Pertumbuhan Bambu Konservasi Ex-situ Bambu Duri (Bambusa blumeana J.A. & J.H. Schultes) di Arboretum Bambu Kampus Darmaga

rumpun dapat merusak buluh bambu lain dan mematikan akar rimpang disekitarnya.

2.7.1 Teknik pembibitan stek batang

Batang bambu yang baik untuk stek yakni dari batang bawah sampai tengah yang mengeluarkan batang tunas atau mata tunas pada buku-bukunya. Setelah batang induk ditentukan kemudian bagian yang akan di stek dipotong dengan gergaji sepanjang ± 20 cm di bawah dan atas buku-buku yang mengeluarkan tunas. Polybag persemaian yang telah berisi stek batang diletakkan pada tempat yang teduh dan lembab untuk merangsang keluarnya akar dan daun, untuk mempertahankan kelembapan, media persemaian dapat disiram air secara rutin atau sesuai dengan kebutuhan.Setelah 2-3 bulan stek telah mulai berakar dan mengeluarkan daun Andoko 2003. Batang bambu dipotong-potong berukuran 10 cm dari bawah dan atas buku yang terdapat tunas atau calon tunas sehingga stek batang berukuran ± 20 cm dan siap di tanam Sutiyono et al. 1996.

2.7.2 Teknik pembibitan stek cabang

Bahan bibit yang berasal dari stek cabang dipilih dari cabang yang menempel pada indukan kemudian dipotong cabang mulai dari pangkal yang menempel pada buku batang. Cabang yang telah dipotong kemudian dipotong lagi bagian ujung sehingga diperoleh panjang stek cabang ± 75 cm 3-4 ruas. Stek cabang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam polybag yang telah terisi media tanam. Waktu pembibitan baik dilakukan pada musim hujan karena memiliki tingkat kelembapan yang relatif tinggi sehingga buku-buku batang dan cabang segera muncul tunas Sutiyono et al. 1996 kemudian menurut Andoko 2003 polybag persemaian stek cabang bambu tersebut diletakan di tempat yang teduh dan lembab serta disiram secara teratur untuk mempercepat keluarnya akar stek cabang. Setelah ± 2-3 bulan stek cabang bambu yang hidup akan mulai tumbuh akar.

2.8 Pertumbuhan Bambu

Pertumbuhan merupakan pembelahan sel peningkatan jumlah dan pembesaran sel peningkatan ukuran dan memerlukan sintesis protein dan prosesnya tidak dapat berbalik Gardner et al. 1991 diacu dalam Nadeak 2009. Pertumbuhan batang bambu dapat dibedakan menjadi 3 yakni pertambahan tinggi pada ujung batang rebung yang disebabkan oleh aktivitas sel-sel jaringan meristem apikal Sutiyono et al. 1996. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bambu diantaranya : a. Tanah Semua jenis tanah dapat ditanami bambu kecuali tanah yang terdapat di dekat pantai jika tumbuh pertumbuhannya akan lambat dan ukuran batang kecil. Verhoef 1957 diacu dalam Sutiyono 1996 menyatakan bahwa berbagai keadaan tanah dapat ditumbuhi bambu mulai dari tanah berat sampai tanah yang kurang subur.Jenis tanah yang terletak di daerah Arboretum Bambu Kampus Darmaga merupakan jenis tanah latosol coklat kemerahan. Menurut Soepardi 1983 tanah latosol memiliki produktifitas yang baik dan relatif lebih subur dibanding tanah jenis lainnya. Beberapa pengamatan menunjukkan ada kecenderungan bahwa tingkat kesuburan tanah berpengaruh terhadap ukuran batang baik panjang ruas, diameter, tebal dinding tetapi tidak terhadap jumlah ruas. Pada tanah yang memiliki kesuburan tinggi akan menghasilkan ukuran batang yang lebih besar Sutiyono et al. 1996. b. Ketinggian tempat Tumbuhan bambu dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, dari pengunungan berbukit-bukit dengan lereng curam sampai landai, dari ketinggian 0-300 mdpl. Bambu duri akan tumbuh dengan baik pada selang ketinggian 0-600 mdpl Sutiyono et al. 1996. c. Iklim Suhu udara, curah hujan, dan kelembapan udara merupakan fakor-faktor yang mempengaruhi iklim. Menurut Huberman 1959 diacu dalamSutiyono 1996 suhu yang cocok untuk pertumbuhan bambu berkisar antara 8,8 o C-36 o C, curah hujan 1020 mmtahun dan kelembapan udara dibutuhkan minimal 80. Tumbuhan bambu di Indonesia tumbuh pada berbagai tipe iklim mulai dari tipe curah hujan A,B,C,D sampai E atau dari iklim basah sampai kering. Semakin basah tipe iklim maka semakin banyak jumlah jenis bambu karena tumbuhanbambu memerlukan banyak air. Hal ini terlihat oleh banyaknya tumbuhan bambu yang tumbuh di pinggir-pinggir sungai Sutiyono et al. 1996. d. Hormon Tumbuhan Hormon tumbuhan Zat pengatur tumbuh berasal dari bahasa Yunani yaitu hormaein memiliki arti merangsang, membangkitkan atau mendorong timbulnya suatu aktivitas biokimia sehingga fito-hormon tanaman dapat didefinisikan sebagai senyawa organik tanaman yang bekerja aktif dalam jumlah sedikit, ditransportasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan atau proses-proses fisiologi tanaman. Hormon hanya efektif pada jumlah tertentu. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat merusak bagian yang terluka. Bentuk kerusakannyaberupa pembelahan sel dan kalus yang berlebihan serta mencegah tumbuhnya tunas dan akar sedangkan apabila konsentrasi di bawah optimum maka menjadi tidak efektif Wudianto 1994. BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian