Blok Deforestasi Dampak Kebijakan Makroekonomi

112 Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa peningkatan penawaran uang sebesar 23.12 menurunkan suku bunga riel sebesar 53.63. Sedangkan peningkatan pengeluaran pemerintah 17.96 meningkatkan suku bunga riel sebesar 15.53. Bagaimana dampaknya terhadap tingkat deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi disajikan pada Tabel 17. Dari Tabel 17 diketahui bahwa secara keseluruhan dampak penurunan suku bunga menyebabkan total deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi meningkat sebesar 9.08, terutama untuk areal karet 35.70 dan padi 35.54, sedangkan untuk areal HTI dan sawit menurun. Tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit berturut-turut menurun sebesar 0.03 dan 1.83. Dari model diketahui bahwa penurunan tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit menunjukkan pengaruh penurunan suku bunga lebih lemah dibanding pengaruh kenaikan harga input kayu HTI untuk kasus areal HTI, dan harga buah sawit untuk kasus areal sawit. Dalam model, kayu HTI diperlakukan sebagai input produksi pulp, dan buah sawit sebagai input produksi minyak sawit. Penurunan suku bunga menyebabkan harga kayu HTI dan sawit meningkat berturut-turut sebesar 0.17 dan 1.39. Karena pengaruh penurunan suku bunga terhadap deforestasi areal HTI dan sawit lebih lemah dibanding pengaruh kenaikan harga input kayu HTI dan sawit, sebagai konsekuensinya tingkat deforestasi keduanya menurun. Sebaliknya dari Tabel 17 diketahui bahwa kenaikan suku bunga 15.53 sebagai dampak peningkatan pengeluaran pemerintah 17.96 menurunkan secara keseluruhan tingkat deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi sebesar 3.27. Tingkat deforestasi untuk areal HTI yang menurun menunjukkan pengaruh kenaikan suku bunga lebih kuat dibanding pengaruh penurunan harga kayu HTI 0.06. Tingkat deforestasi untuk areal sawit yang menurun menunjukkan langsung PDB riel terhadap permintaan, di samping menganalisis pengaruh langsung suku bunga terhadap tingkat deforestasi. Pengaruh suku bunga terhadap harga komoditas bergantung pada respon permintaan dan penawaran, sedangkan pengaruh PDB cenderung secara positif terhadap harga komoditas. 113 penurunannya lebih disebabkan oleh kenaikan suku bunga, dan harga buah sawit yang meningkat 0.33. Sedangkan penurunan tingkat deforestasi untuk areal karet lebih disebabkan oleh pengaruh kenaikan suku bunga, karena harganya meningkat 0.34. Tingkat deforestasi padi lebih disebabkan oleh kenaikan suku bunga dan penurunan harganya 0.40. Tabel 17. Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap Deforestasi Blok Deforestasi Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi MS G No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik 23.1 Naik 18.0 A Deforestasi untuk Areal HTI 1 Tingkat Deforestasi ribu ha 291.3 -0.03 -0.17 2 Penawaran Kayu HTI ribu m3 3972.5 5.79 -1.64 3 Permintaan Kayu HTI ribu m3 3972.5 5.79 -1.64 4 Harga Kayu HTI Rp ribu m3 345.4 0.17 -0.06 B Deforestasi untuk Areal Sawit 1 Tingkat Deforestasi ribu ha 257.3 -1.83 -0.04 2 Penawaran Buah Sawit ribu ton 29153.6 8.16 1.95 3 Permintaan Buah Sawit ribu ton 29153.6 8.16 1.95 4 Harga Buah Sawit Rpkg 330.3 1.39 0.33 C Deforestasi untuk Areal Karet 1 Tingkat Deforestasi ribu ha 38.6 35.70 -10.29 2 Penawaran Karet ribu ton 1606.3 3.11 -0.67 3 Permintaan Karet DN ribu ton 205.1 23.60 -5.07 4 Penawaran Ekspor Karet ribu ton 1401.2 0.11 -0.03 5 Harga Karet Dalam Negeri Rpkg 7098.9 -1.58 0.34 D Deforestasi untuk Areal Padi 1 Tingkat Deforestasi ribu ha 167.4 35.54 -12.01 2 Penawaran GKG ribu ton 48295.8 0.96 0.42 3 Permintaan GKG ribu ton 48295.8 0.96 0.42 4 Harga GKG Rpkg 1339.3 -0.91 -0.40 E Total Deforestasi ribu ha 754.6 9.08 -3.27 Keterangan: MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah ; DN = Dalam Negeri; GKG = Gabah Kering Giling 114

6.1.3. Blok Degradasi Hutan

Degradasi hutan alam areal HPH disebabkan oleh prasyarat dan prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan tidak dipraktekkan di lapangan. Prasyarat yang dimaksudkan yaitu kejelasan property rights atas hutan yang dikelola, dan penegakan hukum atas property rights. Prasyarat yang lainnya yaitu harga kayu hutan alam tidak terdistorsi, dalam pengertian mencerminkan harga keekonomian kayu. Sedangkan prinsip yang dimaksudkan adalah bagaimana pengelolaan dilakukan sehingga ekosistem hutan tidak terdegradasi sempurna, misalnya menerapkan reduce impact logging dalam penebangan. Biaya yang dikeluarkan untuk mempraktekkan prasyarat dan prinsip pengelolaan tersebut umumnya diabaikan salah satunya karena suku bunga yang relatif tinggi 35 . Penurunan suku bunga dihipotesiskan akan menurunkan degradasi hutan areal HPH. Tabel 18 menyajikan skenario dampak perubahan kebijakan makroekonomi terhadap degradasi hutan alam areal HPH. Dari Tabel 18 diketahui bahwa penurunan suku bunga riel dapat menurunkan degradasi. Model memprediksi penurunan suku bunga riel sebesar 53.637 dapat menurunkan tingkat deforestasi areal HPH sebesar 109.73 dari rataan per tahun berkurang 801.0 ribu ha menjadi rataan per tahun bertambah 77.9 ribu ha. Di sisi lain, penurunan suku bunga akan menaikkan penawaran kayu ilegal sebesar 2.71, dan kayu legal 2.10. Permintaan kayu oleh industri kayu gergajian meningkat sebesar 102.57, dan industri kayu lapis 7.93. Model memprediksi kenaikan penawaran kayu legal dan ilegal menyebabkan harga kayu hutan alam menurun sebesar 2.84. Sebaliknya dari Tabel 18 diketahui bahwa model memprediksi dampak peningkatan pengeluaran pemerintah 17.96 yang menyebabkan kenaikan suku 35 Aspek kelembagaan dapat juga berpengaruh namun dalam penelitian ini diasumsikan eksogen. Mendelsohn 1994: poorly- defined property rights menjadi pendorong terjadinya deforestrasi; umumnya dimulai dari degradasi hutan sebelum deforestasi terjadi. Pelaksanaan otonomi daerah mendorong perambahan hutan yang menyebabkan deforestrasi Prasetyo et.al, 2008. Harga nonrenewable resources dapat tidak meningkat jika terdapat inovasi teknologi di sisi permintaan dan penawaran yang dapat mengkompensasi pengaruh stok Lin dan Wagner, 2007. Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara harga kayu dan stok Huhtala et al, 2000. Renewable resources memiliki peran terbatas dalam model-model pertumbuhan ekonomi Brown, 2000. Dengan kata lain, biaya untuk pemanfaatan sumberdaya alam cenderung tertekan. 115 bunga sebesar 15.53 dapat menaikkan tingkat degradasi hutan areal HPH sebesar 31.74 dari rataan per tahun berkurang 801.0 ribu ha meningkat menjadi 1055.20 ribu ha. Di lain pihak, kenaikan suku bunga menurunkan penawaran kayu ilegal sebesar 0.77, dan kayu legal 0.58. Sedangkan permintaan kayu oleh industri kayu gergajian menurun sebesar 2.80, dan industri kayu lapis 1.15. Model memprediksi penurunan penawaran kayu legal dan ilegal menyebabkan harga kayu hutan alam meningkat sebesar 0.78. Tabel 18. Sekenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap Degradasi Hutan Blok Degradasi Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi MS G No. Peubah Endogen Nilai Dasar Naik 23.12 Naik 17.96 1 Degradasi HA Areal Alam HPH ribu ha -801.0 -109.73 31.74 2 Penawaran Kayu Ilegal ribu m3 10601.2 2.71 -0.77 3 Penawaran Kayu HA ribu m3 15488.9 2.10 -0.58 4 Permintaan Kayu HA oleh IKG ribu m3 10040.6 12.57 -2.80 5 Permintaan Kayu HA oleh IKL ribu m3 14677.0 7.93 -1.15 6 Harga Kayu Hutan Alam Rpm3 698428.0 -2.84 0.78 Keterangan: MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah; HA=Hutan Alam ; IKG = Industri Kayu Gergajian; IKL = Industri Kayu Lapis.

6.2. Dampak Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang dianalisis adalah harga minyak mentah dunia, dan suku bunga rujukan Amerika Serikat. Dampak faktor eksternal terhadap perekonomian disajikan pada Gambar 29. Gambar 29 menunjukkan peningkatan harga minyak mentah dunia akan menaikkan pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran pemerintah selanjutnya mempengaruhi produk domestik bruto PDB. Selain mempengaruhi pengeluaran pemerintah, harga minyak mentah dunia juga