sawing machine, mesin ketam, mesin pembentuk kayu band saw, drilling machine, screw driverobeng tangan, compresor, jig saw, hack saw,tatah kukudatar, sprayer, palu
basikayu, kuas dan lain-lain.
2.2.2. Proses Produksi Industri Meubel Kayu
Pada dasarnya, pembuatan meubel dari kayu melalui lima proses utama yaitu proses penggergajian kayu, penyiapan bahan baku, proses penyiapan komponen,
pross perakitan dan pembentukan bending, dan proses akhir depkes RI, 2002.
1. Penggergajian kayu
Bahan baku kayu tersedia dalam bentuk kayu gelondongan sehingga masih perlu mengalami penggergajian agar ukurannya menjadi lebih kecil seperti balok atau
papan. Pada umumnya, penggergajian ini menggunakan gergaji secara mekanis atau dengan gergaji besar secara manual. Proses ini menimbulkan debu yang sangat
banyak dan juga menimbulkan bising.
2. Penyiapan Bahan Baku
Proses ini dilakukan denganmenggunakan gergaji baik dalam bentuk manual maupun mekanis, kampak, parang, dan lain-lain. Proses ini juga menghasilkan debu
terutama ukuran yang besar karena menggunakan mata gergaji atau alat yang lainnya yang relatif kasar serta suara bising.
Universitas Sumatera Utara
3. Penyiapan Komponen
Kayu yang sudah dipotong menjadi ukuran dasar bagian meubel, kemudian dibentuk menjadi komponen-komponen meubel sesuai yang diinginkan dengan cara
memotong, meraut, mengamoplas, melobang, dan mengukir, sehingga jika dirakit akan membentuk meubel yang indah dan menarik.
4. Perakitan dan Pembentukan
Komponen meubel yang sudah jadi, dipasang dan dihubungjan satu sama lain hingga menjadi meubel. Pemasangan ini dilakukan dengan menggunakan baut,
sekrup, lem, paku ataupun pasak kayu yang kecil dan lain-lain untuk merekatkan hubungan antara komponen.
5. Penyelesaian Akhir
Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir ini meliputi: 1 Pengamplasan penghalusan permukaan meubel, 2 pendempulan lubang dan
sambungan, 3 pemutihan meubel dengan H
2
O
2
, 4 pemlituran atau “sanding sealer”, 5 pengecatan dengan “wood stain” atau bahan pewarna yang lain, dan 6
pengkilapan dengan menggunakan melamic clear. Pada bagian ini menimbulkan debu kayu dan bahan kimia serta pewarna yang tersedia di udara, seperti H
2
O
2
, sanding sealer, melamic clear, dan wood stain yang banyak menguap dan beterbangan di
udara, terutama pada penyemprotan yang menggunakan sprayer.
Universitas Sumatera Utara
6. Pengepakan
Proses pengepakan sebenarnya bukan lagi bagian pembuatan meubel karena sebelum masuk proses ini meubel telah selesai. Tahap ini merupakan langkah
penyiapan meubel untuk dipasarkan dan hanya ditemukan terutama pada industri meubel sektor formal.
2.3. Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrak fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat
dideteksi oleh manusia serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang dan mineral karena kontaminan alami dan buatan ke dalam atmosfer Aditama, 1992.
Klasifikasi bahan pencemaran udara dapat dibagi menjadi dua bagian Kusnoputranto, 2002 :
1. Pencemar primer, adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang menyebabkan konsentrasinya meningkat dan membahayakan. Bahan kimia
dapat berupa komponen udara alamiah, seperti karbondioksida, yang meningkat diatas konsentrasi normal atau sesuatu yang tidak biasanya terdapat di udara,
seperti senyawa timbal. 2. Pencemar sekunder, adalah senyawa kimia berbahaya yang terbentuk di atmosfer
melalui reaksi kimia diantaranya berbagai komponen udara. Pencemaran udara yang serius biasanya terjadi di suatu kota atau daerah lainnya yang mengeluarkan
kadar pencemar yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Tipe Pencemaran Udara
Tipe Pencemaran udara dibagi menjdai 9 bagian Kusnoputranto, 2002 yaitu :
a. Karbondioksida, yaitu CO
2,
Sulfur oksida, yaitu SO
2,
b. Hidrokarbon, yaitu senyawa organic yang mengandung karbon dan hydrogen seperti metana, butane, benzene.
Nitrogen oksida
c. Oksidan fotokimia, yaitu ozon, PAN dan beberapa senyawa aldehid. d. Partikel padat atau cair di udara, asap, debu, asbestos, partikel logam, minyak,
garam-garam sulfur. e. Senyawa anorganik mengandung kerbon, estisida, herbisida berbagai jenis
alcohol, asam dan zat kimia lainnya. f. Zat radioaktif tritium, radon, enzim dan pembangki tenaga.
2.3.2. Bentuk bahan pencemaran udara
Menurut Aditama, 1992, bentuk bahan pencemar yang sering ditemukan, yaitu:
a. Gas, yaitu uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair, karena dipanasi atau karena menguap sendiri contohnya SO
2
b. Aerosol, yaitu suspensi udara yang bersifat padat .detex atau cair kabut, asap, uap yang berukuran kurang dari 1 mikron.
, CO dan NO.
Masalah pencemaran udara bukanlah masalah ringan karena dampak yang ditimbulkan sangat luas dan merugikan manusia baik secara langsung maupun tidak
Universitas Sumatera Utara
langsung. Dampak negatif secara langsung dialami manusia adalah pada aspek kesehatan, kenyamanan hidup, dan keselamatan. Sedangkan dampak negatif tidak
langsung yaitu berupa penyakit pada lingkungan hidup, perekonomian, estetika dan tumbuhan Aditama, 1992. Menurut WHO 2000, penentuan udara tercemar atau
tidaknya udara suatu daerah kriterianya sebagai berikut :
Tabel 2.1. Kriteria Udara Bersih dan Udara Tercemar oleh WHO Parameter
Udara Bersih Udara Tercemar
Bahan partikel 0,01 – 0,02 mgm
0,07 – 0,7 mgm
3 3
SO 0,003 – 0,02 ppm
2
0,02 – 2 ppm CO
1 ppm 5 – 200 ppm
NO 0,003 – 0,02 ppm
2
0,02 – 0,1 ppm CO
310 – 330 ppm
2
350 – 700 ppm Hidrokarbon
1 ppm 1 – 2 ppm
Sumber : WHO, 2000
2.3.3. Pencemaran Udara oleh Partikulat Debu
Partikel menurut WHO seperti yang dikutip oleh Purwana 1992 adalah sejumlah benda padat atau cair dalam bermacam-macam ukuran, jenis dan bentuk
yang tersebar dari sumber-sumber antropogenik dan sumber alam. Partikulat menyebar di atmosfer akibat dari berbagai proses alami seperti
letusan vulkano, hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktifitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misal dalam bentuk partikel debu dan asbes dari
bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang utama
adalah pembakaran dari bahan bakar sumbernya diikuti proses-proses industri.
Universitas Sumatera Utara
Partikel di atmosfer dalam bentuk suspensi, yang terdiri atas partikel-partikel padat dan cair. Ukuran partikel dari 100 mikron hingga kurang dari 0,01 mikron.
Terdapat hubungan antara partikel polutan dengan sumbernya. Dampak kesehatan utama dari pemajanan debu adalah penyakit asma dan
penyakit saluran pernapasan lainnya, batuk dan naiknya mortalitas tergantung kepada konsentrasi dari sifat fisik partikel debu itu sendiri. Polutan debu masuk ke dalam
tubuh manusia terutama melalui sistem pernapasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem saluran pernapasan. Faktor yang
paling berpengaruh adalah ukuran partikel, karena ukuran ini menentukan seberapa jauh penerasi ke dalam sistem pernapasan
Mekanisme yang mungkin dapat menerangkan mengapa debu dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan adalah dengan makin banyaknya
pemajanan debu maka cilia akan terus menerus mengeluarkan debu tersebut sehingga lama kelamaan cilia teriritasi dan tidak peka lagi, sehingga debu akan lebih mudah
masuk. Selain itu yang terpenting orang tersebut akan rentan terhadap infeksi saluran pernapasan lainnya. Kasus penyakit yang banyak dilaporkan dan berhubungan
dengan debu adalah bronchitis kronis dan emphysema.
2.3.4. Partikulat Melayang PM
10
Partikel debu yang dapat masuk ke dalam pernapasan manusia adalah yang berukuran 0,1 µg sampai 10 µg dan berada di udara sebagai suspenden particulate
matter partikulat melayang dengan ukuran ≤10 µg juga dikenal juga dengan PM
10
.
Universitas Sumatera Utara
Ukuran partikel debu yang lebih besar dari 10 µg akan lebih cepat mengendap ke permukaan, sehingga kesempatan terjadinya pemajanan pada manusia menjadi kecil
dan jika terjadi pemajanan partikulat akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas Kusnoputranto, 2000
Debu yang dapat dihirup manusia disebut debu inhable dengan diameter 10 µg dan berbahaya bagi saluran pernapasan karena mempunyai kemampuan merusak
paru-paru. Sebagian debu yang masuk ke saluran pernapasan berukuran 5 µg akan sampai ke alveoli. Di dalam alveoli ini sebenarnya terjadi pertukaran O
2
dengan CO
2
Menurut Yenny 2003 yang mengutip pendapat Koren 1995 dalam artikelnya tentang PM
sehingga keberadaan debu inhable dapat mengganggu proses tersebut WHO, 2000.
10
menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara pajanan pertikulat PM
10
dengan penderita Cardiopulmonary disease dan asma yang ditunjukkan dengan tingginya mortality dan morbidity kasus penyakit saluran
pernapasan dan kasus cardiovascular.
2.3.5. Partikulat Debu Kayu
Seperti halnya debu yang lain, pada umumnya debu kayu merupakan hasil mekanis dari suatu tindakan penggergajian, perautan, pengamplasan dan lain-lain.
Karena itu, debu kayu mempunyai ukuran yang memungkinkan untuk masuk ke dalam saluran pernapasan dan mengendap di dalam paru.
Kayu yang merupakan bagian dari struktur tumbuh-tumbuhan, juga tersusun dari zat organik sehingga debu kayu dapat digolongkan ke dalam debu organik.
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu, beberapa golongan kayu yang digunakan dalam industri mebel mengandung substansi kimia yang dapat memberikan efek alergi dan toksik pada
manusia seperti kayu Johar, kayu Ebony, kayu Rengas, kayu Kasasi, sehingga debu kayu tersebut dapat menimbulkan dermatitis kronik, konyungtivitis, asma rinitis dan
lain-lain Purnomo, 2007. Pada industri mebel, terkadang kayu yang digunakan sebagai bahan baku
sudah mengalami pengawetan kimiawi sebelumnya, seperti pada kayu lapis. Pengawetan dimaksudkan untuk mencegah pelapukan atau kerusakan karena penyakit
mikroorganisme. Bahan yang biasa dipakai untuk pengawetan adalah minyak pestisida, garam logam dan senyawa-senyawa organik. Jika debu kayu terinhalasi
oleh pekerja, maka pada zat-zat tersebut akan masuk ke dalam paru dan dapat memberikan efek yang dapat merugikan kesehatan, terutama jika konsentrasinya
cukup besar untuk menimbulkan penyakit Purnomo, 2007.
2.4. Nilai Baku Mutu
Batu mutu debu PM
10
pada udara ambien di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang
pengendalian pencemaran udara. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, nilai baku mutu debu diteteapkan 230µgm
3
untuk waktu pengukuran 24 jam dan 90 µgm
3
untuk waktu pengukuran satu tahun. Sedangkan baku mutu PM
10
ditetapkan sebesar 150 µgm
3
untuk waktu pengukuran 24 jam PP RI, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Secara internasional konsentrasi total suspended solid TSP ditetapkan dalam National Ambient Air Quality NAAQS EPA sebesar 260 µgm
3
untuk waktu pengukuran 24 jam dan 75 µgm
3
untuk waktu pengukuran 1 tahun. Sedangkan PM10 ditetapkan sebesar 150 µgm
3
untuk waktu pengukuran 24 jam dan 50 µgm
3
untuk waktu pengukuran 1 tahun US.EPA, 2004.
2.5. Mekanisme Masuknya Debu Pada Saluran Pernapasan
Menurut Sintorini 1998, bahwa 55 debu yang terhisap melalui udara pernapasan mempunyai ukuran antara 0,25µm sampai dengan 6 µm. Dan jumlah
debu yang terhisap tersebut 15 – 95 dapat mengalami retensi. Proporsi retensi tersebut mempunyai hubungan langsung dengan sifat-sifat fisik debu. Didasarkan atas
sifat-sifat fisik suspensi debu yang terdapat dalam udara dan anatomi sistem pernapasan maka dapat dikatakan bahwa partikel debu yang mempunyai ukuran lebih
besar dari 10 µm dapat dikeluarkan secara komplit melalui saluran pernapasan bagian atas hidung.
Partikel debu yang berukuran 5 µm sampai dengan 10 µm tertahan terutama pada saluran perafasan bagian atas. Debu yang memiliki ukuran 5 µm sampai dengan
10 µm akan ikut jatuh sejalan dengan percepatan gravitasi dan bila terhirup melalui pernapasan biasanya akan jatuh pada alat pernapasan bagian atas dan menimbulkan
banyak penyakit berupa iritasi sehingga menimbulkan penyakit pharingitis. Partikel debu dengan ukuran 3 µm sampai dengan 5 µm akan ditahan oleh
saluran pernapasan bagian tengah. Partikel debu tersebut jatuhnya lebih ke dalam
Universitas Sumatera Utara
yaitu pada saluran pernapasan bronchus broncheolus. Hanya bedanya disini lebih banyak memiliki aspek fisiologispsikologis yaitu menimbulkan bronchitis, alergis
atau asthma, lebih mudah terkena pada orang yang semula sudah memiliki kepekaan berdasarkan keadaan seperti itu. Partikel debu yang berukuran1 µm sampai dengan 3
µm dapat mencapai bagian yang lebih dalam dan mengendap pada alveoli karena adanya gravitasi dan difusi. Partikel debu bergerak sejalan dengan suatu kecepatan
yang konstan untuk jenis-jenis debu tertentu. Debu-debu tersebut menghambat fungsi alveoli sebagai media pertukaran gas asam arang, sehingga dengan melekatnya debu
ukuran ini akan mengganggu kemampuan proses pertukaran gas yang lebih kecil ukurannya dan lebih perlahan jatuhnya.
Partikel yang berukuran 0.1 µm sampai dengan 1 µm melayang-layang dipermukaan alveoli. Dengan ukuran yang sedemikian kecil dan memiliki berat, debu
ukuran ini tidak menempel pada permukaan alveoli tetapi mengikuti gerak brown dan berada dalam bentuk suspensi. Partikel yang berukuran 0.5 µm hinggap dipermukaan
alveoli atau selaput lendir karena gerak bown yang terjadi maka akan menyebabkan fibrosis paru. Partikel debu yang berukuran kurang dari 0.1 µm dapat keluar bersama-
sama udara pada saat mengeluarkan napas sebagaimana halnya gas yang tidak larut. Menurut Sintorini 2002, ada tiga mekanisme masuknya debu ke dalam saluran
pernapasan yaitu : a. Inersia, debu akan menimbulkan kelembaban pada debu itu dan terjadi
pergerakan karena dorongan aliran udara serta akan melalui saluran yang berbelok – belok.
Universitas Sumatera Utara
Pada sepanjang jalan pernapasan yang lurus tersebut debu akan langsung ikut dengan aliran, masuk ke dalam pernapasan yang lebih dalam, sedangkan
partikel-partikel yang besar akan mencari tempat yang lebih ideal untuk menempel mengendap seperti pada tempat-tempat yang berlekuk di selaput
lendir pernapasan. b. Sedimentasi, sedimentasi terjadi pada saluran pernapasan dimana kecepatan
arus udara kurang dari 1 cmdetik, sehingga memungkinkan partikel debu tersebut melalui gaya berat dan akan mengendap. Debu dengan ukuran 3-5
mikron akan mengendap dan menempel pada mukosa bronkioli, sedangkan yang berukuran 1-3 mikron akan langsung ke permukaan alveoli paru.
Mekanisme ini terjadi karena kecepatan aliran udara sangat berkurang pada satuan napas tegak.
c. Gerak brown, gerak ini terjadi pada debu-debu yang mempunyai ukuran kurang dari 0,1 µm dimana melalui gerakan udara, debu akan sampai pada permukaan
alveoli dan mengendap disitu. Debu yang mempunyai ukuran 0,1-0,5 mikron dengan gerak brown keluar masuk lewat alveoli, membentur dinding alveoli
sehingga akan tertimbun disitu. Apabila udara lingkungan kotor sehingga melampaui kemampuanmekanisme pembersih saluran napas, maka saluran
napas tidak sepenuhnya terlindungi. Akibat reaksi saluran napas yang berlebihan seperti terjadi obstruksi dan bila peningkatan reaksi dan obstruksi
terjadi berulang-ulang, maka akan terjadi perubahan struktur dan penurunan
Universitas Sumatera Utara
funsi saluran napas yang permanent sehingga menimbulkan obstruksi saluran napas yang kronik Wijaya, 1992.
2.6. Dampak Debu terhadap Kesehatan
Pemajanan debu sangat berkaitan dengan terhadap kesehatan. Meskipun demikian ada juga beberapa senjawa lain yang melekat bergabung pada partikulat,
seperti timah hitam Pb dan senyawa beracun lainnya, yang dapat memajan tubuh melalui rute lain Purwana, 2002.
Pengaruh partikulat debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu bentuk padat maupun
cair yang berada diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai
dengan 10 mikron. Pada umunya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di
alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang lebih besar dapat mengganggu
saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi Kusnoputranto, 2002. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik
dengan gas SO2 yang terdapat di udara juga. Selain itu partikulat debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan
dapat menghalangi daya tembus pandang mata Visibility Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikulat debu di udara merupakan bahaya yang
Universitas Sumatera Utara
terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01 sampai 3 dari seluruh partikulat debu di udara Akan
tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh, Selain itu diketahui pula bahwa logam yang
terkandung di udara yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang besaral dari makanan atau air minum
Sintorini, 2002.
2.7. Dampak Aktivitas Industri Meubel terhadap Kesehatan
Bahaya potensial yang muncul dari aktivitas industri meubel selain masalah estetika juga berkaitan dengan kesehatan. Pekerjaan dalam pembuatan meubel dapat
menimbulkan kebisingan, debu. Pada
Debu dan partikel kecil kayu banyak terjadi pada proses pemotongan kayu, penyerutan dan pengamplasan sebagai. Debu kayu ini dapat
menyebabkan iritasi dan alergi terhadap saluran pernafasan dan kulit. Kebisingan menyebabkan gangguan aktivitas, konsentrasi dan pendengaran baik sementara atau tetap
Menurut Purwana 1992, efek kesehatan pada saluran pernapasan dapat dinilai melalui gejala penyakit pernapasan. Gejala penyakit pernapasan banyak
dipakai dalam penelitian efek kesehatan oleh partikulat. Gejala penyakit pernapasan merupakan gambaran respon langsung atau efek jangka pendek saluran pernapasan
terhadap partikulat, berupa batuk, sakit kerongkongan, bunyi mengi, dan sesak nafas. Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-
keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-
Universitas Sumatera Utara
gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan
pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih
berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan Depkes, 2000.
Penyakit pada saluran pernapasan tampil dalam bentuk gejala yang berbeda yang pada dasarnya ditimbulkan oleh iritasi, kegagalan mucociliary transport, sekresi
lendir yang berlebihan dan penyempitan saluran pernapasan. Tidak semua penelitian dan kegiatan program memakai gejala ganggua pernapasan yang sama. Misalnya
untuk menentukan infeksi saluran pernapasan, WHO menganjurkan pengamatan terhadap gejala-gejala, kesulitan bernapas, radang tenggorok, pilek dan penyakit pada
telingga dengan atau tanpa sisertai demam. Kadar PM
10
1. Batuk berasosiasi dengan insidens gejala penyakit pernapasan terutama
gejala batuk. Di dalam saluran pernapasan , partikulat yang mengendap menyebabkan oedema mukosa dinding saluran pernapasan sehingga terjadi penyempitan saluran.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit pernapasan :
Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat dalah jika terjadi rangsangan pada bagian-bagian peka saluran pernapasan, misalnya trakeobronkial, sehingga
timbul sekresi berlebih dalam saluran pernapasan. Batuk timbul sebagai reaksi refleks
Universitas Sumatera Utara
saluran pernapasan terhadap iritasi pada mukosa saluran pernapasan dalam bentuk pengeluaran udara dan lendir secara mendadak disertai bunyi khas.
2. Dahak Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir mucus glands dan sel
goblet oleh danya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen dan mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, disamping dahak dalam saluran
pernapasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian jaringan yang berdegenerasi.
3. Sesak nafas Sesak napas atau kesulitan bernapas merupakan penyakit aliran udara dalam
saluran pernapasan kaena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernapasan menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi arus udara.
Sesak napas dapat ditentukan dengan menghitung pernapasan dalam semenit. 4. Bunyi mengi
Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernapasan yang turut diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernapasan.
2.8. Faktor Lingkungan Kerja Yang Memengaruhi Pemajanan Debu
1 Ventilasi Untuk memungkinkan pergantian udara secara lancar diperlukan ventilasi atau
penghawaan minimal 16 dari luas lantai. Dalam lingkungan industri, sistem ventilasi atau penghawaan di bangun berdasarkan kepentingan ruang yaitu sebagai ruang
Universitas Sumatera Utara
produksi atau administrasi. Sebagai ruang produksi, sistem ventilasi umumnya terbuka atau setengah terbuka, dan banyak dilengkapi dengan exhauster yang
berfungsi sebagai penyedot udara sehingga pergantian udara menjadi lebih lancar Suma’mur, 1995. Ketersediaan exhauster di ruang produksi yang menghasilkan
debu, dapat mengurangi risiko pemajanan debu kepada pekerja. 2 Suhu
Suhu yang nyaman di tempat kerja adalah suhu yang tidak dingin dan tidak menimbulkan kepanasan bagi tenaga kerja yaitu berkisar antara 24
C sampai 26
3 Kelembaban C.
Suhu udara di tempat kerja tidak dapat dilepaskan dari keadaan iklim kerja. Iklim kerja merupakan keadaan udara di tempat kerja yang merupakan intraksi dari suhu
udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi Suma‘mur, 1995
Kelembaban udara tergantung berapa banyak uap air dalam yang terkandung di udara. Saat udara dipenuhi uap air dapat dikatakan bahwa udara berada
dalam kondisi jenuh dalam arti kelembaban tinggi dan segala sesuatu menjadi basah. Kelembaban lingkungan kerja yang tidak memberikan pengaruh kepada kesehatan
pekerja berkisar antara 40 - 60. Kelembaban sangat erat kaitannya dengan suhu dan keduanya merupakan pemicu pertumbuhan jamur dan bakteri. Pada umumnya
konsidi optimal perkembangbiakan mikroorganisme adalah pada kondisi kelembaban tinggi. Kelembaban udara yang rendah yaitu 20 dapat menyebabkan kekeringan
selaput lendir membran. Sedangkan kelembaban tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan pelepasan formaldehid dari material bangunan
Universitas Sumatera Utara
Suma’mur, 1995. Nilai Ambang Batas yang berlaku untuk lingkungan kerja industri sesuai Kepmenkes No.1405MenkesSKXI2002 untuk kelembaban adalah 60.
2.9. Perilaku Pekerja Industri Kecil Meubel
Menurut Natoadmodjo 2003 perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan
sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari
orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi
dua yaitu : 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini
merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Universitas Sumatera Utara
Perilaku dibedakan atas pengetahuan, sikap dan tindakan Natoatmodjo, 2003 : a. Pengetahuan
Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan dibagi atas 6 tingkatan : 1. Tahu Know, yaitu sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. 2. Memahami Comprehension, yaitu memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi Aplication, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil sebenarnya.
4. Analisis Analysis, yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis Synthesis, yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi Evaluation, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Universitas Sumatera Utara
b. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Natoatmodjo 2003, ada3 komponen pokok sikap, yaitu: 1 kepercayaan keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu
objek, 2 kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek, dan 3 Kecendrungan untuk bertindak tend to behave
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh total atitude. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting. Ciri ciri sikap adalah: 1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya. 2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat- syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari, atau
berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek yang jelas. 4. Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut. 5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang
membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki orang.
Universitas Sumatera Utara
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek
tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu Natoatmodjo, 2003. Sikap
dibedakan atas beberapa tingkatan : 1. Menerima Receiving
Menerima diartikan bahwa orang subjek mau dan memperhatikan stimulasi yang diberikan objek.
2. Merespon Responding Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai Valuing
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab Responsible Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang tinggi.
c. Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behaviour.
Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan :
Universitas Sumatera Utara
1. Persepsi Perception, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon terpimpin Guided Response, yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme Mecanism, yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis.
4. Adopsi Adoption, yaitu tahap melakukan tindakan aau suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
2.10. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Menurut Suma’mur 1992, alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Jadi alat
pelindung diri adalah merupakan salah satu cara untuk mencegah kecelakaan, dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh akan tetapi dapat
mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang terjadi. Peralatan pelindung tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya
mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya. Alat pelindung diri ini tidaklah secara sempurna
dapat melindungi tubuhnya tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi Budiono, 2003.
Pemilihan APD yang handal secara cermat adalah merupakan persyaratan mutlak yang sangat mendasar. Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja yang memakainya karena mereka tidak terlindung dari bahaya potensial yang ada di tempat mereka terpapar. Oleh karena itu agar dapat memilih APD yang
tepat, maka perusahaan atau industri harus mampu mengidentifikasi bahaya potensi yang ada, khususnya yang tidak dapat dihilangkan ataupun dikendalikan Boediono,
2003. Adapun jenis APD yang berkaitan dengan pencegahan pemaparan debu adalah:
1. Masker