Dasar Hukum Kontrak Baku Prinsip-prinsip Kontrak Baku

42 harta kekayaan Konsumen yang menjadi obyek perjanjian produk dan layanan. f. Menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan danatau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Kuangan dalam masa Konsumen memanfaatkan produk danatau layanan yang dibelinya. g. Menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan atas produk danatau layanan yang dibeli oleh Konsumen secara angsuran. 100

3.1.4 Dasar Hukum Kontrak Baku

Berikut dasar hukum kontrak baku di Indonesia: a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1998 tetang Perubahan Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. c. Surat Ederan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13SEOJK.072014. Tentang Perjanjian Baku d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1POJK.072013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

3.1.5 Prinsip-prinsip Kontrak Baku

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam kontrak baku yaitu: 100 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1POJK.072013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 43 a. Prinsip kesepakatan kehendak dari para pihak Kesepakatan sebagai dasar sahnya perikatan tetap menjadi penentu sah atau tidaknya kontrak tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan perjanjian yang sah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Walaupun kontrak baku dibuat oleh salah satu pihak saja, unsur kesepakatan harus dapat dipenuhi dalam kontrak baku tersebut. Kesepakatan itu dapat ditandai dengan ditanda tanganinya kontrak tersebut atau dengan cara serah terima barang yang ditransaksikan. b. Prinsip asumsi risiko dari para pihak Dalam suatu kontrak, setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan asumsi risiko.Artinya bahwa jika ada risiko tertentu yang mungkin terbit dari suatu kontrak, tetapi salah satu pihak bersedia menanggung risiko tersebut sebagai hasil dari tawar menawarnya, maka jika memang kemudian risiko tersebut benar- benar terjadi, pihak yang mengasumsi risiko tersebutlah yang harus menanggung risikonya. Dalam hubungan dengan kontrak baku, maka dengan menandatangani kontrak yang bersangkutan, bearti segala risiko apapun bentuknya akan ditanggung oleh pihak yang menandatangannya sesuai isi dari kontrak tersebut. 101 101 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 84. 44 c. Prinsip kewajiban membaca duty to read Dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada kewajiban membaca duty to read bagi setiap pihak yang akan menandatangani kontrak. Dengan demikian, jika dia telah menandatangani kontrak yang bersangkutan, hukum mengasumsikan bahwa dia telah membacanya dan menyetujui apa yang telah dibacanya. d. Prinsip kontrak mengikuti kebiasaan Kontrak sebagai role yang mengatur apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan para pihak bukan bearti apa yang tidak dicantumkan dalam kontrak boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Ada prinsip kebiasaan juga yang mengikat para pihak dalam perjanjian. Pasal 1339 mengatakan bahwa: Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan undang-undang. Ketentuan pasal ini ditujukan untuk memenuhi rasa keadilan disamping kepastian hukum. 102

3.1.6 Pencantuman Klausul Eksonerasi