Prognosis Reaksi Kusta Definisi

insomnia, nyeri kepala, dizziness, nervousness dan halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang ditemukan dan biasanya tidak membutuhkan penghentian pemakain obat. Penggunaan pada anak, remaja, wanita hamil dan menyusui harus hati-hati, karena pada hewan muda kuinolon menyebabkan artropati. 2. Minosiklin Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi daripada rifampisin. Dosis standar harian 100 mg. Efek sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa, berbagai sistem saluran cerna dan susunan saraf pusat, termasuk dizziness dan unsteadiness. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk anak-anak atau selama kehamilan. 3. Klaritomisin Merupakan kelompok antibiotik makrolid dan mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap Mycrobacterium Leprae pada tikus dan manusia. Pada penderita kusta lepromatosa, dosis harian 500 mg dapat membunuh 99 kuman hidup dalam 28 hari dan lebih dari 99,9 dalam 56 hari. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus dan diare yang terbukti sering ditemukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000 mg Kosasih, 2011.

2.1.8 Prognosis

Prognosis penyakit kusta bergantung pada deteksi dini apa yang dialami pasien, akses ke pelayanan kesehatan dan penanganan awal yang diterima oleh pasien. Relaps pada penderita kusta terjadi sebesar 0,01 – 0,14 per tahun dalam 10 tahun. Perlu diperhatikan terjadinya resistensi terhadap dapson atau rifampisin. Secara keseluruhan, prognosis kusta pada anak lebih baik karena pada anak jarang terjadi reaksi kusta Lewis, 2010

2.1.9 Reaksi Kusta Definisi

Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu kelaziman. Reaksi kusta dapat terjadi sebelum, selama dan sesudah pengobatan, tetapi terutama terjadi selama atau setelah pengobatan. 1 Reaksi tipe 1 Reaksi ini lebih banyak terjadi pada pasien yang berada di spektrum borderline, karena tipe borderline ini merupakan tipe tidak stabil. Reaksi tipe ini terutama terjadi selama pengobatan karena adanya peningkatan hebat respons imun selular secara tiba-tiba, mengakibatkan terjadinya respons inflamasi pada daerah kulit dan saraf yang terkena. Inflamasi pada jaringan saraf dapat mengakibatkan kerusakan dan kecacatan jika tidak ditangani secara adekuat. Gejala pada reaksi tipe 1 dapat dilihat berupa perubahan pada kulit, maupun saraf dalam bentuk peradangan. Pada kulit lesi plakat makin infiltratif dan lesi lama menjadi bertambah luas. Pada saraf terjadi neuritis akut, berupa nyeri pada saraf dan gangguan fungsi saraf. Kadang juga dapat terjadi gangguan keadaan umum, seperti demam. 2 Reaksi tipe 2 Terjadi pada pasien tipe lepramatosa LLtipe borderline lepromatosa BL dan merupakan reaksi humoral pada penderita lepromatous dan borderline, dimana tubuh akan membentuk antibodi karena M. Leprae bersifat antigenik. Jika terjadi reaksi antigen-antibodi akan mengaktifkan sistem komplemen sehingga terbentuk kompleks imun dan beredar di pembuluh darah kemudian mengendap di jaringan menyebabkan respon inflamasi seperti: pada kulit nodul merah yang disebut ENL Erytema Nodosum Leprosum, pada saraf neuritis, limfonodus limfadenitis, tulang artritis, ginjal nefritis, dan testis orkitis. Umumnya menghilang dalam 10 hari dan bekasnya dapat menimbulkan hiperpigmentasi Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta, 2012.

2.1.10 Cacat Kusta