3. Sifat Penggumpalan
Karena sifat selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya
turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan. 4.
Listrik statik elektrostatik Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang yang
berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadi penggumpalan.
5. Sifat Opsis
Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Adanya partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses
penggumpalan.
2.3 Sumber Polusi Partikel
Berbagai proses alami mengakibatkan penyebaran partikel di atmosfer, misalnya letusan vulkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas
manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikel- partikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja,
dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Pembakaran bahan baker fosil untuk penghangat ruangan rumah tangga,
pembangkit listrik dan dalam proses industri merupakan sumber pokok emisi polutan udara di daerah perkotaan. Polutan udara yang paling umum di jumpai adalah Sulfur
Universitas Sumatera Utara
Oksida SO
x
, Nitrogen Oksida NO
x
, Karbon Monoksida CO, Ozon O
3
, Timbal Pb, dan Suspended Particulat Matter WHO, 2006.
Terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan dengan sumbernya. Partikel yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis
seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalanan kaki. Partikel yang berukuran diameter diantara 1-10
mikron biasanya termasuk tanah, debu dan produk-produk pembakaran dari industri lokal, dan pada tempat-tempat tertentu juga terdapat garam laut. Partikel yang
mempunyai diameter antara 0,1-1 mikron terutama merupakan produk-produk pembakaran dan aerosol fotokimia. Partikel yang mempunyai diameter kurang dari
0,1 mikron belum diidentifikasi secara kimia, tetapi diduga berasal dari sumber- sumber pembakaran Fardiaz, 1992.
Menurut Gunawan 2007 dalam Anonimous berdasarkan penelitian bank dunia tahun 1994 Indonesia Environment and Development menunjukkan bahwa
kendaraan di Jakarta diperkirakan kondisi yang sama terjadi di kota-kota besar lainnya memberikan kontribusi timbal 100, SPM10 42, hidrokarbon 89,
nitrogen oxida 64 dan hampir seluruh karbonmonoksida. Debu partikulat ini juga terutama dihasilkan dari emisi gas buang kendaraan.
Sekitar 50 - 60 dari partikel melayang merupakan debu berdiameter 10 µm atau dikenal dengan PM
10
. Debu PM
10
ini bersifat sangat mudah terhirup dan masuk ke dalam paru-paru, sehingga PM
10
dikategorikan sebagai Respirable Particulate Matter RPM . Akibatnya akan mengganggu sistem pernafasan bagian atas maupun bagian
bawah alveoli. Pada alveoli terjadi penumpukan partikel kecil sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
merusak jaringan atau sistem jaringan paru-paru, sedangkan debu yang lebih kecil dari 10 µm, akan menyebabkan iritasi mata, mengganggu serta menghalangi
pandangan mata Chahaya, 2005
2.4 Pengaruh Partikel Terhadap Manusia
Partikel debu dapat menggangu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernapasan dan kanker paru-paru. Efek debu terhadap
kesehatan sangat tergantung pada : Solubity mudah larut, komposisi kimia, konsentrasi debu dan ukuran partikel debu Pudjiastuti, 2002
Sistem pernafasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah masuknya partikel-partikel baik berbentuk padat maupun cair, kedalam paru-paru.
Bulu-bulu hidung akan mencegah masuknya partikel-partikel berukuran besar, sedangkan partikel yang berukuran lebih kecil akan dicegah masuk oleh membran
mukosa yang terdapat disepanjang sistem pernafasan dan merupakan permukaan tempat partikel menempel.
Menurut Pudjiastuti 2002 ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut
dapat mencapai organ target sebagai berikut: a.
5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas. b.
2-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah. c.
1-3 mikron hinggap dipermukaan selaput lendir sehingga menyebabkan vibrosis paru.
d. 0,1-0,5 mikron melayang di permukan alveoli.
Universitas Sumatera Utara
Partikel-partikel yang masuk dan tertinggal di dalam paru-paru mungkin berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting, yaitu:
a. Partikel tersebut mungkin beracun karena sifat-sifat kimia dan fisiknya.
b. Partikel tersebut mungkin bersifat inert tidak beraksi tetapi tinggal di dalam
saluran pernafasan dapat menggangagu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya.
c. Partikel-partikel tersebut mungkin dapat membawa molekul-molekul gas yang
berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi, sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paru-
paru yang sensitif. Karbon merupakan partikel yang umum dengan kemampuan yang baik untuk mengabsorbsi molekul-molekul gas pada
permukaannya Fardiaz, 1992 Partikel PM
10
yang berdiameter 10 mikron memiliki tingkat kelolosan yang tinggi dari saringan pernafasan manusia dan bertahan di udara dalam waktu cukup
lama. Tingkat bahaya semakin meningkat pada pagi dan malam hari karena asap bercampur dengan uap air. PM
10
tidak terdeteksi oleh bulu hidung sehingga masuk ke paru-paru. Jika partikel tersebut terdeposit ke paru-paru akan menimbulkan
peradangan saluran pernapasan, gangguan penglihatan dan iritasi kulit Anonimous, 2002
Menurut WHO 1996 ukuran debu partikel yang membahayakan adalah ukuran 0,1-5 atau ukuran 10 mikron. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang
membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron. Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral membentuk jaringan parut slicosis, anthrakosilikosis, asbestosis.
Universitas Sumatera Utara
Gejala penyakit ini berupa sakit paru-paru, namun berbeda dengan penyakit TBC paru.
Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut:
a. Gangguan estetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan
warna bangunan dan pengotoran. b.
Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori-pori tumbuhan sehingga jalnnya fotosintesis.
c. Merubah iklim global regional maupun internasional
d. Mengganggu perhubunganpenerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan
sosial ekonomi di masyarakat Pudjiastuti, 2002. Bahan yang dapat menganggu saluran pernafasan paru adalah bahan yang
mudah menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh kita memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah masuknya lebih dalam, bahan yang padat mengganggu
sistem pernafasan akan tetapi bila berlangsung cukup lama, maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan masuknya bahan tersebut ke paru-paru.
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring penghentian bernafas, bila zat-zat tersebut masuk ke dalam paru-paru dapat
menyebabkan bronchitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan itiran berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus,
suatu mekanisme yang khas pada bronchitis dan juga terlihat pada perokok tembakau. Tempat utama bagi absorbsi di saluran nafas adalah alveoli paru-paru. Ini
terutama berlaku untuk gas dan juga uap cairan. Kemudahan absorbsi ini berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan luasnya permukaan alveoli, cepatnya aliran darah dan dekatnya darah dengan alveoli.
2.5 Baku Mutu Udara Ambien
Menurut Srikandi Fardiaz 1992 untuk menghindari terjadinya pencemaran udara di lingkungan ditetapkan baku mutu udara yang dapat dibedakan atas baku
mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara,
namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh –tumbuhan dan atau benda. Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi
zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara, sehinga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tangal 26 Mei 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional, menyatakan bahwa kadar
debu partikel 10 mikron di udara yang memenuhi syarat adalah tidak melebihi dari 150 μgm
3
2.6 Sistem Pernafasan
2.6.1 Anatomi Saluran Pernafasan
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring trakes, bronkus, bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus
dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung,
Universitas Sumatera Utara
udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama mukosa inspirasi yan terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan
bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi mukosa yang ekskresi oleh goblet dan kelenjar serose. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam
rongga toraks atau dada. Kedua paru saling terpisah oleh mediastum sentral yang didalamnya terdapat jantung dan pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai
apeks dan basis. Jika arteri pulmonalis dan darah arteria bronkialis, bronkus, saraf, dan pembuluh limfe masuk ke setiap paru menunjukan telah terjadi gangguan paru,
yaitu terbentuknya hilus berupa akar paru. Paru kanan lebih besar dari paru kiri dan di bagi 3 lobus oleh fistrus interlobaris, sedangkan paru-paru kiriterbagi menjadi 2 lobus
Price dan Wilson, 1994.
2.7 Pengertian Gangguan Pernafasan