Visibility Analisis Functionality And Delivery Website Partai Politik

25 ini masih terbilang rendah namun merupakan awal yang baik bagi adopsi penggunaan media sosial bagi para caleg. Tabel 10 Penggunaan Media Sosial oleh Caleg Variabel Caleg DKI Jakarta n=249 Caleg daerah lain n=1164 Memiliki Facebook Personal 42 37 Memiliki Twitter 37 26 Memiliki Facebook Page 23 13 Memiliki YouTube Channel 11 4 Memiliki Facebook Group 4 3 Memiliki Flickr 1 Rata-rata 20 16 daerah pengamatan selain DKI Jakarta Tabel 11 Penggunaan media sosial caleg berdasarkan asal partai di DKI Jakarta Partai Jumlah caleg Persentase Penggunaan Media sosial Persentase Rata-rata Twitter Facebook Youtube Flickr Group Page Personal Nasdem 18 61 11 33 50 6 27 PKB 18 22 39 10 PKS 16 38 31 50 25 24 PDIP 18 33 17 22 44 17 1 22 GOLKAR 18 22 6 17 33 11 15 GERINDRA 18 22 28 44 6 17 DEMOKRAT 18 44 11 22 50 17 24 PAN 18 33 17 39 11 17 PPP 18 17 17 39 12 HANURA 18 44 22 28 6 1 17 PBB 18 11 6 33 8 PKPI 18 17 6 28 17 11 DPD 35 74 3 54 57 29 3 37 Rata-rata 20 Penggunaan media sosial berdasarkan partai terdapat pada tabel 11. Data menunjukkan bahwa caleg DPD sudah banyak memanfaatkan media sosial. Hal 26 ini disebabkan karena dari caleg DPD bukan merupakan caleg dari Partai sehingga perlu upaya lebih untuk mengenalkan diri ke masyarakat. Apabila dilihat berdasarkan asal partai dari caleg, Partai Nasdem merupakan partai yang calegnya paling banyak memanfaatkan media sosial disusul oleh PKS, Demokrat dan PDIP. Hal ini disebabkan karena Partai Nasdem merupakan partai baru sehingga lebih menggunakan banyak media komunikasi untuk memperkenalkan caleg dari partainya ke masyarakat. PBB , PKB, PKPI dan PPP merupakan partai yang calegnya sangat rendah dalam penggunaan media sosial untuk kampanye yaitu dengan persentase rata-rata kurang dari 15. Hasil pengamatan media sosial caleg terdapat pada tabel 12. Pada Twitter, dari jumlah percakapan yang ada terlihat bahwa caleg sudah merespon pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat atau dengan kata lain sudah terjadi komunikasi dua arah dengan menggunakan Twitter. Data juga menunjukkan bahwa ada caleg yang sangat aktif berinteraksi dengan masyarakat di dunia Twitter dan ada juga yang sama sekali tidak pernah merespon tweet. Rata-rata tingkat aktivitas di Twitter bernilai 6, artinya minimal digunakan seminggu sekali oleh caleg untuk kampanye. Jumlah akun yang diikuti oleh caleg merepresentasikan bahwa caleg juga mengikuti perkembangan opini masyarakat lewat kicauan-kicauan di dunia Twitter. Jika dibandingkan caleg dengan jumlah follower terbesar dengan jumlah total suara sah untuk Dapil 1 Jakarta yang berjumlah 1,2 juta suara, perbandingannya adalah 12 . Angka ini masih terbilang kecil, namun menunjukkan bahwa masyarakat mulai memperhatikan aktivitas caleg via Twitter. Data menunjukkan bahwa caleg dengan jumlah follower terbesar ini terpilih menjadi anggota legislatif untuk DPD dengan jumlah perolehan suara terbesar yaitu 511.323. Jika dibandingkan jumlah follower dengan jumlah suara minimum caleg untuk terpilih menjadi DPD di DKI Jakarta 368.397 suara, perbandingannya adalah 40. Pada media sosial Facebook , dapat terlihat bahwa aktivitas page dari caleg berada di nilai 6 artinya terdapat aktivitas minimal sebanyak 1 minggu sekali. Fans like dan talking about mengindikasikan bahwa masyarakat mengikuti perkembangan aktivitas caleg tersebut. Caleg dengan jumlah fans like terbanyak yaitu sebanyak 21.264 atau sekitar 1,7 dari total suara sah Dapil 1 Jakarta. Facebook group tidak terlalu tinggi pemakaiannya dengan rata-rata jumlah anggotanya mencapai 516 atau hanya sekitar 0,042 dari total suara sah. Rata- rata caleg memiliki jumlah friend sebanyak 1.423 di setiap akun yang dimilikinya atau 0,1 dari total suara sah Dapil 1 Jakarta. Jika dibandingkan jumlah friend ini dengan jumlah suara minimal bagi caleg terpilih di DPRD 4911 suara, perbandingannya adalah cukup tinggi yaitu 29. Pada Youtube , hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat penggunaan Youtube masih sangat rendah dilihat dari jumlah rata-rata subscribers, percakapan, maupun jumlah video. Hasil ini mengindikasikan secara umum bahwa caleg di DKI Jakarta belum mengoptimasi penggunaan YouTube sebagai media untuk kampanye.