Lasem Pada Periode Masa Awal Islam akhir abad 15

62

b. Lasem Pada Periode Masa Awal Islam akhir abad 15

Era kemunduran Kerajaan Majapahit mula-mula ditandai dengan sebuah peristiwa perebutan kekuasaan yaitu pada saat Ratu Suhita memegang tampuk kepemimpinan Majapahit tahun 1427-1429 M. Pada waktu itu Ratu Suhita berselisih dengan Bhre Wirabumi dari Lumajang dalam perebutan tahta kerajaan, perseteruan ini berakhir pada sebuah peristiwa pertempuran besar di “Perang Paregreg” yang menelan banyak korban jiwa maupun material. Kerajaan Majapahit telah mengalami ancaman disintegrasi yang kian sengkarut dan berlarut hingga turun temurun di antara para keluarga istana sendiri,. Kekuasaan di sitana Wilwatikta silih berganti selalu disertai dengan konflik politik hingga masa Girindra Whardana Prabunata, yaitu Raja Majapahit terakhir di penghujung abad ke 15. Kerajaan Majapahit yang dua ratus tahun silam di bangun dengan jalinan kekuatan kekeluargaan, pada akhirnya hancur pula dalam elit istana sendiri Unjiya, 2008: 54. Sehubungan dengan kemunduran dan kejatuhan Kerajaan Majapahit di penghujung abad 15 serta makin meluasnya Agama Islam. Maka Lasem sebagai suatu daerah yang sebagian besar masyarakatnya memeluk agama Syiwa, mengalami kemunduran yang akhirnya menimbulkan keruntuhan kekuasaan Kerajaan Lasem yang bercorak Hindu. Dalam hal keagamaan yang semula rakyatnya memeluk Agama Syiwa, maka dengan berkembangnya Agama Islam, 63 mulailah rakyat membaurkan diri dengan pedagang-pedagang Islam. Sehingga lama kelamaan mereka kehilangan jati dirinya, dan mereka mulai mengenal dan memperdalam Agama Islam. Pengenalan Agama baru ini di kalangan masyarakat setempat mudah diterima, karena ajaran Islam menurut masyarakat yang meninggalkan ajaran Syiwa memiliki dasar diantaranya: 1 Tidak banyak biaya dalam melaksanakan ritual, 2 Tidak banyak sesaji, 3 Tidak banyak puja Mantera, 4 Tidak banyak melakukan persembahan kepada dewa- dewa, 5 Tidak ada tata cara merusak badan seperti halnya dalam agama Islam, 6 Tidak ada pebedaan derajat manusia kasta, 7 Agama islam menjunjung tinggi kerukunan dan menjaga tata krama Paluppi, 2005:15-16. Secara umum kekuasaan Majapahit menjadi cerai berai. Dampak dari kondisi tersebut mengakibatkan beberapa kerajaan daerah dan propinsi kadipaten lebih memilih melepaskan diri dan menjadi raja kecil di daerah kekuasaannya masing-masing tanpa ada yang berani mengangkat dirinya sebagai Kaisar. Bahkan Raja Girindra Whardana Prabu Nata, hanya kurang dari lima tahun saja berani menduduki tahta Majapahit dan memilih mundur ke Pasuruan sebagai Raja di Blambangan. Pada waktu itu hanya ada satu kekuatan di Jawa yang memberanikan diri memproklamasikan sebagai negara yang benar-benar baru, yaitu kerajaan Demak yang didirikan oleh Jin Bun yang bergelar Sultan Fatah pada tahun 1500 M. 64 Demikian juga halnya dengan Kerajaan Lasem setelah berakhirnya masa kekuasaan Bhre Pandan Salas atas kerajaan Majapahit yang hanya tak lebih dari dua tahun saja 1466-1468, maka selesai pula kekuasaan Bhre Lasem Putri Bhre Pandan Salas atas kerajaan Lasem. Bhre Keling Dyah Wijaya Kusuma pengganti tahta Majapahit selanjutnya menghapus Lasem dari deretan kerajaan- kerajaan vasal yang menyertai kekuasaannya. Dan itulah masa Kerajaan Lasem menjadi kerajaan vasal dalam bingkai Kekaisaran Majapahit telah berakhir, dan selanjutnya Kerajaan Lasem menjadi sebuah kadipaten yang berdiri sendiri. Dampak dari hal itu juga membawa akibat dipindahkannya pusat pemerintahan yang semula berada di Istana Kriyan kemudian dipindahkan ke Binangun Lasem di dekat Pelabuhan Teluk Regol pada tahun 1391 S 1469 M, yaitu setahun setelah kekuasaan Bhre Lasem kelima berakhir. Kadipaten Binangun didirikan oleh pangeran Wira Braja, putra Pangeran Badra Nala cicit dari Rajasa Whardana dan Duhitendu Dewi. Ada kemungkinan bahwa kala itu kadipaten Binangun Lasem telah keluar dari kekuasaan Majapahit, seperti halnya yang di lakukan oleh sebagian daerah-daerah lain yang memilih memisahkan diri dari kekuasaan Majapahit dan berdiri sebagai negara sendiri. 65

c. Lasem Pada Masa Kerajaan Demak dan Kerajaan Pajang akhir