22 3. Tersedia mekanisme rekruitmen politik bagi calon-calon rakyat. Makanisme yang
diharapkan adalah botton up berdasarkan inisiatif dan aspirasi dari bawah bukan top down diturunkan oleh elite partai dan penguasa. Perekrutan calon-calon wakil
rakyat oleh parpol diharapkan makin mendekatkan calon legislatif dengan rakyat dan wakilnya. Makin terbuka proses perekrutan dalam tubuh partai, maka makin
demokratis hasil pilkada, demikian pula sebaliknya, rakyat mengetahui dengan kualifikasi seperti calon legislatif tersebut ditentukan.
4. Adanya kebebasan bagi pemilih untuk mediskusikan dan menetukan pilihan, kebebasan untuk menetukan preferensi politik bagi para pemilih adalah sebuah faktor
penting dalam menakar kualitas sebuah pilkada. 5. Terdapat komite atau panitia pemilihan yang independent. Sebuah pilkada yang sehat
membutuhkan sebuah komite yang tidak memihak yaitu komite yang tidak berpretensi untuk merekayasa hasil akhir dari pilkada.
6. Ada keluasan bagi setiap kontentan untuk berkompetisi secara sehat. Peluang kompetisi ini tentu saja masti diberikan mulai dari penggalangan massa, rekruitmen
dan penyeleksian calon anggota hingga ketahap kampanye dan tahap-tahap berikutnya.
7. Netralisasi birokrasi pilkada yang demokratis membutuhkan birokrasi yang netral, tidak memihak dan tidak menjadi perpanjangan tangan salah satu kekuatan politik
yang ikut bertarung dalam pilkada.
6.4.2. Sistem Pemilihan Kepala Daerah
Pada hakekatnya pemilihan umum merupakan cara dan sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga pemerintahan
guna menjalankan kedaulatan rakyat, maka dengan sendirinya terdapat berbagai sistem pemilihan umum.
Perbedaan sistem pemilihan umum ini banyak tergantung pada dimensi dan pandangan yang ditujukan terhadap rakyat. Pertama, apakah rakyat dipandang sebagai
individu yang bebas untuk menentukan pilihannya dan sekaligus dapat mencalonkan dirinya sebagai calon wakil rakyat. Kedua, apakah rakyat hanya dipandang sebagai
anggota kelompok yang sama sekali tidak berhak untuk menentukan siapa wakilnya yang
Universitas Sumatera Utara
23 akan duduk dalam lembaga pemerintahan dan ia tidak berhak mencalonkan diri sebagai
wakil rakyat. Dari perbedaan dimensi dan pandangan diatas, maka sistem pemilihan umum
dapat dibedakan menjadi
29
Sistem Pemilihan Mechanis dan Sistem Pemilihan Organis. Pandangan Mechanis menempatkan rakyat sebagai suatu massa individu-individu yang
sama sebagai kesatuan otonom dan memandang masyarakat sebagai kompleks hubungan yang bersifat kontraktuil. Berbeda dengan pandangan organis yang menempatkan rakyat
sebagai sejumlah individu-individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan geneologis, fungsi tertentu, lapisan sosial dan lembaga-
lembaga sosial. Berdasarkan sistem pemilihan mechanis, dapat dilaksanakan dengan dua cara,
30
yakni Sistem Perwakilan DistrikMayoritasSingle Member Constituencies dan Sistem Perwakilan Proporsional. Karakter utama dari sistem distrik dimana wilayah negara
dibagi dalam distrik-distrik pemilihan atau daerah-daerah pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang diperebutkan di badan perwakilan rakyat yang
dikehendaki. Dalam sistem proporsional tidak ada pembagian wilayah pemilihan, karena pemilihan bersifat nasional.
Dalam sistem perwakilan proporsional ini dikenal dua sistem yakni hare system dan list system. Dalam hare system atau single transferable vote pemilih diberi
kesmpatan untuk memilih pilihan pertama, kedua, dan seterusnya dari distrik pemilihan yang bersangkutan. Berbeda dengan list system pemilih diminta memilih diantara daftar
29
Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia;Dalam Perspektif Struktural Fungsional, Surabaya, SIC, 1998, hal. 195.
30
Arifin Rahman, Ibid., Hal. 196.
Universitas Sumatera Utara
24 calon yang berisi sebanyak mungkin nama-nama wakil rakyat yang akan dipilih dalam
pemilihan umum. Berbeda dengan sistem pemilihan presiden dimana yang digunakan adalah model
second round past the post dengan batas minimal perolehan suara 50 plus satu untuk meraih kursi, jika tak ada calon dengan jumlah suara tersebut pada putaran pertama,
digelar putaran kedua terhadap dua calon teratas dengan konsekuensi biaya menjadi sangat besar ;model penetapan kepala daerah terpilih yaitu dari sistem first past the post
dengan batas minimal perolehan suara 25 . Sesuai dengan pasal 95 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005, bahwa apabila tidak terpenuhi lebih dari 50 dari jumlah
suara sah, maka pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara sah lebih dari 25 dari seluruh jumlah suara sah, maka pasangan
calon yang memperoleh suara tersebar ditetapkan sebagai Calon Terpilih.
31
Dan prinsip yang dipakai dalam Pemilihan Kepala Daerah adalah prinsip Voluntary Voting, dimana
massa pemilih menggunakan hak pilihnya secara sukarela.
6.4.3. Tata Kelola Pemilihan Kepala Daerah