BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur terletak di antara
111
dan 4
114 Bujur Timur
serta
12 7
dan
48 8
Lintang Selatan. Provinsi berpenduduk sekitar 37 juta jiwa Sensus Penduduk 2010 ini mempunyai luas 147.130,15 km
2
yang terbagi atas kawasan hutan 12.261,64 km
2
26,02, persawahan seluas 12.286,71 km
2
26,07, pertanian tanah kering mencapai 11.449,15 km
2
24,29, pemukimankampung seluas 5.712,15 km
2
12,12, perkebunan seluas 1.581,94 km
2
3,36, tanah tandusrusak seluas 1.293,78 km
2
2,75, tambakkolam mencapai 737,71 km
2
1,57, kebun campuran seluas 605,65 km
2
1,29, selebihnya terdiri dari rawadanau, padang rumput dan lain-lain seluas 1.201,42
km
2
2,55. Jawa Timur memiliki 60 buah pulau termasuk Pulau Madura yang merupakan pulau terbesar serta 48 gunung. Gunung yang tertinggi adalah
Gunung Semeru yang mencapai ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut dan Gunung Lamongan yang merupakan gunung berapi yang terendah dengan
tinggi 1.668 m. Secara administratif, provinsi ini terbagi menjadi 29 kabupaten dan 9 kota.
Provinsi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa ini sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa; sebelah timur dengan Pulau Bali; sebelah selatan dengan
Samudera Indonesia; dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011 Keterangan:
:
Kabupaten
:
Kota
Kabupaten: 01. Pacitan
02. Ponorogo 03. Trenggalek
04. Tulungagung 05. Blitar
06. Kediri 07. Malang
08. Lumajang 09. Jember
10. Banyuwangi 11. Bondowoso
12. Situbondo 13. Probolinggo
14. Pasuruan 15. Sidoarjo
16. Mojokerto 17. Jombang
18. Nganjuk 19. Madiun
20. Magetan 21. Ngawi
22. Bojonegoro 23. Tuban
24. Lamongan 25. Gresik
26. Bangkalan 27. Sampang
28. Pamekasan 29. Sumenep
Kota: 71. Kediri
72. Blitar 73. Malang
74. Probolinggo 75. Pasuruan
76. Mojokerto 77. Madiun
78. Surabaya 79. Batu
Gambar 4.1 Peta Jawa Timur Berdasarkan Wilayah Administratif Dalam beberapa kurun waktu terakhir, perekonomian Jawa Timur
menunjukkan kinerja yang cukup membanggakan. Hal ini bisa dilihat dari besarnya laju pertumbuhan ekonomi yang secara rata-rata berada di atas angka
5 persen selama periode 2005 hingga 2010 yang merupakan indikasi adanya peningkatan produksi barang dan jasa secara progresif. Krisis global yang
1 3
2 4
6 5
7 8
9 1
1 1
1 2
1 3
1 4
1 6
1 5
1 7
1 8
1 9
2 2
1 2
2 2
3 2
4 2
5 7
8 2
6 2
7 2
8 2
9
7 1
7 2
7 3
7 4
7 5
7 6
7 7
7 9
N E
W S
melanda dunia pada akhir 2008 hingga pertengahan 2009, tidak memberikan pengaruh cukup berarti bagi perekonomian di provinsi ini. Terbukti di tahun
tersebut, Jawa Timur mampu meraih pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 5,94 dan 5,01 persen serta mencapai pertumbuhan tertinggi di tahun
2010 sebesar 6,67 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 6,10 persen. Kondisi ini didukung dengan semakin
membaiknya PDRB perkapita yang mencapai Rp. 20.771,69 juta rupiah pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 86,89 persen jika dibandingkan pada tahun
2005. Tabel 4.1 Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Jawa Timur Tahun
2005-2010
Indikator 2005
2006 2007
2008 2009
2010
1 2
3 4
5 6
7
Pertumbuhan Ekonomi persen 5,84
5,80 6,11
5,94 5,01
6,68 PDRB Perkapita ribu rupiah
11.114 12.861 14.629 16.807 18.446 20.772
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Hingga tahun 2010, perekonomian Jawa Timur masih ditopang oleh
tiga sektor utama, yaitu perdagangan, hotel dan restoran, kemudian industri pengolahan serta sektor pertanian. Namun seiring berjalannya waktu, peranan
sektor pertanian terus mengalami degradasi. Jika pada tahun 2005 sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap perekonomian sebesar 19,20 persen,
di tahun 2010 sektor ini mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 15,75 persen. Kondisi sebaliknya terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan
restoran yang terus mengalami peningkatan kontribusi dari 26,45 persen pada
tahun 2005 menjadi 29,47 persen di tahun 2010. Struktur perekonomian Jawa Timur secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.2:
Tabel 4.2 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Jawa Timur Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2010 Persen
No SektorSubsektor
2005 2006
2007 2008
2009 2010
1 2
3 4
5 6
7 8
1 Pertanian
17,20 17,13
16,69 16,55
16,34 15,75
2 Pertambangan dan
Penggalian 2,07
2,13 2,17
2,22 2,22
2,19 3
Industri Pengolahan 29,94
29,21 28,75
28,47 28,14
27,49 4
Listrik, Gas dan Air Bersih
1,50 1,49
1,59 1,58
1,55 1,51
5 Konstruksi
4,22 4,05
3,93 3,89
4,01 4,50
6 Perdag, Hotel dan
Restoran 26,45
27,25 28,07
28,49 28,42
29,47 7
Pengangkutan dan Komunikasi
5,34 5,35
5,32 5,25
5,50 5,52
8 Keuangan, Persew. dan
Jasa Perusahaan 4,62
4,61 4,70
4,79 4,83
4,89 9
Jasa-jasa 8,67
8,78 8,78
8,77 9,00
8,68 Produk Domestik Regional
Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Jika kesembilan sektor pada Tabel 4.2 dikelompokkan menjadi tiga
sektor utama yaitu sektor primer pertanian dan pertambangan, sekto r sekunder industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta konstruksi dan
sektor tersier perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa, dapat disimpulkan
bahwa struktur perekonomian Jawa Timur didominasi oleh sektor tersier dengan sumbangan terhadap PDRB dalam kurun lima tahun terakhir rata-rata
sebesar 46,92 persen. Jumlah penduduk yang begitu besar serta letak geografis yang cukup strategis, mendorong sektor perdagangan, hotel dan restoran
berkembang pesat yang pada akhirnya menjadi pelopor dominasi tersebut.
Sementara itu, sektor yang sebenarnya dianggap sebagai “intisari”
ekonomi Jawa Timur adalah sektor sekunder dengan industri pengolahan sebagai ikonnya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh banyaknya usaha
industri manufaktur di provinsi ini. Bahkan Jawa Timur merupakan provinsi ketiga yang dijuluki “episentrum” industri Indonesia setelah Jawa Barat dan
Jabotabek. Meskipun terus mengalami penurunan kontribusi dari tahun 2005 hingga tahun 2010, sektor ini masih menjadi tulang punggung bagi
perekonomian Jawa Timur, khususnya subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau, yang didominasi oleh industri rokok. Hal ini bisa dilihat dari
besarnya sumbangan sektor ini terhadap penciptaan PDRB yang jauh di atas sektor listrik, gas dan air serta konstruksi.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011, diolah. Gambar 4.2 Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier Provinsi Jawa Timur
Tahun 2005-2010 Persen Uraian diatas memberikan gambaran bahwa secara agregat, terjadi
transformasi sektoral dari perekonomian berbasis primer tradisional menuju ekonomi modern, seperti sekunder dan terutama tersier sebagaimana yang
telah diungkapkan oleh Hollis B Chenery Tambunan, 2011. Kondisi ini cukup menggembirakan mengingat sektor sekunder dan tersier dibangun dari
sektor-sektor yang tidak tergantung pada sumberdaya alam. Di samping itu, salah satu ciri daerah yang maju adalah jika daerah itu lebih didominasi oleh sektor
yang sudah terlepas dari keberadaan sumber daya alam tertiary sector. Namun begitu, transformasi struktural ekonomi akan lebih bermakna jika didukung oleh
transformasi sektoral tenaga kerja. Ditinjau dari segi pembangunan sumberdaya manusia, dapat dikatakan
bahwa kualitas sumberdaya manusia di Provinsi Jawa Timur secara keseluruhan sudah cukup membanggakan. Tingginya Angka Melek Huruf AMH yang
mencapai 88,02 persen mengindikasikan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat sudah baik. Hal ini didukung dengan Angka Partisipasi Sekolah APS usia 7-12
dan 13-15 sebagai cerminan pendidikan dasar sembilan tahun yang masing- masing sebesar 98,74 persen dan 88,87 persen serta rata-rata lama sekolah yang
mencapai 7,32 tahun. Dengan tingginya tingkat pengetahuan tersebut, pada akhirnya mempengaruhi pola kehidupan masyarakat, salah satu di antaranya
adalah pola hidup sehat. Angka Harapan Hidup AHH yang mencapai 69,58 persen serta Angka Kematian Bayi AKB 29,99 persen memberikan gambaran
bahwa sebagian besar masyarakat di provinsi ini sudah memiliki kesadaran untuk melaksanakan pola hidup sehat.
Ketimpangan atau ketidaksetaraan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan ternyata masih tinggi. Hal ini tercermin dari rendahnya persentase
desa yang memiliki prasarana untuk menunjang kegiatan perekonomiannya.
Banyaknya desa yang memiliki pasar merupakan contoh, yang hanya sebesar 23,81 persen dari jumlah seluruh desa yang ada di provinsi ini. Begitu juga
persentase banyaknya desa yang terlayani internet serta sumber air minum dari Perusahaan Daerah Air Minum PDAM yang rata-rata juga masih relatif kecil,
yaitu 8,82 persen dan 12,69 persen. Walaupun begitu, pembangunan prasarana pendidikan, perumahan, serta
komunikasi bisa dikatakan sudah baik. Hal ini tercermin dari persentase desa yang memiliki SD, persentase desa yang dialiri jaringan listrik PLN dan jaringan
telepon seluler, yang masing-masing sebesar 99,27 persen, 95,32 persen dan 86,28 persen. Pembangunan prasarana transportasi dan sanitasi di provinsi ini
juga sudah cukup baik yang ditunjukkan dengan persentase desa dengan jalan dapat dilalui kendaraan roda empat, persentase banyaknya desa dengan jalan
aspal, serta persentase desa yang memiliki prasarana sanitasi jamban sendiri yaitu masing-masing sebesar 98,62 persen, 78,50 dan 69,81 persen.
Adanya perbedaan sumberdaya alam, kondisi geografis, maupun kebijakan pembangunan antara kabupatenkota yang satu dengan lainnya,
menyebabkan karakteristik ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana yang ada pada masing-masing kabupatenkota tersebut juga bervariasi. Hal ini bisa
dilihat pada Lampiran 1-3 yang memuat berbagai karakterisik ekonomi, sumberdaya manusia serta prasarana seluruh kabupatenkota di Jawa Timur yang
dicerminkan melalui berbagai indikator sebagaimana yang telah diidentifikasi dalam penelitian ini.
4.2 Analisis Kinerja Pembangunan Daerah KabupatenKota di Provinsi Jawa Timur