Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keberadaan perusahaan asuransi pada hakikatnya adalah sebagai lembaga keuangan nonbank yang menghimpun dan ada di masyarakat untuk memberikan perlindungan kepada pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian materil maupun immaterial 19 . Akibat suatu peristiwa yang tidak terduga. Perusahaan asuransi diberi kepercayaan amanah oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian yang telah disepakati. 20 Asuransi syariah sebagai salah satu lembaga keuangan nonbank yang melakukan transaksi bisnis secara system operasional didasarkan atas pedoman syariah Islam.Sehingga segala bentuk kegiatan yang dilakukannya, baikkegiatan intern perusahaan ataupun ekstern perusahaan seperti kegiatan perjanjian akad, mekanisme operasioanl perusahaan, budaya perusahaan shariah corporate culture, pemasaran marketing, produk dan sebagainya harus sesuai dengansyariah Islam 21 . Dan tidak mengandung unsur-unsuryang diharamkan seperti gharar ketidakpastian, maisir perjudian, dan riba. 19 Husain HusainSyahatah, Asuransi Dalam Persfektif Syariah, Jakarta: Amzah, 2006, hal. 49. 20 Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, cet. Ke-1, hal. 118. 21 Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi syariah, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011, hal. 69. 2 Prospek asuransi Islam di Indonesia pada masa mendatang akan semakin cerah dan menarik minat berbagai kalangan. 22 Pada akhir tahun 2015, jumlah perusahaan perusahaan asuransi kerugian syariah sebanyak 25dua puluh lima perusahaan.Terdiri dari 2 dua perusahaan asuransi kerugian syariah dan 23 dua puluh tiga asuransi kerugian unit syariah. Serta 3 tiga reasuransi unit syariah.Sedangkan asuransi jiwa syariah sebanyak 20 duapuluh perusahaan.Terdiri dari 3 tiga perusahaan asuransi jiwa syariah dan 17 tujuh belas asuransi jiwa unit syariah 23 Pertumbuhan perusahaan asuransi yang pesat, tentu juga telah menghasilkan beragam jenisproduk-produkasuransi yang ditawarkan perusahaan asuransi kepada konsumen.Konsumen pada akhirnya dihadapakan pada berbagai pilihan jenis produk-produk asuransi yang ditawarkan secara variatif.Kondisi seperti ini,pada satu sisi menguntungkan konsumen, karena kebutuhan terhadap barangjasa yang diinginkan dapat terpenuhi dengan beragam pilihan. Namun pada sisilain, fenomena tersebut menempatkan kedudukan konsumen terhadap produsen menjadi tidak seimbang, di mana konsumen menjadi posisi yang lemah. Karena konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang besarnya melalui kiatpromosi dan cara penjualan yang merugikan konsumen. Ketidak berdayaan konsumen dalam menghadapi produsen jelas sangat merugikan kepentingan rakyat.Pada umumnya produsen berlindung di balik standard contract atau perjanjian baku yang telah ditandatangani oleh kedua 22 Abdul Wahab, Asuransi Dalam Perspektif Al- Qur‟an dan Hadits, Jakarta: PBB UIN, 2003 , cet. Ke-1, hal. 51. 23 Taufik Marjuniadi, Prinsip dan Operasional Asuransi Syariah UmumPT. Jaya Proteksi Takaful, Jakarta 27 Oktober 2015. 3 belah pihak, yakni antara konsumen dan produsen, ataupun melalui informasi semu yang diberikan oleh produsen kepada konsumen. Hal tersebut bukan menjadi gejala regional saja, tetapi sudah menjadi persoalan global yang melanda seluruh konsumen di dunia. 24 Kontrak baku atau perjanjian baku dapat dikatakan sebagai perjanjian yang tidak seimbang, yang selalu menempatkan pihak pelaku usaha dalam posisi yang lebih kuat. Seharusnya suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Perdata.Dengan dipenuhinya empat syaratsahnya perjanjian tersebut, maka satuperjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Permasalahan hukum akan timbul jika sebelum perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak, yaitu dalam proses perundingan atau preliminary negotiation, salah satu pihak telah melakukan perbuatan hukum serperti meminjam uang, membeli tanah, padahal belum tercapai kesepakatan final antara mereka mengenai tercapai kesepakatan final antara mereka mengenai kontrak bisnis yang dirundingkan, karena menurut teori klasik jika suatu perjanjian belum memenuhi syarat hal tertentu, maka belum ada suatu perjanjian sehingga belum lahir suatu perikatan yang mempunyai akibat hukum bagi para pihak. Akibatnya, pihak yang dirugikan karena percaya pada janji-janji pihak lawannya tidak terlindungi dan tidak dapat menuntut ganti rugi. 24 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana, 2013, hal 1. 4 Berdasarkan asas kebebasan berkontrak tercantum dalam Pasal 1338 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Akan tetapi, pasal 1338 Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapakan dalam situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu. 25 Kontrak baku atau perjanjian baku dibuat oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat, yang dalam kenyataan biasa dipegang oleh pelaku usaha. Kontrak baku banyak digunakan dalam setiap perjanjian yang bersifat sepihak. Isi kontrak baku sering kali merugikan pihak yang menerima kontrak baku tersebut, yaitu pihak konsumen karena dibuat secara sepihak. Bila konsumen menolak kontrak baku tersebut maka tidak akan mendapatkan barang atau pun jasa yang dibutuhkan. Hal tersebut menyebabkan konsumen lebih setuju terhadap isi kontrak baku walaupun memojokkan. Bagi para pengusaha mungkin ini merupakan cara mencapai tujuan ekonomi yang efisiensi praktis, dan cepat tidak bertele-tele. Tetapi bagi konsumen justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena halnya dihadapkan pada suatu pilihanya itu menerima walaupun dengan berat hati. 26 25 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, Jakarta: kencana, 2004, hal. 1. 26 Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktik Perusahaan Perdagangan, Bandung: Citra AdityaBakti, 1992, hal. 6. 5 Ada beberapa pendapat mengenai kedudukan kontrak baku atau perjanjian baku dalam hukum perjanjian, seperti dikemukakan oleh Sluijter mengatakan bahwa perjanjian baku bukan merupakan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah seperti pembentuk undang- undang swasta legio particuliere wetgever. Pitlo menggolongkan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa dwang contract, yang merupakan secara teoritis yuridis, perjanjian baku ini tidak memenuhi ketentuan udang-undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak. Stein mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan pendapat bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarlan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan fictie van wil en evertrouwen. Asser Ruten mengatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian, bartanggung gugat pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Hondius dalam disertasinya mempertahankan bahwa perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan 27 yang berlaku dalam transaksi bisnis. Di Indonesia untuk melindungi kepentingan konsumen dari hal-hal yang merugikan konsumen yang terdapat didalam kontrak atau polis yang dikenal dengan kontrak baku, maka dibentuklah satu cabang baru ilmu hukum, yaitu hukum perlindungan konsumen. Perlindungan hukum kepada konsumen dengan cara membatasi sekaligus menyeimbangkan posisi tawar para pihak, 28 sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan 27 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 116. 28 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Kencana, 2010, hal. 81. 6 Indonesia, yaitu dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, antara lain melarang adanya ketentuan bakuklausula baku yang dapat merugikan konsumen. 29 Selain peraturan perundangan-undangan Indonesia yang mengatur tentang perlindungan konsumen. Dibentuk juga satu lembaga baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan OJK yang dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sector jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, mampu mewujudkan system keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan OJK mempunyai fungsi menyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sector jasa keuangan. 30 Selanjutnya Otoritas Jasa Keuangan OJK mengeluarkan peraturan dengan Nomor 1POJK.072013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13SEOJK.072014 Tentang Perjanjian Baku. Dimana dalam penelitian ini penulis meneliti dari 5 perusahaan diantaranya, Asuransi Tripakarta, Asuransi Bumida Syariah, Asuransi Takaful Syariah, Asuransi Mitra Syariah, Asuransi Tugu Syariah. Perusahaan ini menjadi objek penelitian penulis karna perusahaan tersebut masih terdapat beberapa polis yang masih jauh dari standarisasi polis khususnya pada polis asuransi umum. 29 Fathurrahman Djamil ,Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: SinarGrafika, 2012, hal. 19. 30 http:www.ojk.go.idtugas-dan-fungsi di akses pada Kamis 9 Desember 2015 7 Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang klausula baku yang terdapat pada polis asuransi umum syariah yang berjudul “KONTRAK BAKU PADA POLIS ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Studi Polis Asuransi Umum”. 1.2 Perumusan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Melalui pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana kedudukan Kontrak Baku oleh peraturan perundang- undangan di Indonesia? b. Bagaimana Implementasi kontrak baku oleh polis Asuransi Syariah? c. Apakah polis Asuransi Umum Syariah,sudah sesuai dengan ketentuan Kontrak Baku oleh peraturan perundang-undangan dii Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian