yang tumbuh pada habitat kekurangan air dan intensitas cahaya tinggi Balsamo et al
. 2003. Pengkarakterisasian habitat N,gracilis dan mekanisme adaptasi N.gracilis
terhadap keterbukaan atau penutupan kanopi hutan kerangas menjadi bahan pertimbangan bagi pengembangan dan pemanfaatan N.gracilis di hutan
kerangas. Potensi yang ditunjukkan oleh jumlah batangha atau rumpunha dan nilai produktivitas kantong menjadi pertimbangan penting dalam upaya
pemanfaatan berkelanjutan dari N.gracilis. Hal ini berhubungan dengan manfaat yang bisa didapatkan dari semua bagian tumbuhan N.gracilis. Beberapa
informasi dari pengetahuan etnobotani menunjukkan bahwa hampir semua bagian tumbuhan akar, batang, daun, kantong dan cairan dalam kantong
memiliki manfaat dalam pengobatan atau penggunaan lainnya Bhau et al. Mansur, 2006; Kissinger, 2006.
D. Simpulan
N.gracilis tumbuh dominan pada hutan kerangas yang terbuka dan
permukaan tanahakarnya terlindungi oleh kumpulan semai, pancang atau lapisan serasah atau gambut. Secara spesifik habitat preferensi bagi N.gracilis di
hutan kerangas terbuka berhubungan signifikan dengan pH, ketebalan gambutserasah, dan intensitas cahaya. Penutupan kanopi hutan kerangas
mempengaruhi keberagaman jenis Nepenthes yang ditemukan. Penutupan kanopi hutan kerangas berbanding lurus dengan jumlah jenis Nepenthes yang
ditemukan dapat hidup di lantai hutan kerangas. Produktivitas rumpun, batangrumpun dan jumlah kantongbatang berbeda antara N.gracilis yang
tumbuh di tempat terbuka dan dibawah tutupan kanopi hutan. Produksi rumpun, batangrumpun dan kantongbatang dari N.gracilis yang tumbuh di tempat
terbuka lebih besar dari yang tumbuh di bawah kanopi tegakan. Fenomena ini merupakan proses adaptasi N.gracilis terhadap keterbukaan lahan atau
penutupan tajuk dari hutan kerangas. Pembudidayaan atau penangkaran N.gracilis secara in situ di hutan
kerangas harus memperhatikan karakteristik bio-ekologis N.gracilis. Tanah dengan pH ± 4,12, ketebalan gambut atau serasah sebesar ± 5,6 cm, intensitas
cahaya permukaan akar 270-300 lux dan terdapatnya penutupan tumbuhan tingkat pancang dan semai pada permukaan akar merupakan indikasi dari faktor
lingkungan fisik-biologi yang mendukung pertumbuhan yang baik bagi N.gracilis.
4. JASA EKOSISTEM HUTAN KERANGAS A. Pendahuluan
Kerangas adalah suatu tipe lahan yang dicirikan dengan tanah podsol yang miskin hara dengan material tanah yang kaya akan pasir kuarsa, pH rendah dan
kerap memiliki lapisan gambut di atas permukaan tanah atau berupa gambut berlumpur yang tergenang. Kerangas terutama ditemukan di Kalimantan dan
Sumatera, biasanya ditemukan pada ketinggian 0-800 m dpl. Proporsi terbesar kerangas terdapat di seluruh wilayah Kalimantan Bruenig, 1974,
Berdasarkan hasil observasi lapangan dan tinjauan literatur Onrizal, 2005; Miyamoto et al. 2007, keberadaan dan luasan hutan kerangas semakin
berkurang. Fenomena ini menuntut upaya penanganan dan pengelolaan untuk mencegah dan merehabilitasi kerusakan hutan kerangas. Tindakan penanganan
dan pengelolaan perlu dilandasi oleh alasan yang kuat dan prinsip agar mendapatkan
dukungan besar
dari berbagai
pihak dalam
upaya mempertahankan, merehabilitasi dan mengelola hutan kerangas
Mengidentifikasikan peran komunitas hutan kerangas terhadap lingkungan jasa ekosistem menjadi penting karena akan menjadi bahan acuan tentang
pentingnya mengelola dan mempertahankan keberadaan hutan kerangas. Identifikasi peran komunitas hutan kerangas sejalan dengan paragdigma baru
dalam konservasi biodiversitas yang berbasis pada pemanfaatan berkelanjutan dari sumberdaya hutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ulang secara komprehensif peran hutan kerangas terhadap lingkungan secara umum. Lingkungan yang
dimaksud mencakup lingkungan fisik-kimia, biologi dan lingkungan sosial- ekonomi. Pengindentifikasian peran hutan kerangas diharapkan akan menjadi
informasi yang bermanfaat luas bagi stimulus konservasi hutan kerangas.
B. Metode Penelitian 1 Lokasi Penelitian
Obyek penelitian ini adalah hutan kerangas. Lokasi penelitian berada di hutan kerangas desa Guntung Ujung Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar
Kalimantan Selatan dan 3 lokasi referensi: i Arboretum Nyaru Menteng Kota Palangkaraya,
ii Pasirputih-Lenggana
Kabupaten Kotawaringin
Timur Kalimantan Tengah, dan iii Tanjung-Muara Kelanis Kalimantan Selatan-
Kalimantan Tengah.
2 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui wawancara semi terstruktur Rahayu et al. 2008 dan penggunaan referensi literatur. Wawancara dilakukan
terhadap langsung berbagai pihak seperti penduduk, Dinas Kehutanan, Aparat Desa, Dinas Pertambangan, Badan Pertanahan Nasional dan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah.
3 Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk narasi yang berisikan data kualitatif dan kuantitatif. Deskripsi yang didapatkan
mengindikasikan peran hutan kerangas terhadap lingkungan fisik-kimia, biologi
dan lingkungan sosial ekonomi. C. Hasil dan Pembahasan
Jasa ekosistem dalam penelitian ini diidentifikasikan melalui peranan hutan kerangas terhadap lingkungan, yaitu lingkungan fisik-kimia, biologi dan sosial-
ekonomi. Uraian berikut memberikan penjelasan tentang peran hutan kerangas terhadap lingkungan:
1 Peran hutan kerangas terhadap lingkungan fisik-kimia
Desa Guntung Ujung yang berbatasan dengan hutan kerangas selama ini menjadi sumber air permukaan tanah bersih bagi desa-desa lain pada musim
kemarau. Selain sebagai reservoir air, hutan kerangas Desa Guntung Ujung juga berfungsi sebagai daerah penyangga dalam mencegah banjir bagi kawasan
budidaya tanaman pertanian Gambar 4.1. Fungsi hutan kerangas sebagai daerah penyangga sekarang menjadi tidak
maksimal, salah satunya disebabkan oleh kerusakan hutan kerangas. Hasil observasi lapangan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir diketahui bahwa
bencana banjir menjadi langganan daerah sekitar yang merupakan pusat produksi pertanian padi sawah seperti Desa Tambak Sirang, Desa Malintang,
Kayu Bawang, kota kecamatan Gambut.
Gambar 4.1 Hutan Kerangas Desa Guntung Ujung sebagai penyangga kawasan budidaya pertanian Sumber: Landsat 2007.
Kumpulan tegakan hutan kerangas memiliki sifat aerodinamika dan sebagai pengatur cuaca yang menjaga kestabilan udara di dalam dan sekitar
hutan kerangas. Hamparan bentang lahan pertanian yang terbuka dan datar terlindungi dari angin dengan adanya hutan kerangas yang berfungsi sebagai
penyangga. Rusaknya hutan kerangas diduga menjadi salah satu penyebab kerapnya terjadi angin puting beliung yang melanda kawasan pertanian dan
pemukiman masyarakat dalam kurun waktu ± 10 tahun ini. Sebagian besar masyarakat Desa Guntung Ujung mengemukakan bahwa cuaca sudah tidak
senyaman dulu ketika masih banyak pepohonan di hutan kerangas. Onrizal 2004 mengemukakan bahwa hutan kerangas di Taman Nasional
Danau Sentarum mengandung bioamassa total 904,4 tonha dan kandungan karbon total 176,1 tonha. Kandungan biomassa tersebut meliputi kandungan
biomassa tegakan pohon sebesar 874,9 tha atau setara dengan kandungan karbon 169,2, tha, kandungan biomassa tumbuhan bawah, serasah dan
perakaran sebesar 29,5 tonha atau setara dengan kandungan karbon 6,9 tonha. Berbagai uraian tentang peran hutan kerangas menunjukkan bahwa secara
fisik hutan kerangas merupakan penyangga bagi lingkungan sekitarnya. Penyangga yang dimaksud tidak sekedar penyangga air tetapi juga sebagai
penyangga terhadap kondisi cuaca yang ekstrim. Pengaruh hutan kerangas terhadap lingkungan kimia ditunjukkan bahwa hutan kerangas merupakan
penyimpan karbon. Selain sebagai penyimpan, melalui proses fisiologis, tegakan hutan kerangas juga merupakan penyerap emisi karbon.
Kawasan budidaya tanaman pertanian
areal penggunaan
lainAPL
Hutan Kerangas
2 Peran hutan kerangas terhadap lingkungan biologi
Vegetasi yang tumbuh di hutan kerangas relatif terbatas dan memiliki karakter khusus sebagai bentuk adaptasi terhadap karakter tempat tumbuh yang
terbatas. Keanekaragaman jenis tumbuhan yang relatif rendah dari hutan kerangas dibandingkan hutan Dipterocarpaceae campuran, berdampak pada
rendahnya keanekaragaman jenis fauna di dalam hutan kerangas. Walaupun demikian, keberadaan hutan kerangas tetap menjadi habitat bagi beberapa jenis
satwa. Berdasarkan hasil penelitian dan referensi literature, berbagai jenis mamalia, primata, reftilia dan burung hidup dan berkembang di hutan kerangas
Smith R.G. 1999; Azlan dan Lading. 2006. Keberadaan hutan kerangas yang menjadi habitat satwa akan menjaga
kestabilan rantai makanan yang terjadi. Rusaknya habitat kerangas menyebabkan ketidakmampuan hutan untuk menyediakan sumber pakan bagi
satwa. Berdasarkan informasi dari masyarakat Desa Guntung Ujung, semenjak tegakan hutan kerangas rusak, hama seperti babi hutan Sus barbatus dan
monyet ekor panjang Macaca fascicularis, kerap memasuki perkampungan dan merusak tanaman pertanian. Berbagai jenis burung pemakan serangga terdapat
di hutan kerangas, dengan komposisi jenis yang lebih beragam di hutan kerangas sekunder atau old growth dibandingkan hutan kerangas terbuka.
Fenomena yang terjadi semenjak rusaknya hutan kerangas, serangan hama golongan serangga semakin meningkat menyerang tanaman pertanian.
Hutan kerangas dapat digunakan sebagai lokasi program konservasi. Hutan kerangas Arboretum Nyaru Menteng merupakan lokasi Pusat Reintroduksi
orang utan Pongo pigmeus. Primata yang statusnya dilindungi seperti Kelasi Presbitys rubicunda dan Owa Hylobates muelleri, banyak terdapat di hutan
kerangas Arboretum Nyaru Menteng. Hutan kerangas dikenal sebagai habitat yang kondusif bagi berbagai jenis
anggrek. Kehadiran jenis anggrek seperti Bulbophyllum becarii, B. schefferi, B.lobbi, Coelogyne zurowetzii
, Dipodium poludosum ditemukan melimpah di hutan kerangas Kissinger 2002. B. beccarii Gambar 4.2 merupakan jenis
anggrek berdaun besar yang tumbuh secara epifit, menyukai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya rendah. Jenis ini keberadaannya relatif melimpah di
beberapa tipe hutan kerangas sekunder atau old growth yang kondisi tanahnya relatif basah atau tergenang periodik. Informasi ini memberikan peluang bagi
upaya konservasi anggrek yang unik seperti Bulbophylum beccarii di hutan kerangas.
Gambar 4.2 Bulbophylum beccarii. Tanah hutan kerangas relatif kaya akan mikoriza. Rendahnya kandungan
hara dan lambatnya dekomposisi bahan organik di permukaan tanah hutan kerangas terbantukan dengan kehadiran mikoriza. Berdasarkan persentase
kehadiran per jenis atau famili, endomikoriza lebih banyak terdapat di hutan kerangas. Perbandingan keberadaan jenis mikoriza pada 15 famili tumbuhan,
ektomikhoriza hanya terdapat pada 3 famili tumbuhan banyak jenis Dipterocarpaceae dan Fagaceae, serta satu jenis dari Myrtaceae, sedangkan
endomikoriza arbuskular mikoriza terdapat pada 13 famili tumbuhan yang terdapat di hutan kerangas. Berdasarkan tingkat kehadiran dari tiap jenis
tumbuhan, tercatat dari 22 jenis tumbuhan yang ditemukan 20 jenis memiliki simbiosis dengan mikoriza dalam penyerapan haranya. Terdapat 17 jenis
tumbuhan yang memiliki arbuscular mycorrhiza AM dan 2 jenis tumbuhan yang memiliki ectomychorhiza EM, serta 1 jenis Tristania beccarii dari family
Myrtaceae yang memiliki AM dan EM. Pada beberapa kasus kehadiran AM dan EM secara bersamaan terjadi pada jenis lain dari family Myrtaceae seperti
Eucalyptus sp., Ixora sp . dan Syzygium sp. Moyorsoen et al. 2001.
Berbagai uraian yang telah dikemukan tentang peran hutan kerangas terhadap lingkungan biologi menunjukkan pembuktian bahwa hutan kerangas
merupakan habitat yang kondusif dari berbagai komponen biologi di atas permukaan dan di dalam tanah. Keberadaan berbagai komponen biologi ini
merupakan bagian dari kekayaan plasma nutfah dan menjaga kestabilan ekosistem.
3 Peran hutan kerangas terhadap lingkungan sosial-ekonomi
Hutan kerangas di lokasi penelitian utama sejak lama dikenal sebagai penghasil kayu bagi masyarakat sekitar. Beberapa jenis kayu yang pernah
dihasilkan adalah dari jenis belangiran Shorea belangiran, irat Cratoxylon arborescens
, merapat Combretocarpus rotundatus, palawan Tristaniopsis obovata
, bintangur Callophylum sp. alaban Vitex pubescens dan galam Melaleuca cajuputi. Hutan kerangas Liang Anggang yang formasi tanahnya
lumpur bergambut pernah sebagai penghasil kayu dari jenis belangiran yang diameter pohonnya mencapai ≥ 100 cm. Gambar 4.3 merupakan sisa kayu rebah
dari jenis belangiran yang membuktikan bahwa hutan kerangas Liang Anggang
dulunya merupakan penghasil kayu bagi masyarakat.
Gambar 4.3 Sisa kayu rebah dari pohon belangiran Shorea belangeran Pemanfaatan kayu oleh masyarakat masih berlangsung di hutan kerangas
Liang Anggang. Pemanenan jenis kayu merapat untuk pertukangan dan kayu galam untuk kebutuhan kayu bakar dilakukan masyarakat hingga saat ini. Trend
pemanfaatan kayu se karang relatif menggunakan kayu ―Galih‖ istilah untuk log
kayu terutama dari jenis belangiran, nipa dan merapat yang tertimbun lama dalam tanah dan masih layak untuk dimanfaatkan untuk kayu gergajian, yang
mana pemanfaatannya relatif untuk pemenuhan kebutuhan sendiri. Peran hutan kerangas sebagai penghasil kayu juga terjadi di lokasi
referensi baik yang terdapeat di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. belangiran S.belangeran dan irat Cratoxylon arborescen merupakan jenis
kayu yang banyak dipanen dari hutan kerangas oleh masyarakat Kabupaten Kotawaring Timur dan Palangkaraya. Kedua jenis ini kayu ini digunakan sebagai
kayu pertukangan baik untuk kebutuhan sendiri atau dijual. Jenis merapat C.rotundatus dan belangiran S.belangeran merupakan jenis kayu pertukangan
yang dipanen dari hutan kerangas oleh masyarakat Tanjung-Muara Kelanis. Kayu alau Dacridium beccarii merupakan jenis kayu pertukangan yang sampai