seseorang merasakan nyeri yang berat. Berbeda dengan VDS, NPRS lebih terbukti sensitif dalam mendeteksi nyeri pada seseorang karena
memiliki skala nomor yang spesifik bila dibandingkan dengan VDS yang hanya berupa kata-kata atau pernyataan.
3. Visual Analogue Scale VAS Skala analog visual tidak mengusung label subdivisi. VAS merupakan
skala yang terdiri dari suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pada ujung skalanya memiliki alat
pendeskripsi verbal. VAS memberikan kebebasan penuh kepada individu untuk mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dan lebih
fleksibel karena tidak harus dipaksa memilih kata atau angka. Terdapat beberapa alat lain yang digunakan dalam pengukuran
nyeri. Namun, skala deskriptif, skala analog, dan skala numerial merupakan skala yang paling sering dipakai dalam mengukur intensitas
nyeri baik dalam penelitian maupun dalam praktek klinis. Pada penggunaannya, skala-skala tersebut harus disesuaikan dengan individu
yang bersangkutan. Misalnya apabila klien atau individu mampu membaca dan memahami skala, maka skala deskripsi nyeri akan lebih akurat dalam
memberikan hasil Potter dan Perry, 2012.
E. Jenis-Jenis Nyeri
Dalam bukunya, Arif Muttaqin 2008 menyebutkan dua macam nyeri sebagai berikut:
1. Nyeri Akut Nyeri akut berlangsung tiba-tiba dan umumnya berhubungan dengan
adanya suatu trauma atau cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan adanya suatu kerusakan atau cedera yang baru saja terjadi. Sensasi
dari suatu nyeri biasanya menurun sejalan dengan adanya proses penyembuhan. Nyeri akut ini memiliki tujuan untuk memperingatkan
adanya suatu cedera atau masalah dan biasanya berlangsung kurang dari enam bulan.
2. Nyeri Kronis Nyeri kronis merupakan suatu keadaan yang berlangsung secara
konstan atau intermitten dan menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan
dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis mungkin saja tidak mempunyai awitan atau
onset yang ditetapkan dengan tepat dan seringkali sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis adalah suatu ketidaknyamanan yang dialami individu yang berlangsung
selama enam bulan atau lebih.
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh hanya pada jaringan yang mengalami cedera atau penyakit. Namun nyeri
direfleksikan dengan berbeda-beda oleh masing-masing individu. Persepsi individu terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti makna nyeri
itu sendiri bagi mereka Morison, 2004. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter dan Perry 2012:
1. Usia Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak-anak seringkali kesulitan dalam mengungkapkan nyeri, secara kognitif anak-anak todler dan
prasekolah tidak mampu mengingat penjelasan nyeri atau mengasosiasikan nyeri sebagai pengalaman yang dapat terjadi di
berbagai situasi. Sedangkan pada lansia, lebih karena pengalaman yang dirasakan sebelumnya. Lansia hidup lebih lama, sehingga
mereka memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi patologis yang menyertai nyeri, bahkan mungkin hingga gangguan
fungsi yang serius. Greenwood dan Stainton 2001 menyebutkan bahwa usia merupakan
faktor yeng mempengaruhi nyeri pinggang selama kehamilan. Wanita yang berusia lebih muda dianggap lebih sering mengalami nyeri
pinggang sebagai efek perubahan hormonal selama kehamilan. Mereka lebih sensitif terhadap perubahan pada dirinya dan memiliki
pandangan atau sikap yang berbeda bila dibandingkan dengan wanita hamil yang berusia lebih tua.
2. Jenis Kelamin Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam
berespons terhadap nyeri. Masih diperdebatkan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian
nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin seperti anggapan bahwa laki-laki dianggap harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan seorang wanita boleh menangis dalam situasi yang sama merupakan contoh kebudayaan yang mengatasnamakan
gender. 3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang mereka harapkan dan
apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri Calvillo dan Flaskerud dalam
Potter, 2012. Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah. Namun, kebudayaan lain
cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup introvert. 4. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
Apabila keletihan disertai kesulitasn tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah
individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibanding pada akhir hari yang melelahkan.
Dalam penelitian Kovacs, Emma dan Ana dkk 2012 menyebutkan bahwa beberapa studi terdahulu menemukan adanya hubungan antara
bekerja dan aktivitas fisik yang berat dengan tingginya resiko kejadian nyeri pinggang selama kehamilan. Dalam penelitian tersebut
mengkombinasikan berbagai macam kegiatan aktivitas fisik sehari- hari seperti; aktivitas bekerja, aktivitas di rumah, waktu luang atau
istirahat, dan waktu untuk berolahraga. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat berpotensi terjadi aktivitas yang berat, seperti dalam bekerja
dan berolahraga sehingga mempengaruhi nyeri yang dialami seseorang.
5. Pengalaman Nyeri Sebelumnya Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri
sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang.
Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat muncul.
Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang sama dan berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut berhasil
dihilangkan, maka akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri.
Dalam penelitian Kovacs, Emma dan Ana dkk 2012 disebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi nyeri pinggang selama kehamilan
adalah tingginya angka pengalaman nyeri pada kehamilan sebelumnya dan diiringi dengan ansietas selama kehamilan.
6. Dukungan Keluarga dan Sosial Faktor lain yang bermakna mempengaruhi nyeri ialah kehadiran
orang-orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap seseorang yang mengalami nyeri. Individu yang mengalami nyeri seringkali
bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri
tetap dirasakan, kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan.
7. Kurang Aktivitas Dalam penelitian Samara dkk 2005, terlalu lama duduk dengan
posisi yang salah akan menyebabkan ketegangan otot-otot dan keregangan ligamentum tulang belakang. Posisi tubuh yang salah
selama duduk membuat tekanan abnormal dari jaringan sehingga menyebabkan rasa sakit. Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa
lama duduk statis selama 91-300 menit meningkatkan risiko untuk terjadinya nyeri pinggang 2,35 kali lebih besar dibandingkan dengan
individu yang duduk statis selama 5-90 menit.
G. Aktivitas Fisik