2. Faktor 2, berkorelasi positif yang cukup tinggi dengan Z-score Persentase desa dengan jalan aspal, Z-score Persentase desa dengan jalan dapat
dilalui kendaraan roda empat, Z-score Persentase desa terdapat jaringan telepon seluler, Z-score Persentase desa terlayani listrik PLN dan Z-score
Persentase desa terdapat prasarana sanitasi 3. Faktor 3, berkorelasi negatif yang tinggi dengan Z-score Persentase desa
terdapat bangunan Sekolah Dasar. Angka-angka
pada diagonal
utama dari
Tabel Component
Transformation Matrix yang berada jauh di atas 0,5 yaitu 0,917, 0,857 dan 0,939 membuktikan bahwa faktor yang terbentuk sudah tepat. Hasil penghitungan
rata-rata berbobot terhadap ketiga skor faktor Lampiran 10 adalah: Skor faktor prasarana = {skor faktor prasarana_1 x 31,646 + skor faktor
prasarana_2 x 25,592 + skor faktor prasarana_3 x 11,136} : 68,374
4.2.4 Gambaran Kondisi KabupatenKota di Provinsi Jawa Timur
Berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana
Untuk mengetahui gambaran kondisi seluruh kabupatenkota yang ada
di Jawa Timur berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia serta Prasarana, dapat menggunakan angka-angka yang merupakan
hasil penghitungan rata-rata berbobot dari ketiga skor faktor tersebut skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana sebagaimana yang
terlihat pada Tabel 4.6:
Tabel 4.6 Skor Faktor Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana KabupatenKota di Provinsi Jawa Timur
Kabupatenkota Skor Faktor
Ekonomi Skor Faktor
SDM Skor Faktor
Prasarana
1 2
3 4
Pacitan -0,23
0,55 -0,46
Ponorogo -0,33
0,19 -0,36
Trenggalek -0,28
0,61 -0,46
Tulungagung -0,12
0,61 -0,14
Blitar -0,25
0,54 -0,35
Kediri -0,05
0,06 -0,13
Malang 0,05
-0,24 -0,05
Lumajang -0,16
-0,46 -0,25
Jember -0,08
-1,30 -0,20
Banyuwangi -0,14
-0,28 0,06
Bondowoso -0,21
-1,16 -0,61
Situbondo -0,29
-0,96 -0,39
Probolinggo -0,14
-1,49 -0,41
Pasuruan 0,15
-0,72 -0,44
Sidoarjo 0,79
0,71 0,15
Mojokerto 0,25
0,47 -0,30
Jombang 0,04
0,30 -0,17
Nganjuk -0,24
-0,01 -0,18
Madiun -0,32
0,03 -0,10
Magetan -0,27
0,67 0,08
Ngawi -0,28
-0,10 -0,39
Bojonegoro 0,53
-0,62 -0,60
Tuban 0,24
-0,40 -0,19
Lamongan -0,10
-0,25 -0,25
Gresik 1,28
0,49 0,06
Bangkalan -0,35
-1,27 -0,29
Sampang -0,38
-1,81 -0,97
Pamekasan -0,30
-0,98 -0,45
Sumenep -0,29
-0,90 -0,97
Kota Kediri 1,00
0,95 1,08
Kota Blitar -0,31
1,24 0,70
Kota Malang 0,08
0,96 1,36
Kota Probolinggo -0,32
0,51 0,65
Kota Pasuruan -0,30
0,36 0,87
Kota Mojokerto -0,33
1,20 0,95
Kota Madiun -0,17
1,12 1,24
Kota Surabaya 2,06
0,58 1,46
Kota Batu -0,27
0,80 0,43
Rata-rata 0,00
0,00 0,00
Standar deviasi 0,51
0,82 0,62
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS.
Berdasarkan Tabel 4.6, skor faktor ekonomi tertinggi pada tahun 2010 dimiliki oleh Kota Surabaya yaitu 2,06, kemudian disusul oleh Kabupaten Gresik
dan Kota Kediri yang masing-masing memiliki skor faktor ekonomi 1,28 dan 1,00. Tingginya skor faktor ekonomi ini dapat memberikan gambaran bahwa
kinerja perekonomian di ketiga daerah tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan daerah lain. Kondisi sebaliknya terjadi pada Kabupaten Bangkalan dan
Sampang. Kedua kabupaten tersebut memiliki kinerja perekonomian yang relatif lebih buruk jika dibandingkan dengan kabupatenkota yang lain. Hal ini bisa
dilihat dari skor faktor ekonomi Kabupaten Sampang yang merupakan skor faktor ekonomi paling rendah di provinsi ini, yaitu -0,38. Sedangkan peringkat di
atasnya ditempati oleh Kabupaten Bangkalan yang memiliki skor faktor ekonomi sebesar -0,35.
Kinerja pembangunan sumberdaya manusia di Provinsi Jawa Timur menempatkan Blitar sebagai kota yang paling berhasil. Skor faktor sumberdaya
manusia yang mencapai 1,24 merupakan indikatornya. Disusul Kota Mojokerto dengan skor faktor 1,20 serta Kota Madiun dengan skor faktor 1,12. Ini artinya,
ketiga kota tersebut kualitas sumberdaya manusianya lebih baik jika dibandingkan dengan kabupatenkota lain di provinsi ini. Sedangkan kabupatenkota yang
memiliki skor faktor sumberdaya manusia terendah adalah Kabupaten Sampang dengan skor faktor sebesar -1,81. Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Jember
secara berurutan berada di atasnya dengan skor faktor masing-masing -1,49 dan -1,30.
Predikat kota metropolis secara otomatis juga membuat Surabaya sebagai kota yang paling berhasil dalam melaksanakan pembangunan prasarana. Hal ini
terbukti pada nilai skor faktor prasarana yang sebesar 1,46. Dibawahnya ada Kota Malang dan Madiun dengan skor faktor prasarana masing-masing sebesar 1,36
dan 1,24. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan prasarana perdesaan di ketiga kota tersebut lebih baik jika dibandingkan kabupatenkota lainnya di Jawa
Timur. Kabupaten yang tergolong kurang berhasil dalam melaksanakan pembangunan prasarana perdesaan adalah Kabupaten Bojonegoro. Skor faktor
prasarana yang hanya sebesar -0,60 merupakan bukti bahwa kesenjangan pembangunan prasarana antara perkotaan dan perdesaan di kabupaten ini masih
besar. Kabupaten Bondowoso berada satu tingkat di bawah Kabupaten Bojonegoro dengan skor faktor prasarana sebesar -0,61. Kondisi yang paling
buruk terjadi pada Kabupaten Sampang dan Sumenep dengan skor faktor prasarana hanya sebesar -0,97.
4.3 Klasifikasi KabupatenKota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana
Berdasarkan kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana, selanjutnya dilakukan klasifikasi terhadap kabupatenkota yang ada di
Provinsi Jawa Timur, menjadi lima kelompok. Pembentukan menjadi lima kelompok ini dilakukan untuk mendapatkan karakteristik kelompok yang lebih
detail. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini
menggunakan Analisis Cluster dengan metode K-Means Cluster di mana
informasi mengenai jumlah kelompok yang dapat dibentuk tidak tersedia. Berdasarkan matriks korelasi lampiran 11, diketahui bahwa persentase korelasi
sedang dan besar peubah-peubah kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia serta prasarana adalah 40,74 persen, 67,86 persen, dan 50,91 persen.
Hal ini dapat diartikan bahwa data skor faktor memberikan hasil pengamatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan data asal, sehingga untuk selanjutnya
proses klasifikasi kabupatenkota yang ada di Jawa Timur dalam penelitian ini menggunakan data skor faktor. Karena korelasi antara skor faktor ekonomi,
sumberdaya manusia dan prasarana berada di bawah 0,8 lampiran 11, maka asumsi tidak terjadi multikolinieritas dapat terpenuhi.
Tabel Initial Cluster Centers pada lampiran 12 adalah tampilan pertama dari proses Analisis Cluster. Selanjutnya dilakukan proses iterasi pengulangan
dengan ketepatan lebih tinggi dari sebelumnya sebagaimana yang tertera pada Tabel Iteration History. Angka-angka dalam Tabel Final Cluster
Centers merupakan hasil akhir setelah terjadi lima tahapan iterasi yang menggambarkan rata-rata masing-masing peubah pada setiap kelompok yang
telah terbentuk. Dengan menggunakan selang pengkategorian berdasarkan nilai rata-rata
dan standar deviasi, didapat batas selang atas dan bawah serta kategori nilai rata-rata peubah pada setiap kelompok sebagaimana pada Tabel 4.7 dan 4.8:
Tabel 4.7 Nilai Batas Selang Skor Faktor SF Berdasarkan Peubah Ekonomi,
Sumberdaya Manusia dan Prasarana
Kategori Skor Faktor
Ekonomi Skor Faktor
Sumberdaya Manusia
Skor Faktor Prasarana
1 2
3 4
Sangat Tinggi 0,77
SF 1,22
SF 0,93
SF Tinggi
0,26 SF ≤ 0,77 0,41 SF ≤ 1,22
0,31 SF ≤ 0,93 Sedang
-0,26 SF ≤ 0,26
-0,41 SF ≤ 0,41
-0,31 SF ≤ 0,31
Rendah -0,77
SF ≤ -0,26 -1,22
SF ≤ -41 -0,93
SF ≤ -0,31 Sangat Rendah
SF ≤ -0,77 SF ≤ -1,22
SF ≤ -0,93
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Tabel 4.8 Nilai dan Kategori Rata-rata Peubah Pada Masing-masing Kelompok
Kelompok Skor Faktor
Ekonomi Skor Faktor
Sumberdaya Manusia Skor Faktor
Prasarana
1 2
3 4
1 2,06 ST
0,58 T 1,46 ST
2 -0,13 S
-1,12 R -0,53 R
3 -0,13 S
0,13 S -0,21 S
4 -0,23 S
0,88 T 0,89 T
5 1,02 ST
0,72 T 0,43 T
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Keterangan: ST = Sangat Tinggi T = Tinggi S = Sedang R= Rendah
SR = Sangat Rendah Untuk mengidentifikasi apakah peubah-peubah pembangunan tersebut
dapat membedakan antara kelompok yang satu dengan yang lain, dilakukan Uji Anova dengan hipotesis:
H : peubah tidak membedakan karakteristik kelompok
H
1
: peubah membedakan karakteristik kelompok Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka keputusannya adalah tolak H
. pada Tabel Anova lampiran 12 dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada
semua skor faktor sebesar 0,00, berarti skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana dapat membedakan karakteristik masing-masing
kelompok yang terbentuk. Angka F terbesar ada pada skor faktor sumberdaya manusia yang mencapai 45,482. Ini artinya, skor faktor sumberdaya manusia
sangat membedakan karakteristik kelima kelompok kabupatenkota. Hasil klasifikasi kabupatenkota di Jawa Timur selengkapnya adalah sebagai berikut:
Kelompok 1 , memiliki ciri-ciri faktor ekonomi sangat tinggi, sumberdaya
manusia tinggi, dan prasarana sangat tinggi dengan anggota Kota Surabaya. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.
Sebagai pusat bisnis, industri, perdagangan, dan pendidikan di kawasan timur Indonesia, daerah yang mendapat julukan sebagai Kota Pahlawan ini menjadi
pusat akselerasi perekonomian bagi daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Berdirinya perusahaan-
perusahaan ternama seperti PT Sampoerna Tbk, Wing’s Group, Maspion, Unilever maupun PT PAL mengindikasikan bahwa Surabaya memiliki
corak industri yang cukup dominan. Belum lagi perusahaan Rokok Sampoerna, UBM Biskuit, Viva Cosmetics, Industri Emas UBS, serta Bogasari yang telah
terlebih dahulu dikenal sebagai produk Kota Surabaya. Secara spasial, persebaran industri juga semakin pesat. Di daerah selatan
kota, terdapat kawasan industri Rungkut atau Brebek Industri, SIER Surabaya Industrial Estate Rungkut PT. Persero. Sementara di bagian utara telah dibangun
kawasan industri dan pergudangan Tambak Langon-Kalianak-Margamulyo yang berintegrasi dengan pelabuhan Tanjung Perak dan jalan tol dan pusat grosir
Kembang Jepun dan Pasar Turi.
Sektor lain yang juga tidak kalah penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian Surabaya adalah sektor tersier, khususnya sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Sektor yang sering disebut sebagai motor penyelamat ekonomi ini, sampai saat ini masih menunjukkan eksistensinya
dalam meningkatkan pertumbuhan. Dalam kurun waktu 2008 hingga 2010, sektor ini memberikan kontribusi rata-rata sebesar 42,96 persen bagi
penciptaan PDRB Kota Surabaya. Letak geografis yang sangat strategis serta dukungan jumlah penduduk yang begitu besar, menjadikan sektor ini berkembang
sangat pesat. Kurang lebih belasan mal besar dan puluhan supermarket serta pusat perbelanjaan modern ternama terdapat di kota ini seperti Tunjungan Plaza,
Pakuwon Trade Center, Supermall Pakuwon Indah, Mal Galaxy, Surabaya Town Square Sutos, Hi Tech Mall, Maspion Square, dan lain-lain. Bahkan baru-baru
ini telah dibangun Empire Palace, yang merupakan wedding mal pertama di Indonesia. Sedangkan pusat perbelanjaan tradisional yang terkenal diantaranya
Pasar Turi, Pasar Atom, dan Darmo Trade Center DTC. Kebijakan baru Kota Surabaya untuk menciptakan kota perdagangan semakin membuka jalan sektor ini
untuk terus berkembang. Prestasi gemilang dalam perekonomian tersebut, semakin lengkap dengan
pencapaian pembangunan sumberdaya manusia Kota Surabaya yang optimal. Data dari BPS Provinsi Jawa Timur menggambarkan bahwa kualitas sumberdaya
manusia di daerah ini secara umum masih jauh lebih baik dari rata-rata Jawa Timur sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.3. Bahkan jika ditinjau dari
Indeks Pembangunan Manusia IPM, Kota Surabaya berada di urutan ke-2
setelah Kota Blitar. Kondisi ini menjadi modal penting untuk mempertahankan kemajuan daerah serta menjadikan pembangunan yang berjalan bisa terus
berlanjut dan mampu memberikan dampak positif bagi keseluruhan rakyat di provinsi ini.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Gambar 4.3 Indikator Makro Sosial Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2010
Keterangan: AHH
: Angka Harapan Hidup tahun AKB
: Angka Kematian Bayi persen AMH
: Angka Melek Huruf persen RLS
: Rata-rata Lama Sekolah tahun AKB
: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja persen Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin persen
Pembangunan prasarana yang memadai hingga ke seluruh pelosok wilayah kota, menjadi prasyarat bagi keberhasilan pembangunan di segala bidang.
Berdasarkan data Potensi Desa Tahun 2008, tercatat bahwa ketersediaan prasarana di tingkat desakelurahan di Kota Surabaya hampir merata. Prasarana
telekomunikasi, transportasi, air, kesehatan maupun pendidikan sudah terbangun di sebagian besar wilayah kota ini, dengan rasio secara rata-rata sebesar 98,57
persen. Hal ini menjadi bukti bahwa Kota Surabaya layak untuk dijadikan teladan dalam rangka mencapai kemajuan pembangunan daerah.
Kelompok 2 , dengan ciri-ciri faktor ekonomi sedang, faktor sumberdaya
manusia rendah, dan faktor prasarana rendah, memiliki 10 anggota, yaitu: Kabupaten
Jember, Bondowoso,
Situbondo, Probolinggo,
Pasuruan,
Bojonegoro, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
Jika diperhatikan, Kabupaten Bondowoso, Situbondo dan Probolinggo adalah kabupaten yang berada di Kawasan Tapal Kuda. Disebut demikian
karena dalam peta bentuknya mirip tapal kuda. Kuatnya pengaruh kultur Madura merupakan ciri dari kawasan ini. Hal tersebut dinilai wajar karena mayoritas
penduduknya adalah suku Madura. Sedangkan Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep merupakan kabupaten yang berada di wilayah Pulau
Madura. Pegunungan kapur yang sama-sama terdapat di ketujuh kabupaten ini menyebabkan aktivitas perekonomian wilayahnya kurang bisa berkembang
dengan baik. Areal persawahan sering dilanda kekeringan sehingga sebagian besar penduduknya lebih memilih untuk menjadi nelayan.
Prasarana pendidikan maupun kesehatan yang masih terbatas
menyebabkan kualitas sumberdaya manusia kelompok ini masih kalah jika dibandingkan dengan kabupatenkota lain. Hal ini tercermin pada rendahnya
nilai skor faktor sumberdaya manusia yaitu -1,12. Akan tetapi kabupaten- kabupaten tersebut mempunyai potensi untuk berkembang, seperti Bangkalan.
Kabupaten ini masuk dalam wilayah pengembangan spasial Provinsi Jawa Timur yang sering disebut wilayah Gerbangkertasusila Gresik, Bangkalan,
Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Bahkan, saat ini telah terbangun Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dengan Kota
Surabaya. Kondisi ini tentu bisa mendukung proses pembangunan kabupaten ini dan mengatasi kesenjangan antara Pulau Madura dengan wilayah di Jawa Timur
yang lain. Hal yang sama juga terjadi pada Kabupaten Bojonegoro. Temuan sumur minyak yang sangat melimpah bisa menjadi peluang bagi pengembangan
daerah. Di Kabupaten Jember, yang menjadi sentra industri berbasis perkebunan khususnya tembakau, diyakini bisa terus berkembang pesat. Sebagai salah satu
wilayah penghasil tembakau di Jawa Timur di samping Kabupaten Probolinggo, Bojonegoro, Pamekasan dan Sumenep, kontribusi agroindustri terhadap
pendapatan daerah kabupaten ini cukup besar. Hal yang terpenting adalah adanya dukungan infrastruktur yang memadai khususnya yang mampu menjangkau
wilayah perdesaan sehingga mampu mengurangi ekonomi biaya tinggi. Bencana lumpur yang terjadi di Sidoarjo dan sebagian kecil wilayah
Kabupaten Pasuruan, cukup memberikan tekanan yang berarti bagi pembangunan di Kabupaten Pasuruan. Terbukti kabupaten yang merupakan
salah satu basis industri di Jawa Timur ini, harus bergabung dengan kelompok yang bercirikan kinerja prasarana rendah, padahal kabupaten ini memiliki
potensi ekonomi yang cukup besar. Luasnya daerah ditambah munculnya semburan lumpur tersebut, pada akhirnya membuat pembangunan prasarana
perdesaan di Kabupaten Pasuruan menjadi terhambat.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Gambar 4.4 Indikator Makro Sosial 10 Kabupaten dan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2010
Keterangan: AHH
: Angka Harapan Hidup tahun AKB
: Angka Kematian Bayi persen AMH
: Angka Melek Huruf persen RLS
: Rata-rata Lama Sekolah tahun AKB
: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja persen Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin persen
Satu ciri yang identik dari kelompok ini adalah rendahnya pencapaian kinerja pembangunan manusia yang direpresentasikan oleh angka Indeks
Pembangunan Manusia IPM. Berdasarkan data dari BPS Provinsi Jawa Timur, di Tahun 2010, kabupaten-kabupaten yang tergabung dalam kelompok ini
menduduki peringkat 10 besar dari bawah, termasuk Kabupaten Jember yang berada di urutan 32. Hal ini ironis mengingat di kabupaten ini terdapat
universitas negeri yang cukup terkenal, yaitu Universitas Negeri Jember, juga Kabupaten Pasuruan yang berada pada peringkat 29, cukup jauh dari daerah
tetangganya, Kota Pasuruan dan Kabupaten Sidoarjo yang masing-masing
berada pada urutan 12 dan 6. Sementara jika ditinjau dari indikator makro sosial, secara rata-rata pencapaian dari ke 10 kabupaten tersebut masih berada di bawah
Provinsi Jawa Timur.
Kelompok 3 terdiri dari 17 anggota, dengan ciri-ciri faktor ekonomi,
sumberdaya manusia dan prasarana sedang. Kabupatenkota yang termasuk dalam kelompok ini adalah Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek,
Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Mojokerto,
Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Tuban dan Lamongan.
Ciri dari kabupatenkota yang masuk dalam kelompok ini adalah ketergantungan perekonomian pada sektor primer. Bahkan, berdasarkan data dari
BPS Provinsi Jawa Timur tahun 2010, daerah-daerah seperti Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Tuban dan
Lamongan tergolong daerah dengan kontribusi sektor primer yang cukup tinggi rata-rata 40,37 persen terhadap perekonomian daerahnya. Dari 17 daerah
tersebut, terdapat beberapa kabupaten yang berpotensi menjadi daerah industri khususnya industri kecil dan sedang serta industri berbasis perkebunan, seperti di
Kabupaten Banyuwangi. Di wilayah yang didominasi sektor pertanian ini, telah berkembang industri souvenir yang merupakan pendukung bagi sektor pariwisata
di Bali. Di Tulungagung, kota yang berada di wilayah selatan, telah berkembang industri garmen dan bahkan menjadi komoditas ekspor khususnya ke Afrika. Di
samping itu, juga terdapat industri kerajinan marmer yang hingga saat ini menjadi sektor unggulan di kabupaten ini. Sedangkan industri gula tebu, yang merupakan
salah satu “ciri” perindustrian Jawa Timur terpusat di Kabupaten Kediri dan Malang.
Salah satu daerah yang diprediksi akan mengalami perkembangan cukup pesat adalah Kabupaten Lamongan. Ditetapkannya Lamongan sebagai Kawasan
Ekonomi Khusus, memberikan jalan bagi daerah ini untuk melakukan ekspansi ekonomi. Kondisi tersebut juga didukung oleh letak geografis yang cukup
strategis yaitu di jalur pantura. Berdirinya kawasan wisata terpadu “Wisata Bahari
Lamongan” yang menggabungkan konsep wisata bahari dengan aneka wahana wisata dunia wisata, semakin memperkaya potensi ekonomi di daerah yang
berbatasan langsung dengan Kabupaten Gresik ini. Kekayaan laut yang melimpah, salah satunya adalah komoditi ekspor teri
nasi, serta cadangan minyak dan gas yang juga siap dieksploitasi, menjadikan Kabupaten Tuban sebagai salah satu daerah yang patut diperhitungkan. Besarnya
potensi alam tersebut, pada akhirnya mengundang sejumlah industri untuk berinvestasi di Tuban. Bahkan pemerintah daerah setempat telah menyediakan
zona industri seluas 49.210 hektar atau 26,74 persen dari luas seluruh wilayah Kabupaten Tuban. Pembangunan industri hilir seyogyanya memang harus terus
ditingkatkan sehingga kekayaan alam yang telah diekspolitasi akan memberikan nilai tambah yang lebih besar.
Dari sisi pembangunan manusia, wilayah yang tergabung dalam kelompok ini secara rata-rata memiliki kinerja standar. Berdasarkan data dari BPS Provinsi
Jawa Timur, nilai indikator makro sosial dari ke 17 kabupatenkota tersebut hampir sama dengan angka pencapaian provinsi. Fasilitas kesehatan maupun
pendidikan yang belum begitu memadai dan mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah, disinyalir sebagai penyebab kurang optimalnya upaya peningkatan
kualitas sumberdaya manusia.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Gambar 4.4 Indikator Makro Sosial 17 Kabupaten dan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2010
Keterangan: AHH
: Angka Harapan Hidup tahun AKB
: Angka Kematian Bayi persen AMH
: Angka Melek Huruf persen RLS
: Rata-rata Lama Sekolah tahun AKB
: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja persen Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin persen
Sementara itu, pembangunan infrastruktur mulai diupayakan di beberapa wilayah pada kelompok ini. Pada tahun 2001, 8 kabupaten yaitu Pacitan,
Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember dan Banyuwangi telah menandatangani sebuah MoU Memorandum of Understanding
pembangunan jalur selatan Jawa Timur. Diharapkan, pembangunan tersebut segera terealisasi sehingga ketimpangan pembangunan antardaerah bisa
diminimalisir.
Kelompok 4 , dengan ciri-ciri faktor ekonomi sedang, faktor sumberdaya
manusia dan faktor prasarana tinggi, memiliki 7 anggota, yaitu: Kota Blitar,
Malang, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, Madiun dan Batu.
Jika diperhatikan, daerah yang masuk dalam kelompok ini merupakan daerah perkotaan. Sektor tersier menjadi ciri utama perekonomian kelompok
ini. Satu daerah yang cukup berpotensi untuk berkembang khususnya di sektor tersier hotel dan perdagangan adalah Kota Batu. Sebagai wilayah pemekaran
dari Kabupaten Malang, kota ini memang memiliki kondisi geografis yang mendukung. Udara yang sejuk serta terletak di dataran tinggi, ditambah berdirinya
area wisata Jatim Park dan Batu Night Square, semakin menarik para wisatawan baik manca maupun domestik untuk berkunjung ke Batu. Kontribusi sektor hotel
dan perd agangan wilayah yang pernah disebut sebagai “Switzerland”-nya Jawa
Timur ini cukup besar bahkan paling besar jika dibandingkan dengan sektor lain, yaitu sebesar 48,55 persen BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Berkembangnya
industri berbasis agro, seperti pembuatan minuman sari apel, menjadikan Batu sebagai salah satu daerah yang dianggap berhasil dalam membangun industri
pengolahan berbasis sumberdaya alam. Kondisi geografis yang berdekatan dengan laut, memberikan keuntungan
bagi Kota Pasuruan. Berbagai pengembangan potensi ekonomi pesisir seperti industri jasa pemeliharaan kapal rakyat dan komponen perlengkapan kapal rakyat,
industri kecil pengolahan ikan yaitu, pengeringan dan pengasinan ikan dan tepung ikan untuk komponen pakan ternak, pengembanganpembangunan pelayanan jasa
Unit Pelayan Teknik UPT logam berupa fasilitas UPT, teknologi pengecoran
logam, Elektric Welding, Forging Machine, industri pengolahan hasil perikanan seperti pengeringanpengasapan, peridangan dan pengasinan serta industri tepung
ikan menjadikan Kota Pasuruan sebagai wilayah yang cukup berhasil dalam perekonomian. Di samping itu, Pasuruan termasuk wilayah yang disebut sebagai
“Segitiga Emas” bersama Surabaya, Kediri, Probolinggo dan Malang karena kelima wilayah tersebut merupakan wilayah tersubur dan penyumbang pajak
terbesar dari Jawa Timur Mackie, 1997. Sebagai daerah yang memiliki keterbatasan sumberdaya alam, tidak
menjadikan perekonomian Kota Mojokerto kurang berkembang. Daerah yang terdiri atas dua kecamatan dan 18 kelurahan ini, berupaya mengakselerasi
perekonomian daerah melalui pemberdayaan sektor industri khususnya usaha mikro, kecil dan menengah UMKM serta industri kecil dan menengah IKM ,
perdagangan, maupun jasa. Bahkan untuk merealisasikan program tersebut, pemerintah daerah setempat memfasilitasi proses penguatan kelompok-kelompok
masyarakat yang tergabung dalam komunitas atau lembaga yang sedang dalam proses menjadi koperasi alias prakoperasi dengan jalan menyediakan fasilitasi
akses permodalan. Di sisi lain, besarnya potensi perdagangan kota ini, disinyalir jauh meninggalkan dua wilayah di sekitarnya yaitu Kabupaten Jombang dan
Kabupaten Mojokerto sehingga Kota Mojokerto berpeluang untuk menjadi pusat perputaran uang bagi penduduk di kedua daerah tersebut.
Kota Malang, wilayah yang berada di ketinggian antara 440-667 m di atas permukaan laut, merupakan kota terbesar kedua di Provinsi Jawa Timur setelah
Surabaya. Dengan semboyan Tri Bina Cita yang berarti Kota Pendidikan, Kota
Industri serta Kota Pariwisata, kota ini tumbuh dan berkembang sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama di luar lingkar Kota Surabaya Surabaya, Gresik,
Sidoarjo. Sesuai dengan semboyannya, Kota Malang ditopang oleh sektor industri dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 33,48 persen dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang menyumbang 38,06 persen. Beberapa industri besar sedang yang beroperasi di wilayah ini seperti PT. Bentoel rokok,
PT. Beiersdorf Indonesia kosmetik, PT. Adiputro karoseri dan perakitan mobil, PT. Phillip Morris rokok, PT. Indomarine konstruksi, dan lain-lain, menjadi
lokomotif bagi perekonomian daerah. Bahkan sektor industri Kota Malang, merupakan penyumbang terbesar ke lima setelah Kota Surabaya, Kota Kediri,
Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik bagi industri di Jawa Timur. Pesona wisata yang dimiliki oleh Kota Malang, seperti pemandangan alam
yang indah dengan hawa yang sejuk dan asri, bangunan-bangunan kuno peninggalan Belanda, menjadikan daerah ini sebagai salah satu destinasi wisata di
Jawa Timur. Dukungan fasilitas tempat perbelanjaan, dari tradisional sampai modern yang tersebar hampir di seluruh penjuru kota, semakin memperkuat daya
tarik wisatawan untuk berkunjung ke daerah ini. Peningkatan citra, posisi, maupun peran Kota Malang terus diupayakan pemerintah daerah setempat dalam
hubungan antarkota, antarprovinsi maupun antarbangsa sehingga pada akhirnya mampu memberikan manfaat bagi masyarakatnya. Berdirinya sejumlah perguruan
tinggi ternama baik negeri maupun swasta seperti Universitas Brawijaya UB, Universitas Negeri Malang UM, Universitas Islam Negeri Malang UIN
MALANG, Politeknik Negeri Malang POLINEMA, Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara STAN, pendidikan diploma I, , Universitas Muhammadiyah Malang UNMUH, Universitas Islam Malang, Universitas Kanjuruhan, Universitas
Wisnu Wardhana, STIE Malangkucecwara dan lain-lain, memberikan stimulus bagi masyarakat, tidak hanya di Jawa Timur tetapi dari seluruh Indonesia untuk
menuntut ilmu di kota ini yang pada akhirnya semakin memperkokoh dinamisasi perekonomian wilayah. Ketersediaan prasarana transportasi, seperti kereta api
yang menghubungkan Kota Malang dengan Kota Surabaya, Bandung dan Jakarta, serta Bandara Abdulrahman Saleh memberikan kemudahan bagi masyarakat
untuk mengakses kota yang terkenal dengan bakwannya ini. Letaknya yang strategis, berada di jalur yang menghubungkan Kota
Surabaya dengan Yogyakarta, memberikan peluang tersendiri bagi Kota Madiun. Dengan sumbangan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 43,27
persen BPS Provinsi Jawa Timur, 2011, kota ini menjadi pusat perekonomian bagi Provinsi Jawa Timur bagian barat dan selatan yang selama ini relatif kurang
berkembang. Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota, Madiun disiapkan sebagai daerah hinterland dari Kota Surabaya. Bahkan pemerintah
Provinsi Jawa Timur berencana membangun jalan bebas hambatan dari Kota Surakarta tanpa lewat Sragen dan Ngawi melewati Maospati, Magetan sampai
Kota Madiun dan diteruskan ke Nganjuk hingga berujung di Waru, Sidoarjo untuk mewujudkan Kota Madiun sebagai kota metropolitan kedua di Jawa Timur.
Di balik kesunyian dan keteduhannya, Kota Blitar menyimpan prestasi yang luar biasa. Kota kelahiran presiden pertama RI tersebut, dinobatkan sebagai
kota yang paling berhasil dalam penataan ruang yang berkelanjutan pada 2010
oleh Kementerian Pekerjaan Umum yang meliputi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Dalam menjalankan
roda perekonomiannya,
Kota Blitar
menggunakan sistem ekonomi mikro yaitu memfasilitasi para pedagang kaki lima maupun pelaku usaha mikro lainnya dengan kemudahan fasilitas maupun
permodalan. Di saat kota-kota lain gencar membangun pusat perbelanjaan modern, Kota Blitar justru membatasi masuknya investor di bidang perdagangan
dan lebih memilih menyediakan kios bagi pedagang kecil. Dengan cara tersebut, sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan kontribusi 30,64 persen
BPS Provinsi Jawa Timur, 2011 terhadap perekonomian wilayah, dapat tumbuh dengan pesat sekaligus bisa memberikan manfaat langsung bagi masyarakatnya.
Kebijakan serupa juga diterapkan oleh Pemerintah Kota Probolinggo, yang memberdayakan ekonomi lokal dengan jalan mendukung dan melakukan penataan
pedagang kaki lima, di mana sekitar enam ratusan pedagang kaki lima tersebut didistribusikan ke sembilan kawasan strategis, kemudian memberikan mereka
Kartu Kendali Pedagang Kaki Lima KKPKL sehingga para pedagang tersebut tidak bisa pindah ke tempat lain di luar yang telah ditentukan. Fasilitas
permodalan juga disediakan untuk meningkatkan skala usaha. Dengan kebijakan ini, pemandangan kota yang indah dan teratur tetap terjaga, ekonomi rakyat juga
bisa semakin berkembang, sehingga tidak salah jika The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi JPIP di tahun 2009 pernah menganugerahi Kota Probolinggo
sebagai kota yang sukses dalam pemberdayaan ekonomi. Keunggulan dari kelompok ini adalah pencapaian kinerja pembangunan
manusia yang juga tergolong tinggi. Menurut data dari BPS Provinsi Jawa Timur,
ketujuh kota tersebut masuk ke dalam 12 besar peraih Indeks Pembangunan Manusia IPM tertinggi di Jawa Timur. Bahkan, Kota Blitar menduduki
peringkat pertama dengan nilai IPM tahun 2010 sebesar 77,42 disusul Kota Malang di peringkat ketiga dengan nilai IPM di tahun yang sama 77,20.
Tabel 4.9 Indikator Makro Sosial 7 Kota dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
Kota AHH
AKB AMH
RLS TPAK
Kemiskinan 1
2 3
4 5
6 7
Blitar 72,23
20,94 97,24
9,84 66,16
7,63 Malang
70,32 27,85
97,20 11,12
63,81 5,90
Probolinggo 70,17
28,35 92,49
8,46 63,00
19,03 Pasuruan
66,37 41,97
96,41 8,90
63,29 9,00
Mojokerto 71,56
22,80 97,12
9,76 68,26
7,42 Madiun
71,01 24,27
97,79 10,50
66,63 6,11
Batu 69,44
30,52 98,26
8,51 68,24
5,11
Jawa Timur 69,58
29,99 88,02
7,32 69,08
15,26
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011.
Keterangan: AHH
: Angka Harapan Hidup tahun AKB
: Angka Kematian Bayi persen AMH
: Angka Melek Huruf persen RLS
: Rata-rata Lama Sekolah tahun AKB
: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja persen Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin persen
Sementara itu, berdasarkan indikator makro sosial tahun 2010, pembangunan sumberdaya manusia di ketujuh kota tersebut secara umum juga
lebih baik dari Jawa Timur, walaupun masih ada beberapa wilayah yang kurang optimal. Hal ini menjadi modal berharga untuk senantiasa mewujudkan
keselarasan antara pembangunan ekonomi dan manusia.
Kelompok 5 , dengan ciri-ciri faktor ekonomi sangat tinggi, faktor sumberdaya
manusia tinggi, dan faktor prasarana tinggi, memiliki 3 anggota, yaitu: Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik.
Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik merupakan
kabupatenkota yang menjadi basis industri di Jawa Timur di samping Kota Surabaya dan Kota Malang. Sebesar 45,65 persen BPS Provinsi Jawa Timur,
2011 kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Jawa Timur berasal dari kabupatenkota tersebut. Perkembangan industri ini tidak terlepas
dari pola spasial yang semula hanya di sepanjang koridor Surabaya-Malang atau disebut sebagai Pita Pembangunan, kini mulai melebar di kawasan Gresik
dan Sidoarjo SUGRESID serta Kediri. Seiring dengan meningkatnya kuantitas maupun kualitas pembangunan
dalam berbagai aspek, perkembangan Kota Kediri juga semakin pesat. Kota yang hampir 70 persen perekonomiannya ditopang dari sektor industri,
khususnya industri rokok PT Gudang Garam ini, dalam beberapa kurun waktu terakhir mampu sejajar dengan Kota Surabaya, Kabupaten Gresik
maupun Kabupaten Sidoarjo, sebagai daerah kantong penyangga utama perekonomian Jawa Timur. Sektor UMKM seperti industri kecil dan kerajinan
rumah tangga, yang menjadi tumpuan masyarakat kecil terus didorong untuk turut serta berkontribusi bagi perekonomian daerah. Hal ini dibuktikan dengan
produk Tahu Pong, jajanan khas Kota Kediri yang dihasilkan oleh industri rumahan.
Beragam fasilitas perdagangan dan pariwisata, semakin memperluas diversifikasi ekonomi kota yang terkenal dengan wisata Selomangleng-nya ini.
Kondisi tersebut didukung dengan banyaknya perguruan tinggi swasta dan pondok pesantren yang menarik pendatang sehingga meningkatkan tingkat
konsumtif dari masyarakatnya. Di bidang pendidikan, pembangunan prasarana
sekolah baik dari level sekolah dasar hingga menengah atas terus diupayakan. Bahkan di tahun 2009, Universitas Brawijaya yang berbasis di Malang membuka
kampus di kota ini dan diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat Kota Kediri dan sekitarnya.
Berdekatan dengan pusat bisnis kawasan Indonesia Timur Surabaya, kemudahan akses ke Pelabuhan Laut Tanjung Perak maupun Bandar Udara
Juanda, didukung sumberdaya manusia yang produktif menjadikan perkembangan ekonomi Sidoarjo begitu pesat. Gangguan bencana lumpur lapindo yang melanda
mulai tahun 2006 hingga saat ini, tidak secara mutlak menjadikan kabupaten ini begitu terpuruk. Tercatat kurang lebih 16 ribu unit usaha Dinas Koperasi UMKM
Kabupaten Sidoarjo, 2011 beroperasi di daerah ini. Iklim sosial politik yang kondusif semakin menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di
Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Timur Tahun 2011, struktur perekonomian daerah yang terkenal dengan krupuk udangnya ini
didominasi oleh sektor industri pengolahan dengan kontribusi 48,68 persen. Beberapa perusahaan besar yang beroperasi di wilayah ini di antaranya adalah PT.
Charoen Pokphand Indonesia, Tjiwi Kimia, JAPFA dan Langgeng Makmur Industri. Sedangkan industri mikro kecil yang cukup berkembang adalah sentra
industri kerajinan tas dan koper di Tanggulangin, sentra industri sandal dan sepatu di Wedoro-Waru dan Tebel-Gedangan, serta sentra industri kerupuk di Telasih-
Tulangan. Besarnya potensi sektor industri tersebut, menjadi landasan bagi
pemerintah daerah setempat untuk terus melakukan ekspansi, salah satunya
dengan cara mengembangkan kawasan industri Siborian Sidoarjo, Jabon, Krian. Sesuai dengan namanya, kawasan industri tersebut berada di tiga kecamatan di
wilayah Kabupaten Sidoarjo, yaitu Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Jabon serta Kecamatan Krian. Dengan adanya industri yang terkonsentrasi ini, diharapkan
dapat memberikan stimulus bagi perkembangan sektor lain. Sementara di sektor perdagangan, saat ini telah dibangun Puspa Agro, pasar induk terbesar dan
terlengkap di Indonesia, yang mengintegrasikan berbagai produk agro dalam satu kawasan yang tertata rapi. Dengan dukungan fasilitas yang lengkap dan memadai,
Puspa Agro menjadi ikon baru sektor perdagangan di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini tentu semakin meningkatkan perekonomian daerah.
Sebagaimana dengan Kabupaten Sidoarjo, Gresik juga tumbuh menjadi daerah industri terkemuka. Beberapa industri di Gresik antara lain Petrokimia
Gresik, Semen Gresik, BHS-Tex, Nippon Paint, Industri perkayuanPlywood serta Maspion. Tingginya kontribusi sektor industri yang mencapai 49,98 persen BPS
Provinsi Jawa Timur, 2011 menjadi bukti empiris bahwa Kabupaten Gresik sangat bergantung pada sektor tersebut. Di daerah yang terkenal dengan sebutan
kota pelabuhan ini, juga terdapat sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap berkapasitas 2.200 MW. Dibangunnya infrastruktur jalan tol Surabaya-Manyar,
yang menghubungkan Gresik dan Surabaya, semakin membuka akses untuk mengembangkan perekonomian. Di sisi lain, sektor wiraswasta juga menjadi salah
satu sumber ekonomi bagi masyarakatnya di antaranya industri songkok, pengrajin tas, pengrajin perhiasan emas dan perak, industri garment konveksi.
Pengembangan infrastruktur fisik seperti Bandara Juanda, revitalisasi
Terminal Bis
Bungurasih serta
pembangunan jalan
layang yang
menghubungkan Sidoarjo, Gresik dan daerah lain di sekitarnya, semakin memperkokoh jalannya roda perekonomian di wilayah ini. Kondisi tersebut
pada akhirnya juga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan, pendidikan maupun ketenagakerjaan bagi penduduk. Dengan kata lain, proses
pembangunan ekonomi bisa sejalan dengan pembangunan manusia sebagai obyek dari pembangunan itu sendiri.
Menurut data BPS Provinsi Jawa Timur tahun 2010, kondisi pembangunan sumberdaya manusia Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo dan
Kabupaten Gresik bisa dikatakan cukup berhasil. Hal ini diindikasikan dengan pencapaian beberapa indikator makro sosial dari ketiga daerah tersebut Tabel
4.10, yang secara umum kecuali tingkat kemiskinan Kabupaten Gresik lebih baik dibandingkan kondisi Jawa Timur.
Tabel 4.10 Indikator Makro Sosial Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik serta Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
Wilayah AHH
AKB AMH
RLS TPAK Kemiskinan
1 2
3 4
5 6
7
Kota Kediri 70,40
27,29 97,61
10,19 66,54
9,31 Kabupaten Sidoarjo 70,57
25,43 97,41
9,87 68,81
7,45 Kabupaten Gresik
70,98 24,29
94,47 8,63
67,07 16,42
Jawa Timur 69,58
29,99 88,02
7,32 69,08
15,26
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011.
Keterangan: AHH
: Angka Harapan Hidup tahun AKB
: Angka Kematian Bayi persen AMH
: Angka Melek Huruf persen RLS
: Rata-rata Lama Sekolah tahun AKB
: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja persen Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin persen
Uraian tersebut dapat memberikan gambaran bahwa sinergi yang
berjalan baik antara pembangunan ekonomi dengan didukung pembangunan prasarana dan pembangunan manusia, merupakan kunci untuk menciptakan
kemajuan suatu daerah. Dari hasil klasifikasi dan pencapaian kinerja pembangunan ekonomi,
sumberdaya manusia dan prasarana sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka didapat nilai konversi kategori skor faktor dari masing-
masing kelompok seperti yang terlihat pada Tabel 4.11: Tabel 4.11 Nilai Konversi Kategori Skor Faktor Pada Masing-masing Kelompok
Kelompok Kategori dan Nilai Skor Faktor
Jumlah Nilai
Ekonomi Nilai
Sumberdaya Manusia
Nilai Prasarana Nilai
3+5+7
1 2
3 4
5 6
7 8
Kelompok 1 ST
5 T
4 ST
5 14
Kelompok 2 S
3 R
2 R
2 7
Kelompok 3 S
3 S
3 S
3 9
Kelompok 4 S
3 T
4 T
4 11
Kelompok 5 ST
5 T
4 T
4 13
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Keterangan: ST = Sangat Tinggi T = Tinggi S = Sedang R= Rendah
SR = Sangat Rendah Berdasarkan jumlah nilai yang tertera pada kolom 8 Tabel 4.11
tersebut, selanjutnya dapat dilakukan pengurutan pencapaian kinerja pembangunan daerah dari lima kelompok yang terbentuk sebagai berikut:
Peringkat I diduduki oleh Kelompok 1 dengan anggota Kota Surabaya, disusul kelompok 5 di peringkat II yang beranggotakan Kota Kediri, Kabupaten
Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Peringkat III ditempati oleh Kelompok 4 yang memiliki 7 anggota, yaitu: Kota Blitar, Malang, Probolinggo, Pasuruan,
Mojokerto, Madiun, dan Batu. Kelompok 3 yang berjumlah 17 anggota, yaitu Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri,
Malang, Lumajang, Banyuwangi, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Tuban dan Lamongan berada di urutan ke IV. Sedangkan
peringkat ke V diraih oleh kelompok 2 yang terdiri dari Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Bojonegoro, Bangkalan,
Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Peta hasil klasifikasi dan pengurutan bisa dilihat pada Gambar 4.5:
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011, diolah. Gambar 4.5 Peta Hasil Klasifikasi dan Pengurutan KabupatenKota di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2010 Keterangan:
: Peringkat I kelompok 1 : Peringkat II kelompok 5
: Peringkat III kelompok 4 : Peringkat IV kelompok 3
: Peringkat V kelompok 2
1 3
2 4
6 5
7 8
9 1
1 1
1 2
1 3
1 4
1 6
1 5
1 7
1 8
1 9
2 2
1 2
2 2
3 2
4 2
5 7
8 2
6 2
7 2
8 2
9
7 1
7 2
7 3
7 4
7 5
7 6
7 7
7 9
N E
W S
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN