Perubahan film indikator warna selama penyimpanan akan diamati seiring dengan perubahan mutu produk susu. Dengan demikian dapat diperoleh informasi
hubungan perubahan warna indikator dengan perubahan mutu produk. Uji mutu susu pasteurisasi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Penentuan angka lempeng total Fardiaz,1993
Tujuan pengamatan mikroba adalah untuk mengetahui pencemaran mikroba pada sampel susu pasteurisasi. Media yang digunakan yaitu Plate Count
Agar PCA yang mengandung tripton 0.5 5 g, ekstrak khamir 0.25 2.5 g, agar 15 g, air destilata 1000 mL dan glukosadekstrosa 0.1 1 g sehingga
semua mikroba termasuk bakteri, kapang dan khamir dapat tumbuh dengan baik pada medium tersebut. Caranya adalah sebagai berikut :
a. Sebanyak 5 mL susu pasteurisasi ditimbang lalu dimasukkan kedalam
erlenmeyer 50 mL yang berisi air steril, lalu dikocok-kocok dan didiamkan lebih kurang 10 menit dan dilanjutkan dengan pengenceran 10
-1
, 10
-2
, 10
-3
. b. Sebanyak 1 mL cairan dipipet dari tabung pengenceran dan dimasukkan
kedalam cawan petri secara aseptik pemipetan dilakukan dari pengenceran tinggi ke rendah
c. PCA 50
o
C dimasukkan kedalam cawan dengan gerak melingkar atau gerak seperti angka delapan untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata.
d. Lempengan agar dibiarkan membeku 10 menit e. Setelah membeku, lempengan agar dibalik dan inkubasi pada suhu kamar.
f. Pertumbuhan koloni mikroba diamati setelah 2 – 3 hari
g. Jumlah koloni pada lempeng agar kemudian dihitung sesuai dengan aturan pada Standar Plate Count. Hasil uji ini disesuaikan dengan Batas Maksimum
Cemaran Mikroba BMCM susu pasteurisasi pada SNI 7388:2009 dengan jumlah total mikroba minimal yaitu 5 x 10
4
kolonimL Lampiran 3. 2. Uji organoleptik terhadap susu pasteurisasi Soekarto 1995
Pada uji organoleptik dilakukan pengujian terhadap penampakan, warna, aroma, dan rasa. Uji organoleptik bertujuan untuk menguji penerimaan panelis
terhadap susu pasteurisasi. Uji ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : masing- masing contoh disediakan dalam wadah bersih dan tembus pandang, masing-
masing wadah diberi kode sampel. Uji ini dilakukan oleh 30 orang panelis yang tidak saling mempengaruhi. Disamping itu disediakan air untuk mencuci mulut
dan menetralkan lidah. Parameter uji dicantumkan pada kertas penilaian, dan panelis diperintahkan untuk mencontreng salah satu parameter uji organoleptik.
Panelis yang melakukan pengujian adalah panelis yang sama setiap pengujian sampel susu pasteurisasi selama penyimpanan. Selanjutnya hasil ini dianalisis
untuk mendapatkan penerimaan panelis terhadap susu pasteurisasi.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstraksi dan karakterisasi pewarna daun erpa
Penilaian terhadap karakter pewarna erpa dilakukan dengan melihat kepekatan pewarna secara visual, semakin sedikit jumlah air yang digunakan
maka secara visual semakin pekat pewarna erpa yang dihasilkan. Perbandingan daun erpa dan akuades sebesar 1:2 adalah perbandingan terpilih yang digunakan,
karena dengan perbandingan lebih sedikit lagi, air tidak bisa mengekstrak semua pewarna yang ada karena daun erpa sulit untuk dihaluskan. Semakin sedikit
jumlah air yang digunakan untuk mengekstrak bahan maka akan semakin pekat ekstrak pewarna yang dihasilkan. Eksraksi pewarna erpa dilakukan dengan
menggunakan pelarut akuades, karena ekstraksi daun erpa dengan menggunakan pelarut akuades menghasilkan rendemen antosianin yang lebih besar
dibandingkan metanol dan etanol Raharja dan Dianwati 2001.
Ekstrak pewarna yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki pH 5.09 dan berdasarkan perhitungan diperoleh total antosianin sebesar 116.65 mg
antosianin100 g daun erpa segar. Total antosianin diperoleh lebih tinggi dibanding dengan ekstrak daun erpa yang dihasilkan dari penelitian Ningrum
2005 yaitu sebesar 69.98 mg antosianin100 g daun erpa segar, dengan perbandingan daun erpa dan akuades 1:5, dan juga lebih tinggi dari beberapa
sumber antosianin lainnya seperti stroberi yang hanya memiliki rendemen antosianin sebesar 45 mg100 g bahan, atau kulit rambutan yang hanya memiliki
total antosianin sebesar 1.925 x 10
-3
mgml Rein 2005. Zat pewarna alami yang dominan terdapat pada daun erpa adalah antosianin, dengan jenis antosianidin
yang dominan yaitu jenis sianidin Raharja dan Dianawati 2001. Ekstrak yang diperoleh dapat digunakan sebagai pewarna pada matrik
film. Gambar ekstrak daun erpa yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Ekstrak daun erpa
4.2 Pembuatan dan karakterisasi film indikator warna
Perlakuan dengan
menambahkan berbagai
konsentrasi pewarna
5,10,15,20,25 mL pewarna 100 mL larutan film kedalam larutan matriks film lalu dikeringkan pada suhu 50
o
C menghasilkan film indikator dengan warna merah merata untuk film yang ditambahkan pewarna sintetis pada semua
konsentrasi warna, namun untuk film yang ditambahkan pewarna daun erpa tidak
menghasilkan film indikator dengan warna merah yang diharapkan. Larutan film dengan pewarna daun erpa menghasilkan warna yang tidak stabil, sehingga
larutan film sudah berubah warna menjadi kuning ketika bahan dikeringkan, dan menghasilkan film yang berwarna kuning dan tidak bisa digunakan sebagai
indikator warna. Hal ini disebabkan karena antosianin yang terdapat pada ekstrak pewarna daun erpa sangat rentan terhadap suhu tinggi yang digunakan pada saat
pengeringan yaitu 50
o
C. Perubahan warna larutan film dan film yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10.
a
b
Gambar 10 Warna film a sebelum dikeringkan; b setelah dikeringkan pada suhu 50
o
C Perlakuan dengan mengeringkan larutan film yang sudah ditambahkan
pewarna daun erpa pada suhu ruang, menghasilkan larutan film dengan pewarna daun erpa tetap mengalami perubahan warna, mulanya warna mengalami
perubahan dari merah darah menjadi orange pada satu jam pertama, kemudian menjadi kekuningan pada jam berikutnya sehingga larutan film sudah berubah
warna sebelum kering menjadi lembaran film. Ekstrak pewarna daun erpa di dalam matrik film sangat rentan terhadap suhu ruang dan suhu tinggi, sehingga
film sudah berubah warna selama pengeringan, maupun selama pembuatan film.
Secara umum stabilitas antosianin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu struktur dan konsentrasi antosianin, suhu, pH, oksigen, cahaya, enzim, asam
askorbat, gula, sulfit dan sebagainya Jackman dan Smith 1996. Pada saat pewarna dicampurkan kedalam larutan matrik film, pewarna antosianin pada
ekstrak daun erpa terdegradasi dan mengalami kehilangan warna merah memudar karena adanya kandungan asam pada larutan film. Menurut Jackman
dan Smith 1996 antosianin pada pH 3-6 terjadi serangan nukleofilik air terhadap gugus karbon no.2 inti kation flavium sehingga menstimulasi pembentukan
struktur pseudobasa yang berkesetimbangan dengan kalkon tidak berwarna. Perubahan warna larutan film yang dikeringkan pada suhu ruang dapat dilihat
pada Gambar 11.
a b c Gambar 11 Perubahan warna larutan film a setelah dihomogenisasi; b 1 jam
pada suhu ruang; c 3 jam pada suhu ruang