SistemTeori Pembuktian Tinjauan Umum Tentang Pembuktian

commit to user 13 mereka untuk membuktikannya karena adalah kewajiban hakim untuk mengetahui hukum itu dan menerapkan hukum ini sesudah ia mengetahui tentang duduk perkaranya tadi. Berat juga beban hakim, yang dianggap mengetahui segala-galanya tentang hukum yang harus diterapkan itu, biar itu adalah hukum dari suatu Negara asing sekalipun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum pembuktian dimaksud sebagai suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam melangsungkan pertarungan di muka hakim, antara kedua belah pihak yang sedang mencari keadilan.

b. SistemTeori Pembuktian

1 Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-undang secara positif Positief Wet Telijke bewijs Theorie Pembuktian yang didasarkan melulu kepada alat-alat pembuktian yang disebut Undang-undang disebut sistem atau teori pembuktian berdasar Undang-undang secara positif Positief Wet Telijke bewijs Theorie. Dikatakan secara positif, karena hanya didasarkan kepada undang-undang melulu. Artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formil formele bewijstheorie. Menurut D. Simons, sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif positief wettelijk ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang keras. Dianut di Eropa pada waktu berlakunya asas inkisitor inquisitoir dalam acara pidana. Teori pembuktian ini sekarang tidak mendapat penganut lagi. Teori ini terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh undang-undang. commit to user 14 2 Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu Teori ini disebut juga conviction intime. Disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan pun kadang-kadang tidak menjamin terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Oleh karena itu diperlukan bagaimanapun juga keyakinan hakim sendiri. Bertolak pangkal pada pemikiran itulah maka teori berdasar keyakinan hakim melulu yang didasarkan kepada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Dengan system ini pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang. Sistem ini dianut oleh peradilan jury di Perancis. 3 Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar keyakinan Hakim Atas Alasan yang Logis La Conviction Raisonnee Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan mana didasar kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan conclusie yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Jadi, putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi. Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya vrije bewijstheorie. Sistem atau pembuktian jalan tengah atau yang berdasar keyakinan hakim sampai batas tertentu ini terpecah kedua jurusan. Yang pertama yang tersebut di atas yaitu pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis conviction raisonee dan yang kedua ialah teori pembuktian berdasar undang-undang secara negative negatief wettelijke bewijstheorie. Persamaan antara keduanya ialah keduanya sama berdasar atas keyakinan hakim, artinya commit to user 15 terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia bersalah. Perbedaannya ialah bahwa yang tersebut pertama berpangkal tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada suatu kesimpulan conclusie yang logis, yang tidak didasarkan kepada undang-undang, tetapi ketentuan-ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut pilihannya sendiri tentang pelaksanaan pembuktian yang mana yang ia akan pergunakan. Sedangkan yang kedua berpangkal tolak kepada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitative oleh undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan hakim. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perbedaannya ada dua yaitu yang pertama pangkal tolaknya pada keyakinan hakim, sedangkan yang kedua pada ketentuan undang-undang. Kemudian, pada yang pertama dasarnya ialah suatu konklusi yang tidak didasarkan undang- undang, sedangkan yang kedua didasarkan kepada ketentuan undang- undang yang disebut secara limitatif. Dalam Hukum Acara Pidana dipakai yang dinamakan sistem negatif menurut undang-undang, system mana terkandung dalam Pasal 294 1 RIB Reglemen Indonesia yang diperbaharui, yang berbunyi sebagai berikut : “Tiada seorangpun dapat dihukum, kecuali jika Hakim berdasarkan alat-alat bukti yang sah, memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukannya”. Sistem “negatif menurut Undang-Undang” tersebut di atas, mempunyai maksud sebagai berikut : a Untuk mempersalahkan seorang terdakwa tertuduh diperlukan suatu minimum pembuktian, yang ditetapkan dalam undang- undang. commit to user 16 b Namun demikian, biarpun bukti bertumpuk-tumpuk, melebihi minimum yang ditetapkan dalam undang-undang tadi, jikalau hakim tidak berkeyakinan tentang kesalahan terdakwa ia tidak boleh mempersalahkan dan menghukum terdakwa tersebut. Sistem pembuktian tersebut sekarang dimuat dalam Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHP, Undang- undang No. 8 Tahun 1981. Jadi, dalam sistem tadi, yang pada akhirnya menentukan nasibnya si terdakwa adalah keyakinan Hakim. Jika, biarpun bukti bertumpuk-tumpuk hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa itu, ia harus membebaskannya. Karena itu, maka dalam tiap-tiap putusan hakim pidana, yang menjatuhkan hukuman, dapat kita baca pertimbangan : “bahwa Hakim, berdasarkan bukti-bukti yang sah, berkeyakinan akan kesalahan terdakwa”.

c. Jenis Alat Bukti

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KAITANNYA DENGAN PENGAJUAN UPAYA HUKUM KASASI (PUTUSAN MA RI No.187 K/Pid/2006)

0 5 18

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENCURIAN PIRING DALAM PERKARA KASASI OLEH JAKSA TERHADAP PUTUSAN BEBAS

2 32 67

ANALISIS PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI GIANYAR DALAM PERKARA SUMPAH PALSU DAN PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

0 4 12

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 19

SKRPSI Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 12

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 2 12

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH

0 2 69

TINJAUAN TENTANG PENGABAIAN BARANG BUKTI SURAT OLEH HAKIM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA MENEMPATKAN KETERANGAN PALSU KE DALAM AKTA AUTENTIK.

0 0 1

Tinjauan Diabaikannya Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP oleh Hakim Sebagai Dasar Alasan Pengajuan Kasasi Penuntut Umum Terhadap Putusan Bebas Dalam Perkara Pemalsuan Uang.

0 0 15

UPAYA KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA PIDANA | Alvionita | Katalogis 6750 22457 1 PB

0 0 12