Tabel 5 Hasil analisis sidik ragam terhadap sifat fisis kayu jabon setelah perlakuan pada selang kepercayaan 95
Sumber KA
ρ BJ
Vus Terpadatkan
Terpadatkan Terpadatkan
Terpadatkan Nilai P
Nilai P Nilai P
Nilai P Posisi Kayu
0,8216
tn
0,3153
tn
0,2307
tn
0,2893
tn
Perlakuan ,0001
0,0001 ,0001
0,4836
tn
Posisi Kayu x Perlakuan
0,9863
tn
0,9103
tn
0,8110
tn
0,4415
tn
Keterangan : = berbeda nyata pada selang kepercayaan 95
tn = tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95
KA = kadar air
ρ = kerapatan
BJ = berat jenis
Vus = velositas gelombang ultrasonik P
= probabilit
y
4.3.1 Kadar Air
Berdasarkan hasil penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 13 diketahui bahwa akibat proses pemadatan dengan suhu tinggi 150°C, kadar
air kayu menurun dari kondisi kering udara 15,32 sampai 15,96 menjadi 8,55 sampai 9,08 pada kayu terpadatkan. Hasil pemadatan
dapat menurunkan nilai kadar air kayu jabon sampai 44,78 dari kayu
sebelum perlakuan.
Gambar 13 Histogram nilai kadar air kayu jabon pada kondisi sebelum dan sesudah perlakuan
Penurunan kadar air sampai dibawah 10 ini diduga disebabkan pengaruh panas pada waktu pengempaan. Hal ini sejalan dengan penelitian
Sulistyono 2001 yang menggunakan perlakuan variasi suhu kempa panas yang cukup tinggi sebesar 125°C, 150°C, 175°C, dan 200°C menghasilkan
kayu terpadatkan dengan kadar air 50 lebih rendah dari kadar air kayu sebelum perlakuan.
Suhu tinggi tersebut merusak ikatan hidrogen antar molekul air sehingga kayu mengalami pengeringan. Kadar air yang rendah diharapkan
dapat meningkatkan sifat fisis dan mekanis kayu tersebut. Kadar air kayu yang rendah ini juga berguna untuk mengurangi terjadinya pemulihan tebal
atau springback pada waktu dikeluarkan dari tekanan kempa. Selain itu diduga telah terjadi rusaknya sel dalam kayu sehingga tidak dapat berikatan
dengan rantai OH bebas dari lingkungan. Rusaknya molekul air akibat perlakuan suhu tinggi menyebabkan terjadinya kerusakan pada ikatan H
antar molekul-molekul di dalam matriks hemiselulosa-lignin Amin Dwianto 2006
Analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 yang dilakukan Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua
faktor perlakuan posisi horizontal kayu dan lama pengukusan terhadap kadar air kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan
pengukusan berpengaruh nyata terhadap kadar air kayu jabon terpadatkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan nilai KA terendah terdapat pada
perlakuan pengukusan 30 menit. Pada penelitian ini semakin cepat waktu pengukusan sebelum pengempaan semakin rendah nilai KA kayunya. Hal
ini diduga adanya kandungan air yang masih terikat didalam kayu setelah pengukusan dalam autoklaf. Nilai KA yang rendah ini 8,55 diduga
dapat meningkatkan kekuatan kayu menjadi lebih stabil. 4.3.2 Kerapatan
Pada Gambar 14 menyajikan histogram nilai kerapatan kayu jabon sebelum dan setelah perlakuan pengukusan dan pengempaan. Hasil
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai kerapatan kayu jabon mulai dari 0,46 gcm³ sampai 0,50 gcm³ pada
kondisi setelah pemadatan atau meningkat ±11 terhadap kerapatan kayu jabon dari kondisi sebelum pemadatan. Nilai kerapatan contoh uji kayu
jabon yang diberi perlakuan pengukusan dengan air selama 90 menit adalah
yang paling tinggi hingga bisa meningkatkan kerapatan sampai 11,43.
Gambar 14 Histogram nilai kerapatan kayu jabon pada kondisi sebelum dan sesudah pemadatan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95 Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara kedua faktor
perlakuan posisi horizontal kayu dan lama pengukusan terhadap kerapatan kayu jabon terpadatkan. Namun, faktor tunggal perlakuan pengukusan
berpengaruh nyata terhadap kerapatan kayu jabon terpadatkan. Sedangkan untuk faktor tunggal posisi kayu tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada perlakuan pengukusan 90 menit menghasilkan nilai kerapatan terbaik. Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan sebelum pengempaan mampu meningkatkan nilai kerapatan kayu jabon terpadatkan.
Kerapatan kayu berhubungan linier dengan sifat kekuatan kayu, semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin tinggi pula sifat kekuatannya.
Pada penelitian Murhofiq 2000, pemadatan kayu agatis sampai 50 dari tebal semula mampu meningkatkan kerapatannya dari 0,41 gcm
3
menjadi 0,9 gcm
3
. Sementara untuk kayu sengon dengan kerapatan 0,23 gcm
3
meningkat kerapatannya menjadi 0,48 gcm
3
setelah dipadatkan.
Peningkatan kerapatan kayu diduga akibat pemadatan pada suhu tinggi yang menyebabkan kayu menjadi lunak plastis. Plastisasi dengan
pengukusan pada suhu diatas 120°C menyebabkan hemiselulosa dan lignin yang berperan sebagai pengikat dan pengisi selulosa akan elastis pada suhu
tersebut. Kondisi elastis dari kayu ini akan lebih memudahkan pada waktu pengempaan. Dwianto et al., 1996 menyatakan bahwa mekanisme
perubahan bentuk akibat pengempaan pada saat dibawah titik proporsional deformasi mendekati elastis
4.3.3 Berat Jenis