telah menemukan bahwa semakin individu memiliki komitmen terhadap organisasi, semakin besar juga usaha mereka dalam menyelesaikan tugas
atau pekerjaannya Porter dan Steers dalam Sunjoyo, 2008. Komitmen organisasi yang kuat akan menyebabkan individu berusaha keras
mencapai tujuan organisasi dan kemauan mengerahkan usaha atas nama organisasi guna meningkatkan kinerja manajerial. Artinya dengan
komitmen organisasi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang baik demi tercapainya tujuan organisasi. Sebaliknya, dengan komitmen
organisasi yang rendah akan tercipta perhatian yang rendah pada pencapaian tujuan organisasi dan cenderung berusaha memenuhi
kepentingan pribadi.
2.1.4. Kinerja Satuan Kerja
Satuan Kerja Instansi Pemerintah, yang selanjutnya disebut Satker, adalah setiap kantor atau satuan kerja di lingkungan Pemerintah Pusat yang
berkedudukan sebagai Pengguna AnggaranBarang atau Kuasa Pengguna AnggaranBarang PMK No.119PMK.052007. Menurut PP No.8 tahun
2006, yang dimaksud dengan kinerja adalah “keluaranhasil dari kegiatanprogram yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur”. Kumorotomo 2005:103, mengungkapkan kinerja organisasi publik
adalah “hasil akhir output organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, transparan dalam pertanggung jawaban, efisien, sesuai dengan kehendak
pengguna jasa organisasi, visi dan misi organisasi, berkualitas, adil serta
diselenggarakan dengan sarana dan prasarana yang memadai”. Kinerja diukur secara berkelanjutan sebagai umpan balik sehingga memperbaiki
kualitas pelayanan publik pada pemerintah daerah maupun pusat. Dengan begitu, satuan kerja akan mengetahui prestasinya secara objektif dalam
suatu periode waktu tertentu. Mahsun 2006:198, mengungkapkan bahwa: Pengukuran kinerja pemerintah diarahkan pada masing-masing
satuan kerja yang telah diberi wewenang mengelola sumber daya sebagaimana bidangnya. Setiap satuan kerja adalah pusat
pertanggung jawaban yang memiliki keunikan sendiri-sendiri. Dengan demikian perumusan indikator kinerja tidak bisa seragam
untuk diterapkan pada semua satuan kerja yang ada. Namun demikian dalam pengukuran kinerja setiap satuan kerja ini harus
tetap dimulai dari pengidentifikasian visi, misi, falsafah, kebijakan, tujuan sasaran, program, anggaran serta tugas dan fungsi yang telah
ditetapkan.
Penilaian kinerja manajerial menurut Mahoney, dkk dalam Damanik 2009 dalam bentuk kinerja manajer berdasarkan fungsi manajemen klasik
yang meliputi delapan dimensi kegiatan yaitu: 1. Kinerja Perencanaan
Menentukan tujuan kebijakan, tindakan atau pelaksanaan, penjadwalan kerja, penganggaran, pemrograman dan lainnya.
2. Kinerja Investigasi Mengumpulkan dan menyiapkan informasi untuk catatan, laporan,
mengukur hasil, menentukan persediaan, dan menganalisis pekerjaan. 3. Kinerja Pengkoordinasian
Tukar menukar informasi dengan bagian organisasi yang lain untuk mengkaitkan dan menyesuaikan program, memberitakan departemen
lain, hubungan dengan manajer lain.
4. Kinerja Evaluasi Menilai dan mengukur proposal kinerja yang diamati atau dilaporkan,
penilaian laporan keuangan, dan pemeriksaan produk.
5. Kinerja Pengawasan
Mengarahkan, memimpin, mengembangkan bawahan, membimbing, menjelaskan peraturan kerja kepada bawahan, memberikan tugas, dan
menangani keluhan.
6. Kinerja Pemilihan Staf Mempertahankan angkatan kerja dibagiannya, merekrut, mewawancarai
dan memilih pegawai baru, menempatkan, memutasikan, dan mempromosikan pegawai.
7. Kinerja Negoisasi Melakukan pembelian, penjualan atau melakukan kontrak untuk barang
dan jasa, menghubungi pemasuk, serta tawar menawar harga.
8. Kinerja Perwakilan Menghadiri pertemuan-pertemuan dengan perusahaan lainperkumpulan
bisnis, pendekatan ke masyarakat dan mempromosikan tujuan umum organisasi.
2.2. Review Penelitian Terdahulu
Penelitian ini hampir serupa dengan penelitian-penelitian terdahulu yang meneliti pengaruh partisipasi penyusunan anggaran dan komitmen organisasi
terhadap kinerja. Penelitian yang dilakukan Agusti 2012 menguji pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah
dengan desentralisasi dan budaya organisasi sebagai variabel moderating. Hasilnya menyatakan bahwa partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh
terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Penelitian Anggraeni 2009 bertujuan untuk mengetahui apakah
partisipasi anggaran dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja SKPD Labuhan Batu. Hasilnya menunjukkan bahwa secara simultan dan parsial
variabel partisipasi anggaran dan komitmen organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja SKPD Labuhan Batu.