Efektivitas penyuluhan metode sekolah lapang terhadap penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) budidaya anggrek tanah (terestrial) di Kota Tangerang Selatan

(1)

EFEKTIVITAS PENYULUHAN METODE

SEKOLAH LAPANG TERHADAP PENERAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

BUDIDAYA ANGGREK TANAH (

TERESTRIAL

)

DI KOTA TANGERANG SELATAN

Hendrik Hexa Yoga NIM: 1110092000078

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

i

EFEKTIVITAS PENYULUHAN METODE

SEKOLAH LAPANG TERHADAP PENERAPAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

BUDIDAYA ANGGREK TANAH (

TERESTRIAL

)

DI KOTA TANGERANG SELATAN

Hendrik Hexa Yoga NIM: 1110092000078

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015


(3)

(4)

ii LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Maret 2015


(5)

iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hendrik Hexa Yoga

Tempat, Tanggal Lahir : Pringsewu, Lampung Selatan, 23 Januari 1989 Alamat : Jl. Raya Bogor KM 46 No 20 RT 01 RW 11,

Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

No. HP : 088808799703

Email : hendrikhexa@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

1995 – 2001 : SDN Ciriung 1

2002 – 2005 : Madrasah Tsanawiyah Al-Zaytun 2005 – 2008 : Madrasah Aliyah Al-Zaytun

2010 – 2015 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Kerja

2010 : Magang Umum di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi.

2013 : Praktek Kerja Lapang di PT Momenta

Agrikultura, Kebun Cika-02 Lembang, Jawa Barat

Pengalaman Organisasi

2011-2014 : Volunteer/ Relawan di Leading and Empowering Adverse People (LEAP) INDONESIA


(6)

iv KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Efektifitas Metode Penyuluhan Sekolah Lapang Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Anggrek Tanah di Kota Tangerang Selatan”. Shalawat beriring salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah menyampaikan ajaran Islam sebagai penyejuk hati dan penyelamat umat manusia dari belenggu kebodohan.

Penulis banyak mendapatkan bantuan, baik berupa materil dan moral yang sangat berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Mama dan Alm. Bapak, kedua orang tua saya tercinta yang selama ini tidak

pernah berhenti memberikan kasih sayang, do’a, semangat, motivasi serta segala upaya dalam memberikan dukungan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya. 3. Ibu Dr. Elpawati, MP, selaku ketua program studi Agribisnis Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Akhmad Mahbubi, SP, MM, selaku sekretaris program studi Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

v 5. Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si dan Bapak Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah selalu meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, solusi dan dukungan kepada penulis selama proses pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.

6. Ibu Dr. Lilis Imamah Ichdayati, dan Bapak Drs. Acep Muhib, MM selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran yang bermanfaat demi kesempurnaan penulisan skripsi.

7. Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.

8. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan yang telah berkenan memberikan informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

9. Sahabat seperjuangan: Adrian, Adit, Alam, Andika, Arif, Fahmi, Ilham, Ichsan, Riki Purbaya, Ricky Ade, Sofyanto, Tirto, Reza, atas semangat dan informasi selama penelitian hingga penulisan skripsi serta sebagai teman diskusi.

10. Teman seperjuangan: Inayatullah, Dwi Indah dan Elly atas massa-massa yang dilalui bersama selama bimbingan skripsi.

11. Teman-teman Agribisnis angkatan 2010 yang telah banyak membantu saya melewati masa-masa perkuliahan.


(8)

vi Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini mungkin masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak.

Ciputat, April 2015


(9)

vii RINGKASAN

HENDRIK HEXA YOGA, Efektivitas Penyuluhan Metode Sekolah Lapang Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah (Terestrial) di Kota Tangerang Selatan. Di bawah bimbingan Ujang Maman dan Junaidi.

Anggrek merupakan salah satu tanaman florikultura yang tersebar luas diseluruh dunia. Tanaman ini populer karena memiliki keindahan dengan berbagai bentuk dan warna. Jenis anggrek yang banyak digunakan sebagai bunga potong adalah anggrek tanah (terestrial), karena memiliki tangkai bunga yang panjang dan kokoh, jumlah kuntum bunga banyak, bentuk dan warna bunga menarik, serta tahan lama. Untuk memenuhi tuntutan konsumen domestik maupun global akan produk yang aman, bermutu dan ramah lingkungan maka Good Agricultural Practicies (GAP) atau budidaya yang baik dan benar menurut Standar Operasional Procedur (SOP) merupakan hal yang perlu dilakukan.

Sekolah Lapang GAP-SOP tanaman florikultura merupakan salah satu metode belajar dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan ,dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsip-prinsip GAP tanaman florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman, dengan menggunakan lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur setiap minggu atau dua minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan membahasnya sehingga petani menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya sendiri. Oleh karena itu diharapkan Sekolah Lapang dapat menjadi metode penyuluhan yang efektif dalam rangka menyampaikan materi SOP budidaya anggrek tanah kepada petani anggrek di Kota Tangerang Selatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan. 2) Mengetahui hubungan karakteristik petani anggrek dengan pengetahuan petani anggrek mengenai SOP budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan. 3) Mengetahui hubungan karakteristik petani anggrek dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani di Kota Tangerang Selatan. 4) Mengetahui hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan SOP budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan.

Penelitian dilakukan di Kota Tangerang Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangan bahwa Kota Tangerang Selatan merupakan sentra tanaman anggrek di Provinsi Banten.

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada responden. Data sekunder didapatkan dari buku-buku, jurnal, dan laporan yang terkait dengan penelitian ini. Responden adalah petani anggrek tanah yang berada di Kota Tangerang Selatan. Data yang diperoleh diolah secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer, yaitu SPSS 21.0.


(10)

viii Metode analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan standar oprasional prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan adalah dengan menggunakan uji Chi Square (X2).

Karakteristik petani di Kota Tangerang Selatan beragam, mulai dari umur petani yang terbanyak berada pada kelompok umur sedang (41-57 tahun), pendidikan petani yang terbanyak berada pada kelompok pendidikan rendah (tidak sekolah-SD), dan pengalaman petani yang terbanyak berada pada kelompok pengalaman rendah (1-13 tahun).

Pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil yang berada pada kriteria tinggi, dari 42 petani responden terdapat 7 petani yang memiliki skor pengetahuan rendah, 9 petani yang memiliki skor pengetahuan sedang dan 26 petani yang memiliki skor pengetahuan tinggi. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah.

Penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek tanah menunjukan hasil yang berada pada kriteria sedang, dari 42 petani responden terdapat 11 petani yang memiliki skor penerapan rendah dan 17 petani yang memiliki skor penerapan sedang, dan 14 petani yang memiliki skor penerapan tinggi. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan penerapan petani SOP budidaya anggrek tanah oleh petani.

Berdasarkan analisis X2 antara pengetahuan petani dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani diperoleh hasil X2 hitung sebesar 14,273 dan nilai P sebesar 0,006. Hasil tersebut menunjukan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan penerapan SOP budidaya anggrek tanah karena nilai X2 hitung lebih besar dari nilai X2 Tabel (14,273 > 9,488) dan nilai P lebih kecil dari nilai batas kritis (0,006 < 0,05). Pengetahuan berhubungan nyata dengan tingkat penerapan petani, semakin tinggi tingkat pengetahuan petani maka semakin tinggi tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. Tingkat efektifitas penyuluhan metode Sekolah Lapang berada pada kriteria sedang (cukup efektif).


(11)

ix DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektivitas Penyuluhan ... 8

2.2 Metode Penyuluhan Pertanian ... 10

2.3 Komunikasi Interpersonal ... 11

2.4 Adopsi Inovasi ... 13

2.5 Sekolah Lapang ... 21

2.6 Sekolah Lapang Good Agrikultural Practicies (SL-GAP) ... 23

2.7 Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah ... 25

2.7.1 Penetapan lokasi ... 27

2.7.2 Penyiapan Lahan ... 27

2.7.3 Penyiapan Bedengan ... 27

2.7.4 Pemasangan Penyangga ... 28

2.7.5 Penyiapan Media Tanam ... 28

2.7.6 Penyiapan Benih Bermutu ... 28

2.7.7 Penanaman ... 29

2.7.8 Pengairan ... 29

2.7.9 Pemupukan ... 29

2.7.10 Penyulaman ... 30

2.7.11 Sanitasi Kebun ... 30

2.7.12 Perlindungan Tanaman ... 30

2.7.13 Panen ... 31


(12)

x

2.7.15 Pascapanen ... 31

2.7.16 Pencatatan ... 32

2.8 Penelitian Terdahulu ... 32

2.9 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 36

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4 Teknik Penarikan Sampel ... 37

3.5 Instrumen Penelitian ... 39

3.6 Uji Validitas dan Reabilitas ... 40

3.6.1 Uji Validitas ... 40

3.6.2 Uji Reliabilitas ... 41

3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 42

3.7.1 Pengolahan Data ... 42

3.7.2 Analisis Data ... 44

3.8 Hipotesis Penelitian ... 46

3.9 Definisi Operasional ... 46

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Sejarah Kota Tangerang Selatan ... 48

4.2 Geografis Kota Tangerang Selatan ... 49

4.3 Kondisi Sumberdaya Manusia ... 50

4.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 51

4.4 Kelompok Tani Anggrek di Kota Tangerang Selatan ... 51

4.5 Produk Domestik Regional Bruto Kota Tangerang Selatan ... 52

4.6 Program Penyuluhan di Kota Tangerang Selatan ... 53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Petani ... 55

5.1.1 Umur Petani ... 55

5.1.2 Tingkat Pendidikan Petani ... 56


(13)

xi

5.2 Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah .... 58

5.3 Hubungan Karakteristik Petani dengan Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 60

5.3.1 Hubungan Umur dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 60

5.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 62

5.3.3 Hubungan Pengalaman dengan Pengetahuan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 64

5.4Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ... 66

5.5Hubungan Karakteristik Petani dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ... 69

5.5.1 Hubungan Umur dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 69

5.5.2 Hubungan Pendidikan dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 71

5.5.3 Hubungan Pengalaman dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 73

5.6 Hubungan Pengetahuan dengan Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 79

6.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(14)

xii DAFTAR TABEL

No Hal

1. Produksi Lima Tanaman Hias Terbesar di Indonesia Tahun 2012 ... 1

2. Lima Provinsi Penghasil Tanaman Anggrek Terbesar di Indonesia Tahun 2012 ... 2

3. Permintaan Bunga Potong Anggrek di Kota Tangerang Selatan ... 2

4. Perbedaan antara media massa dan komunikasi interpersonal ... 12

5. Besaran Sampel dari Setiap Kelompok Tani ... 39

6. Struktur Kuesioner Karakteristik, Pengetahuan, dan Penerapan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 43

7. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

8. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur... 51

9. Kelompok Tani Anggrek Tanah Kota Tangerang Selatan ... 52

10.PDRB Kota Tangerang Selatan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha ... 53

11.Distribusi Petani Berdasarkan Umur ... 56

12.Distribusi Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 56

13.Distribusi Petani Berdasarkan Pengalaman ... 57

14.Distribusi Petani Menurut Pengetahuan Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah ... 59

15.Distribusi Respoden Menurut Umur dan Pengetahuan ... 61

16.Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Pengetahuan ... 63

17.Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Pengetahuan ... 65


(15)

xiii

19.Distribusi Respoden Menurut Umur dan Penerapan ... 70

20.Distribusi Respoden Menurut Pendidikan dan Penerapan ... 72

21.Distribusi Respoden Menurut Pengalaman dan Penerapan ... 74


(16)

xiv DAFTAR GAMBAR

No Hal


(17)

xv DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Kuesioner Penelitian ... 84 2. Tabulasi Data Pengetahuan Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek

Tanah ... 88 3. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai

Pengetahuan Petani ... 89 4. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai

Pengetahuan Petani Menggunakan SPSS 21... 89 5. Tabulasi Data Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ... 90 6. Hasil Uji Tingkat Validitas Instrumen Penelitian Mengenai

Penerapan SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani ... 92 7. Hasil Uji Tingkat Reliabilitas Instrumen Penelitian Mengenai

Penerapan Petani Menggunakan SPSS 21 ... 93 8. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Pengetahuan

Petani Mengenai SOP Budidaya Anggrek Tanah Menggunakan SPSS 21 .. 93 9. Hasil Tabulasi Silang Antara Karakteristik Petani Dengan Penerapan

SOP Budidaya Anggrek Tanah Oleh Petani Menggunakan SPSS 21 ... 96 10.Hasil Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Petani dengan Penerapan


(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anggrek merupakan salah satu tanaman florikultura yang tersebar luas diseluruh dunia. Tanaman ini populer karena memiliki keindahan dengan berbagai bentuk dan warna. Anggrek termasuk famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan sangat bervariasi yang memiliki sekitar 800 genus dan tidak kurang dari 30.000 spesies (Gunawan, 2008:5).

Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang diproduksi di Indonesia. Pada tahun 2012 anggrek menempati urutan ke empat tanaman hias yang paling banyak di produksi di Indonesia setelah krisan, sedap malam, dan mawar. Produksi lima tanaman hias terbesar di Indonesia pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1 (Badan Pusat Statistik, 2014:1)

Tabel 1. Produksi Lima Tanaman Hias Terbesar di Indonesia Tahun 2012

No Tanaman Produksi Satuan

1 Krisan 397.651.571 Tangkai

2 Sedap malam 101.197.847 Tangkai

3 Mawar 68.624.998 Tangkai

4 Anggrek 20.727.891 Tangkai

5 Gerbera 9.854.787 Tangkai

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014:1)

Provinsi Banten pada tahun 2012 merupakan Provinsi kedua terbesar penghasil tanaman anggrek setelah Provinsi Jawa Barat. Lima provinsi produsen tanaman anggrek terbesar di Indonesia pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2 (Badan Pusat Statistik, 2014:1).


(19)

2 Tabel 2. Lima Provinsi Produsen Tanaman Anggrek Terbesar di Indonesia

Tahun 2012

No Provinsi Produksi Satuan

1 Jawa Barat 7.626.316 Tangkai

2 Banten 5.628.179 Tangkai

3 Jawa Timur 2.483.618 Tangkai

4 Jawa Tengah 1.242.982 Tangkai

5 Bali 1.236.218 Tangkai

Sumber: Badan Pusat Statistik (2014:1)

Sedangkan pada tahun 2012 Kota Tangerang Selatan merupakan daerah penghasil tanaman anggrek terbesar di Provinsi Banten dengan total produksi sebesar 5.055.577 tangkai atau 89,82% dari total produksi di Provinsi Banten (Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2014:1).

Untuk memenuhi tuntutan konsumen domestik maupun global akan produk yang aman, bermutu dan ramah lingkungan maka cara budidaya yang baik dan benar merupakan hal yang perlu dilakukan. Permintaan bunga potong anggrek di Kota Tangerang Selatan mengalamai trend yang terus meningkat, pada tahun 2012 permintaan akan bunga potong anggrek sebesar 5,5 juta tangkai, pada tahun 2013 naik menjadi 6 juta tangkai (0,92%) sedangkan pada tahun 2013 meningkat lagi menjadi 7 juta tangkai (0,85%). Permintaan bunga potong anggrek di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Permintaan Bunga Potong Anggrek di Kota Tangerang Selatan

No Tahun Permintaan Satuan

1 2012 5.500.000 Tangkai

2 2013 6.000.000 Tangkai

3 2014 7.000.000 Tangkai


(20)

3 Jika trend permintaan akan bunga anggrek yang terus meningkat tetapi tidak diikuti dengan peningkatan produksi yang seimbang maka akan menimbulkan kesenjangan antara permintaan dengan penawaran.

Dengan demikian diperlukan upaya peningkatan kemampuan, ketrampilan dan perubahan pemahaman dan sikap petugas maupun produsen florikultura dalam usaha budidaya tanaman florikultura yang baik dan benar sesuai dengan SOP yang sudah disusun (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2011:29).

Penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) atau cara budidaya yang baik dan benar dalam budidaya tanaman florikultura dimaksudkan untuk memperbaiki proses produksi menjadi ramah lingkungan, meningkatkan kualitas produk sesuai standar, memungkinkan penelusuran semua aktivitas produksi dan dapat dilacak kembali jika terjadi masalah atau keluhan dari konsumen, serta meningkatkan daya saing dalam memasuki pasar global. Untuk itu penerapan GAP-SOP mutlak dilakukan oleh petani tanaman florikultura dengan pendampingan secara intensif oleh para pemandu lapang (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011:29).

Dalam rangka meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan perubahan pemahaman dan sikap dari produsen florikultura maka dilakukan kegiatan penyuluhan. Akan tetapi dalam kegiatan penyuluhan di Kota Tangerang Selatan ada kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya: (1) Tingkat pengetahuan petani relatif rendah yang disebabkan adanya petani yang tidak bisa baca tulis, (2) Petani lebih memilih pestisida kimia dibandingkan dengan pestisida organik karena pestisida kimia lebih cepat terlihat hasilnya, (3) Kualitas bunga anggrek yang


(21)

4 dihasilkan masih ada yang tidak sesuai standar, (4) Petani relatif malas mencatat aktivitas produksinya sehingga tidak dapat dilacak kembali jika terjadi masalah atau keluhan dari konsumen, (5) Motivasi petani dalam menghadiri penyuluhan relatif masih rendah, (6) Sumberdaya yang dimiliki petani seperti lahan dan permodalan relatif kecil, (7) Wawasan petani akan akses yang dapat mendukung usahataninya relatif rendah. Kendala-kendala tersebut bisa terjadi dikarenakan keragaman diantara petani. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode penyuluhan yang dapat mengatasi kendala-kendala tersebut.

Sekolah Lapang GAP-SOP Tanaman Florikultura merupakan salah satu metode belajar dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsip-prinsip GAP Tanaman Florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman, dengan menggunakan lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur setiap minggu atau dua minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan membahasnya sehingga petani menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya sendiri (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011:30).

Sekolah Lapang sudah dipakai sebagai metode penyuluhan pertanian di Kota Tangerang Selatan sejak tahun 2010. Terdapat tiga jenis Sekolah Lapang yang telah dilaksanakan yaitu Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT), Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP).

Pada tahun 2010 dilaksanakan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) kepada kelompok tani dengan komoditas padi dan jagung.


(22)

5 Sedangkan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Tanaman (SL-PHT) dan Sekolah Lapang Standar Operasional Prosedur (SL-GAP/SOP) baru dilaksanakan pada tahun 2011. Setelah itu Sekolah Lapang rutin diadakan setiap tahunnya sampai pada tahun 2013. Sedangkan pada tahun 2014 tidak ada program penyuluhan Sekolah Lapang yang dilakukan.

Selama diadakan program penyuluhan Sekolah Lapang ada beberapa kendala yang dihadapi, diantaranya: (1) Sekolah Lapang bergantung pada dana anggaran, jika tidak ada anggaran maka tidak ada program penyuluhan Sekolah Lapang seperti pada tahun 2014, (2) Penentuan waktu Sekolah Lapang agak sulit karena harus berdasarkan keputusan bersama, (3) Pengetahuan awal petani relatif rendah, (4) Tingkat kehadiran petani belum optimal, ada petani yang tidak menghadiri seluruh pertemuan dari awal hingga akhir.

Sekolah Lapang sebagai metode penyuluhan pertanian termutakhir diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut sehingga pada akhirnya petani memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai inovasi yang disuluhkan serta petani mau mengadopsi inovasi tersebut serta mampu menerapkannya dengan baik dan benar.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti melakukan penelitian mengenai: “Efektivitas Penyuluhan Metode Sekolah Lapang Terhadap Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Anggrek Tanah (Terestrial) di Kota Tangerang Selatan”


(23)

6 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan?

2. Bagaimana hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani anggrek mengenai Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan?

3. Bagaimana hubungan karakteristik petani dengan penerapan Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek oleh petani di Kota Tangerang Selatan?

4. Bagaimana hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui karakteristik petani anggrek di Kota Tangerang Selatan.

2. Mengetahui hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan.

3. Mengetahui hubungan karakteristik petani dengan penerapan Standar Oprasional Prosedur budidaya anggrek oleh petani di Kota Tangerang Selatan.


(24)

7 4. Mengetahui hubungan pengetahuan petani anggrek yang mengikuti Sekolah Lapang dengan penerapan standar oprasional prosedur budidaya anggrek di Kota Tangerang Selatan.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pihak-pihak sebagai berikut: 1. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi instansi terkait guna meningkatkan mutu penyuluhan pertanian.

2. Penyusun

Penelitian ini merupakan suatu proses pembelajaran dalam penerapan antara teori dan praktek yang dilakukan dalam suatu karya ilmiah.

3. Pembaca

Dapat memberikan manfaat bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan referensi yang berguna bagi penelitian selanjutnya.


(25)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Efektifitas Penyuluhan

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Emerson yang dikutip Handayaningrat (1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.” Sedangkan Hidayat (1986) menjelaskan bahwa :“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif (Rihadini,2012:12).

Efektifitas dan efisiensi mungkin tidak berhubungan. Suatu organisasi efisien tetapi tidak mampu mencapai tujuannya, dan suatu organisasi tidak efisien tetapi efektif mencapai tujuannya. Tujuan pada umumnya disebut output, dengan demikian efektifitas adalah kecepatan mencapai tujuan. Efektifitas berbicara bagaimana mencapai output secepat mungkin, dan efisiensi berbicara bagaimana


(26)

9 menggunakan input sekecil mungkin untuk menghasilkan output (Darsono, 2011:196).

Van Den Ban dan Hawkins (1999:25) mengartikan penyuluhan sebagai keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Soekartawi (1988:6) mengartikan penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan diluar sekolah (informal) yang diberikan kepada petani dan keluarganya dengan maksud agar mereka mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri atau bila dimungkinkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya. Menurut Slamet dan Mardikanto (1993), tujuan yang sebenarnya dari penyuluhan adalah terjadinya perubahan perilaku sasarannya. Hal ini merupakan perwujudan dari : pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung dengan indera manusia.

Berdasarkan pengertian-pengertian efektifitas dan penyuluhan diatas maka efektifitas penyuluhan adalah tercapainya tujuan penyuluhan yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani agar petani mampu membuat keputusan yang benar mengenai masalah usahataninya sehingga petani mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya sendiri atau bila dimungkinkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya.


(27)

10 2.2 Metode Penyuluhan Pertanian

Metode penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai suatu cara penyampaian materi penyuluhan pertanian melalui media komunikasi oleh penyuluh pertanian kepada petani dan anggota keluarganya agar bisa dan membiasakan diri menggunakan teknologi baru. Pilihan agen penyuluhan terhadap suatu metode tergantung pada tujuan khusus dan situasi kerjanya (Van den Ban dan Hawkins, 1999:150).

Bentuk metode penyuluhan menurut Van den Ban dan Hawkins (1999,149-178) adalah:

a) Metode media massa atau metode pendekatan massal. Sesuai dengan namanya, metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah yang cukup banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran dan keingintahuan semata. Hal ini disebabkan karena pemberi dan penerima pesan cenderung mengalami proses selektif saat menggunakan media massa sehingga pesan yang diampaikan mengalami distorsi (Van den Ban dan Hawkins, 1999:150). Termasuk dalam metode pendekatan massal antara lain adalah rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film, penyebaran leaflet, folder atau poster, surat kabar, dan lain sebagainya. b) Metode penyuluhan kelompok lebih menguntungkan dari media massa,

karena umpan balik yang lebih baik yang memungkinkan pengurangan salah pengertian yang bisa berkembang antara penyuluh dan petani. Biaya per kapita penggunaan metode kelompok cenderung lebih tinggi daripada


(28)

11 media massa. Metode kelompok sering mencapai bagian tertentu dari kelompok sasaran, karena hanya petani yang betul-betul berminat pada penyuluhan yang datang ke pertemuan. Termasuk dalam metode kelompok antara lain adalah ceramah, demonstrasi, widyakarya, dan Sekolah Lapang (Van den Ban dan Hawkins, 1999:165)

c) Metode penyuluhan individu atau metode pendekatan perorangan pada hakikatnya adalah paling efektif dan intensif dibanding metode lainnya, namun karena berbagai kelemahan di dalamnya, maka pendekatan ini jarang diterapkan pada program-program penyuluhan yang membutuhkan waktu yang relatif cepat. Termasuk dalam metode pendekatan perorangan atau personal approach, antara lain: kunjungan rumah, kunjungan ke lokasi atau lahan usaha tani, surat menyurat, hubungan telepon, kontak informal, magang, dan lain sebagainya (Van den Ban dan Hawkins, 1999:178).

2.3 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain, komunikasi ini pada umum dilakukan secara tatap muka. Di perdesaan komunikasi ini sering dilakukan oleh penyuluh maupun petani dalam kelompoknya baik dalam bentuk pertemuan kelompok maupun dalam difusi inovasi kepada kelompok-kelompok yang lain. Perbedaan karakteristik antara komunikasi media massa dan komunikasi interpersonal dapat dilihat pada Tabel 4.


(29)

12 Tabel 4. Perbedaan Karakteristik Antara Komunikasi Media Massa dan Komunikasi

Interpersonal

No Karakteristik Komunikasi

Interpersonal

Komunikasi Media Massa

1 Arus pesan Arus pesan cenderung dua

arah

Arus pesan cenderung searah

2 Konteks komunikasi Saling berhadapan Ditempatkan

3 Banyaknya umpan balik yang siap Tinggi Rendah

4 Kemampuan untuk menguasai proses seleksi (akses seleksi)

Tinggi Rendah

5 Kecepatan penyampaian pesan pada pembaca / pemirsa yang banyak

Relatif lambat Relatif cepat

6 Kemungkinan untuk menyesuaikan pesan pada pembaca / pemirsa

Besar Kecil

7 Biaya per orang yang bisa dijangkau Tinggi Rendah

8 Kemungkinan diabaikan oleh pembaca/pemirsa

Rendah Tinggi

9 Pesan yang sama bagi semua penerima pesan

Tidak Ya

10 Siapa yang memberi informasi Setiap orang Pakar /penguasa

11 Dampak yang mungkin terjadi Pembentukan dan

perubahan sikap

Perubahan pengetahuan Sumber: Rogers dan Shoemaker dalam AW van Den Ban (1999:164)

Berdasarkan perbandingan antara komunikasi interpersonal dengan komunikasi media massa, komunikasi interpersonal akan menimbulkan dampak pembentukan dan perubahan sikap, sedangkan komunikasi media massa hanya akan menimbulkan dampak perubahan pengetahuan saja.


(30)

13 2.4 Adopsi Inovasi

Inovasi adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir (AW van den Ban 1999:122).

Inovasi menurut UU No.18 tahun 2002 adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.

Adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya.

Rogers dan Shoemaker (1983:99) memberikan definisi tentang proses pengambilan keputusan untuk melakukan adopsi inovasi, seperti berikut:

... the mental process of an innovation to a decision to adopt or to reject and to confirmation of this decision...

Mengikuti definisi yang diberikan oleh Rogers dan Shoemaker tersebut, maka ada beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dalam proses adopsi inovasi, yaitu: (a) adanya sikap mental untuk melakukan adopsi inovasi, dan (b) adanya konfirmasi dari keputusan yang diambil.


(31)

14 Dari definisi diatas, tampak bahwa dalam proses adopsi inovasi diperlukan adanya komitmen yang terikat dan perlu dijaga konsistensinya yang didasarkan atas kemampuan yang dimiliki oleh calon adopter.

Menurut Rogers (1983:99) proses pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental dimana seseorang berlalu dari pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk suatu sikap terhadap inovasi, sampai memutuskan untuk menolak atau menerima, melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan terhadap keputusan inovasi.

Tahapan dalam proses adopsi inovasi yaitu : 1. Tahap Kesadaran

Tahap seseorang tahu dan sadar terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.

2. Tahap Keinginan

Tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut.

3. Tahap Evaluasi

Tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.

4. Tahap Mencoba

Tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.


(32)

15 5. Tahap Adopsi

Tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.

Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers (1993:163-184) merevisi kembali teorinya tentang keputusan tentang inovasi yaitu: Pengetahuan, persuasi, keputusan, pelaksanaan, dan konfirmasi.

1. Tahap pengetahuan.

Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal diantara masyarakat. Tahapan ini juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1) Karakteristik sosial-ekonomi, (2) Nilai-nilai pribadi dan (3) Pola komunikasi.

2. Tahap persuasi

Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari informasi/detail mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Inovasi yang dimaksud berkaitan dengan karakteristik inovasi itu sendiri, seperti: (1) Kelebihan inovasi, (2) Tingkat keserasian, (3) Kompleksitas, (4) Dapat dicoba dan (5) Dapat dilihat.


(33)

16 3. Tahap pengambilan keputusan.

Pada tahap ini individu mengambil konsep inovasi dan menimbang keuntungan/kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan apakah akan mengadopsi atau menolak inovasi.

4. Tahap implementasi.

Selama tahap ini individu menentukan kegunaan dari inovasi dan dapat mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu.

5. Tahap konfirmasi.

Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.

Faktor yang mempengaruhi kecepatan suatu proses adopsi inovasi menurut Soekartawi (1988:62-64) adalah:

1. Keunggulan relatif

Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi ekonomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.

2. Kompatibilitas

Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan


(34)

17 pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai. 3. Kerumitan

Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.

4. Kemampuan diuji cobakan

Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba pada batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam kondisi sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan keunggulannya.

5. Kemampuan diamati

Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian; kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.


(35)

18 Penerimaan terhadap suatu inovasi oleh suatu masyarakat tidak terjadi secara serempak. Ada anggota masyarakat yang memang sejak lama telah menanti datangnya inovasi karena sadar akan kebutuhannya. Ada anggota masyarakat yang melihat dulu kiri-kanannya dan setelah yakin benar akan keuntungan-keuntungan tertentu yang bakal diperoleh, baru mau menerima inovasi yang dimaksud. Namun ada pula anggota masyarakat yang sampai akhir tetap tidak mau menerima suatu inovasi.

Cepat tidaknya proses difusi dan adopsi inovasi, akhirnya juga sangat tergantung dari faktor intern dari adopter itu sendiri. Latar belakang sosial, ekonomi, budaya ataupun politik sangat mempengaruhi cepat atau tidaknya proses difusi dan adopsi inovasi itu sendiri. Beberapa hal penting lain yang mempengaruhi adopsi inovasi menurut Soekartawi (1988:70-72) adalah:

1. Umur

Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut.

2. Pendidikan

Mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, mereka agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat.


(36)

19 3. Keberanian Mengambil Risiko

Biasanya kebanyakan petani kecil mempunyai sifat menolak risiko. Mereka berani mengambil risiko jika adopsi inovasi itu benar-benar telah mereka yakini.

4. Pola Hubungan

Biasanya petani yang berada dalam pola hubungan yang kosmopolitas mereka lebih cepat melakukan adopsi inovasi dibanding mereka yang berada dalam pola hubungan lokalitas.

5. Sikap Terhadap Perubahan

Kebanyakan petani kecil agak lamban dalam mengubah sikapnya karena sumberdaya lahan terbatas sekali sehingga mereka agak sulit untuk mengubah sikapnya untuk adopsi inovasi.

6. Motivasi Berkarya

Motivasi untuk berkarya sangat penting dan untuk menumbuhkan motivasi tidaklah mudah, khususnya bagi petani dengan segala keterbatasan yang dimiliki.

7. Aspirasi

Faktor aspirasi perlu ditumbuhkan bagi calon adopter karena jika tidak maka adopsi inovasi tersebut sulit untuk dilakukan.

8. Fatalisme

Jalannya proses adopsi inovasi akan berjalan lebih lambat jika adopsi inovasi itu menyebabkan risiko yang tinggi.


(37)

20 9. Sistem Kepercayaan Tertentu

Makin tertutup suatu sistem sosial dalam masyarakat terhadap sentuhan luar maka makin sulit pula anggota masyarakatnya untuk melakukan adopsi inovasi.

10.Karakteristik Psikologi

Karakteristik psikologi dari calon adopter menentukan cepat tidaknya suatu adopsi inovasi. Jika mendukung maka proses adopsi inovasi itu akan berjalan lebih cepat.

Rogers (1983:247-250) menjelaskan dalam menerima suatu inovasi ada beberapa tipologi penerima adopsi yang ideal yaitu :

1. Inovator

Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.

2. Pengguna awal

Kategori adopter ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi.

3. Mayoritas awal

Kategori pengadopsi seperti ini akan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting untuk menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.


(38)

21 4. Mayoritas akhir

Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.

5. Lamban

Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Saat kelompok ini mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.

2.5 Sekolah Lapang

Sekolah lapang adalah suatu metode belajar dengan pendekatan orang dewasa (experential learning cycle) untuk menghasilkan tanaman sehat dengan produktivitas optimal dengan proses yang tidak membahayakan pekerja (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012:30)

Sekolah Lapang adalah sekolah tanpa dinding, tanpa pemisah dan pembatas, terbuka dan bersifat tidak formal dengan metode pendekatan Pendidikan Orang Dewasa (POD) guna mengembangkan dan memberdayakan petani/kelompok tani melalui sistem pembelajaran berdasarkan pengalaman dalam melaksanakan kegiatan bidang pertanian (Pusat Penyuluhan Kehutanan 2012:3).

Metode Penyuluhan Sekolah Lapang yang dikenal pertama kali pada tahun 1989, telah memberikan warna baru pada dunia penyuluhan pertanian. Sekolah Lapang telah menghasilkan perubahan yang luar biasa dalam meningkatkan


(39)

22 kapasitas dan partisipasi petani khususnya dalam pengendalian hama terpadu. Sekolah Lapang sebagai salah satu metode penyuluhan atau pembelajaran dan pendidikan petani memiliki ciri khusus, prinsip, azas, tahapan yang membedakannya dengan metode penyuluhan dan pembelajaran lainnya. Hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan Sekolah Lapang ialah menghasilkan petani yang sadar lingkungan, kritis dan mandiri dalam mengembangkan usahatani secara berkelanjutan (Kementrian Kehutanan 2012:4).

Menurut FAO (Food and Agriculture Organization,2014:1) “A farmer field school is a school without walls. A group of farmers gets together in one of their own fields to learn about their crops and things that affect them. They learn how to farm better by observing, analysing and trying out new ideas on their own

fields”. FAO menjelaskan sekolah lapang sebagai sekolah tanpa dinding, dengan sekelompok petani belajar bagaimana bertani yang lebih baik dengan mengamati, menganalisis dan mencoba ide-ide baru di bidangnya masing-masing.

FAO telah mempromosikan sekolah lapangan sebagai pendekatan inovatif untuk pendidikan orang dewasa yang pertama kali dikembangkan di Asia Tenggara untuk pengendalian hama dan untuk meningkatkan pengelolaan lahan dan air di Afrika. Tidak seperti pendekatan tradisional untuk penyuluh pertanian, yang mengandalkan penyuluh memberikan saran kepada para petani, sekolah lapangan petani memungkinkan kelompok tani untuk mengetahui jawaban untuk diri mereka sendiri. Itu berarti petani dapat mengembangkan solusi untuk masalah mereka sendiri.


(40)

23 2.6 Sekolah Lapang Good Agricultural Practices

SL GAP-SOP Tanaman Florikultura merupakan salah satu metode belajar dengan pendekatan orang dewasa dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan petani dalam menerapkan prinsip-prinsip GAP Tanaman Florikultura melalui pola pembelajaran lewat pengalaman, dengan menggunakan lahan sebagai tempat belajar, memantau secara teratur setiap minggu atau dua minggu sepanjang musim tanam, mengkaji dan membahasnya sehingga petani menjadi ahli dan dapat mengambil keputusannya sendiri (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012:30).

Pelaksanaan kegiatan sekolah lapang GAP dimulai dari pembuatan pedoman SOP, penyusunan panduan SL, workshop bagi Pemandu Lapang (PL1, PL2), perbanyakan materi SL yang dilaksanakan oleh Provinsi dan Kabupaten, serta pelaksanaan SL di Kabupaten/Kota.

Tujuan SL GAP-SOP menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012:30) adalah :

1. Meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan petugas dan petani dalam penerapan GAP (budidaya florikultura yang baik dan benar) melalui pola pembelajaran lewat pengalaman di lapang.

2. Mempercepat proses kemandirian dan peran aktif petani dalam mengambil keputusan sehingga menjadi ahli dalam mengatasi permasalahan dalam usaha florikultura.


(41)

24 3. Meningkatkan kompetensi dan pengembangan sikap petani sebagai pelaku usaha yang berorientasi kepada profitabilitas namun tetap memiliki kesadaran dalam upaya pelestarian alam secara berkelanjutan.

Sasaran SL GAP menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012:31) adalah : 1. Pemahaman dan keterampilan petugas dan petani dalam penerapan GAP

meningkat dengan terlaksananya kegiatan SL GAP untuk 9 komoditas florikultura (krisan, mawar, heliconia, sedap malam, anggrek, leatherleaf, melati, Raphis exelsa dan sanseivieria) dari 18 Propinsi di 45 Kabupaten/Kota.

2. Petani paham dan terampil dalam mengambil keputusan dalam mengatasi permasalahan budidaya florikultura.

3. Petani menjadi sadar dalam upaya pelestarian alam/lingkungan.

Metode pelaksanaan Kegiatan SL GAP-SOP menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012:34) sebagai berikut:

1. Kegiatan diawali dengan proses identifikasi dan penetapan calon petani/calon lokasi (CP/CL) oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang selanjutnya akan ditetapkan melalui SK Bupati/Walikota atau Dinas Pertanian yang ditunjuk. 2. Peserta SL GAP-SOP adalah: (1) Petani tanaman florikultura yang akan

menerapkan GAP-SOP; (2) Bisa baca tulis; (3) berumur 18–50 tahun; (4) Jumlah peserta 15–25 orang; (5) Sanggup mengikuti dari awal hingga akhir; dan (6) Mampu bekerja secara kelompok.


(42)

25 3. Pelaksanaan kegiatan SL GAP-SOP berlangsung secara periodik (mingguan atau dua mingguan) ataupun periode tertentu/sesuai fenologi tanaman (sebanyak 13–20 kali pertemuan).

4. Materi/kurikulum yang dibahas selama kegiatan berlangsung terdiri dari : (1) Test balot box (test awal dan test akhir); (2) Materi pokok yang terdiri dari pengamatan control point tahapan GAP-SOP, pembahasan control point, penggambaran hasil pengamatan dan hasil diskusi sub kelompok, presentasi pleno dan pengambilan keputusan/kesepakatan, pencatatan; (3) Pengamatan agroekosistem petak studi; dan (4) Topik khusus sesuai dengan kebutuhan.

2.7 Standar Operasional Prosedur Budidaya Anggrek Tanah

Anggrek termasuk famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan sangat bervariasi yang memiliki sekitar 800 genus dan tidak kurang dari 30.000 spesies (Gunawan, 2008:5).

Anggrek Terrestria atau anggrek tanah hidup di tanah dengan akar-akarnya didalam tanah. Akar-akar ini disebut akar tanah yang biasanya tebal berdaging, keluar dari bonggol tanaman. Walaupun disebut anggrek tanah, namun dalam pembudidayaan, mereka lebih menyukai tanah yang berhumus seperti keadaan tempat tumbuh dialam bebas. (Gunadi,1985:22).

Anggrek Semi Terristria adalah tipe anggrek yang hidup atau biasa ditanam diatas tanah dan juga dinamakan anggrek tanah. Sepanjang batang anggrek-anggrek ini banyak tumbuh akar udara, dan akar yang tumbuh dekat tanah akan masuk ke lapisan permukaan tanah atau melata saja dipermukaan tanah. Dalam


(43)

26 pembudidayaan, anggrek ini dapat ditanam dalam bak panjang atau parit buatan yang diisi batu-batu, pecahan genteng (Gunadi,1985:23).

Anggrek Terrestria dan Semi Terrestria biasa dengan kebasahan atau suasana lembab, maka mereka menyukai air sepanjang tahun dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Cara budidaya anggrek tanah berbeda dengan anggrek penumpang yang biasanya menumpang di pepohonan dengan suasana basah atau kering menurut musim. (Gunadi,1985:24).

Menurut Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura (2011:3) bahwa SOP budidaya anggrek tanah adalah pedoman dalam melaksanakan budidaya termasuk panen dan pascapanen yang baik dan benar sehingga meningkatkan kualitas, keamanan produk, lingkungan serta petani. Ruang lingkup SOP budidaya anggrek tanah meliputi: (1) Penetapan lokasi (2) Penyiapan lahan (3) Penyiapan bedengan (4) Pemasangan penopang (5) Penyiapan benih bermutu (6) Penanaman (7) Penyiapan media tanam (8) Pengairan (9) Pemupukan (10) Penyulaman (11) Sanitasi kebun (12) Perlindungan tanaman (13) Panen (14) Peremajaan tanaman (15) Pasca panen (16) Pencatatan.

Berikut ini cara budidaya anggrek tanah yang dikumpulkan dari beberapa sumber dan disesuaikan dengan lingkup SOP budidaya anggrek tanah mulai dari penetapan lokasi, penyiapan lahan, penanaman, pemupukan, sampai dengan panen dan pascapanen bunga potong anggrek.


(44)

27 2.7.1 Penetapan Lokasi

Menyediakan lokasi sebagai lahan usaha, sesuai dengan persyaratan pertumbuhan tumbuh tanaman. Anggrek terrestrial yaitu anggrek yang tumbuh di tanah dan membutuhkan cahaya matahari langsung 70-100 % dengan suhu siang berkisar antara 19-38 oC dan suhu malam berkisar 18-21 oC.

Angin dan curah hujan tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman anggrek. Ketinggian yang cocok bagi budidaya tanaman anggrek yaitu pada ketinggian 0-650 m dpl. Tanaman anggrek cocok ditanam pada daerah dengan kelembaban udara disiang hari 65-70 % (Istiati,2009:6).

2.7.2 Penyiapan Lahan

Pada saat penyiapan lahan hal-hal yang perlu dilakukan meliputi pembersihan lahan, pembuatan saluran drainase, pembuatan instalasi air, dan pembuatan terasering (bila perlu).

Lahan perlu dibersihkan dari tumbuhan liar (gulma) agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman anggrek. Agar lahan tidak becek maka perlu dibuat saluran drainase dengan ukuran tinggi 30 cm x lebar 40 cm x panjang sesuai ukuran lahan. Untuk memenuhi kebutuhan air tanaman anggrek maka pada saat penyiapan lahan perlu dibuat instalasi air seperti sumur, pompa air, dan selang untuk menjangkau seluruh bagian kebun.

2.7.3 Penyiapan Bedengan

Media tanam dalam tanah dengan sistim bak-bak tanam. Bak terbuat dari batu bata merah panjang 2 m lebar 40 cm dan tinggi bak 2 lapis batu bata merah. Pembuatan bak diatas tanah untuk menghindari dari kebecekan, dengan cara tanah


(45)

28 digali sedalam 10-20 cm kemudian diberi batu bata ukuran 40 cm x 2 m dan jarak antara pembatas dengan yang lain 3 cm (Istiati,2009:13).

2.7.4 Pemasangan Penyangga

Tiang penyangga dibuat 4 buah yang ditancapkan kedalam tanah dengan ketinggian masing-masing 1,5 m. Antara tiang satu dangan tiang lainnya dihubungkan dengan kayu sehingga keempat tiang tersebut menjadi satu rangkaian (Istiati,2009:14).

2.7.5 Penyiapan Media Tanam

Media tanam untuk anggrek Terrestria adalah pupuk kompos, sekam, pupuk kandang, dan serat pakis. Sedangkan media tanam untuk anggrek semi terrestria adalah pecahan genteng yang agak besar, pupuk kandang, sekam, dan serutan kayu (Istiati,2009:6).

Media tumbuh untuk anggrek tanah merupakan campuran dengan perbandingan yang sama, terdiri dari serutan kayu, kompos, pupuk kandang yang sudah matang. Setelah dicampur merata, media ini diisikan kedalam bedengan dengan terlebih dahulu dasar bedengan diberi lapisan yang porous dari pecahan genting atau batu bata setebal 5-10 cm tergantung pada ketinggian bedengannya (Gunawan, 2008:32).

2.7.6 Penyiapan Benih Bermutu

Bibit anggrek yang baik, sehat, dan unggul mempunyai beberapa ciri, yaitu: bentuk batang kuat, pertumbuhan pesat, daun subur, bunga lebat dan indah (Istiati,2009:9).


(46)

29 2.7.7 Penanaman

Anggrek tanah dapat ditanam dalam bak kayu panjang atau dibedengan tanah yang telah diberi pembatas dua baris genting yang diletakan dengan posisi berdiri. Lebar bedengan kira-kira 30 cm (Gunawan, 2008:31).

Cara menanam anggrek tanah yang monopodial ditempatkan dibedengan kemudian diikatkan pada bambu penopang dengan tali. jarak antar tanaman tergantung pada jenisnya. Pedoman untuk mengatur jarak antar tanaman ini adalah daun dari dua tanaman tidak saling menutupi, tetapi hanya bersinggungan (Gunawan, 2008:32).

2.7.8 Pengairan

Sumber air untuk tanaman anggrek dapat berasal dari air ledeng, air sumur, air hujan, air sungai. Yang perlu diperhatikan adalah pH air yang baik yaitu sekitar 5,6-6 dan air yang baik untuk penyiraman adalah air yang steril yang tidak mengandung bakteri/jamur yang bisa mengganggu tanaman anggrek (Istiati,2009:17).

Cara pemberian air yang baik adalah melalui nozzle penyemprot. Dengan alat ini, butiran air dapat diatur yang halus sehingga tidak menghanyutkan media tumbuh atau merusak bunga dan batang. Air disemprotkan ke media, batang, dan daun tanaman hingga basah (Gunawan, 2008:40).

2.7.9 Pemupukan

Pupuk kandang yang biasanya digunakan adalah kotoran ayam. Cara pemberian pupuk kandang adalah dengan menaburkan disekitar tanaman. Sedangkan pupuk cair diberikan dengan cara disemprotkan keseluruh bagian


(47)

30 tanaman anggrek. Pemupukan tanaman anggrek lebih baik dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari pada sekitar pukul 05.00 sore (Istiati,2009:17).

Pupuk majemuk untuk anggrek dianjurkan yang mengandung 10% N, 4% P, 6% K. Pupuk umumnya diberikan dalam bentuk larutan, jumlahnya 1 g / 10 liter air dan digunakan untuk penyiraman seminggu sekali. Selain melalui akar, tanaman anggrek juga menyerap hara melalui daun. Dengan demikian, pemupukan dapat diberikan melalui daun. (Gunawan, 2008:37).

2.7.10 Penyulaman

Kegiatan penyulaman dilakukan seawal mungkin dengan cara mengganti bibit yang mati dengan bibit yang baru. Penyulaman dilakukan sampai tanaman berumur 1-2 bulan agar pertumbuhan tanaman asli dengan tanaman sulaman tidak berbeda jauh.

2.7.11 Sanitasi Kebun

Kebersihan kebun anggrek harus senantiasa diperhatikan. Sedapat mungkin dihindarkan tanaman pengganggu (gulma) yang tumbuh disekeliling tanaman karna dapat menjadi sarang bagi hama maupun penyakit. Setelah dicabut sebaiknya tanaman pengganggu (gulma) dibakar, jangan di tumpuk (Gunawan, 2008:56).

2.7.12 Perlindungan Tanaman

Hindarkan pemberian air yang berlebihan, terutama dimusim hujan. Ganti media tumbuh secara berkala. Semprotkan fungisida dan insektisida satu bulan sekali, tanpa menunggu serangan menghebat. Jangan selalu memakai satu jenis insektisida terus menerus karna dapat menimbulkan kekebalan. Sebaiknya


(48)

31 semprotkan pestisida pada pagi hari. Potonglah bagian-bagian yang sakit dengan pisau steril (Gunawan, 2008:57).

Waktu penyemprotan pestisida, obat-obatan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan sore hari sekitar pukul 05.00 sore. Penyemprotan bagi tanaman anggrek sehat dilakukan rutin kurang lebih 3 bulan sekali sedangkan untuk tanaman anggrek yang terserang hama perlu dilakukan penyemprotan seminggu sekali (Istiati,2009:19).

2.7.13 Panen

Umumnya tanaman anggrek dewasa berbunga setelah 1-2 bulan ditanam. Tangkai bunga yang dihasilkan sekitar 2 tangkai dengan jumlah kuntum sebanyak 20-25 kuntum pertangkai. Pemotongan dilakukan pada jarak 2 cm dari pangkal tangkai bunga dengan menggunakan alat potong yang bersih. Untuk bunga potong dipilih tangkai yang kuntumnya paling banyak sudah mekar (kuncup tersisa 1-3 kuntum).

2.7.14 Peremajaan Tanaman

Cara perbanyakan untuk anggrek Terestrial adalah dengan cara stek. Cara perbanyakan dilakukan dengan memotong bagian batang yang masih hidup. Panjang stek dianjurkan antara 30-50 cm (Gunawan, 2008:75).

2.7.15 Pasca Panen

Bunga dipilih yang bagus, tidak terkena penyakit ataupun luka. Selanjutnya bunga dikelompokan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan tingkat kesegaran atau ukuran bunga (Istiati,2009).


(49)

32 Agar bunga tetap segar perlu adanya pengawetan dengan tujuan agar penurunan mutu lebih lambat. Usaha pengawetan bunga dilakukan dengan cara penempatan bunga dalam larutan pengawet atau air hangat (38-43 derajat C) selama 2 jam (Istiati,2009:32).

2.7.16 Pencatatan

Mencatat setiap tindakan dan perlakuan pada masing-masing aktivitas produksi, mulai dari kondisi lingkungan, penetapan lokasi, produksi, panen sampai pasca panen agar dapat dapat ditelusuri tingkat kebenarannya.

2.8 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian ini, awalnya peneliti memperoleh rujukan dari penelitian yang dilakukan oleh Budianto (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektifitas Penyuluhan Metode DEMFARM Terhadap Penerapan Teknologi Sistem Tanam Jajar Legowo di Kabupaten Bekasi” menganalisis karakteristik individu petani dengan tingkat adopsi teknologi. Dalam hal ini karakteristik individu petani terdiri dari usia petani, pendidikan petani, pengalaman petani, luas lahan dan kepemilikan lahan.

Sedangkan tingkat adopsi teknologi terdiri dari pengolahan tanah, sistem tanam, jumlah benih/lubang, jumlah benih/ha, umur bibit, dosis pupuk, pengelolaan air, bahan organik, panen dan pasca panen. Metode penelitian yang digunakan adalah metode chi square dengan hasil penelitian adalah karakteristik petani di Desa Sukahurip sangat berbeda mulai dari umur petani, pendidikan, pengalaman, luas lahan hingga kepemilikan lahan.


(50)

33 Pengetahuan, persepsi dan penerapan petani terhadap sistem tanam jajar legowo menunjukan hasil masing-masing pengetahuan, persepsi dan penerapan petani berada pada kriteria tinggi, sehingga penyuluhan metode DEMFARM kepada petani di Desa Sukahurip dapat dikatakan efektif. Tidak terdapat hubungan antara persepsi petani di Desa Sukahurip dengan pengetahuan sistem tanam jajar legowo dan persepsi dengan penerapan sistem tanam jajar legowo. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan petani di Desa Sukahurip dengan penerapan sistem tanam jajar legowo.

2.9 Kerangka Pemikiran Konseptual

Balai Penyuluhan Pertanian merupakan suatu kelembagaan pemerintah dibawah Departemen Pertanian yang memfokuskan aktifitasnya pada terlaksanannya program kementrian yang terkait. Penelitian memfokuskan pada pembahasan mengenai efektifitas penyuluhan pertanian metode sekolah lapang terhadap penerapan standar operasional prosedur budidaya anggrek di Kecamatan Pamulang.

Fokus kegiatan penelitian ini yaitu bagaimana tingkat pengetahuan petani anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya anggrek, seberapa tinggi tingkat penerapan petani anggrek mengenai standar oprasional prosedur budidaya anggrek. Adapun penelitian mengenai karakteristik petani, peneliti memberikan batasan dalam hal usia petani, pendidikan petani, dan pengalaman petani.

Kemudian dilakukan analisis mengenai hubungan antara pengetahuan petani dan penerapan petani. Data tersebut diperoleh melalui penyebaran kuesioner


(51)

34 kepada petani dan kelompok tani yang ada dibawah bimbingan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan.


(52)

35 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Keterangan:

= Analisis Chi Square = Analisis Deskriptif

Pengetahuan

Penerapan SOP Budidaya Anggrek

1. Penetapan lokasi 2. Penyiapan lahan 3. Penyiapan bedengan 4. Pemasangan penopang 5. Penyiapan benih bermutu 6. Penanaman

7. Penyiapan media tanam 8. Pengairan

9. Pemupukan 10. Penyulaman 11. Sanitasi kebun 12. Perlindungan tanaman 13. Panen

14. Peremajaan tanaman 15. Pasca panen 16. Pencatatan Karakteristik Petani 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pengalaman Petani Penyuluhan Rendah Efektivitas Sedang Program Penyuluhan Pertanian

Metode Sekolah Lapang

Tinggi


(53)

36 BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja, yaitu di Kota Tangerang Selatan. Alasan memilih Kota Tangerang Selatan karena Kota Tangerang Selatan merupakan sentra produksi tanaman anggrek tanah di Provinsi Banten, sedangkan Provinsi Banten merupakan Provinsi penghasil bunga potong anggrek terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Barat.

Selain itu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Tangerang Selatan sudah melakukan penyuluhan mengenai SOP budidaya anggrek tanah melalui Sekolah Lapang kepada kelompok tani anggrek di Kota tangerang Selatan. Penelitian ini dimulai sejak bulan November 2014 sampai dengan bulan Februari 2015.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti langsung dari sumbernya melalui penyebaran kuesioner dan wawancara langsung, meliputi karakteristik petani anggrek, tingkat pengetahuan petani anggrek mengenai SOP budidaya anggrek, dan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek oleh petani. Karakteristik petani anggrek terdiri dari umur petani, tingkat pendidikan, dan lama berusahatani. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan peneliti dari semua sumber yang sudah ada dalam artian peneliti


(54)

37 sebagai tangan kedua, data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku-buku, jurnal, laporan dan literatur yang terkait dengan penelitian ini.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara.

1. Melalui penyebaran kuesioner secara pribadi, yang daftar pertanyaannya sudah ditulis dan disusun sebelumnya secara rinci dan sudah disediakan pilihan jawabannya.

2. Wawancara langsung yang daftar pertanyaanya sudah disiapkan sebelumnya.

3. Studi dokumentasi dengan melihat dan menganalisis dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini.

3.4 Teknik Penarikan Sampel

Populasi petani anggrek tanah di Kota Tangerang Selatan adalah 72 petani yang tersebar di tujuh kelompok tani anggrek tanah yang berada di dua kecamatan yaitu, Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Serpong. Dalam penelitian ini rumus yang digunakan untuk menentukan besaran sampel, yaitu Rumus Slovin dalam

Riduwan (2005:65)

n = Besaran Sampel N = Besaran Populasi


(55)

38 d = Nilai presisi 90% atau sig. = 0,01.

Dengan menggunakan rumus Slovin dengan nilai kritis sebesar 10% didapatkan besaran sampel adalah 42 petani. Sampel tersebut akan diambil dari tujuh kelompok tani yang memiliki jumlah anggota yang berbeda-beda. Dibawah ini adalah perhitungan untuk menentukan besaran sampel dari setiap kelompok tani dengan populasi seluruhnya 72 orang.

Sampel dari kelompok Bulak Makmur = 17/72 x 42 = 9,91 = 10 Sampel dari kelompok Bulak Jaya = 9/72 x 42 = 5,25 = 5 Sampel dari kelompok Bulak Hijau = 10/72 x 42 = 5,83 = 6 Sampel dari kelompok Parakan Jaya = 15/72 x 42 = 8,74 = 9 Sampel dari kelompok Parakan Asri = 10/72 x 42 = 5,83 = 6 Sampel dari kelompok Berdikari = 7/72 x 42 = 4,08 = 4 Sampel dari kelompok Bina Tani = 4/72 x 42 = 2,33 = 2

Pembulatan dilakukan mengingat jumlah orang memiliki ciri variabel diskret. Sampel dari setiap kelompok ditentukan dengan bantuan teknik penarikan sampel acak sederhana dengan cara memasukan nama-nama anggota kelompok tani kedalam sebuah kotak lalu diambil secara acak.

Tabel 5. Besaran Sampel dari Setiap Kelompok Tani

No Kelompok Tani Jumlah Anggota Jumlah Sampel

1 Bulak Makmur 17 10

2 Bulak Jaya 9 5

3 Bulak Hijau 10 6

4 Parakan Jaya 15 9

5 Parakan Asri 10 6

6 Berdikari 7 4

7 Bina Tani 4 2

Jumlah 72 42


(56)

39 3.5 Instrumen Penelitian

Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Terdapat 3 kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner untuk mengukur karakteristik petani yang terdiri dari umur, pendidikan, dan pengalaman petani mengacu pada Budianto (2013:82) diberi kode (A). Kuesioner untuk mengukur pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah mengacu pada SOP budidaya anggrek tanah yang telah disusun oleh Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura (2011). Kuesioner untuk mengukur pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah terdiri dari 16 pertanyaan tertutup yang diberi 3 pilihan jawaban, diberi kode (B). Kuesioner untuk mengukur penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani mengacu pada SOP budidaya anggrek tanah yang telah disusun oleh Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura (2011). Kuesioner untuk mengukur penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani terdiri dari 28 pertanyaan tertutup yang diberi 2 pilihan (Ya atau Tidak) diberi kode (C).

Kuesioner yang telah disusun lalu disebarkan kepada petani responden sesuai dengan Tabel 5. Teknik mengumpulan data dengan kuesioner dilakukan dengan cara peneliti menanyakan pertanyaan yang ada pada kuesioner kepada petani, kemudian petani menjawab pertanyaan peneliti, lalu peneliti menuliskan jawaban petani pada lembar kuesioner.


(57)

40 3.6 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

3.6.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan dari instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mengkorelasi setiap skor variabel jawaban responden dengan total skor masing-masing variabel, kemudian hasil korelasi dibandingkan dengan nilai kritis pada taraf siginifikan 0,05 dan 0,01 (Sugiyono, 2009:172).

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Untuk menguji tingkat validitas instrumen dalam penelitian ini digunakan uji korelasi Product Moment Pearson (Sugiyono, 2009:172) :

∑ ∑ ∑

√[ ∑ ∑ ] [ ∑ ∑ ] Keterangan :

x : Variabel independen y : Variabel dependen n : Banyak sampel

Instrumen dianggap valid apabila nilai rhitung lebih besar daripada nilai r Tabel. Nilai rTabel didapatkan dengan cara melihat Tabel nilai-nilai r Product Moment, karena dalam penelitian ini jumlah sampel sebanyak 42 responden dan menggunakan taraf signifikansi 5 % maka nilai rTabel adalah 0,304.


(58)

41 3.6.2 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas ialah ukuran konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama pada kesempatan yang berbeda, yang ide pokoknya adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Instrumen yang reliabel adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Untuk menguji tingkat reliabilitas instrumen dalam penelitian ini digunakan uji alpha croncbach.

Rumus alpha croncbach (Arikunto, 2009:171) :

             

2

2 11 1 1 t b V k k r  Dimana :

r11 = Reliabilitas instrument

k = Banyaknya butir pertanyaan

 2

b

= Jumlah varians butir

2

t

V = Varians total

Instrumen dianggap reliabel jika koefisien alpha croncbach lebih besar dari r Tabel. Nilai rTabel didapatkan dengan cara melihat Tabel nilai-nilai r Product Moment, karena dalam penelitian ini jumlah sampel sebanyak 42 responden dan menggunakan taraf signifikansi 5 % maka nilai rTabel adalah 0,304.


(59)

42 3.7 Pengolahan Data dan Analisis Data

3.7.1 Pengolahan Data

Data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner diolah agar memudahkan dalam tahap analisis data. Jawaban dari kuesioner B dan C ditabulasikan kedalam Tabel, jika jawaban benar maka diberi nilai 1 dan jika jawaban salah maka diberi nilai 0. Untuk Kuesioner C jika jawaban Ya diberi nilai 1 dan jika jawaban Tidak maka diberi nilai 0.

Setelah diberi skor atau nilai lalu dihitung rentang skor dengan cara skor tertinggi dikurang skor terendah. Langkah berikutnya adalah menentukan interval kelas dengan cara rentang skor dibagi jumlah kelas yaitu 3 karena menggunakan 3 skala.

Setelah diketahui interval kelasnya lalu dibuat Tabel distribusi dari masing-masing variabel yaitu Tabel distribusi mengenai karakteristik responden yang terdiri dari umur, pendidikan, dan pengalaman, Tabel distribusi mengenai pengetahuan petani dan Tabel distribusi mengenai penerapan petani. Teknik pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Pemeriksaan Data

Merupakan proses memeriksa data yang telah dikumpulkan apakah telah sesuai dengan tujuan penelitian.

b) Skoring dan Tabulasi

Merupakan kegiatan mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.


(60)

43 Tabel 6. Struktur Kuesioner Karakteristik, Pengetahuan, dan Penerapan Mengenai

SOP Budidaya Anggrek Tanah

No Variabel Indikator Pengukuran Kode Kuesioner 1 Umur Usia petani dari lahir sampai

pada saat penelitian

Tahun A

2 Pendidikan Massa pendidikan formal yang diikuti oleh petani

Tahun A

3 Pengalaman Massa usahatani anggrek yang telah dilakukan petani

Tahun A

4 Pengetahuan Petani mengetahui SOP budidaya anggrek tanah yang terdiri dari: (1) Penetapan lokasi

(2) Penyiapan lahan (3) Penyiapan bedengan (4) Pemasangan penyangga (5) Penyiapan media tanam (6) Penyiapan benih bermutu (7) Penanaman

(8) Pengairan (9) Pemupukan (10) Penyulaman (11) Sanitasi kebun

(12) Perlindungan tanaman (13) Panen

(14) Peremajaan tanaman (15) Pascapanen

(16) Pencatatan.

Skala:Ordinal Nilai

kebenaran: Benar = 1 Salah = 0

B

5 Penerapan Petani menerapkan SOP budidaya anggrek seperti yang telah disebutkan diatas

Skala:Nominal Nilai

kebenaran: Ya = 1 Tidak = 0

C

c) Memasukan Data

Merupakan kegiatan memasukan data yang telah ditabulasikan ke dalam program SPSS 21.

d) Pembersihan Data

Merupakan kegiatan pengecekan kembali untuk melihat apakah data sudah lengkap dan benar.


(61)

44 3.7.2 Analisis Data

3.7.2.1 Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran umum terhadap data hasil penelitian. Data umur, pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan penerapan disajikan dalam bentuk Tabel distribusi frekuensi dengan nilai presentase.

Keterangan:

X = nilai presentase

n = nilai yang diperoleh dari tiap kelompok N = jumlah responden

3.7.2.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan. Dalam penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui (1) hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah, (2) hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani dan, (3) hubungan antara tingkat pengetahuan petani yang telah mengikuti Sekolah Lapang dengan tingkat penerapan SOP budidaya anggrek tanah oleh petani. Uji statistik yang digunakan adalah chi square. Uji chi square digunakan untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas dimana datanya berbentuk kategorik.


(62)

45 Langkah-langkah uji x2 untuk k sampel independen (Siegel, :222)

1. Frekuensi-frekuensi observasi disusun dalam suatu Tabel kontingensi k x r, dengan menggunakan k kolom untuk kelompok-kelompoknya.

2. Mentukan frekuensi yang diharapkan dibawah H0 untuk tiap-tiap sel dan membagi hasil kali dengan N.

3. Menghitung x2 dengan rumus:

   k i i i i e e o 1 2

2 ( )

x2 : nilai chi square

oi : frekuensi yang diobservasi

ei : frekuensi ekspektasi

db = (k-1) (r-1)

4. Menentukan signifikansi harga observasi x2 dengan memakai Tabel C sebagai acuan. Jika x2 hitung sama dengan atau lebih besar dari x2 tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Uji chi square dalam penelitian ini menggunakan alat bantu Software SPSS 21 dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menjalankan SPSS lalu menginput data (baris, kolom, perhitungan) pada

Variabel View dan Data View.

2. Memilih variabel perhitungan sebagai Weight Cases

3. Mengklik Analyze-Descriptive Statistic-Crosstabs dan memasukkan variabel baris ke Row, dan variabel kolom ke Column.


(63)

46 3.8 Hipotesis Penelitian

1. Hubungan karakteristik petani dengan pengetahuan petani

H0 = variabel karakteristik petani tidak memiliki hubungan dengan pengetahuan petani

H1 = variabel karakteristik petani memiliki hubungan dengan pengetahuan petani

2. Hubungan karakteristik petani dengan penerapan petani

H0 = variabel karakteristik petani tidak memiliki hubungan dengan penerapan petani

H1 = variabel karakteristik petani memiliki hubungan dengan penerapan petani

3. Hubungan pengetahuan petani dengan penerapan petani

H0 = variabel pengetahuan petani tidak memiliki hubungan dengan penerapan petani

H1 = variabel pengetahuan petani memiliki hubungan dengan penerapan petani

3.9 Definisi Operasional

Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Efektivitas adalah tercapainya pengetahuan dan penerapan SOP budidaya

anggrek tanah oleh petani.

2. Pengetahuan adalah skor pengetahuan petani mengenai SOP budidaya anggrek tanah.


(64)

47 3. Penerapan adalah skor penerapan petani terhadap SOP budidaya anggrek

tanah.

4. Umur petani adalah usia petani yang dihitung dalam satuan tahun.

5. Pendidikan petani adalah pendidikan formal yang diikuti oleh petani berdasarkan satuan tahun.

6. Pengalaman petani adalah lamanya petani melakukan kegiatan bertani dalam satuan tahun.


(65)

48

BAB IV

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Sejarah Kota Tangerang Selatan

Provinsi Banten yang memiliki luas wilayah ± 9.662,92 km² dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah 9.245.075 jiwa, terdiri atas empat kabupaten dan tiga kota, perlu memacu peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kabupaten Tangerang yang mempunyai luas wilayah ± 1.159,05 km² dengan penduduk pada tahun 2007 berjumlah 3.315.584 jiwa, terdiri atas 36 kecamatan. Kabupaten tersebut memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk tersebut, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan pengkajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa perlu dibentuk Kota Tangerang Selatan. Pembentukan Kota Tangerang Selatan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, terdiri atas tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur,


(1)

94

N Percent N Percent N Percent Tingkat Pendidikan *

Pengetahuan

42 100,0% 0 0,0% 42 100,0%

Tingkat Pendidikan * Pengetahuan Crosstabulation

Count

Pengetahuan Total Rendah Sedang Tinggi

Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah-SD 3 7 15 25

SMP-SMA 4 1 8 13

Perguruan Tinggi 0 1 3 4

Total 7 9 26 42

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4,343a 4 ,362

Likelihood Ratio 5,057 4 ,282

Linear-by-Linear Association ,023 1 ,880

N of Valid Cases 42

Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488


(2)

95

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Lama Berusahatani *

Pengetahuan

42 100,0% 0 0,0% 42 100,0%

Lama Berusahatani * Pengetahuan Crosstabulation

Count

Pengetahuan Total

Rendah Sedang Tinggi

Lama Berusahatani

1-13 2 5 10 17

14-26 4 2 9 15

27-39 1 2 7 10

Total 7 9 26 42

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2,526a 4 ,640

Likelihood Ratio 2,475 4 ,649

Linear-by-Linear Association ,089 1 ,766

N of Valid Cases 42

Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488


(3)

96

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur * Penerapan 42 100,0% 0 0,0% 42 100,0%

Umur * Penerapan Crosstabulation

Count

Penerapan Total

Rendah Sedang Tinggi

Umur

24-40 4 4 3 11

41-57 3 9 9 21

58-75 4 4 2 10

Total 11 17 14 42

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3,601a 4 ,463

Likelihood Ratio 3,730 4 ,444

Linear-by-Linear Association ,068 1 ,794

N of Valid Cases 42

Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488


(4)

97

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Tingkat Pendidikan *

Penerapan

42 100,0% 0 0,0% 42 100,0%

Tingkat Pendidikan * Penerapan Crosstabulation

Count

Penerapan Total

Rendah Sedang Tinggi

Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah-SD 6 10 9 25

SMP-SMA 3 6 4 13

Perguruan Tinggi 2 1 1 4

Total 11 17 14 42

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1,464a 4 ,833

Likelihood Ratio 1,323 4 ,857

Linear-by-Linear Association ,559 1 ,455

N of Valid Cases 42

Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488


(5)

98

N Percent N Percent N Percent Lama Berusahatani *

Penerapan

42 100,0% 0 0,0% 42 100,0%

Lama Berusahatani * Penerapan Crosstabulation

Count

Penerapan Total

Rendah Sedang Tinggi

Lama Berusahatani

1-13 2 8 7 17

14-26 5 6 4 15

27-39 4 3 3 10

Total 11 17 14 42

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3,372a 4 ,498

Likelihood Ratio 3,611 4 ,461

Linear-by-Linear Association 1,937 1 ,164

N of Valid Cases 42

Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488


(6)

99

Lampiran 10.Hasil Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Petani Dengan Penerapan

SOP Budidaya Anggrek Tanah Menggunakan SPSS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent Pengetahuan * Penerapan 42 100,0% 0 0,0% 42 100,0%

Pengetahuan * Penerapan Crosstabulation

Count

Penerapan Total

Rendah Sedang Tinggi

Pengetahuan

Rendah 0 7 0 7

Sedang 3 4 2 9

Tinggi 8 6 12 26

Total 11 17 14 42

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 14,273a 4 ,006

Likelihood Ratio 16,881 4 ,002

Linear-by-Linear Association ,473 1 ,491

N of Valid Cases 42

Signifikansi = 5%, RTabel = 9,488