Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

(1)

KUALITAS HIDUP LANSIA PEMAKAI GIGITIRUAN

PENUH YANG DIBUAT OLEH MAHASISWA

KEPANITERAAN KLINIK PROSTODONSIA

RSGMP FKG USU TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

GUSTRIGIANI KURNIA PUTRI NIM: 100600021

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 8 Juli 2014

Pembimbing Tanda tangan

Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros NIP : 198009242005122003


(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah diseminarkan di hadapan tim penguji proposal pada tanggal 8 Juli 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros. ANGGOTA : Siti Wahyuni, drg.

Putri Welda Utami Ritonga, drg., MDSc. Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros


(4)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Prostodonsia Tahun 2014

Gustrigiani Kurnia Putri

Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

viii + 50 halaman

Jumlah pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di dunia semakin meningkat dan diperkirakan akan menjadi masalah baru bagi dunia kesehatan. Kehilangan gigi merupakan salah satu gangguan mulut yang mempunyai pengaruh langsung dalam kesehatan umum lansia. Untuk mengatasi masalah edentulus pada lansia, maka sangat dianjurkan untuk mengganti gigi yang hilang dengan gigitiruan penuh (GTP). Pemakaian gigitiruan penuh ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup. WHO mendefinisikan Quality of Life (QoL) sebagai persepsi individu di kehidupan mereka dalam konteks kebudayaan dan norma kehidupan serta hubungannya dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian mereka.4,5 Instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah Oral Health Impact Profile (OHIP). Pada awalnya OHIP terdiri dari 49 pertanyaan, lalu disederhanakan menjadi OHIP dengan 14 butir pertanyaan (OHIP-14). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan faktor sosiodemografi dan kondisi klinis rongga mulut. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional melalui metoda pemeriksaan dan wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner. Pemilihan sampel menggunakan teknik penarikan sampel non probability secara purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 33 orang lansia pemakai gigitiruan penuh yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi rumah lansia sesuai rekam medik, memberikan kuesioner OHIP dan melakukan pemeriksaan rongga mulut. Analisis


(5)

data menggunakan uji Chi-Square untuk mengetahui hubungan kualitas hidup dengan pemakaian gigitiruan penuh pada lansia. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara kualitas hidup dengan faktor sosiodemografi pada kelompok jenis kelamin (p=0,001), pada kelompok tingkat pendidikan (p=0,004) dan berdasarkan kondisi klinis rongga mulut juga terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas hidup dengan kelompok bentuk tulang (p=0,029). Berdasarkan hasil penelitian, kualitas hidup yang buruk pada faktor sosiodemografi disebabkan karena persepsi masing-masing individu, sedangkan kualitas hidup yang buruk dari kondisi klinis rongga mulut disebabkan karena kondisi gigitiruan penuh tidak pas serta pengaruh penuaan. Hal ini dapat dijadikan suatu rujukan dalam menangani pembuatan gigitiruan pada lansia.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayat dan karunia-Nya, serta salawat dan salam kepada Rasullullah SAW sehingga skripsi yang berjudul “Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013” selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tersayang, Ayahanda Febri Musdi dan Ibunda Zufrida atas cinta dan kasih sayang dalam mendidik dan selalu memberi dukungan kepada penulis.

Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros. selaku pembimbing skripsi atas kesabaran dan waktu yang diberikan untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., Sp.Ort., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Syafrinani drg., Sp.Pros. selaku Ketua Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi USU.

3. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort. selaku Dosen Pembimbing Akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

4. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros. selaku ketua penguji skripsi, Putri Welda Utami Ritonga, drg., MDSc. dan Siti Wahyuni, drg. selaku


(7)

anggota penguji, yang telah banyak memberi saran dan arahan selama penulisan skripsi.

5. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi USU.

6. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bimbingan yang telah diberikan selama penulis menjalani kuliah.

7. Direktur RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara beserta staf yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.

8. Abangda Ade Yolanda yang telah memberikan perhatian dan dukungan selama penulisan skripsi. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Puput, Tika, Poppy, dan Ayu serta teman-teman angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Prostodonsia yaitu Sunny, Fanny, Vincent, Dendi, Haifa, Ami, Feriyani, Winny, Wenny, Jack, Dres dan Vicky.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi, khususnya Departemen Prostodonsia, serta pengembangan ilmu dikalangan masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur sedalam-dalamnya, semoga Allah SWT memberi ridho-Nya pada kita semua.

Medan, 8 Juli 2014 Penulis,

Gustrigiani Kurnia Putri NIM : 100600021


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI...

KATA P ENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Permasalahan……... 5

1.3 Rumusan Masalah... 5

1.4 Tujuan Penelitian... 6

1.5 Manfaat Penelitian... 6

1.5.1 Manfaat Praktis... 6

1.5.2 Manfaat Teoritis... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia... 8

2.1.1 Pengertian Lansia... 8

2.1.2 Klasifikasi Lansia... 9

2.2 Perubahan Jaringan Rongga Mulut Pada Pasien Lansia... 9

2.3 Kehilangan Gigi Keseluruhan... 13

2.4 Gigitiruan Penuh... 13

2.4.1 Indikasi Pemakaian Gigitiruan Penuh... 14


(9)

2.4.3 Masalah Dalam Membuat Gigitiruan Penuh dan

Dihubungkan Dengan Kualitas Hidup... 14

2.5 Kualitas Hidup... 15

2.5.1 Pengertian Kualitas Hidup... 16

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup... 16

2.5.3 Pengukuran Kualitas Hidup... 18

2.6 Landasan Teori... 22

2.7 Kerangka Konsep... 23

2.8 Hipotesis Penelitian ... 24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... 25

3.2 Populasi Penelitian... 25

3.3 Sampel Penelitian... 25

3.3.1 Kriteria Inklusi... 25

3.3.2 Kriteria Ekslusi... 26

3.4 Variabel Penelitian... 26

3.4.1 Variabel Bebas... 26

3.4.2 Variabel Terikat... 26

3.4.3 Variabel Terkendali... 26

3.4.4 Variabel Tidak Terkendali... 26

3.5 Definisi Operasional... 27

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian... 29

3.7 Prosedur Penelitian... 29

3.7.1 Alat dan Bahan penelitian... 29

3.7.1.1 Alat Penelitian... 29

3.7.1.2 Bahan Penelitian... 29

3.7.2 Informed Consent ... 29

3.7.3 Cara Penelitian... 29

3.8 Analisis Data... 31

3.9 Kerangka Operasional... 32

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Sampel ... 33

4.2 Aspek Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013 Berdasarkan OHIP... 34

4.3 Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013 Berdasarkan Faktor Sosiodemografi... 37

4.4 Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013 Berdasarkan Kondisi Klinis Rongga Mulut... 40

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Rancangan Penelitian dan Karakteristik Sampel ... 43


(10)

5.2 Aspek Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU

Tahun 2013... 44 5.3 Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat

Mahasiswa Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU

Tahun 2013 Berdasarkan Faktor Sosiodemografi... 45 5.4 Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat

Mahasiswa Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU

Tahun 2013 Berdasarkan Kondisi Klinis Rongga Mulut... 46

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan... 49 6.2 Saran... 49 DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

1 Bentuk tulang alveolar “U”, bentuk tulang alveolar “V” dan bentuk

tulang alveolar “bulbous”... 10 2 Bagan mekanisme suatu gangguan mulut yang dapat menyebabkan

keterbatasan (impairment), ketidakmampuan (disability) dan


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Definisi operasional variabel bebas... 26

2 Definisi operasional variabel terikat... 27

3 Definisi operasional variabel terkendali... 27

4 Definisi operasional variabel tidak terkendali... 27

5 Persentase distribusi karakteristik lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa klinik prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013... 32

6 Frekuensi distribusi aspek kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa klinik prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013... 35

7 Kualitas hidup lansia pemakai GTP di klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013... 36

8 Kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa klinik prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan faktor sosiodemografi... 37

9 Hubungan kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan klinik prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan faktor sosiodemografi... 38

10 Kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa klinik prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan kondisi klinis rongga mulut... 39

11 Hubungan kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan klinik prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan faktor sosiodemografi ... 40


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed consent) 3. Lembar kuesioner dan lembar pemeriksaan

4. Ethical clearance 5. Hasil analisis data


(14)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Prostodonsia Tahun 2014

Gustrigiani Kurnia Putri

Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

viii + 50 halaman

Jumlah pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di dunia semakin meningkat dan diperkirakan akan menjadi masalah baru bagi dunia kesehatan. Kehilangan gigi merupakan salah satu gangguan mulut yang mempunyai pengaruh langsung dalam kesehatan umum lansia. Untuk mengatasi masalah edentulus pada lansia, maka sangat dianjurkan untuk mengganti gigi yang hilang dengan gigitiruan penuh (GTP). Pemakaian gigitiruan penuh ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup. WHO mendefinisikan Quality of Life (QoL) sebagai persepsi individu di kehidupan mereka dalam konteks kebudayaan dan norma kehidupan serta hubungannya dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian mereka.4,5 Instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah Oral Health Impact Profile (OHIP). Pada awalnya OHIP terdiri dari 49 pertanyaan, lalu disederhanakan menjadi OHIP dengan 14 butir pertanyaan (OHIP-14). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan faktor sosiodemografi dan kondisi klinis rongga mulut. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional melalui metoda pemeriksaan dan wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner. Pemilihan sampel menggunakan teknik penarikan sampel non probability secara purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 33 orang lansia pemakai gigitiruan penuh yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi rumah lansia sesuai rekam medik, memberikan kuesioner OHIP dan melakukan pemeriksaan rongga mulut. Analisis


(15)

data menggunakan uji Chi-Square untuk mengetahui hubungan kualitas hidup dengan pemakaian gigitiruan penuh pada lansia. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara kualitas hidup dengan faktor sosiodemografi pada kelompok jenis kelamin (p=0,001), pada kelompok tingkat pendidikan (p=0,004) dan berdasarkan kondisi klinis rongga mulut juga terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas hidup dengan kelompok bentuk tulang (p=0,029). Berdasarkan hasil penelitian, kualitas hidup yang buruk pada faktor sosiodemografi disebabkan karena persepsi masing-masing individu, sedangkan kualitas hidup yang buruk dari kondisi klinis rongga mulut disebabkan karena kondisi gigitiruan penuh tidak pas serta pengaruh penuaan. Hal ini dapat dijadikan suatu rujukan dalam menangani pembuatan gigitiruan pada lansia.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) di dunia semakin meningkat dan diperkirakan akan menjadi masalah baru bagi dunia kesehatan.1 Dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, dikatakan bahwa lansia adalah penduduk yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Pasal 1 ayat (3) dan (4) Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 juga mengklasifikasikan lansia dalam 5 kelompok, yaitu pralansia yang berusia 45-59 tahun, lansia berusia 60 tahun, lansia resiko tinggi berusia 70 tahun atau lebih, lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu bekerja atau melakukan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa, lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah dan menggantungkan hidupnya pada orang lain.2 Indonesia sendiri termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lansia (aging structured population) karena proporsi penduduk lansia nya sudah mencapai lebih dari 7%. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada 2010 atau 9,6 persen dari jumlah penduduk.2 Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk di atas 60 tahun di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari sebesar 554.761 jiwa (4,6%) pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar 765.822 jiwa (5,9%) pada tahun 2010. Sementara menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan berdasarkan Sensus Penduduk 2010 jumlah lansia di Kota Medan mencapai 117.216 orang (5,59%) yang meningkat jumlahnya dari tahun 2005 sebesar 77.837 orang (3,85%).3

Lansia harus diakui sebagai anggota integral dari masyarakat dan harus memiliki hak untuk menikmati kualitas hidup yang baik dan penuh ke layanan yang diperlukan untuk mengoptimal kesehatan. Menurut WHO kesehatan rongga mulut juga saling berhubungan dengan kesehatan umum dan kesehatan sendiri


(17)

berkonstribusi terhadap kualitas hidup. 4,5 Adanya gangguan dari kesehatan gigi akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi penderita dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan umum. Kehilangan gigi merupakan salah satu gangguan mulut yang mempunyai pengaruh langsung dalam kesehatan umum lansia. Tidak digantinya gigi yang hilang dapat mengganggu proses pengunyahan makanan sehingga tidak terpenuhi nutrisi pada lansia.6 Umumnya 26% dari semua orang Amerika di atas usia 65 tahun telah kehilangan semua gigi mereka (edentulus).8 Penelitian De Lima dkk (2011) mengatakan bahwa 81,9% lansia yang kehilangan gigi secara keseluruhan mengalami penurunan dimensi fisiknya.8 Sudhir dkk (2013) juga mengatakan bahwa pada lansia yang edentulus juga terdapat jaringan flabby pada rongga mulutnya, dengan prevalensi 24% pada rahang atas dan 5% pada rahang bawah.9

Untuk mengatasi masalah edentulus pada lansia, maka sangat dianjurkan untuk mengganti gigi yang hilang dengan gigitiruan. Gigitiruan merupakan bagian dari prostodontik, yang merupakan perawatan gigi secara khusus yang berkaitan dengan diagnosis, rencana perawatan, perbaikan dan pemeliharaan fungsi mulut, kenyamanan, penampilan dan kesehatan pasien dengan kondisi klinis yang berhubungan dengan kehilangan gigi dan atau jaringan pendukung yang biokompatibel diganti dengan gigitiruan penuh, implan gigi dan gigitiruan sebagian lepasan.10 Tujuan pembuatan gigitiruan, baik itu gigitiruan sebagian lepasan, gigitiruan cekat maupun gigitiruan penuh pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki fungsi: pengunyahan, pengucapan, estetis, menjaga kesehatan jaringan serta mencegah kerusakan lebih lanjut dari struktur organ rongga mulut.3 Gigitiruan penuh merupakan salah satu jenis gigitiruan yang menggantikan seluruh gigi asli yang hilang baik pada rahang atas maupun rahang bawah.11 Penelitian yang dilakukan oleh Yoshida, dkk (2001) menjelaskan adanya korelasi positif antara skor kualitas hidup dan skor kepuasan GTP, dimana orang tua edentulus yang merasa puas dengan gigitiruannya maka akan merasa puas juga dengan kehidupan sehari-harinya.12 Heydecke dkk (2003) melaporkan mereka yang telah menerima perawatan GTP mengalami peningkatan kualitas hidup dari segi rasa sakit dan ketidaknyamanan


(18)

psikologis.13 Penelitian John dkk (2004) diperoleh adanya penurunan skor OHIP setelah satu bulan perawatan, hal ini membuktikan adanya peningkatan kualitas hidup setelah pemakaian GTP.14

Pada lansia adanya proses degeneratif secara alami yang dapat menyebabkan penurunan fungsi dan perubahan fisik pada lansia termasuk perubahan pada kondisi gigi dan mulut.15,16 Penelitian yang dilakukan oleh Parea dkk di Department of Buccofacial Prostheses of the Complutence University of Madrid, didapatkan bahwa pemakaian GTP membawa pengaruh negatif dalam OHRQoL lansia, terutama mengenai batasan fungsional dan sakit fisik terkait dengan keadaan mukosa yang menipis.17 Felton dkk (2011) juga melaporkan bahwa kehilangan tulang pada pemakai GTP memiliki hubungan dengan perubahan jaringan pendukung dan adaptasi GTP yang tidak tepat.18 Andi dkk (2003) juga mengatakan rendahnya aliran saliva pada kelenjar submandibula dan sublingual mengganggu kemampuan berbicara, kemampuan mengunyah dan kenyamanan pemakai GTP. Kebanyakan pemakai GTP juga mengeluhkan kurangnya retensi dan kenyamanan pada mandibula terkait dengan resorbsi linggir yang lebih besar dibandingkan maksila, serta keadaan mukosa yang tipis pada rahang atas dan rahang bawah.19 John dkk dalam Adam (2006) melaporkan pada pemakai GTP juga ditemukan keterbatasan fungsional atau rasa nyeri di daerah orofasial yang dikaitkan dengan gigitiruan yang tidak pas serta adanya ketidaknyamanan saat memakai.6

WHO mendefinisikan Quality of Life (QoL) sebagai persepsi individu di kehidupan mereka dalam konteks kebudayaan dan norma kehidupan serta hubungannya dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian mereka.5,6 Instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah Oral Health Impact Profile (OHIP). OHIP ini dikembangkan di Australia oleh Slade dan Spencer pada tahun 1994. Pada awalnya OHIP terdiri dari 49 pertanyaan, lalu disederhanakan menjadi OHIP dengan 14 butir pertanyaan (OHIP-14). OHIP-14 terdiri dari tujuh dimensi kehidupan yaitu keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial dan handicap. Penelitian yang dilakukan oleh Adam pada tahun 2006 menunjukan adanya


(19)

hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup setelah memakai GTP, dimana perempuan mempunyai pengaruh yang lebih tinggi hampir semua domain, yaitu keterbatasan fungsi, nyeri fisik, ketidaknyamanan psikososial, ketidakmampuan fisik dan ketidakmampuan psikis.6 Hussain dkk (2010) mengatakan laki-laki kualitas hidupnya lebih rendah dibandingkan perempuan karena laki-laki lebih banyak mengalami gangguan dalam hal ketidaknyamanan psikososial.22 Penelitian Carr dkk (1985) dalam Adam (2006) juga menyebutkan bahwa perempuan memiliki kesulitan yang tinggi dalam mengadaptasikan GTP sehingga mereka merasa kualitas hidupnya terganggu dan kepuasan dalam pemakaian GTP menjadi menurun. Penelitian Ingle dkk dalam Adam (2006) mengatakan bahwa kebanyakan perempuan merasakan kehidupan sosial terganggu akibat kesehatan rongga mulut yang memburuk.6 Adam (2006) juga mengatakan untuk tingkat pendidikan, pasien dengan tingkat pendidikan primer memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan pasien dengan pendidikan sekunder dan tersier.6

Dalam penelitiannya Amir (2009) mengatakan walaupun kualitas hidup meningkat tetapi sekelompok orang yang dirawat di klinik gigi khusus pendidikan lebih cenderung memiliki kesulitan tertentu dalam memakai GTP dibandingkan dengan mereka yang dirawat dalam praktek gigi swasta. Hal ini disebabkan karena kurangnya jumlah kunjungan pasca perawatan di klinik gigi pendidikan.23

OHIP-14 yang terdiri dari 14 pertanyaan dapat mengukur dampak masalah kesehatan rongga mulut yang mencangkup dimensi fungsional (fisik), psikologis dan sosial dari kehidupan sehari-hari. Instrument OHIP-14 ini memiliki pertanyaan yang lebih spesifik terutama masalah yang timbul di rongga mulut, sehingga sangat tepat digunakan untuk mengukur kualitas hidup.20,21

Klinik Prostodonsia merupakan salah satu klinik binaan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) yang terletak di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Pada klinik ini mahasiswa klinisi berkewajiban membuat berbagai macam gigi tiruan, salah satunya adalah GTP. Pembuatan GTP oleh mahasiswa kepaniteraan klinik selalu dibimbing oleh staf pengajar Departemen


(20)

Prostodonsia untuk menghasilkan GTP yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

1.2 Permasalahan

Edentulus yang terjadi pada lansia akan mempunyai pengaruh negatif terhadap kehidupan yaitu, menurunnya fungsi fisiologis, psikologis dan biologis. Salah satu cara untuk mengatasi masalah edentulus pada lansia adalah dengan memakai GTP sehingga kualitas hidup lansia dapat meningkat. Peneliti merasa perlu melakukan penelitian pada lansia pemakai GTP untuk mengobservasi kualitas hidupnya, karena tidak semua lansia pemakai GTP merasa kualitas hidupnya lebih baik. Lansia pemakai GTP buatan mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU dipilih sebagai populasi penelitian untuk dapat diobservasi kualitas hidupnya berdasarkan faktor sosiodemografi dan kondisi klinis rongga mulut pasien. Alasan pemilihan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU adalah karena populasi sudah menggunakan GTP yang memenuhi standarisasi dari Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas di dapat rumusan masalah:

1. Bagaimana karakteristik lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013?

2. Bagaimana frekuensi distribusi aspek kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan OHIP?

3. Apakah ada hubungan antara kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan faktor sosiodemografi?

4. Apakah ada hubungan antara kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan kondisi klinis rongga mulut?


(21)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakteristik lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013.

2. Untuk mengetahui frekuensi distribusi aspek kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan OHIP.

3. Untuk mengetahui hubungan antara kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan faktor sosiodemografi.

4. Untuk mengetahui hubungan kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Protodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 antara kondisi klinis rogga mulut.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Praktis

1. Untuk memperoleh data mengenai kualitas hidup lansia pemakai GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013.

2. Referensi bagi klinisi sehingga dapat memperbaiki masalah-masalah yang timbul, yang mempengaruhi kualitas hidup lansia sesudah memakai GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU.

3. Agar masyarakat lebih menyadari kegunaan pemakaian GTP juga dapat meningkatkan kualitas hidup.

1.5.2 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini dapat memberi konstribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan khususnya bagi Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara mengenai kualitas hidup lansia pemakai GTP.


(22)

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

Dengan adanya keberhasilan pembangunan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan, akibatnya kualitas hidup manusia semakin baik. Adanya kesejahteraan sosial masyarakat semakin meningkat, menurunnya mortalitas bayi dan anak, metode persalinan yang baik, turunnya angka kematian, kemajuan diagnostik dan terapi, perbaikan gizi dan sanitasi serta meningkatnya pengawasan penyakit infeksi maka jumlah lanjut usia semakin bertambah dari tahun ke tahun.24

2.1.1 Pengertian Lansia

Menurut Undang-Undang No 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, lansia adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.3,25 Bertambahnya usia maka secara perlahan beberapa fungsi biologis juga akan mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan karena adanya proses penuaan yang disebut dengan aging process. Aging merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.25,26

Beberapa penelitan terhadap lansia mengungkapkan bahwa rangsangan dapat membantu mencegah kemunduran fisik dan mental. Lansia secara fisik dan mental tetap aktif dimasa tua tidak terlalu menunjukkan kemunduran fisik dan mental dibanding dengan lansia yang menjadi tidak aktif yang disebabkan kemampuan fisik dan mental mereka sedikit sekali memperoleh rangsangan.26


(24)

2.1.2 Klasifikasi Lansia

Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia dalam Mariam, dkk (2008) lansia dibagi menjadi lima klasifikasi yaitu:3

a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun keatas,

c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia potensial, seseorang yang masih mampu melakukan pekerjaan dan mampu melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa.

e. Lansia tidak potensial, seseorang yang tidak berdaya mencari nafkah , sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.

World Health Organization mengklasifikasikan lansia menjadi empat kelompok yaitu: middle age (45 – 49 tahun), elderly (60-74 tahun), old (75-79 tahun), very old ( diatas 90 tahun). Sementara di Indonesia batas dari umur lansia adalah 60 tahun keatas.24

2.2 Perubahan Jaringan Rongga Mulut Pada Pasien Lansia

Perubahan pada struktur orofasial akibat pertambahan usia mempunyai peranan yang penting dalam perawatan pasien lansia. Beberapa perubahan ini membuat prosedur klinis tertentu menjadi lebih sulit dan akan mempengaruhi prognosisnya, terutama berlaku pada perawatan prostodonsia. Beberapa perubahan jaringan rongga mulut yang diakibatkan oleh penuaan diantaranya:27,28

a. Perubahan tulang rahang dan tulang alveolar

Pada lansia terutama wanita makin banyak proporsi tulang kortikal yang dipenuhi oleh pusat resorpsi, terutama dekat permukaan endosteum. Faktor tambahan pada kerusakan tulang karena usia, hal ini disebabkan ketidakseimbangan antara resorpsi dan penggantian tulang pada sistem Haversian. Penuaan juga mempengaruhi struktur internal tulang yaitu terjadi penurunan ketebalan kortikal yang lebih besar pada wanita daripada pria. Selain itu tulang biasanya lebih rapuh dengan


(25)

meningkatnya jumlah fraktur mikro dari trabekula yang tipis yang sembuh dengan lambat karena remodeling yang melemah. Juga ada peningkatan porositas tulang yang terutama diakibatkan oleh meningkatnya ruangan vascular.28

Tulang alveolar juga mengalami perubahan berupa hilangnya mineral tulang secara umum oleh karena usia melalui resorpsi matriks tulang. Proses ini dapat dipercepat oleh tanggalnya gigi, penyakit periodontal, protesa yang tidak adekuat, dan karena menderita penyakit sistemik. Penurunan yang hebat dari tinggi alveolar seringkali merupakan akibat pemakaian gigitiruan lengkap dalam jangka waktu yang panjang. Di duga bahwa resorpsi alveolar merupakan akibat yang tidak bisa dihindari dari pemakaian gigitiruan. Pemakaian gigitiruan mempunyai potensi untuk membebani dan merusak tulang alveolar di bawahnya.28

Resorbsi yang berlebihan dari tulang alveolar mandibula menyebabkan foramen mentale mendekati puncak linggir alveolar. Puncak tulang alveolar yang mengalami resorbsi berbentuk konkaf atau datar dengan akhir seperti ujung pisau. Resorbsi berlebihan pada puncak tulang alveolar mengakibatkan bentuk linggir yang datar akibat hilangnya lapisan kortikalis tulang.29

Secara umum bentuk tulang alveolar ada tiga macam, yaitu bentuk “U” bila permukaan labial atau bukal sejajar dengan permukaan lingual atau palatal, bentuk “V” bila puncak tulang sempit dan tajam seperti pisau dan bentuk “bulbous” bila melebar pada puncak dan berleher sehingga dapat menimbulkan gerong.30,31

Resorbsi linggir alveolar sudah banyak dikemukakan dalam teori-teori dan hasil penelitian. Penelitian Kalk dan Baat (dalam Felton, 2011) juga menyatakan ada

Gambar 1. Bentuk tulang alveolar “U” (kiri), bentuk tulang alveolar “V” (tengah) dan bentuk tulang alveolar “bulbous” (kanan).30,31


(26)

hubungan langsung antara lamanya kehilangan gigi dengan resorbsi tulang.18 Menurut Atwood (dalam Linda, 2009) kecepatan resorbsi tulang alveolar bervariasi antar individu. Resorbsi paling besar terjadi pada enam bulan pertama sesudah pencabutan gigi anterior atas dan bawah. Pada rahang atas, sesudah 3 tahun, resorbsi sangat kecil dibandingkan rahang bawah.29

b. Perubahan pada sendi temporomandibula (TMJ)

Penelitian tentang otot-otot penutupan mulut menunjukan perpanjangan fase kontraksi sejalan dengan usia, menunjukan perubahan umum dari otot atau hilangnya serabut otot untuk pergerakan mandibula berkaitan dengan pertambahan usia. Hal ini dapat menyebabkan munculnya gangguan TMJ yang biasanya ditandai dengan adanya suara kliking saat membuka rahang, rasa nyeri pada saat membuka mulut, adanya rasa tidak nyaman ketika mengunyah, kepala terasa sakit dan adanya pergeseran deviasi pembukaan mulut.32 Disamping itu adanya reduksi lebih lanjut pada ketebalan otot rahang yang lebih banyak ditemukan pada orang yang tidak bergigi dibandingkan dengan yang masih bergigi, juga membuktikan bahwa tingkat tekanan kunyah berkurang pada pasien yang gigi geligi aslinya sudah diganti dengan gigitiruan.28

c. Perubahan kelenjar saliva dan aliran saliva

Kelenjar saliva berfungsi memproduksi saliva untuk mempertahankan kesehatan mulut. Pertambahan usia menyebabkan perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva.29,31 Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan tersebut merupakan suatu keadaaan normal pada proses penuaan manusia. Lansia mengeluarkan jumlah saliva yang lebih sedikit pada keadaan istirahat, saat berbicara, maupun saat makan. Keluhan berupa xerostomia atau mulut kering sering ditemukan pada orang tua daripada orang muda yang disebabkan oleh perubahan karena usia pada kelenjar itu sendiri. Berdasarkan penelitian terjadinya degenerasi epitel saliva, atrofi, hilangnya asini dan fibrosis terjadi dengan frekuensi dan keparahan yang meningkat dengan meningkatnya usia. Secara umum dapat dikatakan bahwa saliva nonstimulasi (istirahat) secara keseluruhan berkurang volumenya pada usia tua.


(27)

Xerostomia juga dapat disebabkan oleh pemakaian obat-obatan oleh pasien, biasanya untuk mengatasi keluhan pencernaan, depresi, atau insomnia.27,28

Pengurangan aliran saliva ini juga akan mengganggu retensi jika dibuatkan gigitiruan, karena mengurangi ikatan adhesi saliva diantara dasar gigitiruan dan jaringan lunak dan menyebabkan iritasi mukosa. Keadaan ini menyebabkan kemampuan pemakaian gigitiruan berkurang sehingga kemampuan mengunyah berkurang, kecekatan gigitiruan berkurang, kepekaan pasien terhadap gesekan-gesekan dari gigitiruan bertambah.29,31

d. Perubahan mukosa mulut

Pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya kapiler dan suplai darah, penebalan serabut kolagen pada lamina propia.28,29 Berkurangnya ketebalan mukosa bervariasi, hal ini juga akan menyebabkan berkurangnya kemampuan mukosa dalam menerima tekanan. Secara umum mukosa memiliki kompresibilitas normal sebesar 2 mm.31 Akibat dari klinis mukosa mulut tersebut terlihat kondisi yang lebih pucat, tipis kering, dengan proses penyembuhan yang melambat.30 Hal ini menyebabkan mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi mekanis, kemis dan bakteri. Atropi umum dapat dikaitkan dengan menurunnya output estrogen karena menopause.28

Mukosa yang sehat memiliki warna merah muda, namun adanya warna kemerahan yang mencolok pada mukosa menandakan terjadinya suatu inflamasi. Hal ini bisa saja disebabkan oleh merokok, adanya infeksi atau penyakit sistemik dan bisa juga disebabkan oleh karena rasa sakit dari pemakaian gigitiruan pada lansia.Radang mukosa dapat dikaitkan dengan kekurangan vit. B12, riboflavin dan zat besi pada diet pasien lanjut usia. Kekurangan vit. C dapat menyebabkan lambatnya penyembuhan luka, kerapuhan kapiler dan perdarahan serta pembengkakan pada gingiva.29

Perubahan mukosa akibat proses penuaan pada penggunaan gigitiruan digambarkan sebagai batas patologis tetapi tanpa peradangan klinis yang nyata, penurunan ketebalan mukosa biasa terjadi pada mukosa pendukung gigitiruan.32 Wanita pemakai gigitiruan mempunyai mukosa yang lebih tipis daripada pria


(28)

pemakai gigitiruan dan menunjukkan predisposisi yang lebih besar terhadap kerusakan mukosa.27,28

e. Perubahan lidah pengecapan

Adanya atrofi lidah pada lansia menyebabkan lidah menjadi halus karena kehilangan papila, mengkilat atau merah dan meradang. Bermacam-macam gejala dapat terjadi pada mukosa lidah dengan keluhan-keluhan nyeri, panas atau sensasi rasa yang berkurang. Sensasi ini biasanya pada orang usia lanjut dan pada wanita pasca menopause. Besarnya lidah mungkin tidak kaitannya dengan usia, tetapi hilangnya gigi dapat menyebabkan lidah melebar karena perkembangan yang berlebihan dari bagian otot intrinsik lidah. Munculnya kebiasaan mendorong lidah yang berkaitan dengan ketegangan saraf dan dengan upaya pengendalian gigitiruan juga menyebabkan nyeri pada lidah.27,28

2.3 Kehilangan Gigi Keseluruhan

Kehilangan seluruh gigi (edentulus) merupakan masalah yang paling umum dialami oleh lansia. Edentulus berdampak pada struktur orofasial, seperti jaringan tulang, sistim persyarafan, reseptor dan otot-otot. Edentulus juga memberi dampak negatif pada mastikasi, estetik dan oral health related quality of life (OHRQoL). Jumlah kehilangan gigi yang banyak akan menyebabkan penurunan kemampuan pengunyahan dan pemilihan jenis makanan tertentu. Keadaan edentulus mempengaruhi penurunan berat badan karena masalah pengunyahan, lebih lanjut menyebabkan gangguan psikologis dan sosial karena gangguan estetik dan bicara.18,27

2.4 Gigitiruan Penuh

Gigitiruan Penuh (GTP) merupakan gigitiruan yang menggantikan kehilangan seluruh gigi pada rahang atas dan rahan bawah (edentulus) serta jaringan pendukung atau mukosa serta memperbaiki sistem stomatogonasi.31 Pada keadaan lansia yang edentulous, GTP menjadi suatu kebutuhan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan fungsi mastikasi, estetik, sosial dan psikologis.8


(29)

2.4.1 Indikasi Pemakaian Gigitiruan Penuh Beberapa indikasi pemakaian GTP di antaranya: 33,34 a. Pasien dengan kehilangan seluruh gigi

b. Pasien yang masih memiliki beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi yang tidak mungkin diperbaiki dan apabila dibuatkan gigitiruan sebagian lepasan, gigi yang masih ada akan mengganggu keberhasilannya.

c. Keadaan umum dan kondisi rongga mulut pasien sehat.

d. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosis yang akan diperoleh. 2.4.2 Fungsi Gigitiruan Penuh

Beberapa fungsi dari GTP adalah : 27,33,34 a. Memperbaiki fungsi pengunyahan

Gigitiruan penuh harus memiliki keseimbangan oklusi yang tepat untuk memperoleh stabilitas GTP yang optimum pada saat menerima beban pengunyahan.

b. Memperbaiki fungsi estetis

Anasir pada GTP dapat memperbaiki vertikal dimensi, memberi dukungan pada bibir dan pipi, serta mengembalikan kontur wajah yang hilang.

c. Memperbaiki fungsi bicara

Gigitiruan penuh dapat mengembalikan pengucapan huruf-huruf yang dihasilkan melalui bantuan gigi, bibir dan lidah seperti: bilabial (b, p, m) didukung oleh bibir atas dan bawah, labiodental (f, v) didukung oleh gigi insisivus atas dan bibir bawah, linguoalveolar (t, d, s, z, v, j, l) didukung oleh lidah dan bagian anterior palatum dan linguodental (th, ch,sh) didukung oleh lidah diantara gigi anterior atas dan bawah.


(30)

2.4.3 Masalah Dalam Membuat Gigitiruan Penuh dan Dihubungkan Dengan Kualitas Hidup

Ada beberapa masalah dalam membuat gigitiruan penuh yang terkait dengan kualitas hidup, diantaranya:11,34

a. Masalah dalam menstabilkan gigitiruan di dalam rongga mulut, keadaan rongga mulut yang edentulous harus mampu menerima beban yang diberikan oleh gigitiruan.

b. Masalah dalam memberikan dukungan bagi gigitiruan, satu-satunya jaringan yang tersedia untuk mendukung GTP adalah mukosa alveolar, bersama dengan sisa tulang alveolar, dan tulang basal yang mendasarinya. Untuk rahang atas, dukungan tambahan bisa diperoleh dari palatum.

c. Masalah dalam stabilisasi hubungan rahang, dalam mulut edentulus ditemukan hubungan rahang maksila dan mandibula tidak tepat atau vertikal dimensi yang sudah berkurang, hubungan yang tidak cocok dapat menyebabkan masalah yang terkait dengan sendi temporomandibular dan otot pengunyahan, atau merata menekankan gigitiruan tersebut yang menyebabkan rasa sakit dan ketidakstabilan. d. Masalah artikulasi, hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan pada sendi

temporomandibular dan rasa sakit akibat besarnya kekuatan yang yang diterapkan oleh gigitiruan.

e. Masalah pasien, kesulitan lain mungkin timbul yang tidak terkait langsung dengan masalah anatomi tetapi dengan kepribadian pasien, kontrol neuro-otot, atau kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru.

Pemakaian GTP umumnya digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup. Penelitian Zainab dkk (2008) mengatakan pemakaian GTP dapat mengurangi gangguan pada dimensi keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik dan ketidakmampuan fisik.46 Penelitian Hussain (2010) mengenai kualitas hidup menyimpulkan bahwa pemakaian GTP sangat penting untuk memperoleh kualitas hidup yang baik pada dimensi rasa sakit fisik dan ketidakmampuan fisik serta secara langsung memiliki dampak positif pada aktivitas sosial, mental dan psikologis.22


(31)

2.5 Kualitas Hidup

Istilah "kualitas hidup" digunakan secara luas dalam berbagai konteks yang berhubungan dengan dampak penyakit dan kesehatan serta pengalaman pribadi. Kualitas hidup lansia secara optimum dapat dicapai tidak hanya dengan memperhatikan kesehatan umum, tetapi juga mempertimbangkan kesehatan mulut. Menurut kebijakan dari program WHO kesehatan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan umum dan termasuk kedalam salah satu faktor penentu kualitas hidup. Demikian pula dokter gigi telah menggunakan istilah "kualitas hidup terkait kesehatan" untuk menggambarkan dampak kesehatan mulut pada pengalaman pribadi pasien.35

2.5.1 Pengertian Kualitas Hidup

Menurut Campbell (1976) kualitas hidup merupakan perasaan subjektif seseorang mengenai kesejahteraan dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat ini secara keseluruhan.36 Felce dan Perry (1995) juga menyebutkan tiga komponen dalam pengukuran kualitas hidup yakni komponen objektif, komponen subjektif, dan komponen kepentingan. Komponen objektif berkaitan dengan data atau observasi objektif pada berbagai aspek kehidupan, komponen subjektif merupakan kepuasan individu terhadap berbagai aspek kehidupannya dan komponen kepentingan merupakan bobot kepentingan dari berbagai aspek kehidupan terhadap masing-masing individu. Dari komponen subjektif dan komponen kepentingan kualitas hidup saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan perubahan komponen objektif yang berupa perubahan kondisi objektif dari berbagai aspek kehidupan dapat mempengaruhi perubahan pada komponen subjektf maupun komponen kepentingan dari kualitas hidup.37,38

Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa kualitas hidup adalah kepuasan subjektif individu mengenai kondisi kehidupannya saat ini pada beberapa aspek kehidupan yang penting baginya.38


(32)

Berbagai penelitian mengenai kualitas hidup menemukan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Faktor-faktor-faktor yang didapatkan oleh para peneliti ini tidak selalu sama antara satu dengan yang lain. Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, diantaranya:39

a. Jenis kelamin (gender)

Singh dkk (2012) melaporkan laki-laki yang memakai GTP memiliki kualitas kepuasan lebih baik dari perempuan dalam hal pengunyahan, penampilan, pidato dan kesehatan sehingga merasa kualitas hidupnya juga lebih meningkat.40 Chavers dkk (2002) dalam Adam (2006) juga melaporkan bahwa perempuan yang memakai GTP memiliki kualitas hidup yang rendah, hal ini dapat dilihat dari skor OHIP yang tinggi pada keterbatasan fungsi jika dibandingkan dengan laki-laki.6

b. Usia

Adam (2006) melaporkan bahwa pasien GTP dibawah 60 tahun memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang berumur diatas 60 tahun yang memiliki gangguan pada fungsional dan psikologis.6 Penelitian Hussain juga mengatakan ada hubungan signifikan antara usia dengan kualitas hidup dalam domain ketidaknyamanan psikososial, ketidaknyamanan fisik dan keterbatasan fungsi.22 Hasil penelitian Amjad dkk (2009) juga didapat lansia dengan usia 60 tahun memiliki gangguan kualitas hidup, karena adanya rasa sakit dan gangguan ketika makan atau bicara ketika memakai GTP.41

c. Pendidikan

Chavers dkk (2002) juga mengatakan orang yang tidak lulus sekolah tinggi kualitas hidupnya lebih rendah karena sering merasa sakit saat memakai gigitiruan dibandingkan dengan yang lulus sekolah tinggi.6 Singh dalam penelitiannya mengatakan bahwa pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kualitas hidup dan tingkat kepuasan yang lebih baik terhadap gigitiruannya dibandingkan pasien dengan tingkat pendidikan rendah karena pasien dengan tingkat pendidikan tinggi lebih mengerti instruksi perawatan dan batas pemakaian GTP sehari-hari.40


(33)

Penelitian yang dilakukan Adam (2006) juga didapati kualitas hidup pensiunan meningkat dari semua domain OHRQoL kecuali pada keterbatasan sosial dan handicap. Sedangkan kualitas hidup rendah terjadi pada pengangguran terutama pada domain keterbatasan fungsional dan rasa sakit fisik.6

e. Status perkawinan

Singh dkk (2012) melaporkan pemakai GTP pada kelompok yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih baik dan merasa puas terhadap gigitiruan mereka, sedangkan kelompok janda/ duda memiliki kualitas hidup yang rendah, hal ini disebabkan karena psikologis yang murung sehingga mereka juga merasa tidak puas terhadap perawatan gigitiruan yang dilakukan.40 Penelitian Emami dkk (2009) didapatkan pasien yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkann janda/ duda.42

f. Penghasilan

Adam (2006) melaporkan pada pemakai GTP yang memiliki penghasilan tinggi memiliki kualitas hidup yang lebih baik, sedangkan kualitas hidup terendah didapati keterbatasan sosial dan handicap pada pemakai GTP yang tidak mempunyai penghasilan sama sekali.6 Singh juga mengatakan bahwa pasien dengan penghasilan tinggi memiliki tingkat kepuasan yang lebih baik dibandingkan pasien yang memiliki penghasilan rendah terkait dengan motivasi perawatan, hal ini juga akan mempengaruhi kualitas hidup pasien tersebut.40

g. Hubungan dengan orang lain

Beberapa peneliti mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik secara fisik maupun emosional.39

2.5.3 Pengukuran Kualitas Hidup

Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan, beberapa diantaranya adalah:6,43


(34)

Instrumen SIDD dikenalkan oleh Cushing, dkk pada tahun 1986. Instrumen ini berfokus pada lima kategori dampak sosial dari penyakit mulut. Kategori ini meliputi fungsi makan, fungsi interaksi sosial, kenyamanan, kesejahteraan dan estetika. Setiap kategori terdiri dari 2-6 item dan sebuah nilai positif dari satu item maka akan dicetak sebagai positif bagi seluruh kategori.6,43

b. Geriatric Oral Health Assessment Index (GOHAI)

Instrumen ini pertama kali dikenalkan oleh Atchison dan Dolan pada tahun 1990. Instrumen ini terdiri dari 12 item untuk mengevaluasi status fungsi, rasa sakit, ketidaknyamanan, rasa khawatir, ketidakmampuan mengunyah dan menelan serta fungsi sosial. GOHAI memiliki validitas dan reabilitas dan sangat berkorelasi dengan status kesehatan gigi dan jumlah gigi. Korelasi juga sangat lemah terhadap mobilitas gigi, karies akar, karies koronal dan sejumlah kondisi patologis lainnya.6,43

c. Dental Impact Profile (DIP)

Instrument ini dikenalkan oleh Strauss dan Hunt pada tahun 1993. DIP terdiri dari 25 item dengan 4 subskala untuk menilai efek dari gigi atau rongga mulut saat makan, kesehatan dan kesejahteraan serta hubungan sosial. Instrument ini sangat sederhana dan mudah digunakan untuk mengetahui bagaimana gigi alami dan gigi tiruan memiliki korelasi positif atau negatif terhadap sosial, psikologis dan fungsi biologis dari kualitas hidup.6,43

d. Oral Impact on Daily Performance (OIDP)

Instrumen ini dikenalkan oleh Adulyanon dan Sheiham pada tahun 1997. Instrument ini terdiri dari 8 item yang meliputi fisik, psikologi dan sosial (makan dan menikmati makanan, berbicara dan mengucapkan kata-kata, tertawa, senyum, peranan sosial, dan sosialisasi dengan orang lain. Penilaian skor OIDP dilakukan dengan menjumlahkan total skor yang didapatkan. Instrument OIDP sangat mudah diterapkan pada suatu populasi yang besar dalam waktu yang singkat.6,43

e. Oral Health Impact Profile (OHIP)

Instrumen Oral Health Impact Profile (OHIP) merupakan socio dental indicators yang menggunakan indeks yang telah diberi bobot untuk mengukur dampak sosial dari kelainan rongga gigi dan mulut. Indeks ini memuat 7 skala


(35)

penting, yaitu : keterbatasan fungsi, nyeri fisik, ketidaknyamanan psikososial, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial dan handicap (ketidakmampuan bekerja).6,21 Tujuan dari OHIP adalah untuk memberikan ukuran dampak gangguan kesehatan mulut terhadap kehidupan sosial dan menggambarkan kaitan gangguan kesehatan mulut terhadap kehidupan sosial secara teoritis. Masalah kesehatan mulut yang dapat menyebabkan rasa sakit akan berdampak pada kesejahteraan individu, sehingga secara signifikan mengurangi kualitas hidup dan meningkatkan beban masyarakat.21

OHIP yang dikembangkan oleh Slade GD dan Spencer AJ pada tahun 1994, terdiri dari 49 butir pertanyaan yang berhubungan dengan tujuh dimensi, dimana tujuh dimensi tersebut merupakan dampak akibat kelainan gigi dan mulut yang nantinya akan mempengaruhi kualitas hidup. Tahun 1997, Slade GD menyederhanakan OHIP yang terdiri dari 49 butir pertanyaan (OHIP-49) menjadi OHIP dengan 14 butir pertanyaan (OHIP-14). OHIP-14 terdiri 14-item kuesioner

Gambar 2. Bagan mekanisme suatu gangguan mulut yang dapat menyebabkan Keterbatasan (Impairment), Ketidakmampuan (Disability) dan Handicap. (Lokers, 1988).21


(36)

yang dirancang untuk mengukur fungsional keterbatasan, ketidaknyamanan dan cacat dikaitkan dengan kondisi mulut, hal ini berasal dari versi asli dari 49-item didasarkan pada model teoritis yang dikembangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan disesuaikan untuk kesehatan mulut dengan Locker Dalam model ini konsekuensi penyakit mulut secara hirarki terhubung dari tingkat biologis (penurunan) ke level perilaku (batasan fungsional, ketidaknyamanan dan cacat) dan terakhir ke tingkat sosial (cacat). Penelitian ini dilakukan di Australia Selatan dan menggunakan 1217 sampel.6,21

OHIP-14 ini juga berhubungan dengan tujuh dimensi (keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial, dan handicap) dimana setiap dimensi terdiri dari dua pertanyaan, dan munggunakan lima skala likert yaitu : 0 = tidak pernah, 1 = sangat jarang, 2 = kadang-kadang, 3 = sering dan 4 = sangat sering. Total skor yang tinggi menunjukkan kualitas hidup yang rendah begitu pula sebaliknya.7,21 Tiap dimensi juga terdiri dari dua pertanyaan. Versi yang dipersingkat memiliki tingkat kepercayaan (reliabilitas) dan validitas yang sama dengan versi aslinya dan merupakan alat yang tepat untuk analisis statistika yang berhubungan dengan efek kesehatan mulut terhadap kualitas hidup seseorang. Keuntungan dari OHIP ini adalah pertanyaan yang menyeluruh; ketujuh dimensi yang berbeda dapat mencakup dan menunjukkan dengan tepat keseluruhan lingkup yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang.7

Instrumen ini mendeteksi dampak fungsional dan sosial atau emosional pada kualitas hidup pasien dengan atau tanpa GTP.7,21 Kualitas kesehatan oral yang berhubungan dengan indikator hidup semakin digunakan untuk mengukur dampak dari kondisi lisan pada kualitas hidup untuk melengkapi data klinis dalam studi cross-sectional dan longitudinal. Ariani dkk dalam Kusdhany (2011) juga menganjurkan OHIP-14 digunakan pada populasi lansia di Indonesia.35


(37)

(38)

2.6 Landasan Teori

Pengukuran Faktor yang

mempengaruhi

Usia Jenis

kelamin

Status perkawinan

Penghasilan Pekerjaan

Pendidikan Hubungan

dengan orang lain

SIDD GOHAI D IP OIDP OHIP

Lansia

Pralansia ( 45-59 tahun)

lansia ( >60 tahun)

Lansia resiko tinggi ( > 70 tahun/ 60-70 tahun dengan masalah kesehatan)

Lansia potensial

Kehilangan gigi keseluruhan Lansia tidak potensial

Psikologis ↙

Mastikasi ↙ Bicara ↙ Estetik ↙ sosial↙

GTP Indikasi

Fungsi Masalah yang mungkin timbul Kualitas hidup

Perubahan jaringan mulut


(39)

2.7 Kerangka Konsep

Kondisi klinis rongga mulut Lansia

Pemakai GTP

Sosiodemografi

Jenis kelamin Tingkat pendidikan Status perkawinan

Tulang alveolar Saliva Mukosa


(40)

(41)

2.8 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara kualitas hidup dengan lansia pemakai GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan faktor sosiodemografi.

2. Ada hubungan antara kualitas hidup dengan lansia pemakai GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan kondisi klinis rongga mulut.


(42)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional melalui metoda pemeriksaan dan wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner.

3.2 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah golongan lansia edentulus yang pernah membuat GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU pada tahun 2013.

3.3 Sampel Penelitian

Cara sampling yang digunakan adalah teknik penarikan sampel non probability secara purposive sampling, yaitu dengan mengadakan studi pendahuluan untuk mengidentifikasi karakteristik populasi dan kemudian menetapkan sampel. Sesuai angka minimum yang ditetapkan Bailey dan Gay untuk penelitian yang menggunakan analisis data statistik, sampel minimum yang digunakan adalah 30.44 Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 33 orang.

3.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah: 1. Lansia yang berusia di atas 60 tahun.

2. Lansia yang pernah membuat GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU pada tahun 2013.

3. Lansia yang bersedia di wawancarai dan menandatangani informed consent. 4. Lansia yang telah memakai GTP minimal 1 bulan.


(43)

3.3.2 Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi untuk penelitian ini adalah:

1. Lansia yang memiliki penyakit sistemik, seperti diabetes melitus, penyakit jantung, hipertensi, alergi dan sebagainya.

2. Lansia yang mengkonsumsi obat-obatan tertentu. 3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas

Lansia yang pernah membuat GTP di klinik prostodonsia RSGMP FKG USU pada tahun 2013 berdasarkan:

 Faktor sosiodemografi yang terdiri dari jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status perkawinan.

 Kondisi klinis rongga mulut yang terdiri dari bentuk tulang alveolar, ketebalan mukosa mulut dan xerostomia

3.4.2 Variabel Terikat

Kualitas hidup berdasarkan OHIP 3.4.3 Variabel Terkendali  Usia lansia

 Kesehatan umum

 Peneliti dan alat ukur yang sama

 Gigitiruan penuh

3.4.4 Variabel Tidak Terkendali


(44)

3.5Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi operasional variabel bebas

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran

Hasil Pengukuran

Skala Pengukuran 1. Faktor

sosiodemografi 1.1 Jenis kelamin

1.2 Tingkat pendidikan 1.3 Status perkawinan Laki-laki atau perempuan. Keadaan yang menggambarkan status pendidikan pesien yaitu tidak sekolah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMU atau tamat Perguruan Tinggi, Keadaan mengenai pasangan hidup pasien yaitu berpasangan atau tidak berpasangan Kuesioner - - - - - -

2. Kondisi klinis rongga mulut

2.1 Bentuk Tulang alveolar

2.2 Ketebalan Mukosa mulut

2.3 Xerostomia

Bentuk dari tulang alveolar yang terdiri dari bentuk “V”, bentuk “U” dan bentuk “Bulbous” pada rahang bawah

Tebal tipisnya mukosa linggir alveolar rahang bawah

Keadaan mulut kering yang dapat dilihat melalui pemeriksaan saliva.

Pemeriksaan

-

Tipis < 2 mm Normal = 2mm Tebal > 2mm

-

-

-


(45)

Tabel 2. Definisi operasional variabel terikat

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran

Hasil Pengukuran

Skala Pengukuran 1. Kualitas Hidup Persepsi individu

terhadap 7 dimensi kehidupan

(keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial, dan handicap) yang mempengaruhi kesejahteraan

Kuesioner 0= tidak pernah 1= sangat jarang 2= kadang-kadang 3= sering 4= sangat sering Kategorik

Tabel 3. Definisi operasional variabel terkendali

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran

Hasil Pengukuran

Skala Pengukuran

1. Usia 60 tahun ke atas - - -

2. Keadaan sistemik

Keadaan mengenai kesehatan pasien

- - -

3. Peneliti dan alat ukur yang sama

Melakukan kalibrasi terhadap peneliti dan alat yang digunakan dalam penelitian

- - -

4. Gigitiruan penuh Gigitiruan yang dibuat mahasiswa

kepaniteraan klinik prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013

- - -

Tabel 4. Definisi operasional variabel tidak terkendali

No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran

Hasil Pengukuran

Skala Pengukuran 1. Kejujuran dan

keakuratan responden Jawaban yang diberikan responden dalam menjawab kuesioner harus sesuai dengan keadaan yang di alami responden


(46)

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di rumah subjek penelitian sesuai alamat yang tertera pada rekam medik dimulai pada bulan Februari – Maret 2014.

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian

3.7.1.1 Alat Penelitian 1. Alat tulis

2. Alat pengolah data yaitu komputer dan kalkulator 3. Kaca mulut, pinset dan sonde

4. Burnisher

3.7.1.2 Bahan Penelitian • Lembar kuesioner

• Lembar pemeriksaan

3.7.2 Informed Consent

Seluruh sampel penelitian yang memenuhi kriteria akan diberikan lembar penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan. Bagi subjek penelitian yang bersedia, wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan subjek penelitian (informed consent).

3.7.3 Cara Penelitian

1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat izin penelitian dari FKG USU dan surat penelitian dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan.


(47)

2. Setelah surat izin penelitian diperoleh, peneliti mengambil data sekunder subjek penelitian dari Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU. Data sekunder subjek penelitian diambil sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi.

3. Peneliti memulai penelitian dengan mengunjungi rumah responden berdasarkan alamat pada rekam medik untuk melakukan pemeriksaan dan wawancara langsung menggunakan kuesioner.

4. Sebelum wawancara peneliti menjelaskan kepada responden mengenai penelitian yang akan dilakukan, kemudian responden diberikan lembar Informed Consent yaitu surat persetujuan setelah memperoleh penjelasan.

5. Peneliti mencatat identitas responden dan memberikan penjelasan mengenai kuesioner. Kuesioner OHIP-14 terdiri dari 14 pertanyaan mengenai keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikologis, ketidakmampuan sosial dan hambatan (handicap). 6. Peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah

disediakan untuk memperoleh data yang diperlukan yang berhubungan dengan kualitas hidup responden berdasarkan faktor sosiodemografi dan kondisi klinis rongga mulut.

7. Setelah selesai wawancara peneliti melakukan pemeriksaan terhadap rongga mulut responden. Responden diposisikan duduk tegak, lalu responden disuruh membuka mulutnya untuk melihat keadaan klinis rongga mulut.

8. Untuk pemeriksaan tulang alveolar dilakukan secara visual dengan melihat bentuk tulang alveolar rahang atas atau rahang bawah pada regio posterior. Untuk pemeriksaan mukosa dilakukan dengan cara menekan mukosa diatas linggir alveolar regio posterior dengan burnisher lalu diukur ketebalannya. Untuk pemeriksaan mulut kering dilakukan dengan cara menempelkan kaca mulut pada mukosa bukal responden lalu dilihat apakah kaca mulut tersebut lengket atau tidak pada mukosa mulutnya.45

9. Untuk total skor OHIP-14 diperoleh dari hasil kali nilai skala terbesar dengan jumlah pertanyaan OHIP (4x14), sehingga diperoleh total skor OHIP keseluruhan yaitu 56.


(48)

10. Informasi yang diperoleh dari kuesioner responden dikategorikan, atas kualitas hidup baik, sedang dan buruk. Skor < 50% ( < 28) dari jumlah skor OHIP-14 yaitu 56 (100%) dikategorikan sebagai kualitas hidup baik, skor diantara 50%-75% (28-42) dikategorikan sebagai kualitas hidup sedang dan skor > 75% (> (28-42) dikategorikan sebagai kualitas hidup buruk.

11. Pengolahan data, data yang diperoleh diedit dan ditabulasi dengan menggunakan kartu koding (coding card). Kemudian data dimasukan kedalam program komputer untuk di analisis dengan uji statistik. Data yang telah dianalisa disajikan dalam bentuk tabel untuk melihat kualitas hidup lansia berdasarkan faktorsosiodemografi dan kondisi klinis rongga mulut.

3.8 Analisis Data

Data kualitas hidup lansia pemakai GTP yang diperoleh dari kuesioner disajikan dengan menghitung persentase distribusi, kemudian dilakukan uji signifikan dengan Chi-Square. Berdasarkan hasil uji Chi-Square dapat ditentukan variabel yang


(49)

3.9 Kerangka Operasional .

Mengurus surat izin penelitian dari FKG USU dan Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Penjelasan kuesioner pada responden dan pemberian lembar Informed Consent

Wawancara dan pengisian kuesioner

Pengolahan data

Analisis data

Kesimpulan

Pengambilan data sekunder di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU

Menentukan subjek penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi

Mendatangi subjek penelitian ke rumah masing-masing


(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini, lansia pemakai GTP dikelompokkan menjadi tiga karakteristik, yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status pernikahan. Berdasarkan jenis kelamin, lansia pemakai GTP terdiri atas 15 orang laki-laki (45,5%) dan 18 orang perempuan (54,5%). Berdasarkan tingkat pendidikan, lansia pemakai GTP dibagi menjadi lima kelompok yaitu kelompok yang tidak sekolah terdiri atas 4 orang (12,1%), kelompok sekolah dasar (SD) sebanyak 17 orang (51,5%), kelompok sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 6 orang (18,2%), kelompok sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 5 orang (15,2%) dan kelompok perguruan tinggi terdiri dari 1 orang (3,0%). Berdasarkan status perkawinan, lansia pemakai GTP dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok lansia yang berpasangan terdiri dari 8 orang (24,2%) dan kelompok lansia yang tidak berpasangan sebanyak 25 orang (75,8%). (Tabel 5)

No. Variabel n %

1. Jenis kelamin

Laki-laki 15 45,5

Perempuan 18 54,5

JUMLAH 33 100

2. Tingkat pendidikan

Tidak sekolah 4 12,1

SD 17 51,5

SMP 6 18,2

SMA 5 15,2

Perguruan Tinggi 1 3,0

JUMLAH 33 100

3. Status perkawinan

Berpasangan 8 24,2

Tidak berpasangan 25 75,8

Tabel 5. Persentase distribusi karakteristik lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013


(51)

JUMLAH 33 100

4.2 Aspek Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013 Berdasarkan OHIP

Aspek kualitas hidup pada lansia pemakai GTP dibagi menjadi empat belas pertanyaan, yaitu kesulitan mengunyah, bau nafas, sakit pada rahang, rasa tidak nyaman mengunyah, khawatir dengan keadaan rongga mulut, tidak nyaman dengan penampilan, menghindari makanan tertentu, menghindari tersenyum, merasa gelisah, gangguan konsentrasi, menghindari keluar rumah, mudah tersinggung, kesehatan yang buruk dan gangguan kepercayaan diri.

Pada pertanyaan kesulitan mengunyah didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 3 orang (9,1%), yang menjawab sangat jarang tidak ada (0%), yang menjawab kadang-kadang sebanyak 4 orang (12,1%), sering sebanyak 15 orang (45,5%) dan sangat sering sebanyak 11 orang (33,3%). Untuk pertanyaan bau nafas didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 4 orang (12,1%), sangat jarang sebanyak 2 orang (6,1%), kadang-kadang sebanyak 5 orang (15,2%), sering sebanyak 9 orang (27,3%) dan yang menjawab sangat sering sebanyak 13 orang (39,4%).

Pada pertanyaan sakit pada rahang didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 4 orang (12,1%), sangat jarang sebanyak 2 orang (6,1%), kadang-kadang sebanyak 2 orang (6,1%), sering sebanyak 6 orang (18,2%) dan sangat sering sebanyak 19 orang (57,6%). Untuk pertanyaan rasa tidak nyaman mengunyah dapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 3 orang (9,1%), sangat jarang 1 orang (3,0%), kadang-kadang sebanyak 6 orang (18,2%), sering sebanyak 9 orang (27,3%) dan sangat sering sebanyak 14 orang (42,4%).

Pada pertanyaan khawatir dengan keadaan rongga mulut didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 3 orang (9,1%), sangat jarang sebanyak 2 orang (6,1%), kadang-kadang sebanyak 6 orang (18,2%), sering sebanyak 14 orang (42,4%) dan sangat sering sebanyak 8 orang (24,2%). Untuk pertanyaan tidak nyaman dengan penampilan didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 4 orang (12,1), sangat


(52)

jarang sebanyak 3 orang (9,1%), kadang-kadang sebanyak 4 orang (12,1%), sering sebanyak 11 orang (33,3%) dan sangat sering sebanyak 11 orang (33,3%).

Pada pertanyaan menghindari makanan tertentu didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 2 orang (6,1%), yang menjawab sangat jarang tidak ada (0%), kadang-kadang sebanyak 5 orang (15,2%), sering sebanyak 10 orang (30,3%) dan sangat sering sebanyak 16 orang (48,5%). Untuk pertanyaan menghindari tersenyum didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 5 orang (15,2%), sangat jarang sebanyak 2 orang (6,1%), kadang-kadang sebanyak 3 orang (9,1%), sering sebanyak 13 orang (39,4%) dan sangat sering sebanyak 10 orang (30,3%).

Pada pertanyaan merasa gelisah didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 6 orang (18,2%), sangat jarang sebanyak 3 orang (9,1%), kadang-kadang sebanyak 10 orang (30,3%), sering sebanyak 12 orang (36,4%) dan sangat sering sebanyak 2 orang (6,1%). Untuk pertanyaan gangguan konsentrasi didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 9 orang (27,3%), sangat jarang sebanyak 4 orang (12,1%), kadang-kadang sebanyak 6 orang (18,2%), sering sebanyak 9 orang (27,3%) dan sangat sering sebanyak 5 (15,2%).

Pada pertanyaan menghindari keluar rumah didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 4 orang (12,1%), sangat jarang sebanyak 2 orang (6,1%), kadang-kadang sebanyak 9 orang (27,3%), sering sebanyak 9 orang (27,3%) dan yang menjawab sangat sering sebanyak 9 (27,3%). Untuk pertanyaan merasa tersinggung didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 3 orang (9,1%), sangat jarang sebanyak 3 orang (9,1%), kadang-kadang sebanyak 3 orang (9,1%), sering sebanyak 15 orang (45,5%) dan sangat sering 9 orang (27,3%).

Pada pertanyaan kesehatan yang memburuk didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 4 orang (12,1%), sangat jarang sebanyak 1 orang (3,0%), kadang-kadang sebanyak 7 orang (21,2%), sering sebanyak 15 orang (45,5%) dan sangat sering sebanyak 6 orang (18,2%). Untuk pertanyaan gangguan kepercayaan diri didapati yang menjawab tidak pernah sebanyak 5 orang (15,2%), sangat jarang sebanyak 6 orang (18,2%), kadang-kadang sebanyak 12 orang (36,4%) dan sangat


(53)

sering sebanyak 7 orang (21,1%) sedangkan yang menjawab sangat sering sebanyak 3 orang (9,1%). (Tabel 6)


(54)

Tabel 6. Frekuensi distribusi aspek kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan OHIP

Respon Tidak pernah Sangat jarang Kadang-kadang

Sering Sangat

sering Jumlah

n % N % n % n % n %

D1. Keterbatasan Fungsi

1 Sulit mengunyah 3 9,1 0 0 4 12,1 15 45,5 11 33,3 33

2 Bau nafas yang tidak menyenangkan

4 12,1 2 6,1 5 15,2 9 27,3 13 60,6 33

D2. Rasa Sakit Fisik

3 Sakit pada rahang 4 12,1 2 6,1 2 6,1 6 18,2 19 57,6 33

4 Rasa tidak nyaman mengunyah

3 9,1 1 3,1 6 18,2 9 27,3 14 42,4 33

D3. Ketidaknyamanan Psikis 5 Khawatir dengan

keadaan rongga mulut

3 9,1 2 6,1 6 18,2 14 42,4 8 24,2 33

6 Tidak nyaman dengan penampilan

4 12,1 3 9,1 4 12,1 11 33,3 11 33,3 33

D4. Ketidakmampuan Fisik 7 Menghindari makanan

tertentu

2 6,1 0 0 5 15,2 10 30,3 16 48,5 33

8 Menghindari tersenyum 5 15,2 2 6,1 3 9,1 13 39,4 10 30,3 33

D5. Ketidakmampuan Psikis

9 Merasa gelisah 6 18,2 3 9,1 10 30,3 12 36,4 2 6,1 33

10 Gangguan konsentrasi 9 27.3 4 12,1 6 18,2 9 27,3 5 15,2 33

D6. Ketidakmampuan Sosial 11 Menghindari keluar

rumah

4 12,1 2 6,1 9 27,3 9 27,3 9 27,3 33

12 Mudah tersinggung 3 9,1 3 9,1 3 9,1 15 45,5 9 27,5 33

D7. Handicap 13 Kesehatan yang

memburuk

4 12,1 1 3,0 7 21,2 15 45,4 6 18,2 33

14 Gangguan kepercayaan diri


(55)

4.3 Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013 Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Pada penelitian ini kualitas hidup lansia pemakai GTP dikategorikan atas kualitas hidup baik, sedang dan buruk. Skor < 50% ( < 28) dari jumlah skor OHIP-14 yaitu 56 (100%) dikategorikan sebagai kualitas hidup baik, skor diantara 50%-75% (28-42) dikategorikan sebagai kualitas hidup sedang dan skor > 75% (> 42) dikategorikan sebagai kualitas hidup buruk. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh lansia pemakai GTP yang memiliki kualitas hidup baik sebanyak 6 orang. Lansia pemakai GTP yang memiliki kualitas hidup sedang sebanyak 5 orang dan lansia pemakai GTP yang memiliki kualitas hidup buruk sebanyak 22 orang. (Tabel 7).

Tabel 7. Kualitas hidup lansia pemakai GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013

Sampel Skor OHIP-14

Kualitas Hidup

Baik Sedang Buruk

1 45 √

2 43 √

3 43 √

4 45 √

5 43 √

6 38 √

7 3 √

8 30 √

9 11 √

10 13 √

11 7 √

12 46 √

13 6 √

14 1 √

15 43 √

16 29 √

17 44 √

18 38 √

19 46 √


(56)

21 52 √

22 43 √

Sampel Skor OHIP-14

Kualitas Hidup

Baik Sedang Buruk

23 44 √

24 49 √

25 44 √

26 45 √

27 50 √

28 51 √

29 44 √

30 40 √

31 45 √

32 47 √

33 50 √

Berdasarkan jenis kelamin, lansia dengan jenis kelamin laki-laki yang memiliki kualitas hidup yang buruk berjumlah 5 orang (22,7%), sedangkan lansia dengan jenis kelamin perempuan yang memiliki kualitas hidup yang buruk berjumlah 17 orang (77,3%). Berdasarkan tingkat pendidikan, lansia dengan tingkat pendidikan tidak sekolah dan SD paling banyak merasakan kualitas hidup yang buruk yaitu keseluruhan pada tidak sekolah sebanyak 4 orang (18,2%) dan 15 orang (68,2%) pada tingkat pendidikan SD, untuk tingkat pendidikan SMP paling banyak lansia memiliki kualitas hidup yang buruk hanya 2 orang (9,1%) dan tingkat SMA sebanyak 1 orang (4,5%) sedangkan untuk tamatan perguruan tinggi tidak ada yang merasa kualitas hidup yang buruk. Berdasarkan status perkawinan, lansia yang hidup tanpa pasangan merasakan kualitas hidupnya buruk sebanyak 19 orang (86,4%) sedangkan lansia yang hidupnya berpasangan dan memiliki kualitas hidup yang buruk hanya 3 orang (14,6%). (Tabel 8)


(57)

Tabel 8. Kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan faktor sosiodemografi

Faktor Sosiodemografi Kualitas Hidup

Jumlah

Baik Sedang Buruk

n % n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 6 100,0 4 80,0 5 22,7 15

Perempuan 0 0 1 20,0 17 77,3 18

Jumlah 6 100 5 100 22 100 33

Tingkat pendidikan

Tidak sekolah 0 0 0 0 4 18,2 4

SD 1 16,7 1 20,0 15 68,2 17

SMP 1 16,7 3 60,0 2 9,1 6

SMA 3 50,0 1 20,0 1 4,5 5

Tamatan perguruan tinggi 1 16,7 0 0 0 0 1

Jumlah 6 100 5 100 22 100 33

Status perkawinan

Berpasangan 3 50,0 2 40.0 3 13,6 8

Tidak berpasangan 3 50,0 3 60,0 19 86,4 25

Jumlah 6 100 5 100 22 100 33

Uji chi-square pada kelompok jenis kelamin menunjukan ada hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara kelompok lansia pemakai GTP berdasarkan jenis kelamin dengan kualitas hidup. Berdasarkan tingkat pendidikan, uji chi-square juga menunjukan ada hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara kelompok lansia pemakai GTP berdasarkan tingkat pendidikan dengan kualitas hidup. Namun pada kelompok status perkawinan, uji chi-square menunjukan tidak ada hubungan signifikan (p > 0,05) antara kelompok lansia pemakai GTP berdasarkan status perkawinan dengan kualitas hidup. (Tabel 9)


(58)

Tabel 9. Hubungan kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan faktor sosiodemografi

Faktor Sosiodemografi p

Jenis kelamin Laki-laki

0,001* Perempuan

Tingkat pendidikan Tidak sekolah

0,004* SD

SMP SMA

Tamatan perguruan tinggi Status perkawinan Berpasangan

0,123 Tidak berpasangan

* hubungan signifikan

4.4 Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013 Berdasarkan Kondisi Klinis Rongga Mulut Berdasarkan OHIP

Berdasarkan bentuk tulang alveolar, lansia dengan bentuk tulang V paling banyak merasakan kualitas hidup yang buruk yaitu 18 orang (81,8%), bentuk U sebanyak 3 orang (13,6%) dan bentuk bulbous sebanyak 1 orang (4,5%). Berdasarkan ketebalan mukosa mulut, lansia dengan ketebalan mukosa yang tipis paling banyak merasa kualitas hidup yang buruk yaitu 18 orang (81,8%) sedangkan lansia dengan ketebalan normal hanya 4 orang (18,2%) dan tidak ada lansia dengan ketebalan yang tebal. Lansia yang mengalami xerostomia dan memiliki kualitas hidup yang buruk sebanyak 17 orang (77,3%) dan yang tidak mengalami xerostomia dan memiliki kualitas hidup yang buruk hanya 5 orang (22,7%). (Tabel 10)


(59)

Tabel 10. Kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan kondisi klinis rongga mulut

Kondisi Klinis Rongga Mulut

Kualitas hidup

Jumlah

Baik Sedang Buruk

n % n % n %

Bentuk tulang

Bentuk U 2 33,3 4 80,0 3 13,6 9

Bentuk V 3 50,0 1 20,0 18 81,8 22

Bentuk bulbous 1 16,7 0 0 1 4,5 2

Jumlah 6 100 5 100 22 100 33

Ketebalan mukosa mulut

Tipis 2 33,3 3 60,0 18 81,8 23

Normal 4 66,7 2 40,0 4 18,2 10

Tebal 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 6 100 5 100 22 100 33

Xerostomia

Iya 2 33,3 4 70,0 17 77,3 23

Tidak 4 66,7 1 20,0 5 22,7 10

Jumlah 6 100 5 100 22 100 33

Uji chi-square pada bentuk tulang alveolar menunjukan ada hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara kelompok lansia pemakai GTP berdasarkan bentuk tulang alveolar dengan kualitas hidup. Berdasarkan ketebalan mukosa mulut, uji chi-square juga menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan (p > 0,05) antara kelompok lansia pemakai GTP berdasarkan ketebalan mukosa dengan kualitas hidup. Berdasarkan xerostomia, uji chi-square menunjukan tidak ada hubungan signifikan (p > 0,05) antara kelompok lansia pemakai GTP yang mengalami xerostomia dengan kualitas hidup. (Tabel 11)


(60)

Tabel 11. Hubungan kualitas hidup lansia pemakai GTP yang dibuat mahasiswa kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 berdasarkan kondisi klinis rongga mulut

Kondisi Klinis Rongga Mulut p

Bentuk tulang Bentuk U

0,029* Bentuk V

Bentuk bulbous

Ketebalan mukosa mulut Tipis

0,064 Normal

Tebal Xerostomia Iya

0,100 Tidak


(61)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Rancangan Penelitian dan Karakteristik Sampel

Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional yang menggunakan kuesioner kualitas hidup sebagai pengumpul data. Penelitian ini disebut penelitian deskriptif analitik karena penelitian diarahkan untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi dan mencari hubungan antar variabel. Penelitian ini juga dikatakan sebagai pendekatan cross sectional karena observasi dan pengumpulan data dilakukan sekaligus pada satu saat yang artinya setiap objek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan diberikan pertanyaan terkait kualitas hidup untuk dilihat hubungannya dengan faktor sosiodemografi dan kondisi klinis rongga mulut.

Pada penelitian ini, kelompok lansia yang paling banyak menggunakan GTP terdapat pada kelompok lansia berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan SD dan hidup tanpa pasangan. Hal ini sesuai dengan penelitian Adam (2006) yang mengatakan bahwa temuan dalam penelitiannya juga mendukung temuan sebelumnya bahwa perempuan lebih cenderung edentulus dibandingkan laki-laki.5 Hasil ini juga sama dengan penelitian Zainab dkk (2008) dimana yang paling banyak memakai GTP adalah perempuan.46 Dari hasil penelitian, sampel pada kelompok lansia berjenis kelamin perempuan lebih banyak karena adanya kekhawatiran akan penampilan dan estetis.40

Sampel dengan tingkat pendidikan SD lebih banyak karena kurangnya kesadaran akan kesehatan dan hanya mendapat motivasi dari orang lain, bukan keinginan dirinya sendiri.40 Hal ini terlihat pada penelitian Khusdani dkk (2011) yang mengatakan bahwa lansia dengan tingkat pendidikan rendah tidak menanggapi secara serius masalah yang ada pada rongga mulutnya.35


(62)

Sampel yang hidup tanpa pasangan lebih banyak karena cenderung membatasi rentangan usia pada sampel penelitian.17 Singh dkk (2012) juga mengatakan besarnya sampel pada kelompok yang tidak berpasangan karena kebanyakan dari hasil penelitian adalah perempuan.40

5.2 Aspek Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013 Berdasarkan OHIP

Pada penelitian ini, terlihat bahwa kebanyakan lansia yang memakai GTP sangat sering merasakan kesulitan mengunyah, gangguan bau nafas yang tidak menyenangkan dan menghindari makanan tertentu. Hasil ini sesuai dengan penelitian Adam (2006) yang menunjukan bahwa lansia yang memakai GTP sangat sering merasakan gangguan tidak nyaman dan kesulitan ketika mengunyah, lansia juga tidak dapat makan dengan menggunakan gigitiruan. Menurut Adam (2006) hal ini disebabkan karena lansia menerima GTP baru 2-3 bulan sebelumnya dan kurangnya periode kontrol sehingga berdampak akut pada kualitas hidup lansia.6 Hal ini juga dikatakan oleh Amir dkk (2009) dalam penelitiannya bahwa munculnya rasa sakit fisik disebabkan karena pemakaian GTP yang baru 2 bulan.23 Adanya bau nafas pada lansia pemakai GTP kemungkinan karena pemakaian GTP selama 24 jam dan jarang dibersihkan. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khusdani dkk (2011) karena hampir seluruh lansia memberi skor 0 dan 1 untuk penilaian kualitas hidup, hal ini disebabkan oleh pemakaian GTP benar-benar dapat meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi dampak buruk dari penilaian kualitas hidup.35


(63)

5.3 Kualitas Hidup Lansia Pemakai GTP yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013 Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Pada penelitian ini, lansia pemakai GTP berjenis kelamin perempuan paling banyak merasakan kualitas hidup yang buruk. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ingle dkk (2010) mengatakan bahwa perempuan memiliki kualitas hidup yang buruk dibandingkan laki-laki. Dalam penelitian Singh dkk (2012) mengenai kepuasan dalam memakai GTP yang didapati laki-laki merasa kualitas hidupnya lebih baik.39 Hal ini disebabkan karena kebanyakan perempuan merasa kehidupan sosialnya terganggu akibat kesehatan rongga mulut yang buruk.47 Sedangkan pemakaian GTP pada laki-laki digunakan sesuai dengan fungsinya.35 Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Parea dkk (2012) yang mengatakan perempuan lebih banyak merasakan kualitas hidup yang baik, hal ini kemungkinan karena tingginya tingkat kepuasan terhadap pemakaian GTP pada perempuan.17 Uji chi-square menunjukan ada hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara jenis kelamin dengan kualitas hidup.

Lansia pemakai GTP dengan tingkat pendidikan SD paling banyak merasakan kualitas hidup yang buruk. Hasil ini sesuai dengan penelitiaan Singh dkk (2012) yang mengatakan lansia dengan tingkat pendidikan rendah sangat kurang motivasinya untuk melakukan perawatan, sedangkan kualitas hidup itu meningkat seiring dengan meningkatnya motivasi perawatan dan motivasi yang tinggi untuk perawatan dapat diperoleh dari tingkat pendidikan yang tinggi.35 Lansia dengan tingkat pendidikan SMA atau Perguruan Tinggi memiliki kualitas hidup yang baik karena mereka mengerti intruksi perawatan dan merasa penting untuk menjaga kesehatan, termasuk kesehatan mulut.17 Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Adam (2006) lansia dengan tingkat pendidikan rendah lebih baik kualitas hidupnya dibandingkan lansia dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena ketidaktahuan lansia yang berpendidikan rendah mengharapkan bimbingan dari kelompok yang lebih ahli atau profesional dalam masalah kesehatan mulut.6 Uji chi


(1)

Lembar 1

Pertanyaan OHIP-14 1. Dimensi

keterbatasan fungsi

2. Dimensi rasa sakit fisik

1. Apakah anda pernah mengalami kesulitan dalam mengunyah

makanan setelah memakai gigitiruan penuh?

2. Apakah anda pernah mengalami bau nafas yang kurang menyenangkan setelah memakai gigi tiruan penuh?

3. Apakah anda pernah merasakan sakit pada gusi atau rahang setelah

memakai gigitiruan penuh?

4. Apakah anda pernah merasakan rasa tidak nyaman saat mengunyah makanan setelah memakai gigitiruan penuh?

0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering

0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering 0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering

0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering


(2)

3. Dimensi ketidaknyamanan psikis 4. Dimensi ketidakmampuan fisik 5. Dimensi ketidakmampuan

5. Apakah anda pernah merasa khawatir dengan keadaan rongga mulut anda setelah memakai gigitiruan penuh?

6. Apakah anda pernah merasa tidak nyaman dengan penampilan anda setelah memakai

gigitiruan penuh?

7. Apakah anda pernah menghindari makanan tertentu setelah memakai gigitiruan penuh?

8. Apakah anda pernah menghindari tersenyum setelah memakai gigitiruan penuh?

9. Apakah anda pernah merasa gelisah setelah memakai gigitiruan

0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering 0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering 0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering 0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering 0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang


(3)

6. Dimensi

ketidakmampuan sosial

7. Dimensi handicap

10. Apakah anda pernah mengalami gangguan konsentrasi setelah memakai gigitiruan penuh?

11. Apakah anda pernah menghindari keluar rumah setelah memakai gigitiruan penuh?

12. Apakah anda merasa mudah tersinggung setelah memakai gigitiruan penuh?

13. Apakah anda merasa kesehatan anda memburuk setelah memakai gigitiruan penuh?

0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering

0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering

0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering

0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering


(4)

14. Apakah anda merasa keperpercayaan diri anda terganggu setelah

memakai gigitiruan penuh?

0= Tidak pernah 1= Sangat jarang 2= Kadang-kadang 3= Sering

4= Sangat sering

Total skor:


(5)

LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DEPARTEMEN PROSTODONSIA Kondisi klinis rongga mulut

1. Keadaan linggir alveolar: a. Bentuk U

b. Bentuk V c. Bentuk bulbous

2. Ketebalan mukosa : a. Tipis

b. Normal c. Tebal

3. Xerostomia : a. Iya b. Tidak


(6)

CURRICULUM VITAE (RIWAYAT HIDUP)

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Gustrigiani

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang/24 Maret 1993

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah

Alamat : Jl. Picauly no.20 Komplek Dosen Medan

Telepon/HP : 083198800549

E-mail : [email protected]

PENDIDIKAN

1998 - 2004 : MI Plus Asy-Syukriyyah Tangerang

2004 - 2007 : SMP Negeri 4 Tangerang

2007 - 2010 : SMA Negeri 8 Tangerang

2010 - sekarang : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Medan, Juli 2014


Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Tentang Anestetikum Lokal

6 75 49

Hubungan Lama Pemakaian dan Karakteristik Pasien Terhadap Kebersihan Gigitiruan Penuh Yang Dibuat Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU

0 7 102

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Tentang Standard Precautions Operator Sebelum Tindakan Perawatan Gigi di RSGMP FKG USU

0 9 76

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Tentang Standard Precautions Operator Sebelum Tindakan Perawatan Gigi di RSGMP FKG USU

2 8 13

Hubungan Pemakaian dan Karakteristik Pasien Terhadap Kebersihan Gigitiruan Penuh Yang Dibuat Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU

0 1 15

Hubungan Pemakaian dan Karakteristik Pasien Terhadap Kebersihan Gigitiruan Penuh Yang Dibuat Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU

0 0 3

Hubungan Lama Pemakaian dan Karakteristik Pasien Terhadap Kebersihan Gigitiruan Penuh Yang Dibuat Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU

0 0 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia - Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

0 1 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

0 0 7

Kualitas Hidup Lansia Pemakai Gigitiruan Penuh yang Dibuat Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU Tahun 2013

0 1 13