BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 – Januari 2012 dan
dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit dan Bagian Peningkatan Mutu
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu log kayu jabon [Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.] berdiameter ±30 cm umur 5 tahun
dengan panjang 200 cm yang dipotong menjadi beberapa papan berukuran lebar 30 cm, tebal 2,5 cm dan panjang 200 cm. Log kayu jabon ini didapat
dari daerah Cianjur, Jawa Barat. Bahan lain yang dipakai adalah air untuk pengukusan dan kertas kalkir. Alat yang digunakan untuk proses pemadatan
kayu adalah mesin kempa panas, klem, autoklaf untuk mengukus, kaliper untuk mengukur dimensi contoh uji, moisture meter untuk mengukur
kadar air, oven untuk mengeringkan contoh uji, desikator, jam, Universal Testing Machine merk Instron® tipe 3369 dan Amsler®. Alat lain yang
digunakan adalah kamera digital untuk mendokumentasikan contoh uji hasil pemadatan. Alat uji gelombang ultrasonik merk SylvatestDuo® frekuensi =
22 kHz digunakan untuk pengujian kecepatan rambatan gelombang suara.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Persiapan Contoh Uji
Log kayu jabon yang berdiameter ±30 cm panjang 200 cm dibagi menjadi empat bagian masing-masing berukuran panjang 50
cm Gambar 1. Bahan contoh uji dibuat dengan ukuran lebar = 2 cm, tebal = 2,5 cm dan panjang = 50 cm untuk setiap penampang
lintang kayu teras, transisi dan gubal. Jumlah contoh uji yang didapat adalah 48 batang yang terdiri dari 12 contoh uji sebagai
kontrol tanpa perlakuan dan 36 contoh uji lainnya mendapat perlakuan. Tabel 2 menunjukkan detail jumlah contoh uji
berdasarkan perlakuan penelitian dan posisi kayu pada penampang lintang batang. Selanjutnya bahan contoh uji dikeringkan selama ± 2
minggu untuk memperoleh kadar air kayu kering udara KA ± 15. Tabel 2 Jumlah contoh uji yang dibuat berdasarkan perlakuan dan
posisi kayu pada penampang lintang
Variasi lama waktu
pengukusan Posisi kayu
Teras Transisi
Gubal
Kontrol 4 contoh uji
4 contoh uji 4 contoh uji
30 menit 4 contoh uji
4 contoh uji 4 contoh uji
60 menit 4 contoh uji
4 contoh uji 4 contoh uji
90 menit 4 contoh uji
4 contoh uji 4 contoh uji
Keterangan: Transisi adalah posisi kayu diantara kayu teras dengan kayu gubal
Keterangan: T
i
= Kayu Teras, R
i
= Kayu Transisi, G
i
= Kayu Gubal
Gambar 1 Pembagian log menjadi contoh uji
Sebelum pemotongan log menjadi bahan untuk contoh uji dilakukan pendokumentasian gambaran penampang melintang log pada kedua
ujungnya untuk ke-4 bagian log.
3.3.2. Pengujian Nondestruktif Tahap Awal
Pengujian nondestruktif gelombang ultrasonik menggunakan alat SylvatestDuo®. Pengujian ini dilakukan untuk contoh uji kering
udara sebelum mendapat perlakuan, yaitu dengan menempatkan dua buah transduser pada kedua ujung contoh uji. Untuk penempatan ini
sebelumnya dilakukan
pengeboran. Contoh
uji dilubangi
menggunakan bor berdiameter 0,5 cm sedalam 2 cm. Transduser terdiri dari transduser pengirim gelombang suara dan transduser
penerima gelombang suara di ujung lainnya. Pengujian dilakukan terhadap contoh uji berukuran 2 x 2,5 x 30 cm. Parameter yang
digunakan adalah waktu rambat t dan kecepatan rambat gelombang ultrasonik v.
Gambar 2 Pengujian Nondestruktif dengan SylvatestDuo® frekuensi = 22 kHz
3.3.3. Perlakuan Pendahuluan
Contoh uji yang berjumlah 36 batang diberi perlakuan pengukusan. Pengukusan dilakukan dengan autoklaf menggunakan
air pada suhu 120°C dengan variasi lama waktu pengukusan untuk setiap set contoh uji masing-masing: 30 menit, 60 menit dan 90
menit. Dua belas contoh uji sisanya tidak diberi perlakuan apapun yang digunakan sebagai kontrol.
a b
Gambar 3 a Autoklaf yang digunakan, b Penyusunan contoh uji dalam autoklaf
3.3.4. Tampilan Kayu
Pendokumentasian tampilan
kayu dilakukan
untuk membandingkan penampilan kayu sebelum dan sesudah dipadatkan
menggunakan kamera digital. Dari tampilan tersebut dapat dilihat perubahan penampilan contoh uji secara langsung dari segi warna
dan ketebalan.
3.3.5. Perlakuan Kempa Panas
Tiga puluh enam contoh uji yang telah dikukus dengan air kemudian dipadatkan dengan mesin kempa panas dengan posisi
pengempaan arah tegak lurus serat contoh uji, pada suhu 150°C hingga ketebalan target mencapai 2 cm dari ketebalan awal 2,5 cm
Gambar 4a. Pada saat pemadatan dihitung lamanya waktu pemadatan dan dicatat besarnya tekanan yang diperlukan sampai
ketebalan target tercapai. Selanjutnya contoh uji didiamkan pada mesin kempa selama 15 menit untuk pengkondisian.
a b
Gambar 4 a Pemadatan dengan kempa panas, b pengkondisian dengan klem
Selanjutnya contoh uji dikeluarkan dari mesin kempa dan diklem Gambar 4b. Contoh uji yang sudah dipadatkan tersebut
dikering udarakan dengan cara diangin-anginkan dengan bantuan fan selama 14 hari dalam kondisi diklem, hingga mencapai kestabilan
dimensi dan mencapai kadar air kering udara.
3.3.6. Pengujian Nondestruktif Setelah Pemadatan
Sama seperti pengujian nondestruktif awal, parameter yang diuji adalah waktu rambat gelombang dan kecepatan rambat
gelombang ultrasonik setelah pemadatan. Diduga ada perubahan terhadap kedua parameter tersebut akibat perlakuan pemadatan.
3.3.7. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
Pengujian sifat fisis dan mekanis dilakukan terhadap contoh uji yang telah dipadatkan dan contoh uji kontrol. Pengujian sifat fisis
meliputi kadar air, kerapatan, berat jenis dan perubahan dimensi tebal. Sementara sifat mekanis yang diuji adalah MOE, MOR, tekan
sejajar serat, dan kekerasan. Pengujian sifat fisis ini mengacu pada standar JIS Z 2102 1957 dan JIS Z 2103 1957, untuk sifat
mekanis yang diuji mengacu pada standar JIS Z 2113 1963. Pada Gambar 5 dapat dilihat pembagian contoh uji untuk pengujian sifat
fisis dan mekanis.
Keterangan: a = contoh uji untuk KA, kerapatan
ρ dan BJ ukuran 2 x 2 x 2 cm b = contoh uji nondestruktif, MOE dan MOR 2 x 2 x 30 cm
c = contoh uji tekan serat 2 x 2 x 6 cm d = contoh uji kekerasan 2 x 2 x 6 cm
contoh uji KA, ρ, BJ setelah pemadatan menggunakan contoh uji pada
MOE dan MOR
Gambar 5 Bahan pembuatan contoh uji sifat fisis dan mekanis
3.3.7.1. Kadar Air
Contoh uji pengukuran kadar air diambil dari dekat bagian yang mengalami kerusakan pada pengujian lentur dengan ukuran 2
x 2 x 2 cm. Contoh uji kemudian ditimbang beratnya sebelum dioven untuk mengetahui berat awal W1. Setelah dioven selama 24
jam dengan suhu 103±2°C kemudian ditimbang kembali untuk
mengetahui berat kering oven W2. Kadar air kayu Jabon
terpadatkan dihitung dengan rumus:
3.3.7.2. Kerapatan
Contoh uji yang digunakan sama dengan contoh uji untuk kadar air 2 x 2 x 2 cm, kemudian ditimbang untuk mengetahui
berat kering udara W. Dimensinya diukur untuk mengetahui volume kering udaranya V. Kerapatan kayu Jabon terpadatkan
dihitung dengan rumus:
3.3.7.3. Berat jenis
Contoh uji dari pengujian kadar air dan kerapatan 2 x 2 x 2 cm dikeringkan dengan oven selama 24 jam dengan suhu 103±2°C,
lalu ditimbang untuk mengetahui berat kering tanurnya W. Selain itu juga diukur dimensi setelah pengempaan V, dan selanjutnya
diperbandingkan dengan benda standard kerapatan air 1 gcm³
Berat Jenis =
3.3.7.4. Perubahan Dimensi
Perubahan dimensi merupakan perubahan dimensi tebal setelah perlakuan terhadap kondisi akhir setelah mencapai kestabilan
dimensi. Contoh uji yang digunakan berukuran tebal 2 cm, lebar 2
WV Kerapatan air
cm dan panjang 30 cm. Pengukuran tebal dilakukan sesaat setelah proses pemadatan menggunakan kempa panas di tiga titik T1
Gambar 6. Setelah pengkondisian menggunakan klem untuk mencapai stabilitas dimensi dan kadar air kering udara dilakukan
kembali pengukuran tebal pada ketiga titik yang sama T2.
Gambar 6 Pengukuran dimensi tebal pada tiga titik
Perubahan Dimensi = x 100
3.3.7.5. Kekakuan Lentur MOE dan Kekuatan Lentur MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk Instron® tipe 3369. Ukuran contoh
uji yang digunakan adalah 2 x 2 x 30 cm dengan panjang bentang 28 cm. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kekakuan lentur
dan kekuatan lentur contoh uji Gambar 7
a b
Gambar 7 a Pengujian MOE dan MOR di UTM Instron, b Contoh uji sebelum dan sesudah pengujian
T2 - T1 T1
Besarnya MOE dan MOR dapat ditentukan dengan rumus:
Dengan keterangan sebagai berikut: MOE = kekakuan lentur kgcm²
MOR = kekuatan lentur kgcm² P
= beban di bawah batas proporsi kg L
= jarak sangga contoh uji cm ΔY
= defleksi yang terjadi akibat beban P cm b
= lebar penampang contoh uji cm h
= tinggi penampang contoh uji cm B
= beban maksimum sampai patah kg
3.3.7.6. Kekuatan Tekan Sejajar Serat
Untuk pengujian tekan sejajar serat contoh uji yang digunakan berukuran 2 x 2 x 6 cm. Pengujian dilakukan dengan UTM merk
Instron tipe 3369 Gambar 8.
a b
Gambar 8 a Pengujian tekan sejajar serat b Contoh uji sebelum dan sesudah pengujian
Nilai keteguhan tekan sejajar serat dihitung dengan rumus:
Keterangan: P = Beban Maksimum kg
A = Luas permukaan bidang tekan cm²
3.3.7.7. Kekerasan
Contoh uji berukuran 2 x 2 x 6 cm digunakan untuk pengujian kekerasan permukaan dengan UTM Amsler Gambar 9.
Pengujian dilakukan dengan memasukkan setengah bola baja berdiameter 0,444 inchi 1cm dengan luas penampang 1 cm² ke
dalam kayu. Kemudian bola tersebut ditekan sedalam 0,222 inchi 0,5 cm.
a b
Gambar 9 a Pengujian kekerasan kayu b Contoh uji sebelum dan sesudah pengujian
Nilai kekerasan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan: P = Beban kg
A = Luas Penampang 1 cm²
Y
ijk
= µ + α
i
+ β
j
+ αβ
ij
+ ε
ijk
3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif sederhana untuk menentukan nilai rata-rata, standard deviasi, dan koefisien variasi. Selain
itu untuk mengetahui pengaruh pemadatan dilakukan dengan perancangan percobaan rancangan acak lengkap RAL dengan percobaan faktorial.
Faktor yang digunakan adalah variasi lama waktu pengukusan dan posisi kayu teras, transisi dan gubal. Model umum rancangan percobaan yang
digunakan adalah:
Keterangan: Yijk = Pengamatan pada faktor waktu pengukusan taraf ke-i, faktor
posisi kayu taraf ke-j dan ulangan ke k empat kali ulangan, μ = Nilai rata-rata pengamatan
αi = Pengaruh utama perlakuan pengukusan ke i 1 = 30 menit,
2 = 60 menit, 3 = 90 menit, 4 = kontrol βj = Pengaruh utama perlakuan posisi kayu ke j 1 = gubal,
2 = transisi, 3 = teras αβij = Interaksi dari perlakuan pengukusan dan perlakuan posisi kayu
εijk = Kesalahan percobaan
Pengolahan data ini dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak SAS 9.1 for Windows.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tampilan Kayu
Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari
pengaruh suhu pengeringan saat proses kayu berlangsung Inoue et al. 1993. Gambar 10 menunjukkan contoh uji dengan perlakuan pendahuluan
pengukusan menggunakan air sebelum dan sesudah pemadatan dengan menggunakan kempa panas.
Gambar 10 Perbandingan tampilan warna kayu kontrol dengan kayu yang diberikan perlakuan
Dari Gambar 10 dapat dibandingkan kondisi kayu sebelum pemadatan
dengan kayu hasil pemadatan. Pemadatan kayu jabon pada suhu 150°C menyebabkan perubahan warna pada permukaan. Kayu yang mengalami
pemadatan berubah menjadi sedikit lebih gelap dari warna aslinya. Hal ini diduga akibat pengaruh suhu yang tinggi pada saat pengukusan dan
pengempaan. Kayu yang terpadatkan memiliki kesan raba yang lebih halus dan kilap yang lebih jelas dibandingkan dengan kayu kontrol.
Dari hasil penelitian Ramdhania 2010 menunjukkan bahwa pemadatan kayu randu dengan perlakuan pengukusan yang menggunakan
jenis bahan pengukus tanin dan pengempaan panas menghasilkan warna yang sedikit berbeda dengan aslinya, yakni di beberapa bagian warnanya
menjadi sedikit lebih gelap. Kayu yang terpadatkan memiliki kesan raba