pemakai gigitiruan dan menunjukkan predisposisi yang lebih besar terhadap kerusakan mukosa.
27,28
e. Perubahan lidah pengecapan Adanya atrofi lidah pada lansia menyebabkan lidah menjadi halus karena
kehilangan papila, mengkilat atau merah dan meradang. Bermacam-macam gejala dapat terjadi pada mukosa lidah dengan keluhan-keluhan nyeri, panas atau sensasi
rasa yang berkurang. Sensasi ini biasanya pada orang usia lanjut dan pada wanita pasca menopause. Besarnya lidah mungkin tidak kaitannya dengan usia, tetapi
hilangnya gigi dapat menyebabkan lidah melebar karena perkembangan yang berlebihan dari bagian otot intrinsik lidah. Munculnya kebiasaan mendorong lidah
yang berkaitan dengan ketegangan saraf dan dengan upaya pengendalian gigitiruan juga menyebabkan nyeri pada lidah.
27,28
2.3 Kehilangan Gigi Keseluruhan
Kehilangan seluruh gigi edentulus merupakan masalah yang paling umum dialami oleh lansia. Edentulus berdampak pada struktur orofasial, seperti jaringan
tulang, sistim persyarafan, reseptor dan otot-otot. Edentulus juga memberi dampak
negatif pada mastikasi, estetik dan oral health related quality of life OHRQoL. Jumlah kehilangan gigi yang banyak akan menyebabkan penurunan kemampuan
pengunyahan dan pemilihan jenis makanan tertentu. Keadaan edentulus mempengaruhi penurunan berat badan karena masalah pengunyahan, lebih lanjut
menyebabkan gangguan psikologis dan sosial karena gangguan estetik dan bicara.
18,27
2.4 Gigitiruan Penuh
Gigitiruan Penuh GTP merupakan gigitiruan yang menggantikan kehilangan seluruh gigi pada rahang atas dan rahan bawah edentulus serta jaringan pendukung
atau mukosa serta memperbaiki sistem stomatogonasi.
31
Pada keadaan lansia yang edentulous, GTP menjadi suatu kebutuhan untuk mengatasi masalah yang
berhubungan dengan fungsi mastikasi, estetik, sosial dan psikologis.
8
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Indikasi Pemakaian Gigitiruan Penuh
Beberapa indikasi pemakaian GTP di antaranya:
33,34
a. Pasien dengan kehilangan seluruh gigi
b. Pasien yang masih memiliki beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan
gigi yang tidak mungkin diperbaiki dan apabila dibuatkan gigitiruan sebagian lepasan, gigi yang masih ada akan mengganggu keberhasilannya.
c. Keadaan umum dan kondisi rongga mulut pasien sehat.
d. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosis yang akan diperoleh.
2.4.2 Fungsi Gigitiruan Penuh
Beberapa fungsi dari GTP adalah :
27,33,34
a. Memperbaiki fungsi pengunyahan
Gigitiruan penuh harus memiliki keseimbangan oklusi yang tepat untuk memperoleh stabilitas GTP yang optimum pada saat menerima beban
pengunyahan. b.
Memperbaiki fungsi estetis Anasir pada GTP dapat memperbaiki vertikal dimensi, memberi dukungan
pada bibir dan pipi, serta mengembalikan kontur wajah yang hilang. c.
Memperbaiki fungsi bicara Gigitiruan penuh dapat mengembalikan pengucapan huruf-huruf yang
dihasilkan melalui bantuan gigi, bibir dan lidah seperti: bilabial b, p, m didukung oleh bibir atas dan bawah, labiodental f, v didukung oleh gigi insisivus atas dan
bibir bawah, linguoalveolar t, d, s, z, v, j, l didukung oleh lidah dan bagian anterior palatum dan linguodental th, ch,sh didukung oleh lidah diantara gigi
anterior atas dan bawah.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Masalah Dalam Membuat Gigitiruan Penuh dan Dihubungkan Dengan Kualitas Hidup
Ada beberapa masalah dalam membuat gigitiruan penuh yang terkait dengan kualitas hidup, diantaranya:
11,34
a. Masalah dalam menstabilkan gigitiruan di dalam rongga mulut, keadaan rongga
mulut yang edentulous harus mampu menerima beban yang diberikan oleh gigitiruan.
b. Masalah dalam memberikan dukungan bagi gigitiruan, satu-satunya jaringan yang
tersedia untuk mendukung GTP adalah mukosa alveolar, bersama dengan sisa tulang alveolar, dan tulang basal yang mendasarinya. Untuk rahang atas, dukungan
tambahan bisa diperoleh dari palatum. c.
Masalah dalam stabilisasi hubungan rahang, dalam mulut edentulus ditemukan hubungan rahang maksila dan mandibula tidak tepat atau vertikal dimensi yang
sudah berkurang, hubungan yang tidak cocok dapat menyebabkan masalah yang terkait dengan sendi temporomandibular dan otot pengunyahan, atau merata
menekankan gigitiruan tersebut yang menyebabkan rasa sakit dan ketidakstabilan. d.
Masalah artikulasi, hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan pada sendi temporomandibular dan rasa sakit akibat besarnya kekuatan yang yang diterapkan
oleh gigitiruan. e.
Masalah pasien, kesulitan lain mungkin timbul yang tidak terkait langsung dengan masalah anatomi tetapi dengan kepribadian pasien, kontrol neuro-otot, atau
kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru. Pemakaian GTP umumnya digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup.
Penelitian Zainab dkk 2008 mengatakan pemakaian GTP dapat mengurangi gangguan pada dimensi keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik dan ketidakmampuan
fisik.
46
Penelitian Hussain 2010 mengenai kualitas hidup menyimpulkan bahwa pemakaian GTP sangat penting untuk memperoleh kualitas hidup yang baik pada
dimensi rasa sakit fisik dan ketidakmampuan fisik serta secara langsung memiliki dampak positif pada aktivitas sosial, mental dan psikologis.
22
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kualitas Hidup
Istilah kualitas hidup digunakan secara luas dalam berbagai konteks yang berhubungan dengan dampak penyakit dan kesehatan serta pengalaman pribadi.
Kualitas hidup lansia secara optimum dapat dicapai tidak hanya dengan memperhatikan kesehatan umum, tetapi juga mempertimbangkan kesehatan mulut.
Menurut kebijakan dari program WHO kesehatan mulut merupakan bagian integral
dari kesehatan umum dan termasuk kedalam salah satu faktor penentu kualitas hidup.
Demikian pula dokter gigi telah menggunakan istilah kualitas hidup terkait kesehatan untuk menggambarkan dampak kesehatan mulut pada pengalaman pribadi
pasien.
35
2.5.1 Pengertian Kualitas Hidup
Menurut Campbell 1976 kualitas hidup merupakan perasaan subjektif seseorang mengenai kesejahteraan dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat ini
secara keseluruhan.
36
Felce dan Perry 1995 juga menyebutkan tiga komponen dalam pengukuran kualitas hidup yakni komponen objektif, komponen subjektif, dan
komponen kepentingan. Komponen objektif berkaitan dengan data atau observasi objektif pada berbagai aspek kehidupan, komponen subjektif merupakan kepuasan
individu terhadap berbagai aspek kehidupannya dan komponen kepentingan merupakan bobot kepentingan dari berbagai aspek kehidupan terhadap masing-
masing individu. Dari komponen subjektif dan komponen kepentingan kualitas hidup saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan perubahan
komponen objektif yang berupa perubahan kondisi objektif dari berbagai aspek kehidupan dapat mempengaruhi perubahan pada komponen subjektf maupun
komponen kepentingan dari kualitas hidup.
37,38
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa kualitas hidup adalah kepuasan subjektif individu mengenai kondisi kehidupannya saat ini pada beberapa aspek
kehidupan yang penting baginya.
38
2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Universitas Sumatera Utara
Berbagai penelitian mengenai kualitas hidup menemukan beberapa faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Faktor-faktor yang didapatkan oleh para
peneliti ini tidak selalu sama antara satu dengan yang lain. Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, diantaranya:
39
a. Jenis kelamin gender
Singh dkk 2012 melaporkan laki-laki yang memakai GTP memiliki kualitas kepuasan lebih baik dari perempuan dalam hal pengunyahan, penampilan, pidato dan
kesehatan sehingga merasa kualitas hidupnya juga lebih meningkat.
40
Chavers dkk 2002 dalam Adam 2006 juga melaporkan bahwa perempuan yang memakai GTP
memiliki kualitas hidup yang rendah, hal ini dapat dilihat dari skor OHIP yang tinggi pada keterbatasan fungsi jika dibandingkan dengan laki-laki.
6
b. Usia
Adam 2006 melaporkan bahwa pasien GTP dibawah 60 tahun memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang berumur diatas 60
tahun yang memiliki gangguan pada fungsional dan psikologis.
6
Penelitian Hussain juga mengatakan ada hubungan signifikan antara usia dengan kualitas hidup dalam
domain ketidaknyamanan psikososial, ketidaknyamanan fisik dan keterbatasan fungsi.
22
Hasil penelitian Amjad dkk 2009 juga didapat lansia dengan usia 60 tahun memiliki gangguan kualitas hidup, karena adanya rasa sakit dan gangguan ketika
makan atau bicara ketika memakai GTP.
41
c. Pendidikan
Chavers dkk 2002 juga mengatakan orang yang tidak lulus sekolah tinggi kualitas hidupnya lebih rendah karena sering merasa sakit saat memakai gigitiruan
dibandingkan dengan yang lulus sekolah tinggi.
6
Singh dalam penelitiannya mengatakan bahwa pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki
kualitas hidup dan tingkat kepuasan yang lebih baik terhadap gigitiruannya dibandingkan pasien dengan tingkat pendidikan rendah karena pasien dengan tingkat
pendidikan tinggi lebih mengerti instruksi perawatan dan batas pemakaian GTP sehari-hari.
40
d. Pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan Adam 2006 juga didapati kualitas hidup pensiunan meningkat dari semua domain OHRQoL kecuali pada keterbatasan sosial
dan handicap. Sedangkan kualitas hidup rendah terjadi pada pengangguran terutama pada domain keterbatasan fungsional dan rasa sakit fisik.
6
e. Status perkawinan
Singh dkk 2012 melaporkan pemakai GTP pada kelompok yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih baik dan merasa puas terhadap gigitiruan mereka,
sedangkan kelompok janda duda memiliki kualitas hidup yang rendah, hal ini disebabkan karena psikologis yang murung sehingga mereka juga merasa tidak puas
terhadap perawatan gigitiruan yang dilakukan.
40
Penelitian Emami dkk 2009 didapatkan pasien yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih baik
dibandingkann janda duda.
42
f. Penghasilan
Adam 2006 melaporkan pada pemakai GTP yang memiliki penghasilan tinggi memiliki kualitas hidup yang lebih baik, sedangkan kualitas hidup terendah
didapati keterbatasan sosial dan handicap pada pemakai GTP yang tidak mempunyai penghasilan sama sekali.
6
Singh juga mengatakan bahwa pasien dengan penghasilan tinggi memiliki tingkat kepuasan yang lebih baik dibandingkan pasien yang memiliki
penghasilan rendah terkait dengan motivasi perawatan, hal ini juga akan mempengaruhi kualitas hidup pasien tersebut.
40
g. Hubungan dengan orang lain
Beberapa peneliti mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling
mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik secara fisik maupun emosional.
39
2.5.3 Pengukuran Kualitas Hidup
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan, beberapa diantaranya adalah:
6,43
a. Sosial Impact of Dental Disease SIDD
Universitas Sumatera Utara
Instrumen SIDD dikenalkan oleh Cushing, dkk pada tahun 1986. Instrumen ini berfokus pada lima kategori dampak sosial dari penyakit mulut. Kategori ini
meliputi fungsi makan, fungsi interaksi sosial, kenyamanan, kesejahteraan dan estetika. Setiap kategori terdiri dari 2-6 item dan sebuah nilai positif dari satu item
maka akan dicetak sebagai positif bagi seluruh kategori.
6,43
b. Geriatric Oral Health Assessment Index GOHAI
Instrumen ini pertama kali dikenalkan oleh Atchison dan Dolan pada tahun 1990. Instrumen ini terdiri dari 12 item untuk mengevaluasi status fungsi, rasa sakit,
ketidaknyamanan, rasa khawatir, ketidakmampuan mengunyah dan menelan serta fungsi sosial. GOHAI memiliki validitas dan reabilitas dan sangat berkorelasi dengan
status kesehatan gigi dan jumlah gigi. Korelasi juga sangat lemah terhadap mobilitas gigi, karies akar, karies koronal dan sejumlah kondisi patologis lainnya.
6,43
c. Dental Impact Profile DIP
Instrument ini dikenalkan oleh Strauss dan Hunt pada tahun 1993. DIP terdiri dari 25 item dengan 4 subskala untuk menilai efek dari gigi atau rongga mulut saat
makan, kesehatan dan kesejahteraan serta hubungan sosial. Instrument ini sangat sederhana dan mudah digunakan untuk mengetahui bagaimana gigi alami dan gigi
tiruan memiliki korelasi positif atau negatif terhadap sosial, psikologis dan fungsi biologis dari kualitas hidup.
6,43
d. Oral Impact on Daily Performance OIDP
Instrumen ini dikenalkan oleh Adulyanon dan Sheiham pada tahun 1997. Instrument ini terdiri dari 8 item yang meliputi fisik, psikologi dan sosial makan dan
menikmati makanan, berbicara dan mengucapkan kata-kata, tertawa, senyum, peranan sosial, dan sosialisasi dengan orang lain. Penilaian skor OIDP dilakukan
dengan menjumlahkan total skor yang didapatkan. Instrument OIDP sangat mudah diterapkan pada suatu populasi yang besar dalam waktu yang singkat.
6,43
e. Oral Health Impact Profile OHIP
Instrumen Oral Health Impact Profile OHIP merupakan socio dental
indicators yang menggunakan indeks yang telah diberi bobot untuk mengukur
dampak sosial dari kelainan rongga gigi dan mulut. Indeks ini memuat 7 skala
Universitas Sumatera Utara
penting, yaitu : keterbatasan fungsi, nyeri fisik, ketidaknyamanan psikososial, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial dan handicap
ketidakmampuan bekerja.
6,21
Tujuan dari OHIP adalah untuk memberikan ukuran dampak gangguan kesehatan mulut terhadap kehidupan sosial dan menggambarkan
kaitan gangguan kesehatan mulut terhadap kehidupan sosial secara teoritis. Masalah kesehatan mulut yang dapat menyebabkan rasa sakit akan berdampak pada
kesejahteraan individu, sehingga secara signifikan mengurangi kualitas hidup dan meningkatkan beban masyarakat.
21
OHIP yang dikembangkan oleh Slade GD dan Spencer AJ pada tahun 1994, terdiri dari 49 butir pertanyaan yang berhubungan dengan tujuh dimensi, dimana
tujuh dimensi tersebut merupakan dampak akibat kelainan gigi dan mulut yang nantinya akan mempengaruhi kualitas hidup. Tahun 1997, Slade GD
menyederhanakan OHIP yang terdiri dari 49 butir pertanyaan OHIP-49 menjadi OHIP dengan 14 butir pertanyaan OHIP-14. OHIP-14 terdiri 14-item kuesioner
Gambar 2. Bagan mekanisme suatu gangguan mulut yang dapat menyebabkan Keterbatasan
Impairment, Ketidakmampuan Disability dan Handicap. Lokers, 1988.
21
Universitas Sumatera Utara
yang dirancang untuk mengukur fungsional keterbatasan, ketidaknyamanan dan cacat dikaitkan dengan kondisi mulut, hal ini berasal dari versi asli dari 49-item
didasarkan pada model teoritis yang dikembangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO dan disesuaikan untuk kesehatan mulut dengan Locker Dalam model ini
konsekuensi penyakit mulut secara hirarki terhubung dari tingkat biologis penurunan ke level perilaku batasan fungsional, ketidaknyamanan dan cacat dan
terakhir ke tingkat sosial cacat. Penelitian ini dilakukan di Australia Selatan dan menggunakan 1217 sampel.
6,21
OHIP-14 ini juga berhubungan dengan tujuh dimensi keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan
psikis, ketidakmampuan sosial, dan handicap dimana setiap dimensi terdiri dari dua pertanyaan, dan munggunakan lima skala likert yaitu : 0 = tidak pernah, 1 = sangat
jarang, 2 = kadang-kadang, 3 = sering dan 4 = sangat sering. Total skor yang tinggi menunjukkan kualitas hidup yang rendah begitu pula sebaliknya.
7,21
Tiap dimensi juga terdiri dari dua pertanyaan. Versi yang dipersingkat memiliki tingkat
kepercayaan reliabilitas dan validitas yang sama dengan versi aslinya dan merupakan alat yang tepat untuk analisis statistika yang berhubungan dengan
efek kesehatan mulut terhadap kualitas hidup seseorang. Keuntungan dari OHIP ini adalah pertanyaan yang menyeluruh; ketujuh dimensi yang berbeda dapat
mencakup dan menunjukkan dengan tepat keseluruhan lingkup yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
7
Instrumen ini mendeteksi dampak fungsional dan sosial atau emosional pada kualitas hidup pasien dengan atau tanpa GTP.
7,21
Kualitas kesehatan oral yang berhubungan dengan indikator hidup semakin digunakan untuk mengukur dampak
dari kondisi lisan pada kualitas hidup untuk melengkapi data klinis dalam studi cross- sectional dan longitudinal. Ariani dkk dalam Kusdhany 2011 juga menganjurkan
OHIP-14 digunakan pada populasi lansia di Indonesia.
35
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.6 Landasan Teori
Pengukuran Faktor yang
mempengaruhi
Usia Jenis
kelamin Status
perkawinan Penghasilan
Pekerjaan Pendidikan
Hubungan dengan
orang lain
SIDD GOHAI
D IP OIDP
OHIP
Lansia
Pralansia 45-59 tahun
lansia 60 tahun
Lansia resiko tinggi 70 tahun 60-70 tahun dengan masalah kesehatan
Lansia potensial
Kehilangan gigi keseluruhan
Lansia tidak potensial
Psikologis ↙
Mastikasi ↙
Bicara ↙
Estetik ↙
sosial ↙
GTP Indikasi
Fungsi Masalah
yang mungkin
timbul Kualitas hidup
Perubahan jaringan mulut
Tulang alveolar Mukosa
Saliva TMJ
Lidah
Apakah ada hubungan kualitas hidup lansia pemakai GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan kondisi klinis rongga mulut dan faktor sosiodemografi?
22
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Konsep
Kondisi klinis rongga mulut Lansia
Pemakai GTP
Sosiodemografi
Jenis kelamin Tingkat pendidikan
Status perkawinan Tulang alveolar
Saliva Mukosa
Kualitas hidup
23
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.8 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara kualitas hidup dengan lansia pemakai GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan faktor sosiodemografi.
2. Ada hubungan antara kualitas hidup dengan lansia pemakai GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU tahun 2013 dengan kondisi klinis rongga mulut.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional melalui metoda pemeriksaan dan wawancara secara
langsung dengan menggunakan kuesioner.
3.2 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah golongan lansia edentulus yang pernah membuat GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU pada tahun 2013.
3.3 Sampel Penelitian
Cara sampling yang digunakan adalah teknik penarikan sampel non probability secara purposive sampling, yaitu dengan mengadakan studi pendahuluan
untuk mengidentifikasi karakteristik populasi dan kemudian menetapkan sampel. Sesuai angka minimum yang ditetapkan Bailey dan Gay untuk penelitian yang
menggunakan analisis data statistik, sampel minimum yang digunakan adalah 30.
44
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 33 orang.
3.3.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah: 1.
Lansia yang berusia di atas 60 tahun. 2.
Lansia yang pernah membuat GTP di Klinik Prostodonsia RSGMP FKG USU pada tahun 2013.
3. Lansia yang bersedia di wawancarai dan menandatangani informed consent.
4. Lansia yang telah memakai GTP minimal 1 bulan.
Universitas Sumatera Utara