Uji stabilitas film indikator warna sebagai kemasan cerdas

menghasilkan film indikator dengan warna merah yang diharapkan. Larutan film dengan pewarna daun erpa menghasilkan warna yang tidak stabil, sehingga larutan film sudah berubah warna menjadi kuning ketika bahan dikeringkan, dan menghasilkan film yang berwarna kuning dan tidak bisa digunakan sebagai indikator warna. Hal ini disebabkan karena antosianin yang terdapat pada ekstrak pewarna daun erpa sangat rentan terhadap suhu tinggi yang digunakan pada saat pengeringan yaitu 50 o C. Perubahan warna larutan film dan film yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10. a b Gambar 10 Warna film a sebelum dikeringkan; b setelah dikeringkan pada suhu 50 o C Perlakuan dengan mengeringkan larutan film yang sudah ditambahkan pewarna daun erpa pada suhu ruang, menghasilkan larutan film dengan pewarna daun erpa tetap mengalami perubahan warna, mulanya warna mengalami perubahan dari merah darah menjadi orange pada satu jam pertama, kemudian menjadi kekuningan pada jam berikutnya sehingga larutan film sudah berubah warna sebelum kering menjadi lembaran film. Ekstrak pewarna daun erpa di dalam matrik film sangat rentan terhadap suhu ruang dan suhu tinggi, sehingga film sudah berubah warna selama pengeringan, maupun selama pembuatan film. Secara umum stabilitas antosianin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu struktur dan konsentrasi antosianin, suhu, pH, oksigen, cahaya, enzim, asam askorbat, gula, sulfit dan sebagainya Jackman dan Smith 1996. Pada saat pewarna dicampurkan kedalam larutan matrik film, pewarna antosianin pada ekstrak daun erpa terdegradasi dan mengalami kehilangan warna merah memudar karena adanya kandungan asam pada larutan film. Menurut Jackman dan Smith 1996 antosianin pada pH 3-6 terjadi serangan nukleofilik air terhadap gugus karbon no.2 inti kation flavium sehingga menstimulasi pembentukan struktur pseudobasa yang berkesetimbangan dengan kalkon tidak berwarna. Perubahan warna larutan film yang dikeringkan pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 11. a b c Gambar 11 Perubahan warna larutan film a setelah dihomogenisasi; b 1 jam pada suhu ruang; c 3 jam pada suhu ruang Percobaan selanjutnya dilakukan dengan teknik pengolesan ekstrak pewarna pada matrik film yang sudah dikeringkan. Metode ini dipilih juga karena menurut Sumarto 2008 polimer yang berupa larutan encer memiliki rantai bebas bergerak, sehingga kemungkinan terbentuk konfigurasi rantai yang beragam, tetapi polimer dalam bentuk padat memiliki rantai tidak teratur sehingga gerakan dan konfigurasinya terbatas, sehingga ketika pewarna dioleskan pada film yang sudah dalam bentuk lembaran menghasilkan film dengan warna yang lebih stabil dibanding ketika pewarna dicampurkan dalam larutan film yang berbentuk cair. Sebelum melakukan pengolesan terlebih dahulu dipilih perbandingan film yang akan digunakan untuk diolesi pewarna. Perbandingan film yang digunakan adalah perbandingan PVA dan kitosan 60:40, perbandingan ini dipilih karena menghasilkan film dengan sifat fisik yang baik dibanding perbandingan lain yang telah dilakukan. Uji yang dilakukan perbandingan 100:0 dan 80:20 cenderung susah untuk menyerap pewarna yang dioleskan sehingga warna kurang merata. Film dengan perbandingan 40:60, 20:80, dan 0:100 cepat menyerap warna sehingga film yang dihasilkan menjadi mudah sobek. Hal ini sesuai dengan penelitian Apriyanto 2007 di mana semakin tinggi jumlah kitosan yang digunakan dibanding dengan PVA akan meningkatkan laju transmisi uap air yang berhubungan dengan kerapatan rantai pilimer film. Semakin tinggi nilai laju transmisi uap air maka bahan tersebut akan semakin mudah dilalui uap air dan air. Rantai polimer yang lurus dan sederhana memiliki tingkat kerapatan yang tinggi sehingga nilai laju transmisi oksigen rendah Herjanti 1997. Metode pengolesan dilakukan hingga didapatkan film indikator warna dengan warna merata secara visual. Pengolesan 1 mL pewarna erpa pada 40 cm 2 film menghasilkan film dengan warna merah yang stabil dan rata secara visual. Film hasil sebelum dan sesudah pengolesan pewarna daun erpa dapat dilihat pada Gambar 12 a b c d Gambar 12 Lembaran film a belum diberi pewarna; b proses pewarnaan film; c lembar indikator warna; d siap untuk diuji penyimpanan

4.2.1 Karakteristik sifat fisik dan mekanis film indikator

Sifat fisik dan mekanis film berkaitan dengan proses pencetakan, jenis dan sifat bahan yang digunakan untuk membentuk film dan terutama sifat kohesi dari larutan bahan. Sifat kohesi bahan akan mempengaruhi kemampuan polimer, terutama ikatan molekul antar rantai polimer Gontard dan Gilbert 1994. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3 Sifat fisik film kemasan cerdas indikator warna Parameter Uji Satuan Hasil Uji film Ketebalan Mm 0.22 Kuat tarik kgfcm 2 42.67 Elongasi 78.06 Ketebalan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui karakteristik film yang telah dibuat. Terjadi pengerutan ketika proses pengeringan pada suhu 50 o C, di mana terjadi penguapan pelarut saat terbentuk lembaran film. Pembentukan lembaran film diawali dengan melemahnya jarak antar partikel yang saling berikatan dalam suatu cairan, sehingga setelah terjadi proses penguapan akan terbentuk lembaran Buckmann et al. 2002. Ketebalan film dipengaruhi oleh volume larutan film dan luas cetakan yang digunakan dalam pembuatan film, semakin besar volume larutan film yang dimasukkan ke dalam cetakan dengan ukuran tertentu maka akan semakin tebal film yang dihasilkan. Ketebalan film juga dipengaruhi oleh kekentalan atau viskositas larutan film yang digunakan, semakin besar persentase padatan bahan baku dan plasticizer yang digunakan maka akan semakin meningkatkan ketebalan film yang dihasilkan. Proses pewarnaan menyebabkan ketebalan film yang dihasilkan sedikit turun, namun tidak begitu berbeda dengan ketebalan film yang belum diwarnai. Pada penelitian ini, volume larutan yang dituangkan ke dalam cetakan yaitu 400 mL dengan ukuran cetakan 20×30 cm 2 , dan menghasilkan film yang belum di warnai dengan ketebalan 0.26 mm dan 0.22 mm untuk film yang sudah diwarnai. Proses pengolesan menyebabkan permukaan film tergerus oleh kuas, mengakibatka terjadinya sedikit penipisan pada film. Kuat tarik dan persen pemanjangan merupakan sifat mekanik yang berhubungan dengan kekuatan film, semakin tinggi nilai kuat tarik suatu film maka semakin kuat juga film tersebut. Kuat tarik atau kekuatan tarik menunjukkan ukuran ketahanan film, yaitu, yaitu regangan maksimal yang dapat diterima sampel sebelum putus, sedangkan persen pemanjangan atau elongasi merupakan perubahan panjang maksimum yang di alami Theresia 2003. Nilai kuat tarik film yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 42.67 kgfcm 2 , jika dibandingkan dengan kuat tarik film dari bahan kitosan saja yaitu sebesar 13.3 kgfcm 2 Putri 2012, hal ini disebabkan pembentukan ikatan hidrogen antar molekul antara NH 3 + pada struktur khitosan dan OH - pada polivinil alkohol. Gugus amino NH 2 pada khitosan telah diprotonasi menjadi NH 3 + dalam larutan asam asetat, dan gugus OH - pada polivinil alkohol akan berikatan dengan NH 3 + membentuk ikatan hidrogen Xu et al. 2004. Elongasi atau persen pemanjangan film yang dihasilkan 78.06, semakin besar nilai persen pemanjangan, maka akan semakin elastis film tersebut. Elongasi film yang dihasilkan lebih tinggi daripada elongasi film kitosan dengan plasticizer