Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sistem eritroid dengan banyak inklusi di prekursor eritrosit, dengan pewarnaan metil-violet akan lebih memperlihatkan
endapan globin.
1
Kadar HbF selalu meningkat dan terbagi di antara eritrosit. Pada Talasemia Beta tidak didapatkan HbA, hanya HbF dan HbA2. Pada Talasemia Alfa biasanya asimtomatis,
didapatkan anemia hipokromik ringan dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hasil Hb elektroforesis normal dan anak hanya bisa didiagnosis dengan analisis DNA.
1,4,5
2.5. Hubungan Talasemia dalam Mempengaruhi Kualitas Hidup
Pemberian transfusi darah yang teratur dapat mengurangi komplikasi yang terjadi akibat anemia kronik, proses eritropoiesis yang tidak efektif, dapat membantu mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan anak, dan memperpanjang kelangsungan hidup anak.
1,4,10
Transfusi darah diberikan pada anak dengan kadar hemoglobin kurang dari 6 gdL.
1,9
Pemberian transfusi darah bertujuan untuk mengatasi kondisi anemia kronik dan mempertahankan kadar hemoglobin antara 9 sampai 10 gdL.
1,2,4,12
Pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu penumpukan zat besi dalam jaringan tubuh akibat
penyerapan besi yang berlebih oleh saluran cerna yang dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti: hati, limpa, ginjal, jantung, tulang, dan pankreas.
4,16,17
Penyebab kematian tersering akibat penimbunan zat besi adalah gagal jantung yang disebabkan oleh
kardiomiopati.
18,19
Penelitian yang dilakukan di Indonesia melaporkan adanya penurunan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri pada anak yang menderita Talasemia Mayor yang dihubungkan
Universitas Sumatera Utara
dengan penumpukan besi di jantung.
18
Penelitian di Indonesia lainnya juga melaporkan terjadinya penurunan fungsi paru secara signifikan pada kelompok anak Talasemia sebagai
akibat penumpukan besi. Setiap 500 mL darah yang ditransfusikan akan menyebabkan sekitar 200 mg besi tersimpan dalam jaringan dan akan terus terakumulasi.
20
Komplikasi lain yang terjadi adalah gangguan pertumbuhan, gangguan endokrin dan infeksi virus Hepatitis B, C, dan HIV.
3,10,21-23
Komplikasi tersebut terjadi akibat pemberian transfusi yang tidak benar, deposit hemosiderin pada organ-organ yang berperan dalam
pertumbuhan atau karena tidak mendapat zat pengikat besi yang adekuat.
1,3,22
Berbagai masalah dapat timbul setelah pemberian transfusi darah berulang, akibat kondisi anemia kronik, maupun akibat penyakit Talasemianya sendiri.
1,2
Gambaran umum anak yang menderita Talasemia memperlihatkan gejala depresi, cemas, gangguan
psikososial, dan gangguan fungsi sekolah akibat penyakit yang dideritanya.
2,6,24
Sementara keluarga penderita, adanya anak yang menderita Talasemia Mayor merupakan beban yang
sangat berat dimana orang tua merasa sedih, kecewa, putus asa, stress, bahkan depresi.
2,8
Keadaan anemia yang berat menyebabkan anak memiliki keterbatasan dalam beraktivitas, keterampilan dan daya ingat, anak mudah merasa lelah dan sulit melakukan
kegiatan yang seharusnya mampu dilakukan anak sehat seusianya. Anak menjadi lebih sensitif, mudah marah dan tersinggung, merasa putus asa, dan sedikit menarik diri dari
lingkungan sekitarnya. Rutinitas anak yang harus datang ke rumah sakit untuk mendapatkan transfusi darah dan terapi pengikat besi seumur hidupnya merupakan penyebab mengapa
anak sering tidak hadir ke sekolah dan menyebabkan terjadinya gangguan fungsi sekolah.
1,2,6,24,25
Kondisi-kondisi ini merupakan keadaan serius yang dapat mempengaruhi kualitas hidup anak.
2
Universitas Sumatera Utara
2.6. Penilaian Kualitas Hidup