Simpulan SIKAP KONSERVASI MASYARAKAT TERHADAP NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS
Gambar 10.1 Ketidaklengkapan informasi pembentuk stimulus yang dimiliki penduduk dan pengelola tentang N.gracilis dan hutan kerangas
Masyarakat dalam hal ini penduduk dan pengelola selama ini belum mendapat pengetahuan secara komprehensif dari ekologi, sosial dan ekonomi
dari hutan kerangas, sehingga informasi tersebut belum secara menyeluruh menjadi sinyal yang dapat ditangkap oleh komponen cognitive dan affective dari
individu penduduk atau pengelola. Ketidakmampuan menangkap dan memahami sinyal tersebut mengakibatkan persepsi individu terhadap konservasi
hutan kerangas menjadi kurang menarik dan stimulus yang terbentuk tidak cukup kuat dipersepsikan membentuk kesadaran dan kerelaan untuk bersikap
konservasi terhadap hutan kerangas. Sinyal dari nilai manfaat fisik-kimia, bio- ekologi, sosial dan ekonomi dari hutan kerangas dan N.gracilis bahkan tidak
direspon menjadi stimulus konservasi, sehingga tidak mampu membentuk sikap konservasi.
Persepsi masyarakat terhadap sinyal dan stimulus yang akan mempengaruhi pembentukan sikap. Stimulus yang terbentuk harus kuat agar
dapat berkembang menjadi sikap. Stimulus harus melampaui ambang stimulus, yaitu kekuatan stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan
kesadaran. Stimulus kuat akan dipersepsikan dan berkembang menjadi sikap Walgito 2003.
Fenomena yang terjadi selama ini adalah sinyal dari lahan dan hutan kerangas yang terdeteksi oleh masyarakat lebih mengarah pada nilai manfaat
ekonomi langsung dari hasil hutan, hasil tambang, nilai lahan yang potensial sebagai areal permukiman interest lain nonkonservasi. Nilai manfaat ekonomi
langsung tersebut menjadi sinyal yang ditangkap dan menjadi stimulus yang mempengaruhi komponen affective dan cognitive individu dari penduduk lokal
dan luar, pengusaha, aparat pemerintah daerah yang selanjutnya berkembang pada sikap dan perilaku aksi untuk memungut hasil hutan, menambang dan
menguasai lahan hutan kerangas. Kesamaan persepsi, sikap dan perilaku individu-individu ini terhadap hutan
kerangas berpengaruh terhadap terbentuknya kelompok-kelompok yang melakukan pemungutan hasil hutan, menambang dan menguasai lahan dalam
kawasan hutan kerangas. Perspektif awal tentang hutan kerangas Desa Guntung Ujung oleh masyarakat adalah sinyal hutan kerangas sebagai penghasil
kayu yang selanjutnya berkembang menjadi stimulus untuk bersikap dan berperilaku menebang pohon dan mengambil manfaat dari kayu yang dihasilkan.
Kesamaan sikap dan perilaku tersebut mendorong terbentuknya kelompok penebang pohon di hutan kerangas.
Berkembangnya pengetahuan, kerangka acuan, kemampuan berpikir, pengalaman dan perasaan dari masyarakat secara psikologis dapat
mempengaruhi cara persepsi masyarakat terhadap suatu obyek atau fenomena Walgito, 2003. Perkembangan kemampuan masyarakat tersebut selanjutnya
tidak sekedar memandang hutan kerangas sebagai penghasil kayu, tetapi juga potensial memberikan nilai manfaat dari areal kerangas sebagai tanah
permukiman dan sebagai kawasan pertambangan. Perkembangan kemampuan satu atau beberapa individu dari suatu
kelompok masyarakat akan membentuk persepsi tertentu terhadap hutan kerangas. Persepsi tersebut selanjut ditransfer ke individu lainnya melalui
interaksi antar individu sehingga dapat mempengaruhi terbentuknya persepsi yang sama tentang stimulus dari hutan kerangas. Persepsi yang sama
selanjutnya terbentuk pada beberapa individu dalam menanggapi stimulus hutan kerangas sebagai kawasan penghasil bahan tambang bahan galian dan kawasan
yang potensial untuk permukiman. Kesamaan persepsi ini menggiring beberapa individu dalam membentuk sikap dan perilaku yang sama dalam menilai hutan
kerangas. Kesamaan persepsi, sikap maupun nilai merupakan faktor yang