.4.3 Analisis Aspek Teknis ... 43

4.4.4 Analisis Aspek Manajemen ... 44

4.4.5 Analisis Aspek Sosial Ekonomi ... 44

4.4.6 Analisis Sensitifitas ... 44

4.5 Asumsi Dasar ... 45

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 47

5.1 Profil dan Sejarah Perusahaan ... 47

5.2 Kegiatan Bisnis ... 48

5.3 Struktur Organisasi Perusahaan ... 52

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

6.1Analisis Aspek Non Finansial ... 54

6.1.1 Aspek Pasar ... 54

6.1.1.1 Peluang Pasar ... 54

6.1.1.2 Bauran Pemasaran ... 56

6.1.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar ... 59

6.1.2 Aspek Teknis ... 59

6.1.2.1 Pemilihan Lokasi Usaha ... 59

6.1.2.2 Ketersediaan Bahan Baku ... 62

6.1.2.3 Kapasitas Produksi ... 66

6.1.2.4 Proses Produksi ... 67

6.1.2.5 Layout Pabrik ... 69

6.1.2.6 Pemilihan Teknologi ... 70

6.1.2.7 Hasil Analisis Aspek Teknis ... 74

6.1.3 Aspek Manajemen ... 75

6.1.3.1 Bentuk Badan Usaha ... 75

6.1.3.2 Struktur Organisasi ... 76

6.1.3.3 Job Description ... 77

6.1.3.4 Sistem Upah dan Promosi ... 95

6.1.3.5 Perijinan ... 99

6.1.3.6 Hasil Analisis Aspek Manajemen dan Hukum ... 99

6.1.4 Aspek Sosial Ekonomi ... 100

6.1.4.1 Hasil Analisis Aspek Sosial Ekonomi ... 102

6.2 Analisis Kelayakan Finansial ... 102

6.2.1 Analisis Kelayakan Setelah Restrukturisasi Mesin . 103 6.2.1.1 Analisis Biaya ... 103

6.2.1.2 Analisis Manfaat ... 113

6.2.1.3 Hasil Analisis Aspek Finansial ... 116

6.2.2 Analisis Kelayakan Finansial pada Analisis Sensitifitas dan Analisis Nilai Pengganti ... 121

6.2.2.1 Penurunan Rendemen Efektif Pabrik ... 118

6.2.2.2 Penurunan Harga Lelang Gula ... 122 6.2.2.3 Keterbatasan Pasokan Bahan Baku (Tebu) . 124


(13)

6.2.2.4 Hasil Analisis Kelayakan Finansial pada

Analisis Sensitivitas dan Nilai Pengganti ... 125

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 127

7.1 Kesimpulan ... 127

7.2 Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 129


(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman

Indonesia ... 1

2. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia ... 2

3. Impor Gula Pasir Indonesia ... 3

4. Data Angka Produksi Pabrik Gula Kremboong ... 8

5. Konsumsi Gula Indonesia ... 55

6. Produksi Gula Indonesia ... 55

7. Harga Gula Hasil Lelang Tahun 2010 ... 56

8. Realisasi Tenaga Kerja PG Kremboong Tahun 2011 ... 61

9. Rekapitulasi Per Wilayah Perkebunan Tebu ... 62

10. Proporsi Bagi Hasil Antara Petani dan PG Kremboong ... 64

11. Data Produksi PG Kremboong Empat Tahun Terakhir ... 66

12. Target Kinerja Setelah Restrukturisasi Mesin ... 67

13. Golongan dan Gaji Pokok Karyawan Golongan I dan II ... 96

14. Golongan dan Gaji Pokok Karyawan Golongan III dan IV ... 97

15. Tunjangan Struktural, Jabatan, dan Fungsional Karyawan Tetap ... 98

16. Persentase Asal Karyawan PG Kremboong ... 101

17. Biaya Investasi Mesin Baru PG Kremboong ... 104

18. Daftar Barang Investasi PG Kremboong Tahun 2009 ... 105

19. Umur Ekonomis dari Investasi Usaha PG Kremboong ... 107

20. Biaya Re-Investasi PG Kremboong ... 108

21. Besarnya Biaya Penyusutan Investasi PG Kremboong ... 109

22. Biaya Tetap Usaha PG Kremboong ... 110

23. Biaya Variabel Usaha PG Kremboong ... 112

24. Daftar Pinjaman dan Angsuran ... 112

25. Penerimaan Hasil Lelang Gula Selama Umur Usaha ... 114

26. Penerimaan Hasil Lelang Tetes Selama Umur Usaha ... 115


(15)

28. Rekapitulasi Proyeksi Laba Rugi PG Kremboong ... 117 29. Hasil Analisis Finansial ... 118 30. Analisis Sensitivitas pada Penurunan Rendemen Sebesar 32,4

Persen ... 121 31. Analisis Nilai Pengganti Pada Penurunan Rendemen Sebesar

34,28 Persen ... 122 32. Analisis Sensitivitas pada Penurunan Harga Gula Sebesar 12,2

Persen ... 123 33. Analisis Nilai Pengganti pada Penurunan Harga Gula Sebesar

22,12 Persen ... 124 34. Analisis Sensitivitas pada Pasokan Bahan Baku Sebesar


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Skema Pembuatan Gula ... 16

2. Kurva Biaya Total ... 27

3. Hubungan Antara NPV dan IRR ... 34

4. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 38

5. Struktur Organisasi Perusahaan ... 53

6. Gula Kristal Putih PG Kremboong ... 57

7. Instalasi Pengelolaan Air Limbah ... 69

8. Pabrik Gula Kremboong ... 69


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Pohon Industri Tebu ... 133

2. Alur Produksi Gula ... 134

3. Layout Pabrik Gula Kremboong ... 135

4. Struktur Organisasi PG Kremboong ... 136

5. Daftar Aset PG Kremboong ... 137

6. Rincian Biaya Produksi ... 140

7. Penjadwalan Pinjaman PG Kremboong ... 144

8. Nilai Sisa Investasi PG Kremboong ... 145

9. Cashflow Unit Usaha PG Kremboong ... 147

10. Proyeksi Laba Rugi Unit Usaha PG Kremboong ... 157

11. Cashflow Analisis Sensitifitas Penurunan Rendemen Sebesar 32,4 Persen ... 169

12. Proyeksi Laba Rugi Analisis Sensitifitas Penurunan Rendemen Sebesar 32,4 Persen ... 181

13. Cashflow Nilai Pengganti Penurunan Rendemen Sebesar 34,28 Persen ... 191

14. Proyeksi Laba Rugi Nilai Pengganti Penurunan Rendemen Sebesar 34,28 Persen ... 201

15. Cashflow Analisis Sensitifitas Penurunan Harga Gula Sebesar 12,2 Persen ... 211

16. Proyeksi Laba Rugi Analisis Sensitifitas Penurunan Harga Gula Sebesar 12,2 Persen ... 221

17. Cashflow Nilai Pengganti Penurunan Harga Gula Sebesar 22,12 Persen ... 229

18. Proyeksi Laba Rugi Nilai Pengganti Penurunan Harga Gula Sebesar 22,12 Persen ... 241

19. Cashflow Analisis Sensitifitas Pasokan Bahan Baku (Tebu) Tetap ... 251

20. Proyeksi Laba Rugi Analisis Sensitifitas Pasokan Bahan Baku Tebu Tetap ... 263


(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sektor perkebunan di Indonesia berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Dilihat dari sisi ekonomi, perkebunan telah menyumbang devisa negara, sumber ekonomi wilayah serta sumber pendapatan masyarakat. Dalam aspek sosial telah mampu menyerap tenaga kerja yang besar, baik sebagai petani maupun sebagai tenaga kerja, sedangkan dalam aspek ekologi dengan sifat tanaman yang berupa pohon, usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti sumber daya air, penyedia oksigen sebagai sumber kehidupan manusia dan mengurangi degradasi lahan. Menurut umur dan frekuensi panen, tanaman perkebunan dapat dibagi menjadi tanaman tahunan dan tanaman semusim (Hafsah 2003).

Tabel 1. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman Indonesia Tahun 2001-2009 (Ton)

Tahun Karet Kering

Minyak Sawit

Coklat Kopi Teh Kulit Kina

Gula Tebu 1)

Tembakau 1)

2001 397,720 5,598,440 57,860 27,045 126,708 728 1,824,575 5,465

2002 403,712 6,195,605 48,245 26,740 120,421 635 1,901,326 5,340

2003 396,104 6,923,510 56,632 29,437 127,523 784 1,991,606 5,228

2004 403,800 8,479,262 54,921 29,159 125,514 740 2,051,642 2,679

2005 432,221 10,119,061 55,127 24,809 128,154 825 2,241,742 4,003

2006 554,634 10,961,756 67,200 28,900 115,436 800 2,307,000 4,200

2007 578,486 11,437,986 68,600 24,100 116,501 500 2,623,800 3,100

2008 586,081 12,477,752 62,913 28,074 114,689 400 2,668,428 2,614

2009* 640,787 12,954,662 62,628 28,448 112,761 600 2,849,769 2943

Catatan :

1) Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat

*

) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik

Jenis tanaman tahunan yang dominan ditanam di Indonesia antara lain karet, kelapa sawit, kakao, kopi, teh, dan tanaman obat-obatan. Sedangkan jenis


(19)

tanaman semusim yang dominan adalah tebu dan tembakau. Sebagian besar dari hasil perkebunan Indonesia diekspor karena tidak semua komoditas perkebunan dapat diolah oleh industri dalam negeri menjadi bahan yang siap dikonsumsi. Dilihat dari tabel di atas, sebagian produksi perkebunan mengalami peningkatan walaupun sebagian lagi malah menurun. Hasil produksi dari tanaman tahunan seperti karet, kelapa sawit, kakao, kopi, dan teh terlihat meningkat produksinya dari tahun ke tahun. Begitu pula dengan produksi gula tebu dalam negeri, walaupun peningkatan produksinya tidak signifikan.

Tabel 2. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia Tahun 2001-2009 (000 Ha)

Tahun Karet 1) Minyak Sawit 1) Coklat 1) Kopi 1)

Teh 1) Kina 1)

Tebu 2)

Tembakau 2)

2001 406,5 3152,4 158,6 62,5 83,3 1,2 393,9 5,3

2002 492,0 3258,6 145,8 58,2 84,4 1,2 375,2 5,4

2003 517,6 3429,2 145,7 57,4 83,3 3,3 340,3 5,2

2004 514,4 3496,7 87,7 52,6 83,3 3,2 344,8 3,3

2005 512,4 2593,4 85,9 52,9 81,7 3,1 381,8 4,8

2006 513,2 3748,5 101,2 53,6 78,4 3,1 396,4 5,1

2007 514,0 4101,7 106,5 52,5 77,6 3,0 427,8 5,8

2008 515,8 4451,8 98,4 58,3 78,9 3,0 436,5 4,6

2009* 526,4 4520,6 102,6 58,3 75,4 3,0 443,8 4,6

Catatan :

1) Luas areal tanaman tahunan adalah areal yang ditanami di akhir tahun

2) Luas areal untuk tanaman musiman adalah luas panen kumulatif bulanan area

*

) Angka Sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Dari kedua tabel di atas, beberapa komoditi seperti karet, kopi dan kakao memperlihatkan laju peningkatan produksi yang sangat berarti. Terjadinya laju peningkatan produksi ini berkaitan dengan gencarnya gerakan intensifikasi yang dilakukan selama ini dan sebagian besar tanaman berada pada stadia umur produksi. Peningkatan produksi hasil perkebunan kelapa sawit seiring dengan pertumbuhan areal. Faktor yang sangat dominan dalam peningkatan produksi ini adalah terjadinya peningkatan produktivitas. Laju pertumbuhan produktivitas


(20)

yang tinggi terdapat pada komoditi kopi sedangkan laju pertumbuhan tanaman karet dan teh masih tergolong lambat. Penyebabnya antara lain karena sebagian tanaman tersebut berada pada kondisi umur tanaman yang telah cukup tua. Meskipun dilakukan upaya-upaya intensifikasi, akan tetapi laju peningkatan produksi tidak terlalu tinggi. Untuk komoditi tebu memperlihatkan peningkatan produktivitas setiap tahunnya walaupun tidak begitu tinggi (Hafsah 2003).

Salah satu hasil perkebunan tanaman semusim adalah gula. Gula merupakan salah satu bahan pangan penting yang termasuk sembilan bahan pokok dan pengaturan harganya langsung ditangani pemerintah. Sejak pertengahan tahun enampuluhan Indonesia mengimpor hampir sepertiga kebutuhan gulanya karena tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri walaupun sebelum kemerdekaan Indonesia pernah menjadi eksportir gula terbesar ke-2 di dunia. Produktivitas rata-rata nasional sebesar 6,5 ton kristal gula per Ha dengan rendemen 7,6 pada tahun 20091. Menurut Bambang (2007), konsumsi gula secara nasional terus meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan, khususnya sebelum terjadinya krisis ekonomi sejak pertengahan 1997. Namun fakta yang terjadi saat ini, kebutuhan gula terus meningkat sementara produksi gula dalam negeri tidak mampu mencukupinya sehingga impor gula tidak dapat dihindarkan. Membanjirnya impor gula akan berdampak pada industri gula nasional dan devisa negara. Nilai impor gula pasir Indonesia terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Impor Gula Indonesia Tahun 2003-2010 (000 ton)

No Tahun Gula Impor Total

White Sugar Raw Sugar

3 2003 1.164 849 2.013

4 2004 721 780 1.501

5 2005 1.049 1.321 2.370

6 2006 679 1.034 1.713

7 2007 1.165 1.679 2.844

8 2008 503 1.540 2.043

9 2009 163 2.590 2.753

10 2010 547 2.360 2.907

Sumber : Asosiasi Gula Indonesia (2011)

      


(21)

Konsumsi gula terus meningkat karena meningkatnya jumlah penduduk dan semakin berkembangnya industri yang menggunakan gula sebagai bahan baku. Peningkatan kebutuhan gula harus diimbangi oleh peningkatan total produksi gula nasional. Jika total produksi gula nasional tidak mencukupi maka Indonesia harus mengimpor gula. Peningkatan produksi gula dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan terhadap impor gula luar negeri. Pengurangan impor gula dapat menghemat devisa.

Industri gula menjadi salah satu industri terpenting di Indonesia selama bertahun-tahun sebelum Perang Dunia ke II. Pada masa itu, hasil produksi 178 pabrik gula berkontribusi tiga perempat dari ekspor Jawa dan seperempat menyumbang seperempat dari penerimaan Hindia Belanda. Hampir setengah dari total produksi sebanyak 3 juta ton gula dari 200.000 hektar perkebunan di Jawa diekspor. Ini menjadikan Jawa sebagai eksportir gula terbesar di dunia setelah Kuba. Tetapi saat ini pabrik-pabrik gula di Jawa sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan gula dalam negeri. Pada tahun 1966, semua ekspor terhenti dan malah mengimpor dalam jumlah tertentu. Sejak tahun 1967, industri gula mengalami kerugian. Beberapa masalah yang dihadapi adalah keuntungan yang rendah pada petani, baik dari tanah maupun tebu, serta tekanan yang dihadapi oleh perusahaan berupa policy pemerintah untuk mempertahankan harga gula yang rendah demi kepentingan konsumen dengan jalan pembebanan pajak yang berat serta berbagai pungutan. Bersamaan dengan penerapan kebijakan, terjadi kemunduran efisiensi yang cukup parah pada hampir setiap fase produksi dan marketing (Mubyarto 1984) .

Menurut Wiriatmodjo dkk (1985), penggunaan lahan dan masa giling yang optimal perlu dilakukan oleh industri pergulaan di Jawa untuk memenuhi kebutuhan gula pasir yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Penanaman tebu dalam batas luas optimal di lahan sawah maupun lahan kering akan memberikan peningkatan efisiensi dalam proses produksinya. Terlebih lagi jika penanaman tebu dilakukan dengan penggunaan input yang tepat maka akan berpengaruh positif pada peningkatan produktivitas. Selain penanaman tebu dengan efektif dan efisien, optimasi masa giling juga akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan rendemen rata-rata yang dapat dicapai oleh pabrik-pabrik gula


(22)

bersangkutan. Optimasi masa giling perlu ditunjang oleh peningkatan kapasitas giling agar dapat memecahkan masalah penggilingan tebu yang masih muda maupun terlalu tua yang memberikan tingkat rendemen relatif rendah. Peranan perbaikan di pabrik gula di dalam pabrik gula yang dilaksanakan secara tepat dapat meningkatkan kapasitas giling maupun efisiensi dalam prosesnya.

Pabrik gula yang beroperasi sekarang sebagian besar merupakan peninggalan Belanda dengan mesin yang sudah berusia ratusan tahun. Beberapa pabrik gula tertua di Indonesia antara lain PG Watutulis (1839), PG Gending Probolinggo (1830), PG Candi Baru (1832), dan PG Kremboong (1847). Mesin yang sudah tua merupakan salah satu sumber inefisiensi pabrik gula karena kinerja mesin dan peralatan kurang memadai. Hal ini terlihat dari gula kristal yang berhasil diambil dari tebu hanya 77-81 persen sedangkan standar dunia mencapai 85 persen. Salah satu program pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini adalah dengan merevitalisasi pabrik gula sebagai salah satu upaya untuk mencapai swasembada gula 2014.

Program revitalisasi pabrik gula merupakan bagian dari program revitalisasi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan volume produksi gula nasional dalam rangka mewujudkan swasembada gula. Program revitalisasi pabrik gula meliputi intensifikasi penanaman tebu yang diikuti rehabilitasi pabrik gula di Pulau Jawa dan ekstensifikasi penanaman tebu dengan pembangunan pabrik gula di luar Pulau Jawa. Saat ini telah tercatat tujuh perusahaan yang mengajukan restrukturisasi mesin, antara lain PT Rajawali Nusantara I (3 pabrik), PT Rajawali Nusantara Indonesia II (6 pabrik), PT Perkebunan Nusantara XI (2 pabrik), PT Perkebunan Nusantara IX (8 pabrik), PT Madu Baru (1 pabrik), PT Perkebunan Nusantara VII (2 pabrik), dan PT Perkebunan Nusantara X (11 pabrik gula)2.

Salah satu penghasil utama gula nasional adalah PTPN X. Hasil produksinya mencapai 20% total produksi gula nasional. PT Perkebunan Nusantara X (Persero) merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola Strategic Bisnis Unit (SBU) yang meliputi SBU Gula, SBU Tembakau, dan SBU Rumah Sakit. Wilayah kerja PTPN X meliputi

      

2Revitalisasi Pabrik Gula Berjalan Mulus. http: atau  atau bisnis.vivanews.com. Diakses tanggal 30 


(23)

beberapa daerah, yaitu tersebar di Propinsi Jawa Timur sebanyak 13 kabupaten, 1 kabupaten di Jawa Tengah serta 2 kabupaten di Sulawesi Selatan. Ruang lingkup pengelolaan SBU Gula dan tembakau meliputi budidaya tanaman, pengolahan bahan baku menjadi produk komoditas perkebunan dan pemasaran hasil produksi. Ruang lingkup SBU Rumah Sakit meliputi pelayanan perawatan kesehatan bagi karyawan beserta keluarganya dan masyarakat umum.

Pada saat ini PTPN X mengelola 13 Pabrik Gula (11 Pabrik Gula di Jawa dan 2 Pabrik Gula di Sulawesi Selatan), 3 kebun tembakau dan 3 Rumah Sakit. SBU Gula mengolah tanaman tebu yang berasal dari tebu rakyat dan HGU untuk menjadi gula konsumsi dengan mutu SHS I A. Rata-rata pasok bahan baku yang berasal dari tebu rakyat mencapai 90 persen dari total produksi, HGU sebesar 5 persen dan dari tebu sewa sebesar 5 persen. SBU Tembakau mengolah tanaman tembakau menjadi tembakau olahan dan sebagian lagi diproduksi untuk rokok tertentu.

1.2Perumusan masalah

Pabrik Gula Kremboong yang terletak di Kecamatan Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur, merupakan salah satu dari SBU Gula PTPN X yang menjalankan fungsi mengolah bahan baku tebu menjadi gula. PG Kremboong dipimpin oleh Administratur dengan dibantu oleh empat kepala bagian yaitu Kepala Bagian Tanaman, Instalasi, Pengolahan dan Administrasi Keuangan Umum serta dibantu oleh seorang Kepala Quality Control. Pabrik Gula Kremboong menjadi salah satu pabrik gula yang akan melakukan restrukturisasi mesin dalam program revitalisasi pabrik gula. Selama dua tahun berturut-turut Pabrik Gula Kremboong mengalami kerugian karena adanya ketidakefisienan akibat terlalu banyaknya karyawan dan mesin yang sudah tidak dapat beroperasi secara optimal.

Setelah berturut-turut ekspansi dan melakukan perbaikan, selama periode waktu tertentu, PG Kemboong mencapai kapasitas sekarang, yaitu sebesar 1600 TCD. PG Kremboong, di masa lalu, pernah mencapai beberapa tahun emas. Pada tahun-tahun itu, pabrik membuktikan performance yang luar biasa. Selama periode 1991-1994, kapasitas pabrik 1400-1550 TCD, mampu mencapai


(24)

rendemen tertinggi di Indonesia. Rendemen pada tahun-tahun itu adalah 10,06 persen, 9,13 persen, 9,08 persen, dan 9,67 persen. Setelah itu, produktivitas gula turun terus, terutama penurunan rendemen. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Lebih dari 50 persen tebu ditanam pada daerah-daerah lahan kering. b. Sistem pengelolaan tanaman tebu, panen, dan budidaya berubah. c. Petani melakukan praktik budidaya tebu tanpa sepengetahuan pabrik. d. Pabrik gula tidak mampu mengelola tanaman tebu di lahan sendiri. e. Pabrik gula tidak dapat menganalisis mutu tebu.

Akibat dari rendahnya efisiensi, baik bagian on farm dan off farm. Pada bagian on farm, terdapat perbedaan besar antara potensi rendemen kebun dan pabrik. Petani tidak menerapkan manajemen budidaya tanaman tebu yang disetujui sehingga berakibat produktivitas rendah. Pada bagian off farm, efisiensi teknis, kapasitas giling, dan otomatisasi yang rendah serta kurangnya pengembangan produk samping, menyebabkan tingginya biaya produksi. Sebagai akibatnya, pabrik tidak dapat memperbaiki mesin untuk meningkatkan efisiensi. Kinerja pabrik saat ini dapat dirangkum sebagai berikut:

a. Konsumsi bahan bakar tinggi

Pabrik selain mengonsumsi seluruh produksi ampas juga memakai bahan bakar tambahan dalam bentuk kayu chip atau kayu bakar, sedangkan pabrik gula modern menghemat bahan bakar.

b. Utilisasi kapasitas rendah

Utilisasi kapasitas pabrik mencapai 90,75 persen sedangkan pabrik modern dapat mencapai lebih dari 95 persen.

c. Kehilangan gula tebu

Sekitar 2,59 persen sedangkan pabrik gula modern biasanya kehilangan gula kurang dari 2,0 persen tebu.

d. Tingginya jam berhenti

Kapasitas giling tidak tetap mengakibatkan tingginya jam berhenti dalam pabrik. Rataan tiga tahun terakhir adalah 3,43 persen (masih tinggi) dan perlu dikurangi menjadi kurang dari 2,0 persen.


(25)

Pabrik gula memiliki beberapa unit peralatan kecil dan tidak efisien ditambah dengan kurangnya pengetahuan maintenance, sehingga meningkatnya biaya operasi dan maintenance.

f. Tidak ada instrumentasi dan tenaga kerja

Sistem kontrol manual pabrik gula menyebabkan banyaknya kebutuhan tenaga kerja.

Kinerja PG Kremboong sekarang tidak kondusif untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, manajemen PTPN X antusias untuk memodernisasi dan mengoptimalkan kinerja pabrik gula dalam hal peningkatan kapasitas pabrik, pengurangan konsumsi energi dan meningkatkan efisiensi proses untuk mengurangi harga pokok produksi. Ini peluang bagus PTPN X untuk meningkatkan produksi tebu asli daerah. Kondisi perusahaan selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Angka Produksi Pabrik Gula Kremboong

Uraian Satuan 2006 2007 2008 2009 2010

Luas Lahan Ha 3.507.5 3.778,6 3.339.,6 3.343,3 3.027,2

Tebu Ton 258.605,4 299.222,9 263.892.6 237.501,0 255.910,8

Hablur Ton 18.792,43 21.270,23 21.811,45 18.704,27 16,304.59

Ton Tebu/Ha Ton

atau Ha

73,73 79,19 79,02 71,00 84,54 Ton

Hablur/Ha

Ton atau Ha

5,36 5,63 6,53 5,59 5,39

Rendemen % 7,27 7,10 8,27 7,88 6,37

Laba Rugi Rp

(000)

1,346,123 (3,917,58) (3,716,13) 8,780,295 1,006,054 Sumber: Data Evaluasi Pabrik Gula Kremboong (2010)

Produksi gula PG Kremboong tahun 2009 menurun dibandingkan tahun 2008. Hal ini disebabkan oleh penurunan luas lahan dan anomali musim. Selain penurunan produktivitas, biaya produksi gula PG Kremboong relatif tinggi. Salah satu penyebab tingginya biaya adalah kondisi pabrik yang sudah tua sehingga biaya penyusutan dan perawatan yang tinggi dengan kualitas giling yang rendah. Pabrik Gula Kremboong menjadi salah satu pabrik gula tertua di Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun 1847. Cara penanggulangannya adalah dengan


(26)

merestrukturisasi mesin pabrik gula yang menjadi salah satu program dalam revitalisasi pabrik gula.

Peningkatan kapasitas giling menjadi 2.750 TCD disesuaikan dengan kondisi peralatan lain yang tidak termasuk dalam program pengembangan. Pemasangan turbin dan boiler berfungsi sebagai sumber tenaga penggerak dalam proses produksi dapat mendukung kapasitas giling hingga 4.000 TCD namun kapasitas mesin penggiling hanya sampai 2.750 TCD. Selain itu, yang membatasi kapasitas giling adalah ketersediaan bahan baku. Pasokan tebu ke pabrik belum dapat memenuhi kapasitas giling yang lebih besar sehingga penambahan kapasitas mesin dapat berdampak idle capacity pada mesin.

Penggantian mesin penggilingan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, serta pendapatan pabrik gula. Selain menguntungkan restrukturisasi mesin juga dapat merugikan perusahaan jika harga mesin terlalu mahal atau pendapatan pabrik tidak dapat menutupi seluruh biaya. Analisis kelayakan perlu dilakukan karena investasi yang ditanamkan bernilai besar dengan jangka waktu pengembalian yang lama. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah restrukturisasi mesin Pabrik Gula Kremboong layak untuk dilakukan serta dapat memberikan profit bagi perusahaan. Rumusan masalah secara spesifik antara lain:

1. Bagaimana kelayakan restrukturisasi mesin pabrik gula ditinjau dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis, dan aspek sosial ekonomi?

2. Bagaimana kelayakan restrukturisasi mesin pabrik gula ditinjau dari aspek finansial?

3. Bagaimana pengaruh perubahan harga gula dan rendemen pada kelayakan usaha yang dijalankan Pabrik Gula Kremboong?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian secara umum adalah mengkaji pelaksanaan restrukturisasi mesin di Pabrik Gula Kremboong. Tujuan khusus penelitian antara lain:


(27)

1. Mengkaji kelayakan restrukturisasi mesin pada PG. Kremboong ditinjau dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis, dan aspek sosial ekonomi.

2. Mengkaji kelayakan restrukturisasi mesin pada PG. Kremboong ditinjau dari aspek finansial.

3. Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada harga gula dan rendemen yang dapat mempengaruhi usaha yang dijalankan PG Kremboong.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat berguna bagi:

1. Perusahaan, dalam hal ini PG. Kremboong, sebagai bahan masukan bagi pengambilan kebijakan di perusahaan serta penentuan arah pengembangan terkait dengan reinvestasi mesin.

2. Penulis, untuk menambah pengetahuan serta penerapan ilmu yang yang diperoleh selama kuliah dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta dan data.

3. Pembaca, sebagai bahan masukan dan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini difokuskan pada Pabrik Gula Kremboong, salah satu pabrik gula yang melakukan revitalisasi pabrik gula di PTPN X.

2. Penelitian ini hanya membahas analisis kelayakan pabrik gula setelah melakukan restrukturisasi mesin yang meliputi aspek finansial dan non-finansial.

3. Aspek non-finansial yang diteliti meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan sosial ekonomi.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahatani Tebu

Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman yang memiliki kandungan sukrosa paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah. Tanaman tebu mempunyai sosok tinggi kurus, tidak bercabang, tumbuh tegak, dengan tinggi batang mencapai 3-5 meter lebih. Tanaman tebu terdiri dari akar, batang, daun, dan bunga. Akar pada tanaman ini berupa akar serabut yang memiliki panjang mencapai 2 m jika ditanam pada lingkungan yang optimum. Batang tebu merupakan bagian yang penting, karena bagian inilah yang akan dipanen hasilnya. Pada bagian ini banyak terdapat nira yang mengandung gula dengan kadar mencapai 20 persen. Bagian ujung atau pucuknya memiliki kandungan gula yang lebih tinggi daripada bagian pangkal batang. Gula pada tebu berupa sukrosa yang akan mencapai kadar maksimum jika tebu berumur 12-14 bulan atau lebih atau telah mencapai masa fisiologis (Naruputro, 2010).

Tanaman tebu dapat menghasilkan berbagai macam produk yang bermanfaat bagi manusia. Selama ini produk utama yang dihasilkan dari tebu adalah gula sementara hasil samping yang tidak terlalu diperhatikan kecuali tetes tebu yang sudah lama dimanfaatkan untuk pembuatan monosodium glutamate

(MSG). Selain tetes, ampas tebu juga dimanfaatkan untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board, dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula, namun penggunaannya terbatas dan nilai ekonominya belum tinggi. Aneka limbah lain dalam proses produksi gula, seperti blotong dan abu terbuang percuma bahkan untuk buangan limbahnya pun menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga menambah pengeluaran pabrik gula. Di luar limbah pabrik itu, tanaman tebu menghasilkan limbah pula sejak masa tanam hingga penebangan atau pemanenan berupa daun tebu kering yang disebut klethekan atau daduk, pucuk tebu, hingga sogolan (pangkal tebu) padahal semua itu dapat dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomis (Misran, 2005). Gambar pohon industri tebu disajikan pada Lampiran 1.

Nuryanti (2007) membandingkan usahatani tebu pada lahan sawah dan tegalan. Penelitiannya mengkaji aspek finansial, yaitu biaya dan pendapatan


(29)

usahatani tebu antara sawah dan tegalan, luas garapan kurang dari satu dan lebih dari satu hektar, serta pola tanam awal dan keprasan. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani tebu di lahan sawah lebih menguntungkan diusahakan pada luasan lebih dari satu hektar dengan pola tanam awal. Berdasarkan pola tanam, tanaman keprasan lebih menguntungkan diusahakan baik di lahan sawah maupun tegalan dengan skala usaha kurang dari satu hektar. Dilihat dari usahataninya, secara umum peningkatan skala usaha pada lahan sawah lebih menguntungkan dibandingkan tegalan dan dapat meningkatkan kelayakan finansial lebih dari 50 persen. Implikasi dari hasil penelitian Nuryanti dikaitkan dengan program akselerasi pergulaan adalah usahatani tebu harus diusahakan secara luas atau ekstensif pada lahan sawah dengan pola tanam awal yang berarti target akselerasi dapat dicapai dengan tingkat produktivitas tanaman yang baik dan ketersediaan sarana irigasi yang memenuhi. Dukungan program dana talangan harus terus dipertahankan untuk memberi insentif bagi petani yang menyediakan bahan baku industri gula Indonesia.

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya produksi. Zuraidah (2005), meneliti pendapatan usahatani tebu dan faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pengolahan gula merah di tingkat petani. Pada penelitiannya, Zuraidah menganalisis perbandingan pendapatan yang diterima petani yang mengolah tebunya menjadi gula merah dibandingkan petani yang memilih tidak mengolah tebunya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk mengolah tebunya menjadi gula merah adalah jumlah tanggungan keluarga, pendapatan rumah tangga nontebu, luas lahan, status lahan, dan pengalaman berusaha tani tebu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan bentuk produksi, pendapatan yang diterima petani tebu yang mengolah tebunya menjadi gula merah lebih besar daripada pendapatan yang diterima petani tebu yang menjual tebu batangan. Pendapatan dari gula merah mencapai Rp 10.841.351,00 per ha berasal dari pengurangan penerimaan sebesar Rp 24.139.898,00 per ha dengan biaya produksi mencapai Rp 13.298.547,00 per ha. Biaya produksi tersebut terdiri dari biaya produksi tebu batangan dan biaya pengolahan gula merah. Di lain pihak, petani yang memutuskan untuk menjual tebu batangan memperoleh pendapatan sebesar Rp 7.806.869,00, berasal dari


(30)

pengurangan penerimaan yang besarnya mencapai Rp 13.058.783,00 dengan biaya produksi tebu batangan, yang nilainya mencapai Rp 5.251.914,00. Walaupun pendapatan pengolahan lebih besar tetapi efisiensi keputusan mengolah tebu lebih rendah daripada keputusan menjual tebu batangan. Nilai R/C untuk gula merah mencapai 1,82 lebih kecil daripada R/C tebu batangan yang sebesar 2,49. Berdasarkan nilai R/C tersebut, berarti keputusan untuk menjual tebu batangan lebih efisien daripada keputusan untuk mengolah tebu menjadi gula merah dan ini terlihat dari masih banyaknya petani yang menjual tebu batangan. Petani lebih memilih untuk tidak mengolah tebunya karena tambahan keuntungan yang diperoleh dengan mengolah tebu menjadi gula merah tidak berbeda jauh dengan pendapatan yang diterima dari tebu batangan.

Menurut Maria (2009), luas area merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi produksi. Pada tingkat rata-rata (1970-2005) kenaikan 1 persen luas area tebu menyebabkan kenaikan produksi hablur (gula) sebesar 57,8 persen. Bertambahnya luas area merupakan faktor utama terjadinya peningkatan produksi gula. Namun demikian, peningkatan luas harus disertai dengan peningkatan produktivitasnya (intensifikasi) mengingat semakin terbatasnya lahan untuk pertanian terutama di Jawa serta kemampuan untuk bersaing dengan komoditas lain.

Pengembangan luas areal tebu penting dalam peningkatan produksi gula. Petani perlu motivasi agar terus berusaha meningkatkan produktivitas tanaman tebu. Upaya yang dilakukan tidak hanya dari segi teknis, namun juga kebijakan menyangkut kelembagaan petani karena kelembagaan yang memerlukan tindakan bersama mempunyai kekuatan lebih besar daripada dorongan perorangan. Penelitian yang dilakukan Kartikaningsih (2009) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi motivasi petani dalam berusahatani tebu di Pati. Faktor-faktor yang memengaruhi motivasi petani berusahatani tebu yaitu lembaga pelayanan, lembaga penunjang, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil, dan lembaga penelitian dan pengembangan. Saat ini, peran kelembagaan dirasa cukup memuaskan bagi petani tebu. Berdasarkan hasil analisis jalur dapat disimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh paling besar terhadap motivasi berusahatani tebu adalah lembaga pengolahan dan bagi hasil.


(31)

Naruputro (2010) melakukan penelitian tentang pengelolaan tebu di pabrik gula. Penelitian dilaksanakan di PG Krebet Baru, Malang. Kebun tebu giling (KTG) di PG Krebet Baru secara keseluruhan merupakan tebu rakyat sehingga seluruh budidaya tebu di KTG ditangani oleh petani. Dalam hal ini PG Krebet Baru hanya bertugas mengawasi dan memberikan penyuluhan mengenai budidaya tebu yang baik. Pengeprasan tebu yang berulang-ulang menjadi salah satu masalah penyebab rendahnya produktivitas tebu di PG Krebet Baru. Untuk mengatasi rendahnya produktivitas tebu di PG Krebet Baru perlu dilakukan bongkar ratoon atau replanting. Pembongkaran ratoon atau replanting dilakukan pada kategori tanaman yang sudah tidak layak dari segi produktivitas dan secara ekonomis merugikan. Perbedaan karakteristik lahan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman keprasan. Lahan kering memiliki produktivitas yang lebih rendah jika dibandingkan lahan sawah irigasi. Faktor yang menyebabkan perbedaan produktivitas tersebut antara lain ketersediaan air dan kebiasaan teknik budidaya yang dilakukan petani pada kedua karakteristik lahan tersebut. Teknik budidaya yang berpengaruh nyata yaitu pemupukan, baik dari segi dosis maupun waktu aplikasinya.

2.2 Industri Pengolahan Tebu Menjadi Gula

Tebu adalah bahan baku utama pembuatan gula pasir. Gula pasir merupakan bahan makanan sumber kalori. Tujuan utama mengonsumsi gula adalah untuk mendapatkan energi atau kalori untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Rasa manis dari gula lebih sesungguhnya berkaitan dengan kenikmatan. Peranan gula sebagai bahan pemanis utama belum tergantikan oleh bahan pemanis lain seperti gula merah, madu, sakarin, dan bahan pemanis kimia lainnya. Konsumsi gula di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Namun fakta yang terjadi saat ini, kebutuhan gula terus meningkat sementara produksi gula dalam negeri tidak mampu mencukupinya sehingga impor gula tidak dapat dihindarkan. Berdasarkan hasil penelitian Sanjaya (2009), konsumsi gula total yang dibutuhkan oleh seluruh masyarakat pada tahun 2025 baik dalam konsumsi rumah tangga maupun konsumsi industri sebesar 4.746.177 ton gula. Oleh karena itu, pabrik gula membutuhkan 63.158.292 ton tebu dengan


(32)

tingkat asumsi rendemen 8 persen. Berdasarkan hasil analisis respon penawaran tebu di Indonesia, peningkatan harga gula domestik tidak dapat direspon dengan cara meningkatkan luas lahan tanaman tebu namun dengan melakukan program intensifikasi pada produksi tebu. Beberapa cara meningkatkan jumlah produksi tebu dengan pendekatan peningkatan produktivitas tanaman tebu itu sendiri melalui kebijakan penetapan harga input-input produksi.

Pengolahan tebu menjadi gula kristal melalui beberapa tahapan proses yaitu operasi penggilingan (ekstraksi), pemurnian (purifikasi), penguapan (evaporasi), kristalisasi, dan sentrifuse. Operasi penggilingan bertujuan untuk mengekstraksi kandungan sukrosa dalam tebu sebanyak mungkin, proses purifikasi untuk memisahkan kotoran yang terbawa dalam nira mentah, penguapan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada nira jernih sehingga dihasilkan nira kental, kristalisasi untuk mengkristalkan nira kental sehingga didapatkan kristal gula sesuai yang diinginkan, dan sentrifuse yang bertujuan untuk memisahkan kristal gula dengan cara pemutaran. Proses produksi gula dapat dilihat pada Gambar 1.


(33)

Gambar 1. Skema Pembuatan Gula Sumber: Moerdokusumo (1993)

Bahan baku tebu  100% 

Unit operasi  sentrifuse  Unit operasi 

kristalisasi  Baterai gilingan 

unit operasi 

Unit proses  pemurnian  Air inhibasi 

Blotong 

Nira mentah  SO2

CO2

P2O5

Ampas 

5,3%  air kapur 

Nira encer

Unit proses  penguapan  Nira kental

Masakan 71,4% air 

6,0% air 

Melase 


(34)

Analisis neraca massa yang dilakukan oleh Yuliandari (2008), kinerja gilingan sangat mempengaruhi output yang dihasilkan proses penggilingan. Kendala yang sering terjadi di stasiun gilingan adalah mesin tidak beroperasi dikarenakan rusak sehingga mengakibatkan tebu mengalami penundaan penggilingan dan penurunan nilai rendemen gula. Selain itu, dalam proses penggilingan seringkali nira mentah yang dihasilkan tercecer sehingga mengakibatkan loss. Pada stasiun pemurnian, terjadi proses di mana nira mentah menghasilkan nira jernih (encer) dengan produk sampingan berupa blotong dan nira tapis (filtrat) yang masih mengandung sukrosa. Di stasiun penguapan terjadi proses nira encer menghasilkan nira kental dengan kebutuhan uap bekas dan dari proses penguapan menghasilkan kondensat yang dipergunakan kembali sebagai air umpan ketel. Kendala yang sering terjadi di stasiun penguapan adalah nira kental yang dihasilkan tidak mencapai brix yang optimal sehingga nira yang terbentuk masih belum mengental. Analisis neraca massa di stasiun masakan dan putaran, terjadi proses di mana nira kental yang dimasak, kemudian didinginkan, dan disentrifugasi dapat menghasilkan gula SHS, tetes, stroop, dan klare yang diolah kembali menjadi gula dan bibit untuk masakan. Teknologi pabrik gula di Indonesia mampu memproduksi semua jenis gula yang diminta pasar, baik dalam negeri maupun internasional. Secara umum dikenal tiga jenis gula utama, yaitu gula mentah, gula merah (tidak termasuk gula jawa dan aren), dan gula putih (termasuk gula rafinade, SHS).

Pada tahun 1990-an produksi gula semakin menurun, apalagi setelah dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 1992. Banyak petani tebu yang mengganti komoditas usahataninya dengan komoditas lain terutama beras sebagai bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Di samping itu, semakin terpencarnya lokasi perkebunan tebu yang berpengaruh terhadap produktivitas dan rendemen, kondisi pabrik gula yang sudah tua (inefisiensi), biaya pokok produksi mahal terutama pada saat krisis moneter turut memberikan pengaruh negatif terhadap produksi gula (Maria, 2009).

Ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan gula dalam negeri disebabkan karena masih rendahnya produksi gula nasional. Rendahnya produksi nasional antara lain disebabkan oleh penurunan luas dan produktivitas


(35)

lahan, rendahnya rendemen industri gula Indonesia, serta efisiensi pabrik gula yang masih rendah. Widarwati (2008), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula di PG Pagottan. Kondisi inefisiensi produksi yang dialami PG Pagottan diindikasikan oleh kualitas bahan baku tebu (rendemen) yang masih rendah. Selain itu terjadi kecenderungan pemanfaatan tenaga kerja yang berlebihan di dalam menjalankan kegiatan produksinya. Pertumbuhan total produksi gula sejak tahun 2001 hingga tahun 2007 menunjukkan kecenderungan peningkatan yang dipengaruhi oleh peningkatan produksi gula tebu sendiri (TS) dan tebu rakyat (TR). Peningkatan tersebut terjadi tidak hanya karena perluasan areal, tetapi juga disebabkan oleh perbaikan mutu intensifikasi budidaya dan introduksi varietas unggul pada areal bongkaran keprasan. Peningkatan juga terjadi pada jumlah tebu yang dipasok, rendemen, dan tenaga kerja musiman sedangkan lama giling, jam mesin, dan bahan baku pembantu mengalami kecenderungan yang menurun. Menurut hasil perhitungan, faktor-faktor yang yang secara nyata berpengaruh terhadap produksi gula di PG Pagottan antara lain jumlah tebu, rendemen, jam mesin, dan tenaga kerja. Selain masalah rendemen dan rata-rata produktivitas gula yang menyebabkan ketidakefisienan, biaya produksi gula di Indonesia diduga lebih tinggi dibandingkan biaya produksi gula negara lain. Pada penelitian Wahyuni (2007), diperoleh lima faktor yang berpengaruh nyata pada produksi gula yaitu jumlah tebu, tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, lama giling, dan jam mesin. Dalam proses produksinya PG Madukismo menggunakan tenaga kerja tetap dan musiman. Lama giling PG Madukismo yang lebih sedikit dibandingkan dari waktu optimal (170-180 hari) berdampak pada penurunan produksi gula di mana tebu yang belum waktunya digiling telah digiling, padahal rendemen yang terbentuk belum maksimal sedangkan jika lama giling berlebihan dapat menurunkan rendemen sehingga produksi gula juga akan menurun.

Ada tiga kategori tanaman tebu yang biasa digunakan sebagai bahan baku pabrik gula, yaitu plant cane murni (PCM), replanting cane (RPC), dan ratoon cane (RC). Plant cane murni (PCM) adalah tanaman tebu pertama yang ditanam pada arel yang baru dibuka. Replanting cane (RPC) atau biasa disebut PC bongkar ratoon adalah tanaman pertama yang ditanam pada areal yang


(36)

sebelumnya juga ditanami tebu. Ratoon cane (RC) atau biasa disebut tanaman tebu keprasan adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama yang setelah tebangan dilaksanakan, tunggul-tunggulnya dipelihara kembali sampai menghasilkan tunas-tunas baru yang kemudian menjadi tanaman baru. Tanaman tebu di lahan tegal dapat dikepras sampai tiga kali, lebih dari itu produktivitasnya akan menurun. Wijayanti (2008) melakukan penelitian tentang pengelolaan tanaman tebu di Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur. Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh bongkar ratoon terhadap peningkatan produktivitas tebu. Program bongkar ratoon merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tebu guna meningkatkan produktivitas gula nasional. Program ini dilatarbelakangi oleh tebu yang bermutu rendah akibat pengeprasan berkali-kali. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan produksi tebu dipengaruhi oleh banyak faktor beberapa diantaranya adalah jenis dan mutu bibit. Varietas lama mengalami penurunan karena mengalami perubahan genetik pada saat proses duplikasi sel akibat penyetekan batang secara terus menerus. Produktivitas tebu dapat ditingkatkan dengan bongkar ratoon, yaitu membongkar tunggul-tunggul bekas tanaman keprasan dan diganti dengan bibit baru yang merupakan varietas unggul sehingga dapat meningkatkan rendemen.

Saat ini produksi gula menurun karena anomali musim. Sebagian besar pabrik gula yang dimiliki pemerintah mengalami penurunan produktivitas. Tingkat konsumsi gula masyarakat Indonesia masih belum bisa dipenuhi dari produksi gula dalam negeri. Hal ini mengakibatkan pemerintah harus mengimpor gula. Hasil penelitian Astuti (2008) tentang efisiensi proses produksi gula tebu di PG Jatitujuh menjelaskan bahwa kehilangan gula selama proses produksi dapat terjadi karena kerusakan gula (inversi) dan terbuang bersama ampas, bloyong, dan tetes. Penelitian dilakukan dengan melihat efisiensi proses tiap stasiun, terutama staiun gilingan, karena stasiun gilingan memegang peranan yang cukup besar dalam menentukan rendemen gula yang dihasilkan selama proses selanjutnya. Salah satu faktor penentu kualitas nira dan ampas yang dihasilkan di stasiun gilingan adalah penambahan air imbibisi. Perubahan penambahan air imbibisi akan mempengaruhi nilai brix dan pol dari nira mentah dan ampas. Penambahan


(37)

air imbibisi yang optimum adalah sebesar 25-30 persen dari jumlah tebu yang tergiling. Proses produksi gula adalah salah satu proses pengolahan yang melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut tidak hanya dari segi pengolahan atau pabrikasi tetapi juga dipengaruhi oleh kinerja kebun produksi. Kinerja pabrik gula sendiri dapat dianalisis melalui jumlah rendemen yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil penelitian Bambang (2007), pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendukung perkembangan industri gula Indonesia. Terhadap perubahan dan kebijakan yang berkaitan dengan harga

output, areal tebu, dan produksi, perkebunan rakyat secara umum lebih responsif bila dibandingkan dengan respon areal dan produksi PTPN serta perkebunan swasta. Areal perkebunan tebu rakyat juga lebih responsif terhadap perubahan harga input (pupuk) dan kebijakan yang berkaitan dengan harga input. Secara umum, berbagai kebijakan yang berkaitan dengan harga output, harga input, dan sistem distribusi, berpengaruh secara signifikan terhadap industri gula Indonesia dengan tingkat efektivitas yang bervariasi. Kebijakan yang langsung berkaitan dengan harga output mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebijakan input dan distribusi. Dalam hal kebijakan yang berkaitan dengan harga output, kebijakan yang lebih langsung berkaitan dengan harga tingkat petani merupakan kebijakan yang efektif. Dengan demikian, kebijakan harga provenue mempunyai efektivitas lebih tinggi bila dibandingkan dengan kebijakan TRQ dan tarif impor. Kebijakan harga provenue dan kebijakan tataniaga impor tarif, mempunyai efektivitas yang memadai dalam hal peningkatan areal, produksi, dan penurunan impor. Kebijakan tarif impor dan TRQ mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap industri dalam negeri namun tingkat efektivitasnya bervariasi. Secara umum, kebijakan tersebut cukup efektif untuk meningkatkan areal, produksi, dan mengurangi impor. Berbagai kombinasi kebijakan harga provenue, tarif impor, TRQ, dan subsidi input merupakan instrumen kebijakan yang efektif untuk mengembangkan industri gula nasional dan mengurangi impor.


(38)

2.3 Perkembangan Perdagangan Gula Pasir

Peningkatan jumlah penduduk mendorong peningkatan permintaan gula. Konsumsi yang terus bertambah ini harus segera direspon pemerintah mengenai bagaimana penyediaannya. Pemerintah telah melakukan upaya untuk mendorong peningkatan produksi dalam negeri melalui beberapa kebijakan seperti TRI, rehabilitasi pabrik-pabrik gula, penetapan harga provenue dan beberapa kebijakan lain yang bertujuan menjaga ketersediaan gula dengan melindungi produsen dalam negeri dengan tidak merugikan konsumen. Menurut Maria (2009), komponen penyusun ketersediaan adalah produksi, net stock, dan impor. Hasil estimasi produksi menunjukkan salah satu variabel yang signifikan memengaruhi produksi produksi gula nasional adalah kebijakan tataniaga pada periode pengendalian impor. Net stock merupakan selisih antara persediaan awal dan persediaan akhir pada tahun tertentu karena adanya konsumsi sedangkan hasil estimasi impor yang signifikan salah satunya adalah kebijakan tataniaga pada periode Bulog. Hal ini menunjukkan secara tidak langsung kebijakan tataniaga memengaruhi ketersediaan gula.

Pada hasil penelitian Widjajanti (2006), perdagangan gula pasir di Indonesia terbagi menjadi empat periode, yaitu periode 1971-1975, periode 1975-1980, periode 1981-1997, dan periode1998-sekarang. Pada tahun 1971-1975, pemerintah menunjuk Bulog untuk melaksanakan pemasaran baik dari pembelian dalam negeri maupun luar negeri (importir tunggal), sedangkan kegiatan produksi gula dikelola oleh PNP (Perusahaan Negara Perkebunan). Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1971. Selain itu, Keppres ini juga mengatur tataniaga gula milik bagian pabrik gula PNP yang berasal dari sistem bagi hasil dengan petani tebu milik bagian petani tebu dan pabrik gula non PNP. Oleh karena itu, sistem perdagangannya adalah campuran antara perdagangan bebas dan perdagangan gula pasir yang melalui Bulog. Namun, karena harga gula sulit dikendalikan, maka berdasarkan Surat Sekretaris Negara Nomor 136 atau Mensesneg atau 3 atau 74, Bulog ditugaskan melakukan koordinasi penyaluran produksi gula baik yang berasal dari PNP maupun non PNP atau petani tebu. Periode 1975-1980, sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) mulai diterapkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1975. Kebijakan ini meningkatkan


(39)

bagian produksi gula milik petani sehingga Bulog hanya menguasai 60-70 persen gula yang beredar di masyarakat karena sisanya adalah bagian petani. Gula ini dimanfaatkan pedagang untuk spekulasi sehingga terjadi fluktuasi harga yang besar. Pada periode ketiga, antara tahun 1981-1997, Bulog ditunjuk sebagai pembeli tunggal seluruh produksi gula dalam negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi fluktuasi harga yang terjadi, karena upaya impor gula juga tidak dapat mengurangi harga gula. Akhirnya pada tahun 1981, selain sebagai importir tunggal, Bulog ditunjuk sebagai pembeli tunggal sesuai Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 112 atau KP atau III atau 1981. Produksi gula yang tidak dibeli Bulog adalah gula bagian petani yang digunakan untuk kebutuhan petani. Pada periode 1998-sekarang, Bulog hanya mempunyai tugas untuk mengendalikan harga beras dan mengelola persediaan beras. Hal ini dijelaskan pada Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998. Selain itu, melalui kebijakan ini pemerintah membebaskan impor gula pada importir umum dengan tarif bea masuk sebesar 0 persen, dimana harga gula sebelumnya dikontrol, pada akhirnya dibebaskan menurut harga pasar. Berlakunya penjualan bebas menyebabkan pabrik gula dapat memasarkan seluruh produknya secara langsung kepada konsumen. Akibatnya adalah terjadi excess supply yang berlebihan di pasar domestik dan harga gula menjadi sangat rendah, sehingga merugikan industri gula dalam negeri. Pada tahun 2000-2001, pemerintah melalui keputusan Menteri Keuangan Nomor 568 atau KMK.01 atau 1999 tanggal 31 Desember 1999, menetapkan bea masuk gula impor baik untuk raw sugar maupun

white sugar. Walaupun kebijakan ini dapat meningkatkan surplus produsen sebesar Rp 884 milyar dan menambah penerimaan pemerintah Rp 370 milyar, namun harga gula tetap turun karena persediaan gula swasta masih menumpuk. Perdagangan gula dalam negeri masih dilakukan seperti tahun 1998. Pada tahun 2002, pemerintah menetapkan lima importir terdaftar yaitu PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PT RNI, dan Bulog sebagai perusahaan yang boleh mengimpor gula. Kebijakan ini muncul seiring dengan munculnya kebijakan tataniaga gula sesuai Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 643 atau MPR atau Kep atau 9 atau 2002. Selain menjadi importir utama, kelima perusahaan tersebut juga melakukan distribusi dalam negeri. Kebijakan ini masih berjalan sampai


(40)

tahun 2004, yang membedakan adalah importir terdaftar tidak boleh memindahtangankan hak mengimpor ke perusahaan lain. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527 atau MPP atau Kep atau 9 atau 2004 tentang Ketentuan Impor Gula. Keputusan ini timbul akibat penunjukan importir terdaftar sebagai importir sekaligus distributor gula. Selama ini keempat perusahaan yang ditunjuk (PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, dan PT RNI) tidak pernah melakukan distribusi gula sehingga tidak mempunyai jaringan distribusi dan infrastruktur yang luas. Oleh karena itu, mustahil bagi keempat perusahaan untuk melakukan impor sekaligus melakukan distribusi ke berbagai daerah tanpa terjadi kelangkaan. Sebagi produsen, tugas utama perusahaan adalah berkonsentrasi dalam meningkatkan produksi, bukan impor dan distribusi.

2.4 Analisis Kelayakan Usaha

Sampai saat ini belum ada penelitian terbaru yang membahas tentang analisis kelayakan pabrik gula terutama terkait dengan reinvestasi mesin dalam program revitalisasi pabrik gula. Penelitian Utami (2008) mengkaji tentang pengembangan usaha gula merah tebu di Kabupaten Rembang. Dengan analisis SWOT diperoleh hasil strategi yang dapat digunakan untuk usaha gula merah tebu adalah strategi integratif (integrasi horizontal). Strategi tersebut dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas produk, memperluas pasar, mengembangkan teknologi, dan fasilitas produksi melalui kerja sama dengan pihak lain. Berdasarkan analisis finansial, usaha gula merah tebu layak untuk dikembangkan. Salah usaha di sektor hilir dari tanaman perkebunan yang telah dikaji kelayakan investasinya adalah pabrik kelapa sawit. Mukti (2009) meneliti kelayakan investasi pabrik kelapa sawit di Aceh Utara. Hasil analisis aspek non finansial menunjukkan bahwa pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) kapasitas 30 ton TBS per jam layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan aspek non-finansial yang terdiri dari aspek teknis, aspek pasar, institusional, sosial dan lingkungan tidak terdapat kendala yang dapat mengganggu proses operasional maupun tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan kelapa sawit. Secara finansial, jika investasi menggunakan dana sendiri kegiatan investasi pabrik kelapa sawit layak untuk


(1)

1 2 3 4 5 6 7 8

Komponen Tahun

Toyota Rush 31,010,909 39,150,558 39,150,558 39,150,558 39,150,558 39,150,558 39,150,558 39,150,558 Emplasement Bongkaran 878,818 878,818 2,508,445 2,508,445 2,508,445 2,508,445 2,508,445 2,508,445 Emplasement Penampungan 1 944,933 944,933 2,697,158 2,697,158 2,697,158 2,697,158 2,697,158 2,697,158 Emplasement Penampungan 1 554,500 554,500 554,500 1,493,143 1,493,143 1,493,143 1,493,143 1,493,143 Emplasement Penampungan 2 2,020,495 2,020,495 2,020,495 2,020,495 2,020,495 2,020,495 2,020,495 2,020,495 Pengaspalan jalan sebelah timur Pabrik 713,864 713,864 713,864 713,864 713,864 713,864 713,864 713,864 Urugan sirtu empl.baru 1,222,000 1,222,000 1,222,000 1,222,000 1,222,000 1,222,000 1,222,000 1,222,000 Plengsengan Kedung Solo 1,011,545 1,011,545 1,011,545 1,011,545 1,011,545 1,011,545 1,011,545 1,011,545 Trayek D Krembung sd Ngingas 1,007,227 1,007,227 1,007,227 1,007,227 1,007,227 1,007,227

Trayek E Krembung sd Bl.Garut 2,016,000 2,016,000 2,016,000 2,016,000 2,016,000 2,016,000 2,016,000 2,016,000 Plengsengan Jl.Lori tetap Kedungrawan+Ked 1,820,146 1,820,146 1,820,146 1,820,146 1,820,146 1,820,146 1,820,146 1,820,146 Pengecoran jalan lori tetap Tanjangrono 1,348,409 1,348,409 1,348,409 1,348,409 1,348,409 1,348,409 1,348,409 1,348,409 Plengsengan donok 391,883 391,883 391,883 391,883 391,883 391,883 391,883 391,883 Plengsengan Toyorono 456,734 456,734 456,734 456,734 456,734 456,734 456,734 456,734 Plengsengan Punggingkrisik I 524,911 524,911 524,911 524,911 524,911 524,911 524,911

Pengecoran jalan lori tetap Toyorono 1,651,502 1,651,502 1,651,502 1,651,502 1,651,502 1,651,502 1,651,502 1,651,502 Pengecoran jembatan Krembung 809,455 809,455 809,455 809,455 809,455 809,455 809,455 809,455 Pengecoran jalan lori tetap Krembung Timur 2,552,225 2,552,225 2,552,225 2,552,225 2,552,225 2,552,225 2,552,225 2,552,225 Pengecoran jalan lori tetap Krembung Barat 1,179,364 1,179,364 1,179,364 1,179,364 1,179,364 1,179,364 1,179,364 1,179,364 Metal jurnal Rotor Turbin 41,052,084 41,052,084 41,052,084 41,052,084 51,827,310 51,827,310 51,827,310 51,827,310 Generator 62,325,000 62,325,000 62,325,000 62,325,000 62,325,000 62,325,000 70,028,370 70,028,370 SK 1988027 - KS 7 A 39,458,656 39,458,656 59,331,230 59,331,230 59,331,230 59,331,230 59,331,230 59,331,230 SK 1988027 - KS 7 A 12,382,207 12,382,207 12,382,207 12,382,207 12,382,207 12,382,207 12,382,207 12,382,207 Kabel NYY 6,501,038 6,501,038 6,501,038 6,501,038 6,501,038 7,742,840 7,742,840 7,742,840 Mesin Jahit Karung II 4,625,000 4,625,000 4,625,000 6,189,293 6,189,293 6,189,293 6,189,293 6,189,293 Vacum Trog 44,750,000 44,750,000 44,750,000 44,750,000 56,495,844 56,495,844 56,495,844 56,495,844 Calandria TP 75,233,750 75,233,750 75,233,750 75,233,750 75,233,750 75,233,750 84,532,642 84,532,642 Pompa gula D 4,067,250 4,067,250 5,769,472 5,769,472 5,769,472 5,769,472 5,769,472 5,769,472 Ongkos angkut gate valve ex.Cepiring 2,392,125 3,596,872 3,596,872 3,596,872 3,596,872 3,596,872 3,596,872 3,596,872 Kondensor 10,225,000 10,225,000 14,504,358 14,504,358 14,504,358 14,504,358 14,504,358 14,504,358 Katrol pelepas tebu 3,285,321 3,285,321 4,660,290 4,660,290 4,660,290 4,660,290 4,660,290 4,660,290 Meja tebu I 4,250,000 4,250,000 6,028,706 6,028,706 6,028,706 6,028,706 6,028,706 6,028,706 Rantai 11,000,000 11,000,000 11,000,000 11,000,000 11,000,000 13,101,176 13,101,176 13,101,176 Peralatan Penunjang 7,437,500 7,437,500 10,550,236 10,550,236 10,550,236 10,550,236 10,550,236 10,550,236 Rol Atas 123,762,150 123,762,150 123,762,150 123,762,150 123,762,150 123,762,150 139,059,152 139,059,152 Rol Baru 12,562,500 12,562,500 12,562,500 12,562,500 12,562,500 14,962,139 14,962,139 14,962,139 Ampas Balk 2,488,395 2,488,395 2,488,395 2,488,395 2,488,395 2,488,395 2,488,395 2,488,395 Pembuatan Rol Gilingan Atas 17,862,273 17,862,273 17,862,273 23,903,750 23,903,750 23,903,750 23,903,750 23,903,750 Pembuatan Rol Gilingan Atas 16,272,625 16,272,625 16,272,625 16,272,625 16,272,625 19,380,957 19,380,957 19,380,957 Rol Atas 45,149,175 45,149,175 64,044,967 64,044,967 64,044,967 64,044,967 64,044,967 64,044,967 Pembuatan Rounsel Rol Gilingan 9,593,750 9,593,750 9,593,750 12,838,602 12,838,602 12,838,602 12,838,602 12,838,602


(2)

Toyota Rush

Emplasement Bongkaran Emplasement Penampungan 1 Emplasement Penampungan 1 Emplasement Penampungan 2 Pengaspalan jalan sebelah timur Pabrik Urugan sirtu empl.baru

Plengsengan Kedung Solo Trayek D Krembung sd Ngingas Trayek E Krembung sd Bl.Garut

Plengsengan Jl.Lori tetap Kedungrawan+Ked Pengecoran jalan lori tetap Tanjangrono Plengsengan donok

Plengsengan Toyorono Plengsengan Punggingkrisik I Pengecoran jalan lori tetap Toyorono Pengecoran jembatan Krembung

Pengecoran jalan lori tetap Krembung Timur Pengecoran jalan lori tetap Krembung Barat Metal jurnal Rotor Turbin

Generator

SK 1988027 - KS 7 A SK 1988027 - KS 7 A Kabel NYY Mesin Jahit Karung II Vacum Trog Calandria TP Pompa gula D

Ongkos angkut gate valve ex.Cepiring Kondensor

Katrol pelepas tebu Meja tebu I Rantai

Peralatan Penunjang Rol Atas

Rol Baru Ampas Balk

Pembuatan Rol Gilingan Atas Pembuatan Rol Gilingan Atas Rol Atas

Pembuatan Rounsel Rol Gilingan

9 10 11 12 13 14

39,150,558

39,150,558 39,150,558 39,150,558 39,150,558 39,150,558 2,508,445

2,508,445 2,508,445 2,508,445 2,508,445 2,508,445 2,697,158

2,697,158 2,697,158 2,697,158 2,697,158 2,697,158 1,493,143

1,493,143 1,493,143 1,493,143 1,493,143 1,493,143 2,020,495

2,020,495 2,020,495 2,020,495 2,020,495 2,020,495 713,864

713,864 1,355,126 1,355,126 1,355,126 1,355,126 1,222,000

1,222,000 1,222,000 1,222,000 1,222,000 1,222,000 1,011,545

2,016,000

2,016,000 2,016,000 2,016,000 2,016,000 2,016,000 1,820,146

1,820,146 1,820,146 1,820,146 1,820,146 1,820,146 1,348,409

1,348,409 1,348,409 1,348,409 1,348,409 1,348,409 391,883 456,734 1,651,502 1,651,502 809,455

809,455 809,455 809,455 809,455 809,455 2,552,225

2,552,225 2,552,225 2,552,225 2,552,225 2,552,225 1,179,364

1,179,364 1,179,364 1,179,364 1,179,364 1,179,364 51,827,310

51,827,310 51,827,310 51,827,310 51,827,310 51,827,310 70,028,370

70,028,370 70,028,370 70,028,370 70,028,370 70,028,370 59,331,230

59,331,230 59,331,230 59,331,230 59,331,230 59,331,230 12,382,207

12,382,207 12,382,207 12,382,207 12,382,207 12,382,207 7,742,840

7,742,840 7,742,840 7,742,840 7,742,840 7,742,840 6,189,293

6,189,293 6,189,293 6,189,293 6,189,293 6,189,293 56,495,844

56,495,844 56,495,844 56,495,844 56,495,844 56,495,844 84,532,642

84,532,642 84,532,642 84,532,642 84,532,642 84,532,642 5,769,472

5,769,472 5,769,472 5,769,472 5,769,472 5,769,472 3,596,872

3,596,872 3,596,872 3,596,872 3,596,872 3,596,872 14,504,358

14,504,358 14,504,358 14,504,358 14,504,358 14,504,358 4,660,290

4,660,290 4,660,290 4,660,290 4,660,290 4,660,290 6,028,706

6,028,706 6,028,706 6,028,706 6,028,706 6,028,706 13,101,176

13,101,176 13,101,176 13,101,176 13,101,176 13,101,176 10,550,236

10,550,236 10,550,236 10,550,236 10,550,236 10,550,236 139,059,152

139,059,152 139,059,152 139,059,152 139,059,152 139,059,152 14,962,139

14,962,139 14,962,139 14,962,139 14,962,139 14,962,139 2,488,395

2,488,395 2,488,395 2,488,395 2,488,395 2,488,395 23,903,750

23,903,750 23,903,750 23,903,750 23,903,750 23,903,750 19,380,957

19,380,957 19,380,957 19,380,957 19,380,957 19,380,957 64,044,967

64,044,967 64,044,967 64,044,967 64,044,967 64,044,967 12,838,602


(3)

1 2 3 4 5 6 7 8

Komponen Tahun

Mesin uap 24,375,000 24,375,000 34,576,403 34,576,403 34,576,403 34,576,403 34,576,403 34,576,403 Poros Engkol Mesin Uap GI IV 23,125,000 23,125,000 23,125,000 30,946,466 30,946,466 30,946,466 30,946,466 30,946,466 Pengadaan Elmo u/Hoist Crane merk Demag 11,480,796 11,480,796 11,480,796 17,262,872 17,262,872 17,262,872 17,262,872 17,262,872 Pembuatan rol gilingan IV 7,085,605 7,085,605 7,085,605 10,654,130 10,654,130 10,654,130 10,654,130 10,654,130 Pengadaan rantai ewart kupingan 750 bh 14,812,500 14,812,500 14,812,500 22,272,523 22,272,523 22,272,523 22,272,523 22,272,523 Pengadaan gear box motor (merk sumitomo) 3,812,500 3,812,500 3,812,500 5,732,590 5,732,590 5,732,590 5,732,590 5,732,590 Gear box & Elmo u/Intermidite Carier II 6,315,625 6,315,625 6,315,625 9,496,365 9,496,365 9,496,365 9,496,365 9,496,365 IBH Vem/GAE Motors with squrel - cage roto 4,147,727 4,147,727 4,147,727 6,236,648 6,236,648 6,236,648 6,236,648 6,236,648 Boiler Proper I 823,935 823,935 1,168,768 1,168,768 1,168,768 1,168,768 1,168,768 1,168,768 Pipa Air 13,167,363 13,167,363 13,167,363 13,167,363 13,167,363 13,167,363 14,794,849 14,794,849 Pipa Api 117,705 117,705 166,967 166,967 166,967 166,967 166,967 166,967 Pipa Api Ketel HH,22240/02,007 27/11 10,237,748 10,237,748 10,237,748 10,237,748 10,237,748 10,237,748 10,237,748 10,237,748 Retubing Pipa Api Ketel Tekanan Rendah No 3,452,188 3,452,188 3,452,188 4,619,806 4,619,806 4,619,806 4,619,806 4,619,806 Pipa Api 39,235 39,235 445,245 445,245 445,245 445,245 445,245 445,245 Pipa Api 78,470 78,470 890,490 890,490 890,490 890,490 890,490 890,490 Pipa Air Uk 943,750 943,750 10,709,819 10,709,819 10,709,819 10,709,819 10,709,819 10,709,819 Retubing penggantian pipa ketel tekanan rend 2,014,563 2,014,563 2,014,563 2,014,563 2,014,563 2,399,376 2,399,376 2,399,376 Pipa Api 117,705 117,705 166,967 166,967 166,967 166,967 166,967 166,967 Saluran Gas Asap II 15,312,500 15,312,500 21,721,074 21,721,074 21,721,074 21,721,074 21,721,074 21,721,074 Chimey/Cerobong Ketel IX 19,381,818 19,381,818 19,381,818 19,381,818 24,469,099 24,469,099 24,469,099 24,469,099 Cakar Ampas I 2,404,806 2,404,806 2,404,806 2,404,806 2,404,806 2,404,806 2,404,806 2,404,806 Cakar Ampas III 7,542,884 11,341,709 11,341,709 11,341,709 11,341,709 11,341,709 11,341,709 11,341,709 Pompa Air Pengisi Ketel Gate Valve 6,037,500 6,037,500 6,037,500 8,079,537 8,079,537 8,079,537 8,079,537 8,079,537 Dapur Ketel 6,343,750 6,343,750 6,343,750 6,343,750 6,343,750 6,343,750 7,127,838 7,127,838 Pengadaan flow meter 7,900,000 7,900,000 7,900,000 7,900,000 7,900,000 7,900,000 8,876,440 8,876,440 Retubing/pengganti pipa api ketel tekanan ren 2,147,500 3,229,046 3,229,046 3,229,046 3,229,046 3,229,046 3,229,046 3,229,046 Pengadaan ponogaz het water ex.polandia 1,100,000 1,653,993 1,653,993 1,653,993 1,653,993 1,653,993 1,653,993 1,653,993 Penggantian pipa api ketel 1,468,750 2,208,457 2,208,457 2,208,457 2,208,457 2,208,457 2,208,457 2,208,457 Pengadaan rantai bagase carier 11,650,341 17,517,805 17,517,805 17,517,805 17,517,805 17,517,805 17,517,805 17,517,805 Pengadaan flow meter 3' 5 angka 1,006,250 1,513,028 1,513,028 1,513,028 1,513,028 1,513,028 1,513,028 1,513,028 Ongkos angkut mesin uap (CV.tri karya) 2,953,125 4,440,408 4,440,408 4,440,408 4,440,408 4,440,408 4,440,408 4,440,408 Flow Meter 2,938,688 2,938,688 2,938,688 2,938,688 3,710,025 3,710,025 3,710,025 3,710,025 Tiknes Meter 1,037,500 1,037,500 1,037,500 1,037,500 1,309,820 1,309,820 1,309,820 1,309,820 Flow Meter 6,325,000 6,325,000 6,325,000 6,325,000 6,325,000 7,533,176 7,533,176 7,533,176 Flow Meter 10,187,500 10,187,500 10,187,500 10,187,500 10,187,500 10,187,500 11,446,675 11,446,675 Crane Trasloading 222,251,250 222,251,250 222,251,250 222,251,250 222,251,250 264,704,795 264,704,795 264,704,795 Crane Trasloading 74,083,750 74,083,750 74,083,750 74,083,750 74,083,750 74,083,750 83,240,502 83,240,502 Timbangan Jembatan II 3,325,000 3,325,000 3,325,000 4,449,600 4,449,600 4,449,600 4,449,600 4,449,600 Digital Crane Scale I 1,110,500 1,669,781 1,669,781 1,669,781 1,669,781 1,669,781 1,669,781 1,669,781 Digital Crane Scale I 19,875,000 19,875,000 19,875,000 19,875,000 19,875,000 19,875,000 22,331,550 22,331,550 Suchromat 29,437,500 29,437,500 29,437,500 29,437,500 29,437,500 29,437,500 33,075,975 33,075,975


(4)

Mesin uap

Poros Engkol Mesin Uap GI IV

Pengadaan Elmo u/Hoist Crane merk Demag Pembuatan rol gilingan IV

Pengadaan rantai ewart kupingan 750 bh Pengadaan gear box motor (merk sumitomo) Gear box & Elmo u/Intermidite Carier II IBH Vem/GAE Motors with squrel - cage roto Boiler Proper I

Pipa Air Pipa Api

Pipa Api Ketel HH,22240/02,007 27/11 Retubing Pipa Api Ketel Tekanan Rendah No Pipa Api

Pipa Api Pipa Air Uk

Retubing penggantian pipa ketel tekanan rend Pipa Api

Saluran Gas Asap II Chimey/Cerobong Ketel IX Cakar Ampas I

Cakar Ampas III

Pompa Air Pengisi Ketel Gate Valve Dapur Ketel

Pengadaan flow meter

Retubing/pengganti pipa api ketel tekanan ren Pengadaan ponogaz het water ex.polandia Penggantian pipa api ketel

Pengadaan rantai bagase carier Pengadaan flow meter 3' 5 angka Ongkos angkut mesin uap (CV.tri karya) Flow Meter Tiknes Meter Flow Meter Flow Meter Crane Trasloading Crane Trasloading Timbangan Jembatan II Digital Crane Scale I Digital Crane Scale I Suchromat

9 10 11 12 13 14

34,576,403

34,576,403 34,576,403 34,576,403 34,576,403 34,576,403 30,946,466

30,946,466 30,946,466 30,946,466 30,946,466 30,946,466 17,262,872

17,262,872 17,262,872 17,262,872 17,262,872 17,262,872 10,654,130

10,654,130 10,654,130 10,654,130 10,654,130 10,654,130 22,272,523

22,272,523 22,272,523 22,272,523 22,272,523 22,272,523 5,732,590

5,732,590 5,732,590 5,732,590 5,732,590 5,732,590 9,496,365

9,496,365 9,496,365 9,496,365 9,496,365 9,496,365 6,236,648

6,236,648 6,236,648 6,236,648 6,236,648 6,236,648 1,168,768

1,168,768 1,168,768 1,168,768 1,168,768 1,168,768 14,794,849

14,794,849 14,794,849 14,794,849 14,794,849 14,794,849 166,967

166,967 166,967 166,967 166,967 166,967 10,237,748

10,237,748 10,237,748 10,237,748 10,237,748 10,237,748 4,619,806

4,619,806 4,619,806 4,619,806 4,619,806 4,619,806 445,245

445,245 445,245 445,245 445,245 445,245 890,490

890,490 890,490 890,490 890,490 890,490 10,709,819

10,709,819 10,709,819 10,709,819 10,709,819 10,709,819 2,399,376

2,399,376 2,399,376 2,399,376 2,399,376 2,399,376 166,967

166,967 166,967 166,967 166,967 166,967 21,721,074

21,721,074 21,721,074 21,721,074 21,721,074 21,721,074 24,469,099

24,469,099 24,469,099 24,469,099 24,469,099 24,469,099 2,404,806

2,404,806 2,404,806 2,404,806 2,404,806 2,404,806 11,341,709

11,341,709 11,341,709 11,341,709 11,341,709 11,341,709 8,079,537

8,079,537 8,079,537 8,079,537 8,079,537 8,079,537 7,127,838

7,127,838 7,127,838 7,127,838 7,127,838 7,127,838 8,876,440

8,876,440 8,876,440 8,876,440 8,876,440 8,876,440 3,229,046

3,229,046 3,229,046 3,229,046 3,229,046 3,229,046 1,653,993

1,653,993 1,653,993 1,653,993 1,653,993 1,653,993 2,208,457

2,208,457 2,208,457 2,208,457 2,208,457 2,208,457 17,517,805

17,517,805 17,517,805 17,517,805 17,517,805 17,517,805 1,513,028

1,513,028 1,513,028 1,513,028 1,513,028 1,513,028 4,440,408

4,440,408 4,440,408 4,440,408 4,440,408 4,440,408 3,710,025

3,710,025 3,710,025 3,710,025 3,710,025 3,710,025 1,309,820

1,309,820 1,309,820 1,309,820 1,309,820 1,309,820 7,533,176

7,533,176 7,533,176 7,533,176 7,533,176 7,533,176 11,446,675

11,446,675 11,446,675 11,446,675 11,446,675 11,446,675 264,704,795

264,704,795 264,704,795 264,704,795 264,704,795 264,704,795 83,240,502

83,240,502 83,240,502 83,240,502 83,240,502 83,240,502 4,449,600

4,449,600 4,449,600 4,449,600 4,449,600 4,449,600 1,669,781

1,669,781 1,669,781 1,669,781 1,669,781 1,669,781 22,331,550

22,331,550 22,331,550 22,331,550 22,331,550 22,331,550 33,075,975


(5)

1 2 3 4 5 6 7 8

Komponen Tahun

Total Biaya Tetap 28,485,480,678 33,538,821,499 36,150,362,219 37,913,349,106 37,942,001,114 37,994,898,597 38,049,056,494 38,048,531,583 Laba Kotor (3,984,613,452) (6,959,200,844) (8,679,769,084) 672,178,230 643,526,222 590,628,739 536,470,842 536,995,753 Bunga (14%) 210,000,000 10,148,130,295 14,417,814,823 16,518,782,268 14,829,569,879 12,903,867,755 10,708,567,334 Laba Sebelum Pajak (3,984,613,452) (7,169,200,844) (18,827,899,380) (13,745,636,592) (15,875,256,046) (14,238,941,140) (12,367,396,913) (10,171,571,581) Pajak 25%


(6)

Total Biaya Tetap Laba Kotor Bunga (14%) Laba Sebelum Pajak Pajak 25% Laba Bersih

9 10 11 12 13 14

38,048,531,583

38,046,671,421 38,045,661,181 38,045,661,181 38,045,661,181 38,045,661,181 536,995,753

538,855,915 539,866,155 539,866,156 539,866,157 539,866,158 8,205,924,853

5,352,912,424 2,145,747,856 635,364,309 (7,668,929,101)

(4,814,056,508) (1,605,881,701) (95,498,154) 539,866,157 539,866,158 134,966,539

134,966,539 (7,668,929,101)