Perkembangan sejarah hutan kerangas Desa Guntung Ujung

dan Batubara mengenai izin Kuasa Pertambangan. Tetapi secara illegal pertambangan masih berlangsung. Pertambangan tradisional masyarakat intan, emas dan pasir juga masih berlangsung dalam jumlah yang semakin mengecil. Pertambangan pasir, intan dan emas juga berada di luar kawasan hutan lindung. Manajemen tata ruang merupakan kolaborasi antara beberapa tinjauan atau kepentingan, baik tinjauan ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan politis yang diimplementasikan terhadap hutan kerangas. Pengelolaan intensif terhadap hutan lindung kerangas desa Guntung Ujung sampai saat ini masih belum dapat dilaksanakan. Dinas Kehutanan sebagai pihak yang berwenang menentukan pengelolaan dan Balai Pemetaan Kawasan Hutan BPKH Banjarbaru yang berwewenang dalam penetapan dan penatabatasan kawasan sampai saat ini masih belum bersinergi dengan baik, Sementara itu degradasi terus berlangsung. 1.2. Lokasi Referensi Penelitian 1.2.1. Tanjung Kalsel-Muara Kelanis Kalteng referensi 1 Hutan kerangas yang terdapat di Tanjung-Muara Kelanis merupakan hutan kerangas yang terdapat di perbatasan Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan dan Muara Kelanis Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah. Tipe hutan kerangas terdiri dari kerangas kering dan kerangas basah. Koordinat penelitian terletak pada 02 o 15,183‘ LS; 115 o 03,087‘ BT dan 02 o 12,579‘ LS; 115 o 14,349‘ BT. ketinggian ±38 m dpl, topografi datar kelerengan 0 - 2. Pembentukan hutan kerangas Tanjung-Muara Kelanis dipengaruhi oleh teras yang terbentuk dari sungai dan anak sungai Barito sungai Kelanis. Penutupan vegetasi yang menjadi lokasi penelitian adalah hutan kerangas terbuka terbuka tanpa penutupan vegetasi, dominasi tumbuhan tingkat pancang dan semai dan hutan kerangas sekunder tertutup kanopi hutan dari tegakan pohon, tiang, pancang dan semai. Hutan kerangas di lokasi ini terdiri dari dua tipe yaitu hutan kerangas pada tanah humus podsol yang tidak tergenang, dan humus podsol yang relatif kaya akan fraksi lempung-liat dan berupa kawasan lumpur bergambut. Jenis eksotik yang mampu terintroduksi dalam hutan kerangas terutama kerangas tidak tergenang adalah Acacia mangium. Berbagai uraian tentang kondisi terkini hutan kerangas baik dari lokasi penelitian utama dan referensi menunjukkan sebagian besar wilayah hutan kerangas adalah tidak terkelola dan terdegradasi. Fenomena ini menunjukkan kecenderungan status kawasan hutan kerangas semakin terancam dan keanekaragaman hayati di dalamnya semakin menurun. 1.2.2. Arboretum Nyaru Menteng Kota Palangkaraya referensi 2 Hutan kerangas yang terdapat di Palangkaraya Kalimantan Tengah merupakan wilayah dari Arboretum Nyaru Menteng yang dibangun tahun 1988 dan merupakan areal bekas HPH yang telah dieksploitasi sejak tahun 1974. Khusus untuk hutan kerangas, areal hutannya tidak dieksploitasi. Arboretum Nyaru Menteng dengan luas 65,2 Ha. Terletak di sebelah Timur jalan raya Tjilik Riwut Km 28 dari Palangkaraya menuju Kabupaten Katingan. Secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kotamadya Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Berdasarkan letak garis lintang dan garis bujur, kawasan ini berada diantara 113° 46‘ - 113°48‘ BT dan 2°0‘- 2° 02‘ LS. Ketinggian wilayah ini adalah ± 25 m dpl, topografi kawasan Arboretum Nyaru Menteng secara keseluruhan datar dengan kelerengan 0 - 2. Pembentukan hutan kerangas Nyaru Menteng dipengaruhi oleh teras yang terbentuk dari sungai Kahayan. Hutan ini merupakan hutan kerangas old growth dan sebagian berbentuk hutan kerangas sekunder. Hutan kerangas ini tumbuh di atas tanah humus podsol yang relatif kering dan tidak tergenang. Hutan kerangas ini pada awalnya termasuk dalam kawasan HPH yang masuk wilayah pengelolaan Kantor Cabang Dinas Kehutanan KCDK Kahayan. Sejak Tahun 1994 pengelolaan arboretum ini dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA Kalimantan Tengah, setelah mendapat pelimpahan kewenangan untuk mengelola arboretum dari Kantor Wilayah Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah melalui suratnya No. 3274Kwl-5I1994 tanggal 9 Pebruari 1994. Pengelolaan di lapangan dilaksanakan oleh Seksi Konservasi Wilayah I Palangkaraya. Sebagian wilayah dari Arboretum Nyaru Menteng digunakan sebagai Pusat Reintroduksi Orang utan Pongo pigmeus. 1.2.3. Pasir putih-Lenggana Kabupaten Kotawaringin Timur Kalteng referensi 3 Hutan kerangas di Kabupaten Kotawaringin Timur yang menjadi lokasi penelitian secara administratif terletak di antara Kelurahan Pasir Putih dan Kelurahan Telawang. Titik pengamatan berada pada koordinat 02 o 27,989‘ LS; 112 o 43,079‘ BT dan 02 o 30,350‘ LS; 112 o 52,489‘ BT, ketinggian ± 16 m dpl, topografi secara keseluruhan datar dengan kelerengan 0 - 6. Pembentukan hutan kerangas pada lokasi ini dipengaruhi oleh teras yang terbentuk dari sungai dan anak sungai Mentaya sungai Lenggana, sungai dan anak sungai Seruyan sungai Penyang. Penutupan vegetasi yang menjadi lokasi penelitian sebagian besar merupakan hutan kerangas terbuka dominasi tumbuhan tingkat pancang dan semai. Tipe hutan kerangas di lokasi ini merupakan hutan kerangas yang tumbuh pada medium dan deep humus podsol yang masih kaya akan pasir kuarsa dibandingkankan fraksi liat dan lempung. Beberapa jenis tumbuhan tingkat pancang dan semai yang mendominasi adalah Melaleuca cajuputi, Shorea belangeran, Cratoxylon arborescens, Combretocarpus rotundatus , Ficus delteodea. Vitex pubescen dan Tristaniopsis obovata. Sebagian kecil lokasi lainnya berupa spot-spot hutan kerangas yang yang terdiri dari tumbuhan tingkat tiang jenis Shorea belangeran, Cratoxylon arborescens dan Combretocarpus rotundatus. Jenis eksotik yang mampu terintroduksi dalam hutan kerangas adalah Acacia mangium. 2 Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hutan Kerangas Komposisi jenis tegakan hutan kerangas yang berada di lokasi penelitian utama merupakan gambaran hutan kerangas yang terganggu berat. Terdapat 1 jenis tumbuhan tingkat pohon yang terdapat di hutan kerangas Desa Guntung Ujung. Tabel 2.1 - 2.4 memuat komposisi jenis, indeks nilai penting INP dan indeks keragaman dari tiap tingkatan tumbuhan di hutan kerangas Desa Guntung Ujung lokasi 1lokasi utama penelitian. Tabel 2.1 Komposisi jenis, keragaman jenis, INP tingkat semai di lokasi utama No Jenis tingkat semai KR FR INP H’ 1 Akasia Acacia mangium 1,47 5,88 7,35 0,06 2 Alaban Vitex pubescens 2,94 5,88 8,82 0,10 3 Bati-bati Adina minutiflora 4,41 5,88 10,29 0,14 4 Belangiran Shorea belangeran 2,94 5,88 8,82 0,10 5 Bintangur Callophylum sp. 32,35 17,65 50,00 0,37 6 Irat Cratoxylon arborescens 16,18 23,53 39,71 0,29 7 Galam Melaleuca cajuputi 4,41 5,88 10,29 0,14 8 Merapat Combretocarpus rotundatus 5,88 5,88 11,76 0,17 9 Palawan Tristaniopsis obovata 13,24 11,76 25,00 0,27 10 Rambuhatap Baeckea frutescens 16,18 11,76 27,94 0,29 JUMLAH 100,00 100,00 200,00 1,93 Terdapat 10 jenis tumbuhan tingkat semai pada lokasi hutan kerangas Desa Guntung Ujung. Bintangur dan irat merupakan jenis tumbuhan yang mendominasi tingkat semai. Akasia sebagai jenis eksotik terintroduksi ke dalam habitat kerangas dan memiliki nilai INP terendah. Keragaman jenis secara keseluruhan termasuk rendah. Jumlah jenis yang relatif rendah dan dominasi yang relatif besar dari bintangur dan irat dibandingkankan jenis lainnya mengakibatkan keragaman jenis dari tingkat tumbuhan semai menjadi rendah. Tabel 2.2 Komposisi jenis, keragaman jenis dan INP pancang di lokasi utama No Jenis tingkat pancang KR FR INP H’ 1 Akasia A.mangium 2,86 8,70 11,55 0,12 2 Belangiran S.belangeran 5,71 8,70 14,41 0,16 3 Bintangur Callophylum sp. 48,57 17,39 65,96 0,35 4 Irat C.arborescens 16,19 17,39 33,58 0,29 5 Galam M.cajuputi 3,81 4,35 8,16 0,14 6 Merapat C.rotundatus 4,76 8,70 13,46 0,14 7 Palawan T.obovata 11,43 17,39 28,82 0,25 8 Pulantan Alstonia pneumatophora 0,95 4,35 5,30 0,04 9 Rambuhatap B.frutescens 5,71 13,04 18,76 0,16 JUMLAH 100,00 100,00 200,00 1,67 Jumlah jenis yang ditemukan pada tingkat pancang sebanyak 9 jenis tumbuhan. Jenis bintangur, irat dan palawan mendominasi tingkatan pancang. Nilai indeks keragaman jenis tingkatan pancang relatif rendah H‘=1,67. Rendahnya jumlah jenis yang ditemukan dan dominasi yang relatif tinggi dari ke tiga jenis ini menjadikan keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang menjadi rendah. Tabel 2.3 Komposisi jenis, keragaman jenis dan INP tingkat tiang di lokasi utama No Jenis tingkat pancang DR KR FR INP H’ 1 Akasia A.mangium 9,20 11,11 14,20 34,51 0,26 2 Merapat C.rotundatus 90,80 88,89 85,80 265,49 0,12 JUMLAH 100,00 100,00 100,00 300,00 0,38 Terdapat 2 jenis tumbuhan tingkat tiang yang terdapat di lokasi utama. Fenomena ini menggambarkan tipe hutan kerangas terbuka. Jenis merapat mendominasi tingkat tiang. Akasia merupakan jenis eksotik yang berhasil terintroduksi dan mampu tumbuh dan berkembang sampai tingkat tiang pada hutan kerangas di lokasi utama. Jumlah jenis yang sedikit dan jenis merapat yang mampu tumbuh dominan sampai tingkat tiang mengakibatkan nilai keragaman tingkat tiang menjadi sangat rendah. Tabel 2.4 Komposisi jenis, keragaman jenis, INP tingkat pohon di lokasi utama No Jenis tingkat pancang DR KR FR INP H’ 1 Merapat C.rotundatus 100,00 100,00 100,00 300,00 JUMLAH 100,00 100,00 100,00 300,00 Merapat merupakan satu-satunya jenis tumbuhan yang mampu tumbuh dan bertahan sampai tingkat pohon. Tegakan merapat yang tersisa berupa patches berukuran kecil atau berupa tegakan terfragmentasi. Tegakan yang terbentuk adalah tegakan murni dengan keragaman yang sangat rendah. Hutan kerangas di Desa Guntung Ujung mengalami kebakaran berulang, penutupan lahannya seperti savana terbuka yang didominasi oleh tumbuhan semak dengan pohon-pohon dengan diameter kecil dan tinggi dan frekuensi kehadiran pohon yang rendah. Tumbuhan bawah yang masih bertahan di lokasi penelitian utama dan berkembang dominan adalah kantong semar N.gracilis, jangang Glechenia linearis, kelakai Stenochlena palustris, sulingnaga Dianella nemerosa, dan rasau Pandanus atrocarpus. Populasi tumbuhan bawah juga menurun akibat kebakaran dan pengupasan permukaan tanah. Komposisi jenis total keseluruhan tingkatan tumbuhan tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan di lokasi penelitian utama bila dibandingkankan hasil penelitian Kissinger 2002. Jumlah jenis total gabungan semua tingkatan vegetasi adalah 10 jenis. Perubahan yang terjadi mengarah pada struktur tegakan dari tiap tingkatan vegetasi. Perubahan tingkat semai dan pancang relatif terjadi pada struktur vegetasi penyusunnya. Terjadi pergeseran jenis-jenis yang mendominasi tingkat pertumbuhan pancang dan semai. Struktur tegakan tingkat tiang dan pohon juga mengalami penurunan jumlah jenis yang mampu tumbuh, berkembang dan bertahan pada tingkatan tiang dan pohon. Tercatat dari hasil penelitian yang dilakukan Kissinger 2002, hutan kerangas di Desa Guntung Ujung memiliki 3 jenis tumbuhan asli native species yang mencapai tingkatan pohon diameter ≥ 10 cm dengan tinggi maksimal ≤ 15 m yaitu jenis merapat Combretocarpus rotundatus, belangiran Shorea belangeran dan galam Melaleuca cajuputi. Tumbuhan tingkat tiang yang ditemukan sama dengan tumbuhan tingkat tiang ditambah satu jenis eksotik yaitu akasia Acacia mangium . Gambaran diagram profil dari hutan kerangas adalah seperti tertera pada gambar 2.1. Hasil penelitian sekarang menunjukkan hanya satu jenis tumbuhan yang menyusun tumbuhan tingkat pohon jenis merapat dan 2 jenis tumbuhan tingkat tiang merapat dan akasia. Keterangan: 1-10,13-17,19-23: Merapat Combretocarpus rotundatus. 11,18: Galam Melaleuca cajuputi 12. Belangeran Shorea belangeran Gambar 2.1 Diagram profil tegakan hutan kerangas terganggu berat di hutan lindung Desa Guntung Ujung Sumber: Kissinger 2002. Gambar 2.1 mendeskripsikan hutan kerangas Desa Guntung Ujung pada spot-spot kerangas yang masih bervegetasi. Kemampuan jenis pohon merapat mendominasi berkaitan erat dengan ketahanan jenis ini terhadap kebakaran, kemampuan regenerasi yang baik vegetatif dan generatif, kemampuan hidup yang tinggi pada tanah berpasir dengan ketebalan gambut atau bahan organik tipis-dalam, dan kemampuan hidup di tanah miskin hara. Kebakaran berulang menyebabkan tumbuhan tingkat pohon yang tersisa dan mampu bertahan di hutan kerangas di Desa Guntung Ujung hanya dari jenis ‖less fire toleran species‖ yaitu jenis merapat. Jenis ini dapat beradaptasi dibandingkankan dengan beberapa jenis lainnya yang dulu juga dominan tumbuh di hutan kerangas seperti irat C.arborescens, palawan T.obovata, bintangur Callophylum sp. dan belangiran S.belangeran. Gambar 2.2 mendeskripsikan kemampuan atau adaftabilitas dari jenis merapat di hutan kerangas Desa Guntung Ujung yang terbakar berulang. Gambar 2.2 Kenampakan dari jenis merapat Combretocarpus rotundatus di hutan kerangas yang terbakar berulang Sumber: Kissinger 2002. Komposisi jenis tingkat pancang dan semai juga mengalami perubahan. Kissinger 2002 menyebutkan bahwa jenis yang mendominasi tingkat semai dan pancang terdiri dari beberapa jenis seperti irat C.arborescens, belangiran S.belangeran, bintangur Callophylum sp., palawan T.obovata, merapat C.rotundatus dan bati-bati Adina minutiflora. Kondisi sekarang hanya menyisakan 3 jenis yang dominan pada tingkat pancang dan semai, yaitu irat, bintangur dan palawan. Perubahan yang cukup signifikan adalah terintroduksinya jenis eksotik yang mampu tumbuh dan berkembang baik di hutan kerangas yaitu akasia A.mangium. Kondisi vegetasi hutan kerangas di Desa Guntung Ujung serupa dengan yang dilaporkan oleh Onrizal 2004 pada tegakan hutan kerangas di Taman Nasional Danau Sentarum Kalimantan Barat yang mengalami kebakaran berulang. Tegakan tingkat pohon yang terbentuk juga relatif homogen karena pada tingkatan pohon hanya ditemukan satu jenis pohon Bellucia axinanthera dari total 14 jenis tumbuhan yang ditemukan. Komposisi jenis dan struktur tegakan yang serupa juga terdapat pada hutan kerangas terbuka dari lokasi referensi, yaitu hutan kerangas di Pasir putih- Lenggana Kabupaten Kotawaringin Timur referensi 3 dan Tanjung-Muara Kelanis referensi 1. Tegakan secara keseluruhan didominasi tingkat pertumbuhan pancang dan semai, sedangkan tingkat pohon dan tiang terdapat dalam spot-spot kecil di antara luasan habitat kerangas yang terbuka. Spot-spot kecil tersebut umumnya berisikan jenis belangiran S.belangeran, merapat C.rotundatus dan Irat C.arborescens. Akasia A.mangium merupakan jenis yang juga terintroduksi dari tingkat semai sampai pohon pada ke dua lokasi referensi yang merupakan hutan kerangas terbuka. Terdapat 10 jenis tumbuhan tingkat pancang dan semai di hutan kerangas terbuka dari lokasi referensi 3, dan 11 jenis dari hutan kerangas terbuka lokasi referensi 1. Hutan kerangas mempunyai laju pertumbuhan dan perkembangan vegetasi yang relatif lambat dibandingkan hutan Dipterocarpaceae campuran. Bila hutanlahan ini mengalami gangguan maka akan sukar untuk pulih kembali Bruenig 1995. Riswan 1985 mengungkapkan bahwa setelah hutan kerangas mengalami kebakaran, laju ketahanan survival rate dari semai menuju pancang sangat kecil 3,2 sebagai akibat tingginya kematian semai dan lambatnya laju pertumbuhan. Hal yang sama juga terjadi terhadap laju ketahanan tingkat sapihan menuju tingkat tiang atau pohon. Hutan kerangas sangat mudah terdegradasi oleh aktifitas penebangan tak terkontrol dan kebakaran. Bila sekali mengalami degradasi maka akan berkembang menjadi savana terbuka Bruenig 1995. Laju pertumbuhan vegetasi di lahan kerangas lambat begitu juga kecepatan pemulihan bila lahan ini mengalami gangguan. Penanaman kembali menggunakan tumbuhan asli terbukti tidak efektif Mitchell 1963. Hutan kerangas sekunder pada penelitian ini diwakili oleh komunitas tumbuhan kerangas yang terdapat di Tanjung-Muara Kelanis lokasi referensi 1. Tabel 2.5 - 2.8 memuat komposisi jenis, indeks nilai penting INP dan indeks keragaman dari tiap tingkatan tumbuhan hutan kerangas tidak terendam di Tanjung-Muara Kelanis. Tabel 2.5 Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat semai di lokasi referensi 1 hutan kerangas sekunder lahan kering No Jenis tingkat semai KR FR INP H 1 Akasia A.mangium 7,55 11,90 19,45 0,19 2 Alaban V.pubescens 1,89 4,76 6,65 0,07 3 Bati-bati A.minutiflora 1,89 2,38 4,27 0,12 4 Belangiran S.belangeran 2,83 4,76 7,59 0,10 5 Bintangur Callophylum sp. 6,60 9,52 16,13 0,18 6 Irat C.arborescens 33,96 26,19 60,15 0,37 7 Gumisi Syzigium tetrapterum 5,66 11,90 17,57 0,16 8 Jejambuan Syzigium sp. 3,77 4,76 8,54 0,04 9 Kujajing Pterospernum javanicum 0,94 2,38 3,32 0,04 10 Lua Bacaurea sp 0,94 2,38 3,32 0,04 11 Mahang Macaranga sp. 0,94 2,38 3,32 0,32 12 Manggis Garcinia sp. 20,75 4,76 25,52 0,25 13 Palawan T.obovata 12,26 11,90 24,17 0,12 JUMLAH 100,00 100,00 200,00 2,02 Terdapat 13 jenis tumbuhan tingkat semai yang ditemukan di hutan sekunder tipe kerangas dari lokasi referensi 1. Jenis irat merupakan tumbuhan yang mendominasi tingkat pertumbuhan semai. Indeks keragaman yang didapatkan dari tipe hutan kerangas sekunder adalah kategori sedang H‘ ≥ 2. Tabel 2.6 Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat pancang di lokasi referensi 1 hutan kerangas sekunder lahan kering No Jenis Pancang KR FR INP H 1 Akasia A.mangium 11,58 16,22 27,79 0,29 2 Belangiran S.belangeran 34,48 10,81 45,29 0,24 3 Bintangur Callophylum sp. 11,82 8,11 19,93 0,20 4 Irat C.arborescens 12,81 18,92 31,73 0,32 5 Jejambuan Syzigium sp. 4,93 8,11 13,03 0,20 6 Madang Litsea sp. 0,99 2,70 3,69 0,10 7 Mahang Macaranga sp. 4,93 8,11 13,03 0,20 8 Mali-mali Lee indica 1,97 2,70 4,67 0,10 9 Mengkudu Morinda sp. 0,99 2,70 3,69 0,10 10 Merapat C.rotundatus 7,64 13,51 21,15 0,27 11 Palawan T.obovata 6,90 5,41 12,30 0,16 12 Simpur Dillenia indica 0,99 2,70 3,69 0,10 JUMLAH 100,00 100,00 200,00 2,28 Terdapat 12 jenis tumbuhan tingkat pancang pada lokasi referensi 1 yang merupakan tipe hutan kerangas sekunder. Jenis belangiran mendominasi pada tingkat pancang. Relatif tingginya jumlah jenis tingkat pancang pada hutan kerangas sekunder dibandingkankan hutan kerangas terbuka, berdampak pada tingginya keragaman jenis pancang. Keragaman jenis tingkat pancang termasuk kategori sedang. N.gracilis dan N.mirabilis sebagai tumbuhan bawah ditemukan di lokasi penelitian ini. N.gracilis relatif banyak ditemukan di celah gap di mana cahaya matahari dapat menembus lantai hutan. Tabel 2.7 Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat tiang di lokasi referensi 1 hutan kerangas sekunder lahan kering No Jenis Tiang DR KR FR INP H 1 Bati-bati A.minutiflora 3,62 3,62 3,85 11,09 0,15 2 Belangiran S.belangeran 28,81 28,81 23,08 80,70 0,36 3 Beringin Ficus sp. 8,30 8,30 7,69 24,30 0,15 4 Bintangur Callophylum sp. 3,14 3,14 7,69 13,98 0,15 5 Irat C.arborescens 9,22 9,22 11,54 29,97 0,28 6 Jejambuan Syzigium sp. 17,90 17,90 7,69 43,50 0,28 7 Manggis hutan Garcinia sp. 7,84 7,84 11,54 27,22 0,23 8 Nyatoh Palaquium borneense 4,25 4,25 7,69 16,19 0,15 9 Palawan T.obovata 5,29 5,29 7,69 18,27 0,15 10 Rukam Flacourtia rukam 3,16 3,16 3,85 10,16 0,09 11 Simpur D.indica 8,46 8,46 7,69 24,62 0,15 JUMLAH 100 100 100 300 2,12 Terdapat 11 jenis tumbuhan tingkat tiang pada lokasi hutan kerangas sekunder. Belangiran dan merapat merupakan jenis yang mendominasi tingkat pertumbuhan tiang. Berdasarkan nilai indeks keragaman, jenis tingkat tiang dari hutan kerangas sekunder di lokasi referensi 1 termasuk dalam kategori keanekaragaman sedang. Tabel 2.8 Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat pohon di lokasi referensi 1 hutan kerangas sekunder lahan kering No Jenis Pohon DR KR FR INP H 1 Belangiran S.belangeran 62,86 56,25 50,00 169,11 0,32 2 Irat C.arborescens 19,47 25,00 25,00 69,47 0,35 3 Nyatoh P.borneense 8,16 12,50 12,50 33,16 0,26 4 Palawan T.obovata 9,51 6,25 12,50 28,26 0,17 Jumlah 100,00 100,00 100,00 300,00 1,10 Terdapat 4 jenis tumbuhan tingkat pohon di hutan kerangas sekunder lahan kering. Jenis belangiran mendominasi tingkatan tumbuhan pohon. Relatif kecilnya jumlah jenis pohon mengakibatkan rendahnya keragaman jenis tingkat tumbuhan pohon di hutan kerangas sekunder lokasi referensi 1. Tipe hutan kerangas dengan bahan organik tinggi dan terendam terdapat di lokasi referensi 1. Komposisi jenis, indeks nilai penting INP dan indeks keragaman dari tiap tingkatan tumbuhan dari tipe hutan kerangas terendam ditampilkan dalam Tabel 2.9 sampai dengan 2.12. Tabel 2.9 Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat semai di lokasi referensi 1 hutan kerangas lahan terendam No Jenis semai KR FR INP H 1 Bati-bati A.minutiflora 33,33 20,00 53,33 0,37 2 Belangiran S.belangeran 11,11 20,00 31,11 0,24 3 Bintangur Callophylum sp. 33,33 20,00 53,33 0,37 4 Gumisi Syzigium tetrapterum 11,11 20,00 31,11 0,24 5 Merapat C.rotundatus 11,11 20,00 31,11 0,24 Jumlah 100,00 100,00 200,00 1,46 Terdapat 5 jenis tumbuhan tingkat semai dan tidak terdapat jenis yang mendominasi tingkat semai tersebut. Jumlah jenis semai yang ditemukan pada hutan terendam relatif lebih rendah dibandingkan hutan kerangas lahan kering. Keanekaragaman jenis tumbuhan pada lokasi hutan kerangas terendam tergolong rendah. Jumlah jenis tumbuhan tingkat semai yang rendah berdampak pada rendahnya indeks keanekaragaman yang terbentuk. Lantai hutan yang terendam air dan dominasi penutupan lantai hutan oleh jenis kelakai Stenochlaena palustris diduga menjadi penghambat proses regenerasi permudaan pohon. Tabel 2.10 Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat pancang di lokasi referensi 1 hutan kerangas lahan terendam No Jenis pancang KR FR INP H 1 Belangiran S.belangeran 25,00 18,18 43,18 0,46 2 Bintangur Callophylum sp. 8,33 9,09 17,42 0,21 3 Jejambuan Syzigium sp. 8,33 18,18 26,52 0,26 4 Madang Litsea sp. 4,17 9,09 13,26 0,13 5 Mahang Macaranga sp. 12,50 9,09 21,59 0,26 6 Merapat C.rotundatus 33,33 27,27 60,61 0,67 7 Nyatoh P.borneense 8,33 9,09 17,42 0,26 Jumlah 100,00 100,00 200,00 2,25 Jumlah jenis tumbuhan tingkat pancang yang ditemukan di hutan kerangas sekunder terendam sebanyak 7 jenis. Jenis merapat C.rotundatus mendominasi tingkat pertumbuhan pancang. Jumlah jenis tumbuhan tingkat pancang yang ditemukan relatif lebih sedikit dibandingkankan dengan hutan kerangas sekunder lahan kering. Keragaman jenis tumbuhan tingkat pancang tergolong sedang. N.gracilis dan N.ampularia ditemukan pada lokasi penelitian ini. Tabel 2.11 Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat tiang di lokasi referensi 1 hutan kerangas lahan terendam No Jenis tiang DR KR FR INP H 1 Bati-bati A.minutiflora 0,63 1,12 3,70 5,46 0,05 2 Belangiran S.belangeran 20,83 19,10 29,63 69,56 0,32 3 Gumisi S. tetrapterum 2,41 3,37 3,70 9,49 0,11 4 Irat C.arborescens 0,89 1,12 3,70 5,71 0,05 5 Jejambuan Syzigium sp. 2,05 2,25 7,41 11,71 0,09 6 Ketapi hutan Sondarium sp. 0,78 1,12 3,70 5,60 0,05 7 Manggis hutan Garcinia sp. 1,87 2,25 7,41 11,52 0,09 8 Merapat C.rotundatus 60,80 65,17 33,33 159,30 0,28 9 Mindarahan Myristica sp. 9,74 4,49 7,41 21,65 0,14 Jumlah 100,00 100,00 100,00 300,00 1,17 Jumlah jenis tumbuhan tingkat tiang yang ditemukan pada lokasi ini adalah 9 jenis. Keberadaan jenis merapat C.rotundatus sangat mendominasi tingkat tiang dalam komunitas tumbuhan kerangas lahan terendam. Jumlah jenis tiang yang terdapat pada hutan kerangas lahan terendam relatif lebih sedikit dibandingkankan hutan kerangas lahan kering. Tingginya dominasi jenis merapat berdampak pada rendahnya nilai indeks keragaman yang terbentuk. Tabel 2.12 Komposisi, keragaman jenis dan INP tingkat pohon di lokasi referensi 1 hutan kerangas lahan terendam No Jenis Pohon DR KR FR INP H 1 Belangiran S.belangeran 22,63 25,00 25,00 72,63 0,35 2 Merapat C.rotundatus 60,89 62,50 58,33 181,72 0,29 3 Mindarahan Myristica sp. 12,46 6,25 8,33 27,05 0,17 4 Uar Syzigium sp. 4,02 6,25 8,33 18,60 0,17 Jumlah 100,00 100,00 100,00 300,00 0,99 Terdapat 4 jenis tumbuhan tingkat pohon di lokasi penelitian. Jenis merapat dan belangiran mendominasi tingkat pertumbuhan tingkat pohon. Keragaman jenis relatif rendah sebagai akibat dari jumlah jenis yang rendah dan dominasi yang sangat tinggi dari jenis merapat C.rotundatus. Total jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan pada hutan kerangas lokasi referensi 1 untuk hutan kerangas sekunder lahan kering adalah 19 jenis dan 15 jenis untuk hutan kerangas sekunder terendam. Belangiran merupakan jenis tumbuhan yang terdapat di setiap tipe hutan kerangas terendamtidak terendam dan senantiasa hadir pada tiap tingkatan pertumbuhan dari tingkat semai sampai pohon. Keberadaan suatu jenis yang sangat dominan menjadi salah satu penyebab terjadinya regenerasi yang kurang baik. Kepadatan tegakan di lokasi referensi 1 untuk hutan kerangas tidak terendam dengan diameter ≥ 5 cm adalah 1012 individu pohonha, diameter ≥ 10 cm adalah 634 individu pohonha dan untuk diamete r ≥ 20 cm sebanyak 178 individu pohonha. Kepadatan tegakan dari lokasi referensi 1 untuk hutan kerangas terendam dengan diameter ≥ 5 cm adalah 1090 individu pohonha, diameter ≥ 890 cm adalah 634 individu pohonha dan untuk diameter ≥ 20 cm sebanyak 160 individu pohonha. Hutan kerangas sekunder yang terdapat di Palangkaraya Kalimantan Tengah dan relatif kurang terganggu, kepadatan tegakan pohon dengan diameter ≥ 10 cm mencapai 677-747 individu pohonha Miyamoto et al. 2007. Riswan 1985 mengemukakan juga bahwa kepadatan tegakan pada hutan kerangas sekunder mencapai 454-750 individu pohonha dengan ukuran diameter batang 10-20 cm. Hadisaputro dan Said 1988 melaporkan bahwa di Cagar Alam Mandor Kalimantan Barat, hutan sekunder kerangas yang relatif terganggu memiliki jumlah jenis tingkat pohon sebanyak 12 jenis dan tiang sebanyak 28 jenis. Kissinger 2002 mendapatkan 16 jenis tumbuhan tingkat pohon dan 24 jenis tingkat tiang di hutan kerangas kerangas Trinsing-Butong Muara Teweh Keterangan: 1. Rasak Vatica ressak 2.Irat Cratoxylon arborescen 3.Masupang Shorea velunosa 4. Rasak Vatica ressak 5. Masupang Shorea velunosa 6. Siwao Nephelium mutabile 7.Palawan putih Tristaniopsis ef stelata 8. Rasak Vatica ressak 9. Kapurnaga Callophyllum pulcherimum 10. Masupang Shorea velunosa 11. Alau Dacrydium beccari 12. Brunsulan Memecylon costatum 13. Uar Syzigium ridleyi 14. Rasak Vatica ressak 15. Kuranji Dialium laurimum 16. Kuranji Dialium laurimum 17. Jambu burung Syzigium inophylla 18. Palawan merah Tristaniopsis obovata 19. Rasak Vatica ressak 20. Kapur naga Callophyllum pulcherimum 21. Rasak Vatica ressak 22. Nyatoh Palaquium xanthocyhymum 23. Merapat Combretocarpus rotundatus 24. Merapat Combretocarpus rotundatus 25. Palawan merah Tristaniopsis obovata 26. Alau Dacrydium beccari 27. Irat Cratoxylon arborescens 28. Irat Cratoxylon arborescens 29. Irat Cratoxylon arborescens 30. Terantang Camnosperma macrophylla 31. Jambu burung Syzigium inophylla 32. Irat Cratoxylon arborescens 33. Rasak Vatica ressak 34.Pamapaning Quercus paculiformis 35. Alau Dacrydium beccari 36. Nyatoh Palaquium xanthocyhymum 37. Masupang Shorea velunosa 38. Kapurnaga Callophyllum pulcherimum 39. Palawan merah Tristaniopsis obovata 40.Melalin Madhuca betiodes 41. Jejambuan Syzigium sp. 42. Palawan putih Tristaniopsis ef stelata 43. Uar Syzigium ridleyi 44. Jambu burung Syzigium inophylla Kalimantan Tengah yang tidak mengalami kebakaran . Diagram profil struktur tegakan di hutan kerangas sekunder yang relatif terganggu yang terdapat di hutan Kerangas Trinsing-Butong Kalimantan Tengah tersaji pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Diagram profil tegakan hutan kerangas terganggu di Trinsing-Butong Muara Teweh Sumber: Kissinger, 2002 Hutan kerangas sekunder yang relatif terganggu dan tidak mengalami kebakaran, masih mengandung jenis-jenis yang terdapat di hutan Dipterocarpacea campuran. Tinggi pohon dapat mencapai 25 m dan diameter pohon dapat mencapai 70 cm. Hutan kerangas sekunder di lokasi referensi 1 merupakan hutan kerangas yang memiliki jumlah jenis pohon lebih rendah dibandingkankan dengan hutan kerangas sekunder dari tinjauan literatur yang dikemukan oleh Hadisaputro Said 1988 dan Kissinger 2002. Intensitas gangguan yang terjadi diduga menjadi penyebab rendahnya jumlah jenis pohon yang terdapat pada hutan kerangas sekunder lokasi referensi 1. Tegakan pohon yang tersisa hanya mencapai diameter 36 cm, dengan rata-rata sebaran diameter berkisar dari 23- 24 cm kerangas terendam dan 27-28 cm hutan kerangas lahan kering. Hutan kerangas Arboretum Nyaru Menteng yang menjadi lokasi referensi 2, merupakan tipe hutan kerangas yang relatif tidak tergangguold growth. Tabel 2.13-2.16 memuat komposisi jenis, indeks nilai penting INP dan indeks keragaman dari tiap tingkatan vegetasi hutan kerangas di Arboretum Nyaru Menteng Palangkaraya. Tabel 2.13 Komposisi, keragaman dan INP tingkat semai lokasi referensi 2 No Jenis Semai FR KR INP H 1 Agathis Agathis borneensis 12,50 8,70 21,20 0,24 2 Belangiran S.belangeran 6,25 4,35 10,60 0,16 3 Bintangur Callophylum sp. 6,25 23,91 30,16 0,10 4 Irat C.arborescens 12,50 4,35 16,85 0,16 5 Jejambuan Syzygium sp. 25,00 30,43 55,43 0,37 6 Madang Litsea sp. 6,25 6,52 12,77 0,21 7 Manggis hutan Garcinia sp. 12,50 10,87 23,37 0,27 8 Merapat C.rotundatus 12,50 8,70 21,20 0,24 9 Simpur D.indica 6,25 2,17 8,42 0,10 100,00 100,00 200,00 1,86 Terdapat 9 jenis tumbuhan tingkat semai pada lokasi hutan kerangas referensi 2. Jejambuan dan bintangur merupakan jenis semai yang relatif dominan terdapat pada lokasi referensi 2. Relatif rendahnya jumlah jenis yang ditemukan pada tingkat semai, mengakibatkan rendahnya keragaman jenis. Tabel 2.14 Komposisi,keragaman jenis dan INP pancang lokasi referensi 2 No Jenis Pancang KR FR INP H 1 Belangiran S.belangeran 11,76 10,53 22,29 0,24 2 Bintangur Callophylum sp. 14,71 10,53 25,23 0,24 3 Bungur Lagerstromia sp. 2,94 5,26 8,20 0,15 4 Irat C.arborescens 2,94 5,26 8,20 0,15 5 Jejambuan Syzygium sp. 17,65 15,79 33,44 0,29 6 Manggis Garcinia sp. 23,53 15,79 39,32 0,29 7 Mahang Macaranga sp. 5,88 10,53 16,41 0,24 8 Merapat C.rotundatus 2,94 5,26 8,20 0,15 9 Palawan Tristaniopsis obovata 2,94 5,26 8,20 0,15 10 Simpur D.indica 14,71 15,79 30,50 0,29 100,00 100,00 200,00 2,21 Terdapat 10 jenis tumbuhan tingkat pancang di lokasi referensi 2. Tidak ada jenis yang dominan sekali pada tingkat pancang. Nilai INP tertinggi ditunjukkan oleh jenis manggis, jejambuan dan simpur. Relatif meratanya jumlah individu dari masing-masing jenis di tingkat pancang menyebabkan relatif baiknya keragaman jenis. Berdasarkan nilai indeks keragaman jenis, tingkat pancang pada hutan kerangas lokasi referensi 2 tergolong tinggi. N.gracilis, N.mirabilis dan N.rafflesiana merupakan jenis kantong semar yang dapat ditemukan di lokasi penelitian ini. Tabel 2.15 Komposisi, keragaman jenis dan INP tiang lokasi referensi 2 No Jenis tiang DR KR FR INP H 1 Agathis Agathis borneensis 1,44 1,52 3,57 6,53 0,06 2 Alau Dacridium beccarii 0,88 1,52 3,57 5,96 0,06 3 Belangiran S.belangeran 6,40 6,06 10,71 23,17 0,17 4 Bintangur Callophylum sp. 5,11 7,58 10,71 23,40 0,20 5 Irat C.arborescens 60,14 46,97 17,86 124,97 0,35 6 Jejambuan Syzygium sp. 12,83 19,70 21,43 53,95 0,32 7 Manggis hutan Garcinia sp. 3,39 3,03 7,14 13,57 0,11 8 Merapat C.rotundatus 0,79 1,52 3,57 5,87 0,06 9 Nyatoh P.borneense 3,19 4,55 7,14 14,88 0,14 10 Punak Tetramerista glabra 0,67 1,52 3,57 5,76 0,06 11 Simpur D.indica 5,17 6,06 10,71 21,95 0,17 100,00 100,00 100,00 300,00 1,71 Hutan kerangas lokasi referensi 2 memiliki 11 jenis tumbuhan tingkat tiang. Jenis irat keberadaannya sangat dominan INP=124,97 dibandingkankan dengan 10 jenis lainnya. Begitu dominannya jenis irat mengakibatkan indeks keragaman jenis tiang menjadi rendah H‘=1,71. Tabel 2.16 Komposisi, keragaman jenis dan INP pohon lokasi referensi 2 No Jenis pohon DR KR FR INP H 1 Belangiran S.belangeran 12,46 14,29 23,08 49,82 0,28 2 Bintangur Callophylum sp. 2,28 2,86 7,69 12,83 0,10 3 Irat C.arborescens 74,77 71,43 38,46 184,66 0,24 4 Jejambuan Syzygium sp. 5,02 5,71 15,38 26,12 0,16 5 Manggis hutan Garcinia sp. 2,21 2,86 7,69 12,76 0,10 6 Nyatoh P.borneense 3,26 2,86 7,69 13,81 0,10 100,00 100,00 100,00 300,00 0,99 Hutan kerangas lokasi referensi 2 memiliki 6 jenis tumbuhan tingkat pohon. Jenis irat C.arborescens keberadaannya sangat dominan dengan nilai INP=184,66. Berdasarka n nilai indeks keragaman H‘=0,99, keragaman jenis pohon hutan kerangas lokasi referensi 2 tergolong rendah. Rendahnya keragaman jenis yang ada merupakan akibat dari sangat dominannya kehadiran jenis irat. Komposisi jenis tumbuhan hutan kerangas lokasi referensi 2 terdiri dari 23 jenis. Sebagian besar jenis yang terdapat di hutan kerangas lokasi referensi 2 terdapat pada setiap tingkatan pertumbuhan dari semai, pancang, tiang dan semai. Jenis tumbuhan yang senantiasa terdapat pada setiap pertumbuhan adalah belangiran, bintangur, irat, dan jejambuan. Fenomena ini mengindikasikan regenerasi jenis yang berlangsung antar tiap tingkatan vegetasi. Kepadatan tegakan di lokasi referensi 2 untuk hutan kerangas untuk ukuran pohon dengan diameter ≥ 5 cm adalah 2034 individu pohonha, diameter ≥ 10 cm adalah 1650 individu pohonha dan untuk diameter ≥ 20 cm sebanyak 550 individu pohonha. Diameter tertinggi yang ditemukan dari jenis belangiran adalah 32-33 cm. Katagiri et al . 1991 menyebutkan bahwa pada hutan kerangas ―padang‖ jumlah jenis vegetasi yang ditemukan adalah 15 jenis, dengan jenis yang mendominasi adalah Cratoxylon glaucum, Ploiarium alternifolium dan Callophyllum langigerum . Struktur tegakan didominasi oleh pohon-pohon berukuran kecil. Jumlah pohon dengan ukuran diameter kurang dari 5 cm mencapai 95,6 dari total jumlah pohon yang ada. Kerapatan tegakan sangat tinggi 6160 individuha, karena memasukan pohon-pohon dengan ukuran di bawah 5 cm ≥ 2 cm atau secara spesifik terdiri dari 5889 individu untuk ukuran diameter 5 cm, 234 individu untuk ukuran diameter 5 cm - 10 cm dan 37 individu untuk ukuran diameter ≥ 10 cm. Sedangkan tinggi pohon relatif rendah, berkisar antara 2 m untuk pohon terendah dan 10 m untuk pohon tertinggi dengan rata-rata tinggi pohon 3,5 m. Hutan kerangas primer atau hutan yang relatif belum terganggu yang letaknya berbatasan dengan Dipterocarpacea campuran dapat memiliki jumlah pohon sebanyak 708 individuha diameter pohon berukuran ≥ 10 cm dan masih memiliki pohon yang mencapai diameter 100 cm. Jenis-jenis dari family Fagaceae, Myrtaceae, Sapotaceae, Guttiferae, Casuarinaceae dan Konifers seperti Agathis borneensis. Dacrydium sp., Podocarpus sp. merupakan jenis yang penting. Beberapa jenis Dipterocarpacea terdapat pada hutan kerangas yang relatif tidak terganggu, seperti Shorea venulosa, Shorea albida, Shorea rugosa, Shorea belangeran, Shorea ovate, Hopea sp., Vatica sp ., dan Dipterocarpus borneensis Bruenig, 1974; Kissinger, 2002. Bruenig 1974 melaporkan bahwa dari seluruh hutan kerangas yang terdapat di Serawak ditemukan 844 jenis pohon, 220 jenis di antaranya terdapat juga di hutan Dipterocarpacea campuran. Salah satu contoh tipe hutan kerangas dengan tipe tanah podsolik putih kelabu grey white podzolic dapat memiliki 69 – 75 jenis pohon. Kartawinata 1980 mengemukakan bahwa terdapat 200 jenis pohon, semak, herba dan parasit yang terekam dalam suatu tipe hutan kerangas. Gambaran diagram profil struktur tegakan dari tipe hutan kerangas relatif bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Salah satu contohnya adalah seperti dideskripsikan Proctor et al. 1983 Gambar 2.4 Gambar 2.4 Diagram profil tegakan hutan kerangas relatif tidak terganggu di Gunung Mulu National Park Sumber: Proctor et al. 1983 Keterangan: Simbol: Bb: Baccaurea brahium didcteata, Bp: Bhesa paniculata, Cb: Chepalomappa beccariana , Cd: Canthium didyum, Cf: Castanopsis foxworthyi, Cha: Calophyllum havilandii , Ct: Calophyllum teysmannii, Dxa: Dyospyros sp., El: Eugenia leucoxylon, En: Eugenia nemestrina, Gpe: Garcinia cf petiolaris, Hc: Horsfieldia crassifolia, Hp: Hopea pseudokunstleri, Lr: Lopophetalum rigidum, Lx: Lithocarpus sp., Ms: Mesua calophylloides , Pc: Palaquium cochleariifolium, Pg: Polyalthia glauca, Sa: Shorea albida , Sc: Sindora coriacea, Sm: Stemonurus malaccensis, Ta: Ternstroemia aneura , Tc: Tristaniopsis clementis Proctor et al. 1983 mendapati di hutan kerangas Taman Nasional Gunung Mulu, jumlah individu pohonha berdiameter 10 cm adalah sebesar 708 pohonha dan jumlah jenis mencapai 113 jenis pohon. Terdapat 84 jenis pohon di Taman Nasional Danau Sentarum Kalimantan Barat. Jumlah individu pohon berdiameter ≥ 10 cm adalah 1030 individu pohonha Onrizal 2004. Katagiri et al . 1991 menemukan 15 jenis pohon dalam plot penelitiannya di Taman Nasional Bako Serawak Malaysia. Hutan kerangas lokasi referensi 2 memiliki sebaran ukuran diameter relatif kecil. Hutan kerangas pada lokasi referensi 1 hutan kerangas sekunder lahan kering berbatasan dengan hutan Dipterocarpacea campuran memiliki rata-rata sebaran ukuran diameter sedikit lebih besar Ө=27-28 cm dibandingkankan ukuran diameter pohon di hutan kerangas lokasi referensi 2 Ө=21-22 cm. Perbandingan jumlah jenis tumbuhan tingkat semai dan pancang antara hutan kerangas lokasi utama hutan kerangas terbuka yang terfragmentasi dengan hutan kerangas referensi 2 old growth dengan gangguan rendah dan berbatasan dengan hutan rawa gambut, hutan kerangas referensi 1 hutan kerangas terbuka dan berbatasan dengan hutan rawa gambut dan hutan kerangas referensi 1 hutan kerangas sekunder lahan kering yang berbatasan dengan hutan Dipterocarpaceae campuran adalah relatif sama 9-14 jenis. Jumlah jenis tumbuhan tingkat tiang yang tertinggi terdapat pada hutan kerangas referensi 2 11 jenis dan referensi 1 9-11 jenis. Jumlah jenis tumbuhan tingkat tiang terendah adalah hutan kerangas referensi 3 4 jenis dan lokasi utama 2 jenis. Jumlah jenis tumbuhan tingkat pohon yang paling tertinggi adalah pada hutan kerangas referensi 2 6 jenis dan terendah adalah lokasi utama. Kepadatan pohon hutan kerangas referensi 2 old growth untuk ukuran diameter ≥ 5 cm adalah lebih tinggi dibandingkankan hutan kerangas sekunder referensi 1 1012-1090 individu pohonha. Hutan kerangas lokasi referensi 2 memiliki kepadatan tegakan yang lebih tinggi dibandingkan hutan kerangas ―padang‖ untuk diameter pohon ukuran ≥ 5 cm Katagiri et al. 1991. Perbandingan jumlah jenis vegetasi total gabungan semua tingkat pertumbuhan yang ditemukan di antara lokasi penelitian adalah sebanyak 10-12 jenis untuk hutan kerangas terbuka adalah, 15-19 jenis untuk hutan kerangas sekunder dan hutan kerangas old growth sebanyak 23 jenis. Khusus untuk kantong semar, N.gracilis merupakan jenis yang senantiasa ditemukan di setiap tipe hutan kerangas bila dibandingkankan dengan jenis Nepenthes lainnya. Bila nilai-nilai dari karakteristik ekologi hutan kerangas dihubungkan dengan pemanfaatan bioaktivitas, maka terdapat peluang pemanfaatan dari berbagai jenis tumbuhan di hutan kerangas. Potensi jenis, biomassa dan keberlanjutan regenerasi tercermin dari komposisi jenis dan nilai-nilai seperti dominansi relatif DR, kerapatan relatif KR, frekuensi relatif FR dan indeks nilai penting. Karakteristik dari komposisi dan struktur vegetasi menjadi salah satu acuan pemilihan jenis yang dapat dimanfaatkan dengan syarat bila jenis tersebut secara etnobotani maupun pendekatan pengetahuan modern memiliki bioaktivitas tertentu. 3 Karakteristik Tanah Hutan Kerangas Tanah di hutan kerangas dicirikan dengan tanah podsol yang miskin hara dengan material tanah umumnya kaya akan pasir kuarsa, pH rendah dan kerap memiliki lapisan gambut di atas permukaan tanah. Kenampakan tanah penyusun di hutan kerangas tersaji pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Kenampakan tanah di lahan kerangas Sumber: Kissinger 2002. Berdasarkan kandungan pasirnya, hutan kerangas dapat dibedakan menjadi dua macam tipe kerangas, yaitu hutan kerangas moderat dan hutan kerangas ekstrim, hutan kerangas moderat merupakan hutan kerangas yang tanahnya bercampur dengan pasir secara seimbang atau lebih banyak kandungan liatlempung dibandingkankan dengan kandungan pasir. Derajat kesarangan tanah kerangas moderat kurang sehingga kelembaban tanah relatif tinggi, kandungan bahan organik tanah lebih tinggi dibandingkankan kerangas ekstrim. Lumut pada lantai hutan tebal dan hampir seluruh lantai hutan ditutupi lumut, hutan kerangas moderat kaya akan epifit tetapi miskin jenis pohon. Hutan kerangas ekstrim mempunyai kandungan pasir atau kwarsa lebih tinggi di bandingkan liatnya, malahan hampir atau seluruhnya ketebalan pasir mulai dari permukaan sampai beberapa belas meter. Dibawahnya terdapat lapisan kedap air dapat berupa batu-batuan cadas. Karakteristik sifat fisik tanah hutan kerangas diindikasikan berdasar tekstur tanah dan ditampilkan dalam Tabel 2.17. Tabel 2.17 Perbandingan fraksi pasir, debu dan liat tanah hutan kerangas No PLOT PENELITIAN PASIR DEBU LIAT 1 Lokasi utama terbuka 85 10,5 4,5 2 Referensi 1 terbuka 89,5 5,5 5 3 Referensi 1 hutan sekunder 82 16 2 4 Referensi 2 old growth 80 3 17 5 Referensi 3 terbuka 89 8 3 6 Trinsing-Butong Kalteng hutan sekunder 52,5 42 5,5 7 TN Bako, Serawak Kerangas ―Padang‖ 91 5 4 8 Hutan kerangas sekunder Bangka Tengah 85 5,1 9,4 Keterangan: Kissinger. 2002; Katagiri et al. 1991; Yarli. 2011. Perakaran sebagian serabut halus terdapat pada horison A1, A2 Bahan organik Fraksi pasir mendominasi tekstur tanah hutan kerangas. Dominansi fraksi pasir akan meningkat pada tanah-tanah hutan kerangas yang terbuka. Besarnya persentase total debu dan liat apabila dihubungkan dengan penutupan vegetasi akan berbanding lurus. Semakin besar kedua fraksi tersebut maka akan semakin tinggi jumlah individu dan jumlah jenis vegetasi yang tumbuh dalam komunitas hutan kerangas. Bruenig 1974 menemukan pada beberapa lokasi dengan kandungan debu atau liatnya besar memiliki jumlah jenis pohon yang lebih tinggi. Fraksi pasir yang tinggi menyebabkan terjadinya stress air, pencucian leaching dan lemahnya kemampuan tanah menahan hilangnya unsur-unsur hara tertentu dari tanah permukaan. Ketersediaan hara menjadi faktor penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Karakteristik sifat kimia tanah merupakan pendekatan untuk mengetahui kandungan unsur hara tanah. Beberapa karakteristik kimia tanah kedalaman 0-40 cm dari tanah hutan kerangas tertera pada Tabel 2.18. Tabel 2.18 Karakteristik sifat kimia tanah hutan kerangas No PLOT PENELITIAN pH C N CN P ppm Ca Mg K Na KTK me100g 1 Lokasi Utama kerangas terbuka 3,8 0,88 0,05 19,6 3,70 0,6 0,12 0,02 0,03 1,73 2 Referensi 1 kerangas terbuka 3,5 1,02 0,09 11,3 3,20 0,57 0,18 0,06 0,04 3,63 3 Referensi 1 kerangas sekunder 2,9 3,01 0,23 13,1 4,10 0,40 0,07 0,06 0,04 4,92 4 Referensi 2 old growth 2,5 11,2 0,81 13,8 7,00 0,36 0,37 0,10 0,05 11,32 5 Referensi 3 kerangas terbuka 2,4 3,46 0,25 13,8 4,40 0,80 0,3 0,06 0,02 11,38 6 Trinsing-Butong kerangas sekunder 3,3 3,35 0,09 37,2 7,90 0,68 0,20 0,07 0,03 5,34 7 Taman Nasional Bako kerangas Padang 3,7 2,8 0,1 28,0 2,80 0,40 1,70 0,10 - 5,80 8 Bangka hutan kerangas sekunder 5,0 2,8 0,26 10,8 4,70 1,10 0,42 0,10 0,3 6,86 Keterangan: Kissinger. 2002; Katagiri et al. 1991; Yarli. 2011. Data yang tertera dalam Tabel 2.18 menunjukkan bahwa tanah kerangas adalah tanah yang tidak subur, memiliki sifat asam pH berkisar 2-4. Kandungan C organik tanah berkisar dari sangat rendah lokasi utama=0,88 sampai tinggi hutan kerangas old growth=11,2. Hutan kerangas old growth yang relatif sedikit gangguan memiliki kandungan C dan N yang relatif lebih tinggi dibandingkankan dengan hutan kerangas sekunder dan hutan kerangas terbuka. Kandungan bahan organik tinggi dalam membantu memperlambat hilangnya unsur N yang sifatnya mobil pada tanah kerangas yang tinggi fraksi pasirnya. Secara keseluruhan kandungan unsur N sangat rendah terkandung dalam tanah hutan kerangas. CN ratio relatif bervariasi antara beberapa contoh tanah dari lahan kerangas. Unsur P dalam tanah kerangas juga cukup bervariasi. Hutan kerangas old growth dan hutan sekunder relatif memiliki kandungan unsur P yang lebih baik dibandingkan hutan kerangas terbuka. Unsur mikro lain seperti Ca, Mg, K dan Na relatif sangat rendah. KTK secara keseluruhan termasuk rendah, dengan nilai KTK terendah terdapat pada lokasi penelitian utama. Bruenig 1974 mengungkapkan bahwa tanah dari berbagai tipe hutan kerangas memiliki variasi CN yang beragam. Kandungan unsur P dan Mg tanah hutan kerangas relatif rendah. Ketebalan serasah atau lapisan gambut di tanah hutan kerangas dari golongan humus podsol berdampak pada tingginya kandungan C organic yang berdampak pada meningkatnya nilai KTK. Lamprecht 1989 mengungkapkan bahwa kunci dari faktor tapak hutan kerangas bukan pada kekurangan air tapi lebih pada rendahnya unsur hara tanah. Rendahnya pH berdampak pada terbatasnya pertumbuhan tumbuhan di hutan kerangas Proctor, 1997. Peran mikoriza pada hutan kerangas sangat membantu tumbuhan dalam menyerap unsur hara. Tercatat dari 22 jenis tumbuhan yang ditemukan 20 jenis memiliki simbiosis dengan mikoriza dalam penyerapan haranya. Terdapat 17 tumbuhan yang memiliki arbuscular mycorrhiza AM dan 2 jenis tumbuhan yang memiliki ectomychorrhiza EM, serta 1 jenis Tristania beccarii dari family Myrtaceae yang memiliki AM dan EM. Pada beberapa kasus kehadiran AM dan EM secara bersamaan terjadi pada jenis lain dari family Myrtaceae seperti Ixora sp . dan Syzygium sp. Moyersoen, 2001. Keterbatasan kondisi tanah di hutan kerangas yang tidak terganggu maupun terganggu inilah yang mengakibatkan rendahnya jumlah jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi di hutan kerangas. Proses adaptasi merupakan proses fisiologis tumbuhan sebagai respon terhadap lingkungan dalam hal ini menghadapi keterbatasan tapak hutan kerangas berpotensi menghasilkan metabolit sekunder sebagai sumber dari bioaktivitas Croteau et al. 2000. Penebangan dan pembukaan lahan mempercepat hilangnya lapisan serasah dan gambut di permukaan tanah kerangas yang berdampak pada menurunnya bahan organik tanah, mempercepat proses pencucian hara dan memperburuk sifat-sifat tanah lainnya. Buruknya sifat tanah dari hutan kerangas yang terbuka tidak saja berpengaruh pada semakin rendahnya kandungan hara tanah, tetapi juga berakibat pada stress air. Belum ada laporan sampai saat ini yang mengemukakan keberhasilan rehabilitasi lahan kerangas yang telah rusak dan terbuka. Fenomena ini memberikan arahan untuk tindakan perventif konservasi hutan kerangas harus dilakukan. Sehingga keberlangsungan fungsi ekosistem dari bentuk lahan terbatas ini tetap dapat dipertahankan dan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. 4 Fauna di Hutan Kerangas Fauna di hutan kerangas relatif rendah variasi jenisnya. Keterbatasan fauna yang ditemukan karena keterbatasan habitat yang mampu mendukung kehidupan satwa-satwa secara umum. Akan tetapi keberadaan fauna cukup bervariasi antara berbagai tipe kerangas. Terdapat 10 jenis burung aves, 4 jenis mamalia, 1 jenis primata dan 4 jenis reftil di lokasi penelitian utama. 10 jenis burung yang umum ditemukan di hutan kerangas yang menjadi lokasi penelitian utama kerangas terbuka tertera pada Tabel 2.19. Tabel 2.19. Jenis burung yang ditemukan di hutan kerangas No Jenis Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bantalmayat Lanius sach Beburak Gallinula choloropus Bubut Centropus sinensis Cabak Caprimulgus affinis Curiak Gerygone sulphurca DarakukuStreptopelia chinensis Keruang Pycnonotus goiavier Papikau Coturnix chinensis Pipit Neiglyptes triptis Punai tanah Treron vernans Habitat terbuka dan semua tingkat pertumbuhan Teresterial di tingkat pancang, semai semak Habitat tingkat pancang, semai semak Tempat terbuka, tingkat pancang, semai semak Habitat tingkat pancang, semai semak Habitat terbuka dan semua tingkat pertumbuhan Habitat terbuka dan semua tingkat pertumbuhan Tempat terbuka, tingkat pancang, semai semak Tempat terbuka, tingkat pancang, semai semak Habitat terbuka dan semua tingkat pertumbuhan Smith 1999 mengidentifikasikan 23 jenis burung yang terdapat di hutan kerangas primer dengan ketinggian 1100 m dpl yang lokasinya berbatasan dengan hutan sekunder dan primer Dipterocarpaceae campuran pada zona submontana. Penelitian lain menemukan 45 jenis burung yang hidup di hutan kerangas old growth Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Hutan kerangas ini berbatasan dengan hutan rawa gambut, hutan rivarian dan hutan Dipterocarpaceae campuran Burung-nusantara 2012. Beberapa jenis reptil seperti biawak Varanus sp., kadal Takydromus sexlineatus. , ular tanah Calloselasma rhodostoma, ular karung Acrochordus javanicus ditemukan di lokasi penelitian utama. Mamalia besar relatif jarang terdapat di hutan kerangas. Mamalia Sus barbatus dan primata Macaca fascicularis merupakan fauna yang senantiasa terdapat di hutan kerangas. Beberapa contoh mamalia dan primata yang umum terdapat di hutan kerangas kurang terganggu yang terdapat di daerah perbukitan adalah Muntiacus sp., Echinosorex gymnurus, Sus barbatus, Macaca nemestrina dan Macaca fascicularis Azlan and Lading 2006. Lintah lichees belum pernah dijumpai di atas permukaan tanah hutan kerangas. Orang utan Pongo pygmaeus dapat ditemukan di hutan kerangas yang relatif tidak terganggu temuan peneliti selama melakukan observasi di hutan kerangas Muara Teweh dan Palangkaraya Kalimantan Tengah. Beberapa mamalia dan primata lain juga ditemukan di hutan kerangas Arboretum Nyaru Menteng seperti Musang, Owa Hylobates muelleri dan Kelasi Presbytis rubicunda . Arboretum Nyaru Menteng Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah merupakan tipe hutan kerangas yang digunakan untuk program reintroduksi orang utan Pongo pygmaeus. Berdasarkan informasi yang telah disebutkan, terjadi penurunan jumlah jenis fauna yang ditemukan di hutan kerangas yang mengalami gangguan atau kerusakan. Jenis burung di hutan kerangas terbuka terutama didominasi oleh burung pemakan serangga. Jenis mamalia dan primata juga terbatas terdapat pada hutan kerangas terbuka yaitu babi hutan Sus barbatus dan kera Macaca fascicularis .

D. Simpulan

Hutan kerangas yang menjadi lokasi penelitian sebagian besar merupakan hutan kerangas yang mengalami gangguan dan perubahan menjadi kerangas terbuka dan hutan sekunder yang sampai saat ini masih mengalami gangguan. Status hutan kerangas secara umum adalah kritis, terdegradasi dan keanekaragamanhayatinya menurun. Komposisi jenis dan struktur tegakan bervariasi di antara berbagai tipe hutan kerangas, baik yang terganggu maupun yang belum terganggu. Pohon dan permudaan dari jenis Cratoxylon arborescen, Shorea belangeran, Callophylum sp., Combretocarpus rotundatus dan tumbuhan bawah jenis N.gracilis selalu ditemukan di tiap tipe hutan kerangas. Hutan kerangas old growth memiliki kepadatan pohon lebih besar dibandingkankan hutan kerangas sekunder dan hutan kerangas terbuka. Gangguan berat terhadap hutan kerangas baik berupa penebangan, kebakaran berulang berdampak pada terbentuknya tegakan murni atau asosiasi tegakan yang hanya didominasi satu atau dua jenis tumbuhan tingkat pohon dan tiang. Tanah di hutan kerangas secara umum dicirikan dengan tanah miskin hara, fraksi pasir yang lebih tinggi dibandingkankan fraksi liat dan debu. Penebangan dan pembukaan lahan mempercepat hilangnya lapisan organik, menurunnya kesuburan tanah dan memperburuk sifat tanah lainnya. Jumlah fauna baik dari jenis mamalia, primata dan aves yang ditemukan di hutan kerangas relatif terbatas dibandingkankan hutan Dipterocarpaceae campuran. Keterbukaan lahan kerangas mengakibatkan penurunan jumlah jenis satwa. orang utan Pongo pigmeus, owa Hylobates muelleri dan kelasi Presbytis rubicunda merupakan jenis satwa dilindungi yang dapat ditemukan di hutan kerangas. Bervariasinya kemampuan adaptabilitas berbagai tumbuhan terhadap gangguan maupun kondisi habitat kerangas yang terbatas merupakan proses seleksi alam yang mengakibatkan hanya jenis-jenis tertentu yang memiliki adaptabilitas tinggi saja yang mampu tumbuh dominan dan berkembang di hutan kerangas. Adaptasi sebagai bentuk respon tumbuhan terhadap keterbatasan lingkungan yang memicu proses fisiologis menghasilkan metabolit sekunder yang cenderung memiliki potensi bioaktivitas tertentu. Penting untuk dilakukan tindakan konservasi untuk mempertahankan komposisi jenis dan struktur tegakan hutan kerangas. Penutupan beragam jenis tumbuhan menjadi bagian terpenting dari komponen komunitas hutan kerangas dalam memberikan perlindungan terhadap komponen tanah, air dan sebagai habitat bagi satwa tertentu.

3. KARAKTERISTIK HABITAT PREFERENSI NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS

A. Pendahuluan

Kantong semar Nepenthes spp. merupakan jenis tumbuhan bawah penangkap serangga yang dikenal dengan sebutan insectivorous species atau pitcher plant. Kantong semar tumbuh dan tersebar mulai dari Australia bagian utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian Selatan. Dari 64 jenis yang hidup di Indonesia, 32 jenis diketahui terdapat di Borneo Kalimantan, Serawak, Sabah, dan Brunei sebagai pusat penyebaran kantong semar. Pulau Sumatera menempati urutan kedua dengan 29 jenis yang sudah berhasil diidentifikasi. Keragaman jenis kantong semar di pulau lainnya belum diketahui secara pasti. Namun berdasarkan hasil penelusuran spesimen herbarium di Herbarium Bogoriense, Bogor, ditemukan bahwa di Sulawesi minimum sepuluh jenis, Papua sembilan jenis, Maluku empat jenis, dan Jawa dua jenis Mansur 2006. Nepenthes tergolong dalam kingdom Plantae, filum Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, Ordo Caryophyllales dan Famili Nepenthaceae. Nepenthes spp. bersifat liana, berumah dua dan dapat tumbuh secara terestrial atau epifit. Bentuk batang: silinder, segitiga, bersegi; Daun: lanset, lonjong, sudip; Bunga: tandan dan malai dan Kantong merupakan modifikasi daun, kantong roset, bawah, atas. Bentuk kantong bervariasi dari bentuk tempayan, telur, pinggang dan silender. Bunga dihasilkan dari bagian apex pada batang tumbuhan yang telah dewasa. Buah Nepenthes membutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk berkembang penuh hingga masak setelah masa fertilisasi. Ketika masak buah akan retak menjadi 4 bagian dan biji-bijinya akan terlepas. Penyebaran bijinya biasanya dengan bantuan angin Clarke 1997 Nepenthes spp. merupakan jenis tumbuhan yang mampu tumbuh dan berkembang secara dominan di tanah kerangas yang kurang subur. Beberapa penelitian tentang keragaman tumbuhan di hutan kerangas menemukan bahwa Nepenthes spp. adalah tumbuhan bawah yang selalu terdapat di habitat hutan kerangas Adam et al. 1992; Kissinger 2002; Onrizal 2004. Jenis kantong semar yang paling banyak ditemukan dari berbagai tipe hutan kerangas adalah Nepenthes gracilis Adam et al. 1992; Kissinger 2002, 2006. Beberapa jenis kantong semar termasuk N.gracilis dikenal sebagai bahan pengobatan tradisional seperti untuk pengobatan penyakit kanker, batuk, diabetes dan untuk kesehatan mata Kumar et al. 1980; Kissinger, 2006; Mansur 2006. Pengetahuan masyarakat lokal tentang etnobotani dalam pemanfaatan kantong semar sudah berlangsung lama dan tersebar di berbagai etnis. Kekayaan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan N.gracilis dapat terus dilanjutkan dan dikembangkan sehingga akan memberikan nilai penting bagi pengembangan bahan alam untuk pengobatan. Pemanfaatan N.gracilis sebagai bahan alam untuk pengobatan masyarakat secara tradisional berhubungan dengan kemampuannya tumbuh pada habitat yang ekstrim dari hutan kerangas. Kemampuan jenis N.gracilis untuk bertahan dalam kondisi tapak yang relatif ekstrim di hutan kerangas mendorong N.gracilis untuk beradaptasi. Mekanisme adaptasi terhadap lingkungan menjadikan N.gracilis berpotensi secara fisiologis melakukan proses metobolit sekunder yang hasilnya dapat dimanfaakan sebagai senyawa kimia tumbuhan yang mempunyai potensi untuk pengobatan. Pengembangan dan pemanfaatan N.gracilis dari hutan kerangas memerlukan berbagai pertimbangan penting dalam pengelolaan sumberdaya tumbuhan secara berkelanjutan. Informasi penting yang diperlukan untuk membangun kegiatan pengelolaan yang baik terdahap sumberdaya tumbuhan adalah teridentifikasikannya karakteristik habitat atau lingkungan tumbuh dari N.gracilis , sehingga nantinya akan menjadi dasar bagi tindakan pembudidayaan atau penangkaran tumbuhan di habitat aslinya. Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik habitat N.gracilis dan mekanisme adaptasi N.gracilis terhadap kondisi penutupan kanopi di hutan kerangas. Informasi ini selanjutnya akan menjadi bahan pertimbangan dalam pemanfaatan berkelanjutan dari spesies N.gracilis di hutan kerangas.

B. Metode Penelitian 1 Lokasi Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah tumbuhan N.gracilis dari habitat hutan kerangas. Lokasi penelitian berada di beberapa lokasi hutan kerangas: i desa Guntung Ujung Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, ii Pasir putih-Lenggana Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, iii Nyaru Menteng Palangkaraya Kalimantan Tengah, iv Tanjung-Kelanis Kalimantan Selatan- Kalimantan Tengah. 2 Prosedur Pengumpulan Data Metode pendekatan identifikasi beberapa karakteristik ekologi dilakukan dengan pendekatan studi literatur dan pengumpulan data lapangan. Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui pengamatan dan pengukuran langsung terhadap N.gracilis dan beberapa komponen habitat hutan kerangas. Pengukuran data kepadatan N.gracilis dilakukan dengan metode garis berpetak untuk menghitung kepadatan N.gracilis Soerianegara dan Indrawan 1998. Pembuatan petak dilakukan mengikuti pengukuran sampel permudaan tingkat pancang dengan ukuran petak pengambilan contoh untuk N.gracilis berukuran 5 m x 5 m. Pengumpulan data komponen habitat hutan kerangas di sekitar N.gracilis menggunakan metode focal plant species Yanoviak et al. 2011. Keberadaan N.gracilis yang menjadi acuan pendeskripsian karakteristik habitat N.gracilis di hutan kerangas. Komponen habitat yang diukur langsung dengan metode standar adalah intensitas cahaya Tinya et al. 2009, ketebalan serasahbahan organik dan pH tanah Claros et al. 2012. Pengumpulan data kualitatif juga dilakukan untuk menggambarkan habitat ideal N.gracilis.

3 Analisis Data

Data dianalisis dengan uji beda nilai tengah uji t dengan keragaman berbeda terhadap beberapa komponen habitat yang mempengaruhi keberadaan N.gracilis . Analisis deskriptif juga dilakukan untuk mengkaji lingkungan ideal tempat tumbuh kerangas. Data dipresentasikan dalam bentuk matriks tabulasi.

C. Hasil dan Pembahasan 1 Karakteristik Habitat Preferensi N.gracilis

N.gracilis dapat tumbuh dan berkembang baik di hutan kerangas terbuka dan hutan kerangas tertutup kanopi pohon. Jumlah individu N.gracilis akan meningkat dibandingkankan jenis Nepenthes lainnya pada hutan kerangas yang sudah terbuka. Jumlah individu N.gracilis yang tinggi mengindikasikan bahwa N.gracilis merupakan jenis pioneer pada hutan kerangas yang penutupan kanopinya terbuka Tabel 3.1. Tabel 3.1 Karakteristik habitat kerangas terhadap potensi Nepenthes gracilis. Lokasi Jumlah plot sampel Rumpun ha Nepenthes lainnya Deskripsi habitat kerangas Guntung Ujung Lokasi 1 12 3250 - Lahan terbuka dan kurang terganggu kebakaran Lokasi 2 20 1860-2080 - Lahan terbuka, bekas terbakar Lokasi 3 10 142 - Tertutup pohon, daerah ekoton dengan rawa sulfat masam Lokasi 4 8 - Tegakan galam murni, permukaan tanah didominasi purun tikus Tanjung- Kelanis Kalsel-Kalteng Lokasi `1 10 125 N.ampularia Di bawah tegakan sekunder , bentuk lahan berupa rawa terendam Lokasi 2 6 - Lahan terbuka, permukaan tanah didominasi Gleichenia linearis Lokasi 3 6 3.525 N.mirabilis Terbuka, bekas terbakar Lokasi 4 10 167 N.mirabilis Di bawah tegakan sekunder kering Lokasi 5 8 425 N.mirabilis Lahan terbuka,terganggu berat, serasah hilang, bekas terbakar Nyaru menteng Lokasi 1 12 256 N.mirabilis Tegakan old growth, sebagian tegakan sekunder rendah gangguan N.rafflesiana Pasir putih-Lenggana Kotawaringin Timur Lokasi 1 12 2700 - Terbukabekas terbakar Lokasi 2 8 175 N.mirabilis N.rafflesiana Di bawah tegakan sekunder jenis Cratoxylon sp. terdapat penebangan Hutan kerangas yang terdapat di Desa Guntung Ujung Kalimantan Selatan merupakan tipe hutan kerangas terganggu berat dibandingkankan hutan kerangas lainnya yang menjadi lokasi referensi. Beratnya tingkat gangguan tersebut diindikasikan melalui keterbukaan lahan dan frekuensi kebakaran yang terjadi hampir setiap tahun. N.gracilis merupakan satu-satunya jenis kantong semar yang terdapat di hutan kerangas Desa Guntung Ujung seperti yang telah dilaporkan Kissinger 2002. Beberapa patches kerangas lain yang letaknya terpisah dari hutan kerangas Desa Guntung Ujung dengan frekuensi kebakaran rendah masih memiliki jenis kantong semar lain seperti N.mirabilis dan N.khasiana. Mansur 2007 melaporkan bahwa kebakaran lahan dan konversi lahan menyebabkan menurunnya jumlah individu dan jumlah jenis Nepenthes. Kehadiran jenis tumbuhan lain yang dominan menutupi permukaan tanah juga menjadi faktor yang menjadi penyebab menurunnya jumlah individu N.gracilis lokasi 4 Desa Guntung Ujung, km 30 Tanjung-Muara Kelanis. Penutupan tajuk juga mempengaruhi jumlah jenis kantong semar yang ditemukan. Areal hutan kerangas yang masih tertutup tajuk pohon umumnya memiliki lebih dari satu jenis kantong semar. N.mirabilis, N.ampullaria dan N.rafflesiana merupakan jenis kantong semar selain N.gracilis yang ditemukan dalam hutan kerangas yang tertutup tajuk pohon lokasi referensi. Kehadiran lebih dari satu jenis kantong semar pada hutan kerangas tertutup tajuk pohon telah dilaporkan Kissinger 2002 yang menemukan 4 jenis kantong semar selain N.gracilis . Ke empat jenis kantong semar tersebut adalah N.ampullaria, N.fusca, N.melamphora, N.rajah . Mansur 2007 juga menemukan di hutan kerangas yang relatif tidak terganggu memiliki 8-12 jenis kantong semar. Gambar 3.1 mendeskripsikan jenis-jenis kantong semar yang ditemukan di lokasi penelitian. N.gracilis N.rafflesiana N.mirabilis N.ampularia Gambar 3.1 Beberapa jenis Nepenthes di lokasi penelitian Berdasarkan hasil tentang habitat umum N.gracilis di hutan kerangas, selanjutnya secara khusus dilakukan analisis terhadap komponen-komponen ekologis yang mempengaruhi keberadaan N.gracilis di hutan kerangas terbuka. Hasil analisis komponen-komponen ekologis yang mempengaruhi keberadaan N.gracilis di hutan kerangas terbuka ditunjukkan dalam Tabel 3.2. Tabel 3.2 Komponen lingkungan habitat preferensi N.gracilis Komponen lingkungan Cahaya pada permukaan akar Rata-rata tebal serasahgambut pH Kehadiran N.gracilis 270-300 5,6 cm 4,12 Ketidakhadiran N.gracilis 800-1800 15,8 cm atau terbuka tanpa serasah 6,42 Jumlah sampel 12 12 12 Ulangan 3 3 4 Uji t P 0,05 P 0,05 P 0,05 Hasil yang ditunjukkan dalam Tabel 3.2 merupakan sebuah penjelasan mengenai komponen lingkungan yang berpengaruh terhadap keberadaan N.gracilis. Habitat preferensi N.gracilis pada hutan kerangas terbuka adalah berada pada pH 4,12, ketebalan gambut 5,6 cm dan intensitas cahaya permukaan akar 270-300 lux. Pangkal batang dan perakaran N.gracilis relatif berada di bawah naungan tertutup kumpulan semai dan pancang, sedangkan