plasma IGF-I pada ikan yang hidup di air hangat lebih tinggi daripada di air dingin Moriyama Kawauchi 2001.
2.5 Efek rGH Pada Pertumbuhan Ikan rGH telah banyak digunakan untuk memacu pertumbuhan ikan. Pemberian
rGH ikan mas yang diproduksi dalam Pichia pastoris sebanyak
0,1 μgg bobot tubuh benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53,1
dibandingkan dengan kontrol Li et al. 2003. Pemberian rGH tersebut dapat
dilakukan melalui injeksi Sekine et al. 1985; Tsai et al. 1995; Li et al. 2003; Funkenstein et al. 2005; Lesmana 2010, melalui perendaman Acosta et al. 2007;
Putra 2010; Syazili et al. 2011 serta melalui pakan Tsai et al. 1997; Handoyo 2012.
Pemberian 0,5 rGH per kg pakan yang diberikan selama 12 minggu
pada juvenil ikan sea bream hitam menunjukkan perbedaan bobot sebesar 60 dari perlakuan kontrol setelah pemeliharaan selama 16 minggu Tsai et al. 1997.
Menurut Sekine et al. 1985, pemberian rGH pada ikan rainbow trout dapat
meningkatkan pertumbuhan sebesar 50 dibandingkan dengan ikan rainbow trout yang tidak diberi perlakuan rGH, sedangkan pada benih ikan beronang pemberian
rGH sebesar 0,5 μgg bobot tubuh sebanyak 1 kali per minggu selama 4 minggu
dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 20 dari kontrol Funkenstein et al. 2005. Selanjutnya, pemberian rGH pada benih ikan nila dengan dosis 30 mgkg
pakan dengan frekuensi pemberian 2 kali seminggu selama 3 minggu terbukti meningkatkan bobot tubuh sebesar 214,7 dari kontrol Hardiantho 2011.
2.6 Pakan Ikan Gurame
Ikan memenuhi sebagian besar kebutuhan energinya dari protein yang terkandung dalam pakan. Oleh karena itu, rasio energiprotein rasio EP sangat
berpengaruh terhadap efisiensi pemanfaatan protein dan energi. Pakan yang memiliki kandungan energi yang kurang, akan menyebabkan penggunaan
sebagian energi yang berasal dari protein untuk mengganti kekurangan tersebut, sehingga energi yang berasal dari protein untuk pertumbuhan menjadi berkurang.
Hasil penelitian Mokoginta et al. 1995 menunjukkan kebutuhan protein terhadap larva ikan gurame yang memiliki berat 0,1 dan 0,7 g membutuhkan kadar protein
pakan sebesar 43,29 dengan rasio EP 8,0 kkal DEg protein. Kebutuhan protein ikan gurame yang berukuran 25 dan 30 g sebesar 32,14 dengan rasio EP 8 kkal
DEg. Kebutuhan karbohidrat pakan pada ikan gurame dengan bobot tubuh antara 29 dan 32 g adalah 20,8 dan dengan bobot berkisar antara 79 dan 80 dapat
menggunakan karbohidrat pakan sampai kadar 47,5 Mokoginta et al. 2004.
2.7 Penyalutan Coating
Penyalutan merupakan suatu cara untuk melindungi bahan-bahan yang diberikan bersama dengan pakan dari degradasi yang disebabkan oleh asam
lambung ketika berada dalam lambung dan akan terserap dengan baik ketika berada di dalam usus. Bahan yang digunakan untuk penyalutan seperti kitosan,
alginat, kuningputih telur, HPMCP hydroxypropyl methylcellulose phthalate dan lainnya. Bahan penyalut seperti HPMCP telah diperkenalkan di pasaran sejak
tahun 1971. Sebagai turunan dari selulosa untuk penyalutan, bahan tersebut telah di ujicobakan dan efektif dalam beberapa penelitian, baik di bidang farmasi
maupun perikanan. Berdasarkan kelarutannya HPMCP terbagi dua, yaitu HP-50 dan HP-55. HP-
50 larut dalam kondisi pH ≥ 5,0, sedangkan HP-55 larut dalam kondisi pH≥ 5,5 Shin-Etsu 2002.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Ikan Uji
Larva ikan gurame diperoleh dari pembenihan di Desa Ciherang Kec. Darmaga, Kab. Bogor. Larva dipelihara dalam akuarium berukuran 1,0x0,5x0,5
m
3
dengan kepadatan sekitar 20 ekorliter. Setelah ikan mencapai ukuran 0,75 - 1,00 cm dilakukan pengurangan kepadatan menjadi 2-3 ekorliter. Pakan awal
yang diberikan berupa naupli Artemia sp. selama 10 hari, dilanjutkan dengan cacing sutera hingga ikan mencapai ukuran 4 - 5 cm dengan bobot 2,5
– 3,0 gram. Adaptasi terhadap pakan buatan dilakukan sebelum pemberian pakan
mengandung rElGH.
3.2 Produksi rGH Produksi rElGH dilakukan menggunakan bakteri Escherichia coli BL21
yang mengandung konstruksi pCold-1rElGH Alimuddin et al. 2010. Klon bakteri E. coli dikultur dalam 4 mL media 2xYT cair yang mengandung ampisilin,
dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 37°C selama 16-18 jam. Setelah itu, dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1 mL dari kultur awal, dan
dimasukkan ke dalam 100 mL media 2xYT cair baru, dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 jam. Kemudian kultur diberi kejutan suhu 15°C selama 30 menit,
ditambahkan IPTG 1 mM sebanyak 1 mL, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15°C selama 24 jam. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan
sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 2-10 menit. Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim.
Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 mL bufer tris-EDTA TE per 200 mg bakteri, diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 menit, dan selanjutnya
disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit. Supernatan dalam tabung microtube dibuang, diganti dengan larutan lisozim 10 mg dalam 1 mL buffer TE
sebanyak 500 µL, diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 menit, lalu disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang, dan pelet yang terbentuk
merupakan protein rHP dalam bentuk badan inklusi inclusion body. Pelet rGH dicuci dengan bufer fosfat salin PBS sebanyak 1 kali, dan rGH disimpan pada
suhu -80°C hingga akan digunakan. Keberadaan rGH dalam badan inklusi dianalisis menggunakan metode SDS-PAGE Blackshear 1984 dalam Bollag et
al. 1996.
3.3 Pembuatan Pakan Mengandung rGH Pembuatan pakan mengandung rGH dilakukan dengan cara
mencampurkan rElGH yang sudah dilakukan penyalutan coating ke dalam pakan komersial protein sekitar 30. Penyalutan pakan dilakukan berdasarkan
metode Promdonkoy et al. 2004 menggunakan HP55 Shin-Etsu, Japan sehingga terbentuk matriks rElGH-HP55. Pelet rElGH dilarutkan dalam amonium
asetat yang mengandung HP55 dalam etanol 72,8. Setelah penyalutan, rElGH- HP55 dikering-bekukan menggunakan freeze drier. Selanjutnya matriks rElGH-
HP55 diresuspensi dalam asam asetat yang mengandung 10 mM NaCl, dan 0,013 wv deoxyholic acid hingga proteinnya mencapai konsentrasi 0,5
mgmL. Pencampuran rElGH-HP55 dengan pakan uji dilakukan dengan cara disemprotkan, kemudian dikering-anginkan. Selanjutnya pada masing-masing
pakan kontrol, harian, dan perlakuan diambil sebagian untuk analisis proksimat sebagai data awal tentang komposisi nutriasi pakan yang diberikan Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi proksimat pakan yang digunakan bobot kering
Parameter uji Pakan
harian Pakan perlakuan dosis mgkg pakan
Kontrol 0,3
3,0 30,0
Abu 9,37
9,37 9,20
9,15 9,21
Protein 35,52
38,56 38,88
39,85 41,18
Lemak 6,90
7,07 6,90
6,73 6,67
Serat kasar 5,02
5,07 4,84
3,86 3,35
BETN 43,19
39,93 40,17
40,42 39,58
DE kkalkg pakan 2.881,71
2.920,56 2.924,19
2.949,96 2.971,45
CPkkalg protein 8,11
7,57 7,52
7,40 7,21
Keterangan: Pakan harian; Pakan tanpa dicampur HP-55, Pakan kontrol; Pakan dicampur HP-55. Pakan perlakuan diberikan 2 kali per minggu, BETN; bahan ekstrak tanpa
nitrogen, DE: digestible energy yang diperhitungkan dari: 1 g protein= 3,5 kkal; 1 g lemak= 8,1 kkal; 1 g karbohidrat= 2,5 kkal.
3.4 Pemberian r ElGH-HP55 dengan Dosis Berbeda Melalui Pakan
Benih ikan gurame dipelihara dalam akuarium yang berukuran 1,0x0,5x0,5 m
3
dengan kepadatan 45 ikanakuarium selama 4 minggu, dilanjutkan dalam hapa berukuran 2x1x1 m
3
selama 4 minggu. Pakan yang diberikan adalah