Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati kebhinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara. Sebagai Negara hukum bertujuan menciptakan adanya keamanan dan ketertiban, keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara serta menghendaki agar hukum ditegakkan, artinya hukum harus dihormati dan ditaati oleh siapapun tanpa kecuali baik oleh seluruh warga masyarakat, penegak hukum, maupun oleh penguasa Negara, sehingga segala tindakannya harus dilandasi oleh hukum. Hukum sebagai produk kekuasaan tidak pernah lepas dari kehendak, kepentingan, atau dasar-dasar kekuasaan itu sendiri. Hukum bukan semata-mata instrument sosial, tetapi juga sebagai instrumen kekuasaan. Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan-hubungan hukum itu caranya beraneka ragam. Kadang-kadang hanya dirumuskan kewajiban-kewajiban seperti misalnya pada hukum pidana, yang sebagian besar peraturan-peraturannya terdiri dari kewajiban-kewajiban. Sebaliknya hukum merumuskan peristiwa-peristiwa tertentu yang merupakan syarat timbulnya hubungan-hubungan hukum. Hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan erat satu sama lain, setiap tindakan yang melanggar hukum pidana akan dikenakan pidana sesuai dengan hukum yang berlaku, karena jelas di Negara kita ini adalah Negara Hukum. Sehingga barang siapa yang bertindak salah supaya dituntut di muka pengadilan sesuai undang-undang yang berlaku. Hukum pidana dalam arti subyektif disebut Ius Puniendi, yaitu sejumlah peraturan yang commit to user 2 mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang Martiman Prodjohamidjojo, 1997: 7. Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan disertai ancaman sangsi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut Moeljatno, 1987:54. Di setiap Negara Hukum, pelaku penyimpangan Negara Hukum diharuskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hukum pada umumnya dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah- kaidah dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum itu bukanlah merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya nonyuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktor-faktor di luar hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat, yaitu menjadikan setiap anggota masyarakat mengetahui apa hak yang diberikan hukum atau undang-undang kepadanya serta apa kewajiban yang dibebankan hukum kepada dirinya. Apabila setiap orang telah menghayati hak dan kewajiban yang ditentukan hukum kepada mereka, masing-masing akan berdiri di atas hak yang diberikan hukum tersebut, serta sekaligus menaati setiap kewajiban yang dibebankan hukum kepada mereka. Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan kewajiban mutlak dari Bangsa Indonesia. Hal itu dikarenakan Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penyelenggaraan kekuasaan haruslah bertumpu atas sendi-sendi Negara hukum dan demokrasi. Dengan landasan Negara Hukum, penyelenggaraan kekuasaan hendaknya memberikan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat sebagai yang diperintah. Masyarakatpun diharapkan berperan serta secara aktif dalam proses penyelenggaraan hukum dan penegakan hukum yang sah. Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum tersebut harus ditegakkan demi terciptanya tujuan dan cita- cita Bangsa Indonesia. Penegakan hukum sebagai bentuk konkret, penerapan commit to user 3 hukum sangat mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, keputusan hukum, manfaat hukum, kebutuhan atau keadilan hukum secara individual atau social. Penegakan hukum juga tidak mungkin lepas dari aturan hukum, pelaku hukum, dan lingkungan tempat terjadinya proses penegakan hukum maka dalam hal ini hukum berlaku sama bagi semua warga negara. Setiap pelanggaran hukum harus dilakukan penegakan hukum. Misalnya dalam kasus pidana Sumpah Palsu. Seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana atau pelanggaran hukum harus menjalani proses pidana. Proses pidana diawali dari sebuah penyelidikan yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Setelah itu dilakukan suatu penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Setelah adanya barang bukti yang cukup kemudian dilakukan penangkapan dan penahanan kepada tersangka. Proses selanjutnya adalah pembuatan BAP dari kepolisian yang kemudian berkas perkara tersebut diserahkan oleh penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum dan menyerahkan tanggungjawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum. Penuntut Umum kemudian memeriksa dan membuat surat dakwaan yang selanjutnya dikirim ke Pengadilan Negeri bagian Panmud Pidana. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap Pasal 1 butir 6a KUHAP. Sedangkan Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim Pasal 1 butir 6a jo. Pasal 13 KUHAP. Selanjutnya dalam acara sidang yang pertama adalah pembukaan sidang yang dilanjutkan dengan pembacaan surat dakwaan oleh Penuntut Umum dan kemudian dilanjutkan dengan acara sidang yang berikutnya sesuai dengan jadwal commit to user 4 yang telah ditentukan oleh Pengadilan yaitu eksepsi, jawaban atas eksepsi, putusan sela, pemeriksaan saksi, pembacaan tuntutan, pledoi, replik, duplik, putusan. Ada bermacam-macam jenis putusan pengadilan, diantaranya adalah putusan kebebasan, putusan pemidanaan dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum yaitu apabila ternyata dalam persidangan terbukti ada kesalahan terdakwa, tetapi kesalahan tersebut bukan suatu tindak pidana. Dalam mengadili dan memutuskan suatu perkara, hakim memiliki berbagai pertimbangan, baik pertimbangan berdasarkan ketentuan dan perundangan yang berlaku atau pertimbangan kemanusiaan. Dalam mengadakan tafsiran tersebut hakim harus bergerak dalam ideologi masyarakat yang meliputi kehidupannya dan dimana ia berada. Dalam meneliti faktor-faktor manakah yang berpengaruh terhadap suatu putusan pidana, maka tidak dapat diabaikan bahan-bahan sosial dan psykologis. Berbagai pertimbangan yang dilakukan oleh Hakim tersebut tidak jarang menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak-pihak yang sedang berperkara. Dengan dijatuhkannya putusan oleh Hakim dalam persidangan di pengadilan Negeri, terdakwa atau Penuntut Umum berhak melakukan suatu upaya hukum. Yang dimaksud upaya hukum di sini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 12 KUHAP, upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Putusan bebas vrijspraak dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas Pasal 191 ayat 1 KUHAP. Salah satu perkara yang dapat dijatuhi putusan bebas adalah perkara sumpah palsu. Keputusan yang diambil oleh Hakim yang berada di tingkat lebih rendah sebagian besar belum memenuhi rasa keadilan pihak-pihak yang bersengketa, berbagai upaya hukum lanjutan dapat dilakukan oleh kedua belah pihak hingga akhirnya sampai ke Mahkamah Agung sebagai commit to user 5 lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Jika keputusan yang diambil oleh Hakim Mahkamah Agung dirasa belum juga memenuhi rasa keadilan maka pihak-pihak yang berperkara dapat melakukan usaha terakhir yang disebut sebagai peninjauan kembali. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian dalam rangka tugas akhir dengan judul “TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1234 KPid2009”.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KAITANNYA DENGAN PENGAJUAN UPAYA HUKUM KASASI (PUTUSAN MA RI No.187 K/Pid/2006)

0 5 18

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENCURIAN PIRING DALAM PERKARA KASASI OLEH JAKSA TERHADAP PUTUSAN BEBAS

2 32 67

ANALISIS PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI GIANYAR DALAM PERKARA SUMPAH PALSU DAN PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

0 4 12

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 19

SKRPSI Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 12

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 2 12

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH

0 2 69

TINJAUAN TENTANG PENGABAIAN BARANG BUKTI SURAT OLEH HAKIM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA MENEMPATKAN KETERANGAN PALSU KE DALAM AKTA AUTENTIK.

0 0 1

Tinjauan Diabaikannya Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP oleh Hakim Sebagai Dasar Alasan Pengajuan Kasasi Penuntut Umum Terhadap Putusan Bebas Dalam Perkara Pemalsuan Uang.

0 0 15

UPAYA KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA PIDANA | Alvionita | Katalogis 6750 22457 1 PB

0 0 12