Pengaruh Pola Komunikasi Terhadap Pembinaan Akhlak Anak Asuh Dirumah Yatim Dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok

(1)

PENGARUH POLA KOMUNIKASI

TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK ANAK ASUH

DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR

CIMANGGIS DEPOK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)

Ole h

As ri Le ily N u r Akb a ri

NIM: 104051001856

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1428 H/2008 M


(2)

“There is no Rose without thorn,

There is no royal road to success”

“Tidak ada Mawar yang tiada berduri, Tiada jalan mudah

menuju keberhasilan”

Æ

Æ

Æ

Yesterday is History, Tomorrow is Mystery and Today is a gift

Kemarin adalah sejarah, besok adalah misteri dan hari ini

adalah anugerah

Æ

Æ

Æ

Jika ALLAH SWT memberikan Ujian yang berat untukmu

Yakinlah bahwa kamu adalah manusia pilihan yang mampu

menghadapinya

Skripsi ini kupersembahkan untuk Kedua Orang Tuaku

Yang selalu mendoakanku dan memberi motivasi dalam hidupku….


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1.

Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1

(S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah

saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka

saya bersedia untuk menerima sanksi yang berlaku di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Depok, 4 Juni 2008


(4)

PENGARUH POLA KOMUNIKASI

DALAM PEMBINAAN AKHLAK ANAK ASUH

DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR

CIMANGGIS DEPOK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh

Asri Leily Nur Akbari

104051001856

Dosen Pembimbing,

Umi Musyarrofah, MA

NIP. 150 281 980

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1428 H/2008 M


(5)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Pengaruh Pola Komunikasi dalam Pembinaan Akhlak Anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada program Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 4 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota,

Dr. Arief Subhan, M.A Dra. Lilis Suryanti, M.Pd

NIP. 150 262 442 NIP. 150 272 609 Anggota

Penguji I Penguji II

Gun Gun Heryanto Dra. Rubiyanah, M.A

NIP. 150 371 094 NIP. 150 268 373

Dosen Pembimbing,

Umi Musyarrofah, MA NIP. 150 281 980


(6)

ABSTRAK

Asri Leily Nur Akbari

Pengaruh Pola Komunikasi dalam Pembinaan Akhlak Anak Asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok

Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia hidup. Tanpa masyarakat (lingkungan), kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang demikian pula halnya dengan aspek moral anak. Pola komunikasi merupakan suatu bentuk atau gambaran bagaimana proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan untuk mengubah tingkah laku komunikan baik dalam bentuk individu maupun kelompok. Dalam membina akhlak anak asuh seorang pengasuh harus memiliki suatu pola komunikasi yang tepat agar mendapatkan pengaruh yang positif yang merupakan perubahan yang terjadi pada diri penerima (komunikan) sebagai akibat pesan yang diterimanya.

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh pola komunikasi yang dilakukan oleh pengasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur terhadap pembinaan akhlak anak asuhnya. Sehingga dapat diketahui bahwa pola komunikasi pengasuh dalam membina akhlak anak asuh yang terdiri dari anak yatim piatu, dhuafa dan anak terlantar menjadi lebih baik agar mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan berakhlak baik terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan tekhnik pengumpulan datanya yaitu dengan observasi, wawancara dan penyebaran angket atau kuesioner.

Berdasarkan angket atau kuesioner dan wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pola komunikasi yang diterapkan oleh pengasuh memberikan efek atau pengaruh positif bagi akhlak anak asuh yang mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penyampaian pesan, komunikator (pengasuh) menggunakan dua bentuk atau pola komunikasi yaitu komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Kedua bentuk komunikasi tersebut digunakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Dengan demikian pembinaan akhlak anak asuh dengan menggunakan pola komunikasi antarpribadi dan kelompok sangat efektif untuk memperbaiki perilaku dan perbuatan anak asuh menjadi muslimah yang berakhlakul karimah, karena kebiasaan-kebiasaan baik yang biasa dilakukan oleh mereka dibiasakan sejak dini.

Proses berlangsungnya komunikasi dalam bentuk apapun dapat dikatakan efektif jika komunikator dalam hal ini adalah pengasuh dapat memilih pola atau bentuk yang tepat untuk menyampaikan pesan kepada komunikan (anak asuh). Sehingga pembinaan akhlak anak asuh di rumah Yatim dan Dhuafa telah secara positif memberikan pengaruh terhadap perubahan ke arah yang lebih baik lagi bagi anak asuh, tentu hal ini harus terus dipertahankan dan ditingkatkan lagi agar tercapainya pembentukan pribadi muslimah yang berakhlakul karimah yang nantinya akan berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT yang telah melimpahkan berbagai macam rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai salah satu syarat menyelesaikan program pendidikan Srata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pola Komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok” berbagai hambatan dan kendala penulis hadapi, Alhamdulillah semuanya dapat diatasi, selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah bersedia memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan kepada penulis sejak proses penelitian sampai penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. H. Murodi, MA, Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Ibu Umi Musyarrofah, MA, selaku sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan mencurahkan segenap perhatian untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk yang sangat berharga kepada penulis.


(8)

4. Segenap dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang dengan penuh keikhlasan memberikan ilmunya kepada mahasiswa sehingga kami dapat menambah wawasan dan pemikiran kami selama di bangku kuliah dan juga para penguji saat sidang Bapak Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Ketua Sidang Ibu Dra. Lilis Suryanti, M.Pd selaku Sekretaris Sidang, Bapak Gun Gun Heryanto, M.Si dan Ibu Rubiyanah M.A yang memberikan banyak masukan kepada saya.

5. Segenap Staff Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah,

Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak membantu dalam menyediakan buku-buku tentang kajian yang penulis teliti.

6. Bapak M. Nur Ferhat selaku penanggung jawab Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang telah memberikan izin penulis untuk mengadakan penelitian, Ibu Zum Faida Sirinza, S.pd selaku pengasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak bantuan kepada penulis dan kepada anak-anak asuh Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang telah bersedia membantu penulis sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Yang utama seluruh tumpahan rasa terima kasih untuk Ayahanda H. Abdul Gani S.Pd.I dan Ibunda Hj. Sinah S.Pd yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan do’a dan motivasi serta dukungan baik berupa materil maupun spiritual, kepada adik-adikku Ganis San Haji dan Ridha Nurul Faradilla seriuslah kalian belajar agar mendapatkan hasil yang maksimal, kepada seluruh keluarga besarku


(9)

Kakek, Nenek, Bibi-bibi dan mamang-mamang yang selalu memberikan doa dan traktiran-traktirannya dan juga kepada sepupu-sepupu kecilku yang selalu memberikan keceriaan.

8. Orang yang selalu ada disaat suka dan duka Yayan Fathurrohman yang telah memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis (You are My Love

Actually), Sahabat-sahabat yang selalu menemani dan memberi motivasi

khususnya Odah Jubaedah, Mila Edogawa, Agus Ratina, Eska Ariyati, Dede Mahmudah, Ratna Sari dll, sahabat-sahabat yang telah hadir dalam kehidupan penulis, walaupun sekarang kita jauh kebersamaan kita takkan pernah terlupakan dan juga sahabat-sahabat saat MTSN 18 dan MAN 2 yang sampai saat ini selalu memberikan motivasi.

9. Teman-teman KPI A sampai E dan khususnya KPI D angkatan 2004 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, dengan penuh keakraban membawa suasana kelas menjadi penuh canda tawa.

10.Kakak-kakak VOC dan Teman-teman VOC yang pernah memberikan keceriaan dalam hidup penulis.

11.Serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Untuk itu segala saran dan kritikan demi penyempurnaan, penulis terima dengan lapang dada. Terima kasih

Depok , 4 Juni 2008


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian... 8

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pola Komunikasi 1. Definisi Pola Komunikasi ... 13

2. Proses dan Unsur-unsur Komunikasi ... 15

3. Tujuan Komunikasi... 17

4. Pola-Pola Komunikasi ... 18


(11)

B. Akhlak

1. Pengertian Akhlak ... 24

2. Pengertian Pembinaan Akhlak ... 26

3. Metode Pembinaan Akhlak ... 28

4. Macam-Macam Akhlak... 31

C. Pengertian Anak asuh ... 34

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR A...L atar Belakang Berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ... 36

B...V isi dan Misi Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ... 37

C...S arana dan Prasarana... 38

D...A ktivitas Anak Asuh ... 39

E...L atar Belakang Keluarga dan Pendidikan Anak Asuh ... 41

BAB IV ANALISIS DATA TENTANG PENGARUH POLA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR A. Pengaruh Pola Komunikasi Terhadap Pembinaan Akhlak Anak asuh dalam kehidupan sehari-hari ... 43


(12)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Tabel Sarana dan Prasarana ... 39

2. Tabel 2 Tabel Tingkat Pendidikan anak asuh ... 42

3. Tabel 3 Setiap hari anak asuh berkomunikasi dengan pengasuh ... 43

4. Tabel 4 Pola komunikasi antarpribadi sering digunakan anak asuh kepada pengasuh ... 44

5. Tabel 4 Pola komunikasi kelompok sering digunakan anak asuh kepada pengasuh ... 45

6. Tabel 6 Ketika ada masalah anak asuh selalu mencurahkannya kepada teman... 46

7. Tabel 8 Komunikasi yang paling disukai dalam majelis adalah searah (ceramah) ... 47

8. Tabel 8 Komunikasi yang paling disukai dalam majelis adalah tanya jawab ... 48

9. Tabel 9 Tanggapan anak asuh tentang pola komunikasi yang diberikan pengasuh ... 48

10.Tabel 10 Pengasuh menjawab pertanyaan anak asuh ... 49

11.Tabel 11 Pengasuh sebagai orang tua bagi anak asuh... 50

12.Tabel 14 Cara pengasuh menegur anak asuh apabila melakukan Kesalahan dengan cara menasehati... 51

13.Tabel 12 Mendengarkan nasihat pengasuh ... 51

14.Tabel 13 Menjalankan nasihat pengasuh ... 52


(14)

16.Tabel 16 Tanggapan anak asuh terhadap cara pengasuh

Berkomunikasi ... 54 17.Tabel 17 Harapan anak asuh dari komunikasi dengan pengasuh

adalah agar pengasuh memahami anak asuh... 55 18.Tabel 18 Sikap anak asuh ketika menemukan barang milik orang

Lain yaitu diambil dan menjadi miliknya ... 56 19.Tabel 19 Sikap anak asuh ketika teman melakukan kesalahan dengan

cara menasehati ... 57 20.Tabel 20 Melakukan aktivitas sebebas-bebasnya apabila pengasuh

tidak ada dirumah... 58 21.Tabel 21 Meminta maaf apabila dimarahi oleh pengasuh karena

melakukan kesalahan ... 59 22.Tabel 22 Memberi salam saat masuk rumah... 59 23.Tabel 23 Sikap Anak asuh jika menginginkan suatu barang

sementara tidak punya uang dengan cara menabung sampai uangnya

cukup ... 61 24.Tabel 24 Bergaul dengan masyarakat di lingkungan rumah ... 62 25.Tabel 25 Memaafkan orang yang membuat kesalahan ... 63 26.Tabel 26 Sikap anak asuh ketika teman mengalami kesulitan dengan

membantunya sesuai denagn kemampuannya ... 64 27.Tabel 27 Sikap anak asuh jika teman membuat kesal yaitu bersabar. 65


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Bimbingan Skripsi dari PuDek Bag. Akademik

Fakultas Dakwah dan Komunikasi... 78

2. Surat Izin penelitian/wawancara dari PuDek Bag. Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi... 79

3. Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Penelitian dari Yayasan An-Nur ... 80

4. Contoh Kuesioner atau Angket yang dibagikan ... 81

5. Transkrip Hasil wawancara... 84

6. Data Anak asuh Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ... 89

7. Jadwal Aktivitas Harian Anak asuh ... 90


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya, gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah suatu tanda komunikasi.1 Komunikasi merupakan penyampaian pesan dari seorang

komunikator kepada komunikan demi tercapainya tujuan. Dalam kehidupan-sehari-hari manusia pasti mengadakan hubungan interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut dapat berupa interkasi yang berlangsung dalam bidang sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya.

Dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa komunikasi sebagai salah satu fitrah manusia. Allah menyatakan dalam Al-Qur’an surah Ar-Rahman 55 : 1-4 yang berbunyi:

Artinya : (Tuhan)yang Maha pemurah, Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia

menciptakan manusia, mengajarnya padai berbicara(QS Ar-Rahman 55: 1-4)2

Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok, karena disadari atau tidak dalam pergaulan hidupnya manusia melakukan komunikasi di dalam kehidupannya. Telah kita ketahui

1

Onong Uchajana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,(Bandung: Rosdakarya, 2001), cet ke-14, h.1

2

Tengku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, Al Bayan Tafsir Penjelas Al Qur’an,(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002), Cet ke-1, h. 1265


(17)

bahwa fungsi umum komunikasi ialah informatif, edukatif, persuasi dan rekreatif. Maksudnya secara singkat ialah bahwa komunikasi berfungsi memberi Data atau fakta yang berguna bagi seluruh aspek kehidupan manusia. Dimanapun dan kapanpun manusia dapat berkomunikasi. Disamping itu, komunikasi juga berfungsi mendidik masyarakat, mendidik setiap orang dalam menuju pencapaian kedewasaannya dalam bertingkah laku.

Komunikasi seseorang dengan orang lain tidaklah timbul dengan sendirinya, namun komunikasi dapat diperoleh melalui belajar, yakni melalui komunikasi dengan orang lain maupun melalui membaca dan lain-lain. Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia, kehidupan manusia akan tampak hampa atau tiada kehidupan sama sekali apabila tidak ada komunikasi. Dengan adanya komunikasi berarti adanya interaksi manusia.3

Dalam berkomunikasi dibutuhkan berbagai macam cara agar pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat diterima baik dan dijalankan oleh komunikan, sehingga tujuan dari komunikasi tersebut dapat tercapai. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah bagaimana seorang komunikator memiliki gambaran tentang sebuah proses komunikasi. Dengan mengetahui gambaran pada sebuah proses komunikasi maka akan dapat diketahui pola apa yang bisa digunakan dalam pencapaian tujuan.

Komunikasi juga bisa berarti upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan dan juga menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat. Demikian juga komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang menggunakan lambang-lambang, baik berupa kata-kata, angka-angka, tanda-tanda

3


(18)

atau yang lainnya, yang semuanya itu tentu harus adanya kesamaan makna dan pengertian. Komunikasi akan berhasil jika orang yang diajak bicara dapat memberi makna yang sesuai dengan yang diharapkan komunikator.4

Suatu negara dapat dikatakan negara yang besar apabila memiliki kriteria tertentu. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berpotensi untuk menjadi bangsa yang besar, apabila sumber daya manusianya mempunyai akhlak yang baik, keimanan yang mantap dan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Tanpa akhlak yang baik dan keimanan yang kuat suatu negara tidak akan berkembang dengan baik karena didalamnya hanya terdapat orang-orang yang dapat merusak kebesaran bangsa tersebut dikarenakan sumber daya manusianya memiliki akhlak yang tidak baik.

Tetapi di zaman yang semakin modern ini nilai agama yang telah tertanam dalam diri masyarakat mulai tergeser dengan adanya budaya-budaya asing dalam bertingkah laku, sebagai proses filteriasi dari pengaruh budaya asing tersebut dibutuhkan pribadi muslim yang berkualitas dan berakhlak mulia dalam kaitannya dengan iman dan takwa. Dari situlah diperlukan landasan yang kuat untuk membentuk pribadi muslim yang berkualitas tercapai.

Allah berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 21 :

Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

4


(19)

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al-Ahzab : 21)5

Dalam pembentukan akhlak setiap muslim, Allah SWT telah mengutus RasulNya dalam menyempurnakan akhlak manusia. Kesempurnaan ajaran Islam merupakan pedoman hidup dan rahmat bagi seluruh alam. Hal ini merupakan kehendak Allah bagi eksistensi manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Berdasarkan keyakinan tersebut maka manusia dengan segala nilai fitrahnya diharapkan mampu menginternalisasikan dan merealisasikan ajaran Islam tersebut kedalam dan keluar dirinya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi akhlak manusia diantaranya adalah faktor lingkungan karena lingkungan yang baik senantiasa melahirkan pribadi yang baik pula.

Pembinaan kepribadian pada anak harus dilakukan sedini mungkin karena akan mempengaruhi seluruh dimensi kehidupannya kelak apabila sudah berinteraksi dalam dunia yang lebih luas dan dapat dimulai dari ranah domestik yang nantinya akan mempengaruhi setiap langkah dan tindakannya kedepan. Disiplin diri merupakan aspek utama dan esensial pada pembentukan akhlak diri, jika anak mampu berdisiplin diri maka secara maknawi ia memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, mengakomodasi dan tidak hanyut dalam arus globalisasi.

Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia hidup. Tanpa masyarakat (lingkungan), kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang demikian pula halnya dengan aspek moral pada anak. Nilai-nilai moral yang dimiliki seorang anak lebih merupakan sesuatu yang diperoleh anak dari luar. Anak belajar dan diajar oleh lingkungannya mengenai

5


(20)

bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang bagaimana yang dikatakan baik atau tidak baik. Lingkungan ini dapat berarti orang tua, saudara-saudara, teman-teman, guru dan lain sebagainya. Namun karena pada tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak sepenuhnya bergantung pada orang lain yaitu orang tuanya maka disinilah pentingnya peranan orang tua sebagai orang yang pertama dikenal dalam hidupnya untuk memperkembangkan kehidupan moral anaknya. Seorang anak asuh yang tinggal disebuah yayasan tidak akan merasakan kasih sayang dan bimbingan dari orang tuanya sebagai anutan yang dapat dicontoh oleh anak tersebut. Dengan demikian perlu disadari bahwa peranan seorang pengasuh sangat penting sebagai teladan yang dapat dicontoh oleh anak asuhnya, karena otomatis anak asuh akan selalu berinteraksi dengan pengasuhnya dalam kehidupan sehari-hari.

Pengasuh merupakan figur yang sangat berperan dalam pengasuhan anak asuh, karena baik buruknya tingkah laku anak asuh itu bagimana cara pengasuh mengasuh dan membimbingnya. Pengasuh harus dapat mengatur semua kebutuhan anak asuhnya baik dalam segi materi ataupun spiritual. Oleh karena itu dibutuhkan pola komunikasi yang sangat baik antara pengasuh dan anak asuh agar tercipta keakraban sehingga pengasuh dapat mengetahui sejauh mana sifat dan watak anak yang diasuhnya dan anak asuh tidak sungkan dalam berkomunikasi dengan pengasuh untuk membicarakan berbagai macam hal yang merupakan pengganti dari orang tua mereka. Seiring dengan perkembangannya, anak tersebut akan merasa dirinya disayangi dan diperhatikan oleh pengasuhnya.

Komunikasi yang terjadi antar pengasuh dan anak asuh ini diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dalam pembinaan akhlak anak asuh. Sebagai


(21)

contoh apabila ada anak asuh yang kurang sopan dalam berbicara dan bertindak maka pengasuh dapat menasehati dan memperbaikinya agar anak tidak

mengulanginya lagi dan anak tersebut mengetahui mana perbuatan baik dan buruk.

Rumah yatim dan dhuafa An-Nur yang berlokasi di Jalan Kramat 2 Nomor 56 RT 07 RW 05 Kampung Ciherang Kelurahan Sukatani Kecamatan Cimanggis Depok ini didirikan oleh Ustdzh. Hj. Nur Cholilah (almarhumah) dan diresmikan pada tanggal 1 Februari 1999. Saat ini Rumah Yatim dan Dhuafa tersebut memiliki 40 orang anak asuh perempuan dan hanya memiliki satu orang pengasuh. Latar belakang didirikannya rumah yatim dan dhuafa ini adalah untuk memberikan pelayanan dan pembinaan kepada anak asuh yang dhuafa (ekonominya lemah)6, anak yatim piatu (anak yang ditinggal wafat ayah dan

ibunya sementara ia belum baligh)7 dan anak yang telantar (anak yang tidak

terurus oleh keluarganya)8 untuk melanjutkan sekolah dan berperan dalam

pembentukan akhlak anak yang bertujuan untuk melahirkan generasi muda yang berwawasan Islam dan berakhlak mulia serta mampu melanjutkan estafet dalam menyebarluaskan ajaran Islam dan juga membawa pengaruh positif dalam merubah sikap hidup umat kepada sikap yang lebih baik sesuai ajaran Islam.

Berkaitan dengan hal diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui dan mengungkap perihal pola komunikasi yang digunakan oleh pengasuh kepada anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa dalam pembinaan akhlak sehingga penulis tertarik mengambil judul skripsi “ Pengaruh Pola

6

Chatibul Umam dkk, Fiqih Jilid 3, (Jakarta: Menara Kudus, 1996), cet ke-1, h.11

7

Ibid, h.11

8


(22)

Komunikasi Terhadap Pembinaan Akhlak Anak asuh di Rumah Yatim dan DhuafaAn-Nur Cimanggis Depok”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu Pengaruh Pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah disebutkan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Proses pengaruh Pola Komunikasi terhadap Pembinaan Akhlak anak asuh di rumah Yatim dan Dhufa An-Nur dalm kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui pengaruh pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh dalam kehidupan sehari-hari.

2. Manfaat penelitian ini adalah : a. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah untuk perkembangan Ilmu pengetahuan terutama dalam bidang komunikasi dan akhlak. b. Manfaat praktis


(23)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan seberapa penting peranan komunikasi dalam pembinaan akhlak.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian yang lebih ditekankan kepada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan penafsiran kuantitatif yang kokoh.9

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi dan waktu penelitian bertempat di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang beralamat di Jalan Kramat 2 Nomor 56 RT 07 RW 05 kampung ciherang kelurahan sukatani kecamatan cimanggis depok, dan waktu penelitiannya dilaksanakan antara bulan Februari s/d April 2008.

3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

9

Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metode penelitian Sosial,(Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006), cet ke-1, h. 36


(24)

Subjek penelitian yaitu tempat memperoleh keterangan, atau lembaga/orang-orang yang sedang diteliti. Dalam hal ini subjeknya adalah Rumah Yatimd an Dhuafa An-Nur.

b. Objek Penelitian

Sedangkan objek penelitiannya adalah apa yang akan diteliti dalam hal ini meliputi bagaimana bentuk komunikasi dalam membina akhlak anak asuh.

4. Populasi dan Sampel

Penelitian ini memiliki jumlah populasi sebanyak 40 orang anak asuh dan jumlah tersebut sudah termasuk kedalam sampel. Hal ini disebabkan karena jumlah anak asuhnya hanya 40 orang saja. 5. Definisi Operasional

Definisi Operasional menyatakan bagaimana operasi/kegiatan yang harus dilakukan untuk memperoleh data/indikator yang menunjukkan konsep yang dimaksud. Definisi inilah yang diperlukan dalam penelitian karena definisi ini menghubungkan konsep atau konstruk yang diteliti dengan gejala empirik.10

Dalam penelitian ini definisi operasional didapat dari variabel penelitian, yaitu: Variabel independent dan dependen. Variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independent variabel (X), sedangkan variabel akibat disebut variabel tidak bebas, terikat atau dependent variabel (Y).11

10

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), h. 49

11

Suharsismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 97


(25)

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu :

1. Variabel pertama yaitu pola komunikasi pengasuh sebagai variabel independent (bebas) yang dilambangkan dengan X, Pola komunikasi yang dilakukan pengasuh merupakan modal untuk menciptakan proses komunikasi pengasuh untuk membina akhlak anak asuh sehingga menghasilkan dampak positif bagi akhlak anak asuh.

2. Variabel kedua yaitu pembinaan akhlak anak asuh sebagai variabel dependent (terikat) yang dilamabangkan dengan Y.

• Definisi Operasional Variabel Pola Komunikasi

Berdasarkan definisi konseptual diatas, maka secara operasional pola komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah proses interaksi antara pengasuh dan anak asuh dalam berkomunikasi untuk membina akhlak anak aush sehingga mereka dapat menjadi pribadi muslim yang berakhlakul karimah, Adapun alat untuk mengukur bagaimana pengaruh pola komunikasi dengan menggunakan angket atau kusioner skala likert yang terdiri dari 26 butir pernyataan yang mencerminkan tentang pola komunikasi dan pembinaan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.

• Definisi Operasional Variabel Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak adalah suatu pembinaan budi pekerti yang dilakukan dengan konsistwn dan sungguh-sungguh agar terwujudnya akhlak mulia yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist, akhlak merupakan implementasi dari iman


(26)

dalam segala bentuk perilaku yang sangat penting bagi anak asuh dalam kehidupan sehari-hari. Pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur diperoleh dari jadwal aktivitas anak asuh yang mencerminkan perbuatan, kebiasaan baik dan kedisiplinan diri.

6. Tekhnik pengumpulan data

Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian ini penulis menggunakan tekhnik sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat.12 Dalam penelitian ini peneliti

mengamati langsung objek yang akan diteliti dan hal-hal yang diperlukan dalam observasi ini adalah tape recorder, kamera, note book yang digunakan selama observasi berlangsung.

b. Wawancara

Wawancara adalah tekhnik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada narasumber untuk mendapatkan informasi. Wawancara ini ditujukan kepada penanggung jawab Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur

12

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), cet ke-5, h.63


(27)

yaitu Bapak M. Nur Ferhat dan pengasuh yaitu Ibu Zum Faida Sirinza S.pd untuk memperoleh data yang diperlukan dan sesuai dengan judul. c. Dokumentasi

Untuk melengkapi data yang sudah diperoleh melalui observasi dan wawancara, maka digunakan studi dokumentasi, dokumen-dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan.

Studi dokumentasi berproses dan berawal dari menghimpun dokumen, memilih-milih dokumen sesuai dengan tujuan penelitian, menerangkan dan mencatat serta menafsirkanya dan menghubungkan dengan fenomena lain.13

d. Kuesioner

Yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal menjawab dengan mudah dan cepat. Tekhnik ini dilakukann dengan cara penyebaran angket kepada responden yang berjumlah 40 orang anak asuh perempuan di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur untuk mengetahui respon mereka.

4. Analisis data

13

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta : Logos, 1997), cet ke-1, h.77


(28)

Setelah data-data didapatkan melalui tekhnik pengumpulan data diatas, untuk mengetahui hasil yang dicapai dari penyebaran angket tentang pembinaan akhlak anak asuh, kemudian dilakukan tabulasi data dari hasil jawaban responden, diprosentasekan lalu melakukan deskripsi dari data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dan melakukan pengolahan data-data dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : P = Prosentase

F = Frekuensi

N = Jumlah responden14

E. Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunkan penulsi terdiri dari lima bab, yang disesuaikan dengan pokok masalah yang hendak dibahas. Adapun sistematika penulisan secara lengkap adalah sebagai berikut :

Bab Satu : Pendahuluan yang di dalamnya meliputi latar belakang, Pembatasan dan perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan

Bab Dua : Tinjauan Teoritis yang di dalamnya meliputi pengertian Pola komunikasi, Unsur-unsur dan proses komunikasi, Tujuan komunikasi, Pola-Pola komunikasi, Hambatan komunikasi, Pengertian akhlak, Pengertian pembinaan akhlak, Metode Pembinaan Akhlak, Pembagian Akhlak, Pengertian anak asuh, Batasan usia anak asuh.

14

Masrih Singarimbun & Sofian Effendi, ed., Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1989), Cet ke-1, h.263

P = F x 100 % N


(29)

Bab Tiga : Gambaran Umum Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang meliputi latar belakang berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur, Visi dan misi Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur, Sarana dan prasarana, Aktivitas anak asuh, Latar belakang keluarga dan pendidikan anak asuh.

Bab Empat : Analisis Data tentang Pengaruh Pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang meliputi Pengaruh pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh di kehidupan sehari-hari dan Proses komunikasi pengasuh dalam pembinaan akhlak anak asuh.


(30)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Pola Komunikasi

1. Definisi Pola Komunikasi

Pola komunikasi merupakan rangkaian dua kata, yang masing-masing mempunyai keterkaitan makna. Oleh sebab itu dibutuhkan penjelasan dari masing-masing kata.

Pola dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya bentuk atau sistem.15

Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer arti pola diartikan sebagai model, contoh, pedoman (rancangan).16 Makna pola juga dapat diartikancontoh atau

cetakan, tetapi dalam bahasan ini makna pola lebih tepat diartikan sebagai bentuk sebagaimana keterkaitan dengan kata yang digandengnya.

Adapun definisi komunikasi dapat dilihatd ari dua sudut, yaitu: dari sudut bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi). Secara etimologi, kata komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio dengan kata dasar communis yang berarti “sama”. Maksudnya orang yang menyampaikan dan orang yang menerima mempunyai persepsi yang sama tentang apa yang disampaikan.17 Sedangkan

secara terminologi menurut para ahli definisi komunikasi, diantaranya adalah menurut Carl I. Hovland, sebagaimana dikutip oleh Onong Ucjana Effendi,

15

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002). h. 885

16

Puis A. Partanto, dan M. Dahlan Al-Bary, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 605

17

Djamalul Abidin, , Komunikasi dan Bahasa Dakwah. (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 16


(31)

Ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pemebntukan pendapat dan sikap.18

Menurut Mafri Amir : Pengertian komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Perkataan orang dalam pengertian ini membuktikan bahwa yang melakukan komunikasi adalah manusia. Dengan menyebut orang lain berarti komunikasi tidak harus antara dua orang manusia, tetapi bisa juga sejumlah orang.19

Everett M. Rogers seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa : “ Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.20

Sedangkan James G. Robbins dan Barbara S. Jones mendefinisikan komunikasi adalah “Suatu tingkah laku, perbuatan atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang, yang mengandung arti atau makna, atau perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain, atau suatu pemindahan atau penyampaian informasi, pikiran dan perasaan-perasaan.21

Hovland, Janis dan Kelly seperti yang dikemukakan oleh Forsdale (ahli sosiologi Amerika) sebagaimana dikutip oleh Arni Muhammad dalam bukunya Komunikasi

18

Onong Uchajana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 9-10

19

Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa (Dalam Pandangan Islam).(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 21

20

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi.(Jakarta : Raja Grafindo Persada,2007), h. 20

21

James G Robbins, dan Barbara S Jones, Komunikasi yang efektif. (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995). h. 1


(32)

organisasi mengatakan bahwaa “Communication is the process by which an individual transmits stimuli (ussualy verb) to modify the behaviaour of the individuals”Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain.22

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pola komunikasi adalah bentuk atau gambaran bagaimana proses penyampaian pesan dari seseorang komunikator kepada komunikan untuk mengubah tingkah laku komunikan baik yang terjadi secara individu maupun kelompok.

Dengan mengetahui gambaran preses komunikasi tersebut kita akan mengetahui pola komunikasi mana yang efektif digunakan dalam pembinaan akhlak di Rumah Yatimd an Dhuafa An-Nur yang melibatkan pengasuh sebagai komunikator dan anak aush sebagai komunikan yang penyampaian pesannay berupa lisan, tulisan ataupun tatap muka.

2. Proses dan Unsur-unsur komunikasi a. Proses komunikasi

Proses komunikasi adalah rangkaian kejadian/peristiwa atau perbuatan melakukan hubungan, kontak, interakasi satu sama lain berupa penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna.23

Proses yang efektif adalah apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dapat diterima langsung dan adanya umpan balik melalui media yang sesuai, sehingga pesan dapat langsung ditangkap oleh komunikan dengan baik.

22

Arni, Muhammad, Komunikasi Organisasi.(Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 2 23

Teuku May Rudy, Komunikasi dan Humas Internasional,(Bandung: Refika Aditama, 2005), h.2


(33)

Bagan/Skema Proses Komunikasi24

Keterangan:

Proses komunikasi bermula dari komunikaator yang menyampaikan pesan-pesan melalui saluran atau media yang dirujukan kepada komunikan dan kemudian menimbulkan pengaruh (efek) yaitu umpan balik (feddback).

“Encoding” adalah proses penyampaian/pengiriman pesan dari komunikator

kepada komunikan. Sedangkan proses berikutnya yaitu penerimaan/penyerapan pesan dari komunikator oleh komunikan yang disebut “Decoding”

b. Unsur-unsur komunikasi

Dalam setiap proses komunikasi terdapat unsur-unsur (komponen-komponen) sebagai berikut:

1) Komunikator (Sender atau pengirim pesan/berita

Yang dimaksud dengan komunikator adalah seseorangatau sekelompok orang yang merupakan tempat asal pesan, sumber

24

Ibid, h.3

Message (2)

Decoding

Encoding Saluran/

Media (3)

Komunikator (1)

Gangguan +

+Hambatan Komunikan

(4)

Feedback (6)

Effect (5)


(34)

Berita, informasi, atau pengertian yang disampaikan (dikomunikasikan) atau bisa kita sebut sebagai orang atau pihak yang mengirim/menyanpaikan berita.

2) Pesan atau berita (Message)

Message adalah pesan, informasi atau pengertian dari

komunikatoryang penyampaian pesannay disampaikan kepada komunikan (Audiens/khalayak)melalui penggunaan bahasa atau lambang-lambang.

3) Saluran atau media komunikasi

Saluran atau media komunikasi adalah sarana tempat berlalunya simbol-simbil/lambang-lambang yang mengandung makna berupa pesan/pengertian. Saluran atau medium komunikasi tersebut berupa alat/sarana yang menyalurkan suara (Audio) untuk pendenganran, tulisan dan gambar (visual) untuk penglihatan, bau untuk penciuman, wujud fisik untuk perabaan, dan sebagainya.

4) Komunikan (receiver atau penerima pesan/berita)

Komunikan adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai subjek yang dituju oleh komunikator (pengirim/penyampai pesan), yang menerima pesan-pesan (berita, informasi, pengertian) berupa lambang-lambang yang mengandung arti atau makna.

5) Efek (Effect) atau umpan balik (Feedback)

Efek adalah hasil penerimaan pesan/informasi oleh komunikan, pengasuh atau kesan yang timbul setelah komunikan menerima pesan, Efek dapat berlanjut dengan memberikan respon, tanggapan atau jawaban yang disebut umpan balik. Umpan balim feedback adalah atus balik (yang berupa tanggapan/ jawaban) dalam rangka proses komunikasi. Umpan balik ini biasanya sangat diharapkan, dalam arti adanya feedback yang menyenangkan, kalau seseorang atau kelompok prang yang melakukan kegiatan komunikasi ini melakukannya dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian atau memperoleh kesepakatan bersama.25

3. Tujuan komunikasi

Secara umum Harold D lasswel menyebutkan bahwa tujuan komunikasi ada empat yaitu :

a. Social Change, perubahan sosial. Seseorang mengadakan komunikasi

dengan orang lain, diharapkan adanay perubahan sosial dalm kehidupannya, seperti halnya kehidupan akahn lebih baik dari sebelum berkomunikasi.

25


(35)

b. Attitude Change, Perubahan sikap. Seseorang berkomuniaksi ingin mengadakan perubahan sikap.

c. Opinion Change, Perubahan pendapat. Seseorang dalam

berkomuniaksi mempunyai harapan untuk mengadakan perubahan pendapat.

d. Behaviour Change, Perubahan perilaku. Seseorang berkomunikasi

juga ingin mengdakan perubahan.26

Dari tujuan-tujuan tersebut dapat dimabil kesimpulan bahwa tujuan komunikasi pada intinya adalah untuk mengadakan perubahan dalam hubungan sosial, sikap, pendapat maupun perilaku.

4. Pola-pola komunikasi

Ditinjau dari pola yang dilakukan, ada beberpa jenis yang dapat dikemukakan. Para sarjana komunikasi mereka yang tertarik dengan ilmu komunikasi mempunyai pola (tipe) tersendiri dalam mengamati perilaku komunikasi. Namun semua itu tak perlu dibedakan secara kontradiktif, hanya beberapa penekanan sebab latar belakang dan lingkungan pendukungnya. Joseph A. Devito membagi pola komunikasi menjadi empat, yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa.27

Guna membedakan pola komunikasi yang berkembang di Indonesia dan lebih ditinjaud ari aspek sosialnya kita akan mencoba membahas beberapa pola komunikasi, antara lain sebagai berikut :

1) Komunikasi Individual

a. Komunikasi diri sendiri (Interpersoneal Communication)

Komunikasi dengan diri sendiri adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri individu, atau proses

26

Roudonah, Ilmu Komunikasi. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007 27

Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 27-28


(36)

Berkomunikasi dengan diri sendiri. Dalam proses pengambilan keputusan, sering kali seseorang dihadapkan pada pilihan “ya” atau “tidak”. Keadaan semacam ini membawa seseorang pada situasi dengan diri sendiri, terutama dalam mempertimbangkan untung ruginya suatu keputusan yang akan diambil.28

Komunikasi dengan diri sendiri berfungsi untuk mengembangkan kreatifitas imajinasi, memahami dan mengendalikan diri, serta meningkatkan kematangan berfikir sebelum mengambil keputusan. Mengembangkan kreativitas imajinasi berarti mencipta sesuatu lewat daya nalar melalui komunikasi dengan diri sendiri. Dengan cara seperti ini seseorang dapat mengetahui keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, sehingga tahu diri, tahu membawa diri, dan tahu menempatkan diri dalam masyarakat.29

b. Komunikasi antarpribadi (Interpersonal communication)

Seperti yang diungkapkan De Vito (1976) dan dikutip oleh Alo Liliweri bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung.30

Komunikasi antarpribadi yang dimaksud di sini ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace (1979) bahwa

28

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.32 29

Ibid, h. 50 30

Alo Liliweri, Komunikasi Antapribadi, (Bandung : PT Aditya Bakti, 1991), cet ke-1, h. 12


(37)

Interpersonal communication is communication involving two or more people a face to face setting”.31

Pada hakikatnya komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang paling efektif antara komunikator untuk merubah sikap atau tingkah laku komunikan karena bentuknya dialog dan langsung mendapatkan umpan balik.

Komunikasi antarpribadi melibatkan paling sedikit dua orang yang mempunyai sifat, nilai-nilai, pendapat, sikap, pikiran, dan perilaku yang khas dan berbeda-beda. Selain itu, komunikasi antarpribadi melibatkan di antara pelaku dalam komunikasi. Dengan kata lain para pelaku komunikasi saling bertukar informasi, pikiran, gagasan dan lain sebagainya.32

Komunikasi antarpribadi ini biasa terjadi antara pengasuh dan anak asuh, mungkin khusus dalam masalah yang pribadi, dari situlah pengasuh dapat mengarahkan secara individu dan memberikan nasihat sesuai dengan dasar tujuannya agar anak asuh mengerti dan memahami apa yang disarankan oleh pengasuh. 2. Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah komunikasi dengan sejumlah komunikan, dan karena jumlah komunikan itu menimbulkan

31

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.32 32

H.A.W Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), h.122


(38)

konsekuensi jenis ini diklasifikasikan menjadi kelompok kecil dan besar.33

a. Komunikasi Kelompok Kecil

Komunikasi Kelompok Kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya. Dalam situasi seperti ini, semua anggota bisa berperan sebagai sumber dan juga sebagai penerima.34

Komunikasi kelompok kecil biasanya terjadi pada kelompok belajar atau diskusi. Dalam komunikasi ini besar kemungkinan setiap individu memiliki kesempatan untuk berpendapat karena jumlah individunya relatif kecil.

Seorang anak asuh hanya berada dikelompok yang relatif kecil berbeda dengan kelompok besar, individu-individu dalam kelompok kecil bersifat rasional sehingga setiap pesan yang sampai kepadanya akan di tanggapi secara kritis. Anak asuh dapat memberikan berbagai macam pendapat dan gagasannya, dan pengasuh dapat melihat sejauh mana anak asuh menerima dan mencerna apa yang di komunikasikan pengasuh terhadap anak asuh. b. Komunikasi Kelompok Besar

Komunikasi kelompok besar adalah proses komunikasi dimana pesan-pesan disampaikan oleh

33

Onong Uchajana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 8

34


(39)

pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar.

Suatu situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok besar jika antara komunikator dan komunikan sukar terjadi komunikasi interpersonal, kecil kemungkinan untuk terjadi dialiog seperti halnya pada komunikasi kelompok kecil.35

3. Komunikasi Massa

Secara sederhana, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Bila sistem komunikasi massa diperbandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal (antarpribadi), secara teknis dapat menunjukkan secara pokok dari komunikasi massa (menurut Elizabeth-Noelle-Neuman, 1973:92)

1. Bersifat tidak langsung artinya harus melewati media tekhnis.

2. Bersifat satu arah artinya tidak ada interaksi antara komunikan.

3. Bersifat terbuka artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas.

4. Mempunyai publik yang secara geografis tersebar.36

35

Onong Uchajana Effendy, Dinamika Komunikasi, h.9 36

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), h.189


(40)

4. Hambatan Komunikasi

Problem komunikasi biasanya merupakan suatu gejala bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Problem komunikasi menunjukkan adanya masalah yang lebih dalam. Hambatan komunikasi ada yang berasal dari pengirim (komunikator), transmisi dan penerima (komunikan).37

Hambatan komunikasi secara umum, yang lazim berlangsung dalam masyarakat (interaksi dalam kehidupan sehari-hari) yaitu :

a. Kurang kecakapan berkomunikasi

Kurang cakap berbicara (terutama didepan umum), kurang cakap menulis atau mengarang, kurang cakap membaca atau mendengarkan. Untuk mengatasi hal ini tidak ada jalan lain kecuali belajar dan berlatih.

b. Sikap komunikator yang kurang tepat

Sikap yang kurang tepat dapat menghalangi komunikasi, sehingga dalam hal ini diperlukan sikap simpatik, rendah hati, tetapi cukup tegas dan menunjukkan kredibilitasnya.

c. Kurangnya pengetahuan

Hal kurangnya pengetahuan (baik secara umum maupun mengenai bidang tertentu) ini bisa berlaku bagi kedua belah pihak, baik bagi komunikator maupun pihak komunikan. Cara mengatasinya adalah apabila salah satu pihak memiliki pengetahuan lebih tinggi maka ia harus berusaha menyelaraskan cara penyampaian pesan atau sebaliknya menanggapi pesan dengan mempertimbangkan taraf pengetahuan lainnya.

d. Kurang memahami sistem sosial

Bila komunikator kurang memahami sistem sosial atau budaya setempat (misal pesantren, pedesaaan, negara lain dan sebagainya) maka arah pembicaraannya kurang tepat dan tidak menarik bagi komunikan setempat.

e. Syakwasangka (prejudice) yang tidak berdasar

Bagi masyarakat atau orang yang kurang terpelajar, tidak mau membuka diri dan berlapang dada, atau yang sedang saling membenci, akan mudah timbul prasangka yang tidak berdasar kepada rasio pikiran yang sehat.

f. Jarak fisik

Komunikasi sering menjadi tidak lancar bila jarak antara komunikator dan komunikan terlalu berjauhan.

37


(41)

g. Kesalahan bahasa

Sering terjadi salah pengertian atau kesalahan penafsiran yang disebabkan perbedaan arti (pemaknaan) dari suatu istilah atau kata-kata. Hal ini sering terjadi dalam menggunakan serta menerjemahkan bahasa asing.

h. Penyajian yang verbalistis (hanya kata-kata melulu)

Komunikasi cenderung menjadi tidak atau kurang lancar jika komunikator terus-terusan hanya membacakan atau berbicara saja tanpa peragaan atau tanpa gerak tubuh yang memperagakan untuk memberi nuansa kepada pesan yang disampaikan.

i. Indera yang rusak

Komunikasi jadi tidak lancar jika indera rusak atau indera tidak sehat. Oleh karena itu, agar komunikasi bisa berjalan lancar, maka panca indera kita (khususnya pendengaran, pengucapan, dan penglihatan) harus tetap dijaga atau dipelihara agar tetap sehat.

j. Komunikasi yang berlebihan

Komunikasi bisa menjadi tidak lancar dan tidak mencapai tujuannya karena over communication (komunikasi yang berlebihan). Misalnya bila terlalu banyak penjelasan, banyak bumbu, kata-kata bersayap, sehingga maksud yang sebenarnya terkandung dan ingin disampaikan menjadi tidak jelas.

k. Komunikasi satu arah

Komunikasi satu arah acapkali kurang memberikan hasil yang sesuai dengan harapan, karena komunikan tidak diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau saran-sarannya sehingga pesan atau berita yang kurang jelas (kurang dimengerti) oleh komunikan, bahkan bisa menimbulkan penafsiran yang salah atu kurang tepat.38

B. Akhlak

1. Pengertian akhlak

Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak (bahasa arab) adalah bentuk jamak dari kata Khulk. Khulk didalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat.39

Pada hakikatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian

38

May Rudi, Komunikasi dan Hubungan masyarakat Internasional, 27-28 39

Asmaran As, Pengantar Studi akhlak, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002) cet ke-3, h. 1


(42)

hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. 40

Ibn Maskawih yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.41

Prof. KH. Farid Ma’ruf membuat kesimpulan tentang definisi akhlak adalah sebagi berikut : Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. 42

Jadi, akhlak itu sendiri bukanlah perbuatan, melainkan gambaran bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapatlah disebutkan bahwa “Akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu yang abstrak) dan bentuknya yang kelihatan kita namakan muamalah

(tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku adalah bentuknya.43

Keseluruhan definisi akhlak yang telah disebutkan diatas tidak terlalu jauh berbeda maknanya, bahkan definisi tersebut saling melengkapi satu sama lain sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa akhlak adalah sifat seseorang yang berasal dari dalam diri yang akhirnya menimbulkan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan.

40

Ibid, h.3 41

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.3 42

H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf. (Bandung : CV Pustaka Setia, 1999), h. 14 43


(43)

Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk.44

Dengan mengetahui hal yang baik seseorang akan terdorong untuk melakukannya dan mendapatkan manfaat dan keuntungan darinya, sedangkan dengan mengetahui yang buruk ia akan terdorong untuk meninggalkannya dan ia akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan.45

Manusia dilahirkan kedunia dianugrahi akal dan pikiran untuk berpikir mana yang baik dan yang buruk, apabila manusia tidak bisa membedakan mana yang baik dan buruk berarti ia tidak dapat menggunakan akal dan pikirannya dengan baik dan tentunya akan merugikan dirinya kelak dan ia akan hina di mata Allah. Akhlak yang baik juga dapat membersikan diri dari segala perbuatan dosa yang pernah dilakukan dan pada akhirnya akan melahirkan perbuatan yang terpuji.

2. Pengertian Pembinaan akhlak

Pembinaan akhlak merupakan gabungan dari dua kata yang berkaitan, yaitu pembinaan dan akhlak.

Menurut Zakiah Darajat arti dari pembinaan adalah :

Upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras, Pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, keinginan serta prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan ke arah tercapainya martabat,

44

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 9 45


(44)

mutu dan kemmpuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri.46

Sedangkan akhlak menurut Abu Bakar Al-Jazairy adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.47

Sementara di dalam ensiklopedi pendidikan dikatakan bahwa akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.48

Secara garis besar pembinaan akhlak adalah segala upaya yang terus menerus untuk memperbaiki, meningkatkan, menyempurnakan dan mengembangkan kemajuan untuk mencapai tujuan agar sasaran pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sebagai pola kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun kehidupan sosial masyarakat. Adanya upaya-upaya pembentukan pribadi yang dibina agar terbiasa untuk mengamalkan ajaran agama dalam realitas kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan manusia yang berguna bagi lingkungannya.

Pembinaan akhlak sangat dibutuhkan untuk keberhasilan suatu negara, yang didalamnya terdapat insan yang memiliki budi pekerti yang baik yang direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, akhlak harus dibina semenjak dini agar kelak generasi muslim yang berakhalul karimah nantinya dapat melanjutkan estafet dalam

46

Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976) cet ke-15, h. 36 47

Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Kalam Mulia, 2001), cet ke-4, h. 3 48


(45)

menyebarkan ajaran Islam dan juga membawa pengaruh positif dalam merubah sikap hidup manusia menjadi lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.

3. Metode Pembinaan akhlak

Akhlak merupakan cerminan pribadi dan harga diri seseorang, akhlak yang mulia mampu membentuk pribadi muslim yang beakhlakul karimah. Pembinaan akhlak sangat penting bagi kelangsungan hidup generasi penerus Islam dalam menyebarkan agama Islam. Seorang anak yang akhlaknya dibina sejak kecil akan terbiasa dengan akhlak dan pebuatan yang baik yang diaplikasikannnya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembinaan akhlak dalam Islam terintegrasi dalam pelaksanaan rukun Islam, Hasil analisis Muhammad Al-Ghazali terhadap rukun Islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas bahwa dalam rukun Islam terkandung konsep pembinaan akhlak.49

Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat yaitu : “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku

bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah” dengan kesaksian

seperti itulah seseorang yang di dalam dirinya terdapat Iman dan keyakinan yang kuat akan melakukan segala hal yang diperintahan oleh Allah SWT dan meninggalkan segala yang dilarangnya dan dengan keimanan tersebut akan melahirkan perbuatan terpuji dan terhindar dari perbuatan tercela.

49


(46)

Salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah SWT yaitu mendirikan shalat yang merupakan rukun Islam yang kedua, sebagaimana dalam surat Al Ankabut ayat 45 :

⌧ ☺

Artinya :Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ayat di atas menerangkan bahwa seorang muslim yang mengerjakan shalat baik wajib ataupun sunah maka dirinya akan terhindar dari perbuatan keji dan munkar, dengan mendirikan shalat berarti kita juga mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepada kita.

Rukun Islam yang ketiga yaitu zakat yang mengandung didikan akhlak agar orang yang yang berzakat dapat membersihkan diri dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu fakir miskin dan seterusnya.50

Allah akan menaikkan derajat orang-orang yang menyisihkan sedikit rezekinya untuk saudaranya yang tidak mampu dan membersihkan dirinya dari perbuatan dosa dan maksiat yang pernah dibuatnya.

Rukun Islam yang keempat adalah puasa, seperti pada surat Al-Baqarah ayat : 183 yaitu :

☺⌧

50


(47)

Artinya :Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Allah SWT menyeru kepada umatnya untuk berpuasa agar mereka bertaqwa, dengan berpuasa seorang muslim dapat menahan dirinya dari hawa nafsu makan dan minum serta menahan diri dari perbuatan keji yang dilarang oleh Allah SWT.

Rukun Islam yang terakhir adalah menunaikan Ibadah Haji. Dengan menunaikan ibadah haji seorang muslim akan diuji kesabarannya dalam beribadah, ada kemauan keras dan tentunya menghindari perbuatan keji dalam beribadah haji. Dengan demikian metode pembinaan akhlak dengan menunaikan ibadah haji merupakan ibadah yang memiliki nilai pembinaan akhlak yang lebih besar dibandingkan dengan rukun Islam lainnya.

Selain dari pengamalan rukun Islam, metode pembinaan akhlak dapat pula dilakukan dengan keteladanan. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan. 51

Seorang pengasuh dalam panti asuhan juga merupakan orang tua dan guru dalam pembinaan akhlak, anak asuh akan mencontoh segala perbuatan yang dicontohkan oleh pengasuh, oleh sebab itu keteladaan dari orang terdekat dan lingkungan sekitar merupakan hal yang paling utama dalam metode pembinaan akhlak.

51


(48)

4. Macam-macam Akhlak

Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang Shiddiq sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat syaitan dan orang-orang yang tercela, maka pada dasarnya akhlak iti terbagi menjadi dua bagian yaitu :

• Akhlak yang baik atau terpuji (Al- Akhlaqul Mahmudah) yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan mahkluk lainnya.

• Akhlak buruk atau tercela (Al –Akhlakul Madzmumah) yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk lainnya.52

Dalam pembahasan ini penulis membatasi hanya akhlak baik dan buruk terhadap sesama manusia, maka dapat diuraikan sebagai berikut :

A. Akhlak Baik (Al- Akhlaqul Mahmudah)

1. Belas kasihan atau sayang (Asy-Syafaqah) yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain.

2. Rasa persaudaraan (Al-Ikhaa’) yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan orang lain, karena ada keterikatan batin dengannya.

3. Memberi nasihat (An-Nashiihah) yaitu suatu upaya untuk memberi petunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan perkataan baik ketika orang yang

52


(49)

dinasehati telah melakukan hal-hal yang buruk, maupun belum.

4. Memberi pertolongan (An-Nashru) yaitu suatu upaya untuk membantu orang lain, agar tidak mengalami kesulitan.

5. Menahan amarah (Kazhmul Ghaizhi) yaitu upaya menahan emosi agar tidak dikuasai oleh perasaan marah terhadap orang lain.

6. Sopan santun (Al-Hilmu) yaitu sikap jiwa yang lemah lembut terhadap orang lain sehingga dalam perkatan dan perbuatannya selalu mengandung adab dan kesopanan yang mulia.

7. Suka memaafkan (Al-Afwu) yaitu sikap dan perilaku seseorang yang suka memaafkan kesalahan orang lain yang pernah diperbuat terhadapnya.53

Dari akhlak yang terpuji sesama manusia yang telah dipaparkan diatas masih banyak lagi akhlak terpuji lainnya seperti : Al-Amanah (dapat dipercaya), Al-Sidqu (jujur), As-Syaja’ah (berani), As-Sabru (sabar), Al-Iqtisad (hemat), Al-Qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada), At- Tawadu (merendahkan hati) dan lain sebagainya.54

B. Akhlak buruk (Al –Akhlakul Madzmumah)

1. Mudah marah (Al-Ghadab) yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya,

53

Ibid, h. 20-25 54


(50)

sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan ornag lain.

2. Iri hati atau dengki (Al –Hasadu) yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan dan kebahgiaan orang lain bisa hilang sama sekali. 3. Mengadu-adu (An-Namimah) yaitu suatu perilaku yang

suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain dengan maksud agar hubungan sosial keduanya rusak.

4. Mengumpat (Al-Ghibah) yaitu suatu perilaku yang suka membicarakan seseorang kepada orang lain.

5. Bersikap congkak (Al- Ash’aru) yaitu suatu sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari tingkah lakunya maupun perkataanya.

6. Sikap kikir (Al-Bikhlu) yaitu suatu sikap tidak mau memberikan niali materi dan jasa kepada orang lain. 7. Berbuat aniaya (Azh-Zhulmu) yaitu suatu perbuatan

yang merugikan orang lain baik kerugian materil maupun non materil dan ada jug ayang mengatakan bahwa seseorang yang mengambil hak-hak orang lain termasuk perbuatan aniaya.55

55


(51)

C. Pengertian Anak asuh

Menurut Ardianus Khatib yang dikutip Chuzaiman T. Yanggo dan Hafidz Anshary berpendapat bahwa anak asuh adalah anak yang digolongkan dari keluarga yang tidak mampu, antara lain sebagai berikut :

a. Anak yatim atau piatu yang tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk bekal sekolah dan belajar.

b. Anak dari keluarga fakir miskin.

c. Anak dari keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal tertentu (tuna wisma).

d. Anak dari keluarga yang tidak memiliki penghasilan tertentu (tuna karya).

e. Anak yang tidak memiliki ayah, ibu dan keluarga dan belum ada orang lain yang membantu biaya untuk sekolah dan belajar.56

Orang tua asuh atau yayasan tidak hanya mengusahakan anak asuh untuk dapat menyelesaikan pendidikan saja tetapi juga membimbing agar segala sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam bermasyarakat nanti anak asuh dapat menjadi anak yang berakhlakul karimah.

56

Chuzaiman T. Yanggo dan Hafidz Azhari, Problematika Hukum Islam dan Kontemporer Pertama, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2002), cet ke-4, h. 161


(52)

BAB III

GAMBARAN UMUM

RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR CIMANGGIS DEPOK

A. Latar Belakang Berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur

Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur berlokasi di Jalan Kramat 2 Nomor 56 Rt 007 Rw 005 Kampung Ciherang Kelurahan sukatani kecamatan Cimanggis Depok. Nama An-Nur diambil dari nama pendiri yayasan tersebut yaitu Ustdzh. Hj. Nurcholilah (almarhumah) yang diresmikan pada tanggal 1 Februari tahun 1999 berdasarkan akte notaris nomor 93 Tanggal 10-11-1993 Hj. Asmin A. Latief SH. Latar belakang didirikannya Rumah Yatim dan Dhuafa ini karena beliau memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan melihat banyak anak kurang mampu (duafa) dan anak yatim piatu yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena faktor ekonomi maka beliau mendirikan panti asuhan ini. Sepeninggal Ustdzh. Hj. Nurcholilah, Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini tanggung jawabnya diberikan kepada putra bungsu beliau yaitu Bapak M. Nur Ferhat.57

Selain itu beliau juga mendirikan Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKA), Majelis Ta’lim/Dakwah Islamiyah, Majelis Ta’lim Remaja, santunan Yatim Piatu/Jompo dan Taman Kanak-kanak Islam Terpadu (TKIT) yang tergabung dalam Yayasan An-Nur yang salah satunya dalah Rumah yatim dan dhuafa ini, Tujuan didirikannya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini adalah untuk menghantarkan anak-anak kurang mampu dan yatim piatu kemasa depan

57

Wawancara pribadi dengan Bapak M. Nur Ferhat, Penanggung Jawab Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur , Depok, 7 maret 2008


(53)

yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup mereka khususnya dalam bidang pendidikan. Status Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini 100% swasta, dan kelangsungan hidupnya berasal dari sumbangan masyarakat, pengurus yayasan, donatur tetap dan badan atau organisasi yang menaruh hati pada anak-anak asuh.58

Pada awal berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa ini hanya terdapat 13 orang anak asuh, tetapi lambat laun semakin banyak anak asuh yang diasuh disini, kira-kira mencapai 70 orang anak. Karena faktor usia mereka yang semakin sudah dewasa dan banyak yang sudah menikah sehingga anak asuh yang masih harus ditanggung pendidikannya oleh Panti asuhan ini tinggal 40 orang anak, tetapi seiring berjalannya waktu jumlah itu bisa saja bertambah dan berkurang. Dari 40 orang anak yang diasuh disini hanya ada satu orang pengasuh saja yang bernama Zum Faida Sirinza S.pd59,. Beliau merupakan pengasuh ketiga dari

beberapa pengasuh yang pernah mengasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur. Pengasuh pertama hanya satu bulan saja berada disini yaitu dari bulan februari 1999 atau awal berdiri sampai bulan maret 1999, sementara pengasuh kedua hanya dua tahun yaitu mulai dari bulan Maret 1999 sampai dengan 2001 dan pengasuh ketiga adalah Ibu Zum beliau menjadi pengasuh mulai dari tahun 2001 sampai dengan sekarang, sebelumnya beliau hanya mengajar pelajaran agama di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang akhirnya beliau merangkap menjadi pengajar dan pengasuh, walaupun beliau mengasuh sendiri tetapi beliau

58

Ibid, Wawancara pribadi dengan Bapak M. Nur Ferhat 59

Zum Faida Sirinza lahir di Rembang pada tanggal 16 Juli 1976, beliau adalah anak ke 7 dari 8 bersaudara, beliau merupakan lulusan dari Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan UNINDRA, awalnya beliau merupakan murid dari almarhumah Ustdz. Hj. Nurcholilah yang merupakan pendiri dari Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini, sehingga beliau dipercaya menjadi pengasuh tunggal dari 40 anak asuh yang berada di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur sampai sekarang.


(54)

mampu merubah akhlak dan budi pekerti mereka menjadi anak yang yang berkahlakul karimah.

Sedangkan dana yang diperoleh untuk mengelola Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini berasal dari sumbangan ibu-ibu dan remaja pengajian majelis ta’lim yang kebetulan dimiliki oleh pendiri yayasan ini, selain itu juga sumbangan dari masyarakat di sekitar komplek lingkungan, dan karena Rumah Yatim dan Dhuafa ini juga terletak didekat jalan tol sehingga banyak donatur yang tertarik dan menyumbang ke Rumah Yatim dan Dhuafa ini dan ada juga beberapa donatur tetap lainnya. Dana tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anak asuh seperti untuk keperluan sandang, pangan dan juga pendidikan.

B. Visi dan Misi Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur

a. Visi

Visi dari Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yaitu adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya salah satunya dalah dengan cara mensejahterakan anak yatim.

b. Misi

Sedangkan misinya adalah :

1. Membantu mensejahterakan anak yatim piatu dan duafa 2. Meningkatkan taraf hidup mereka menjadi lebih baik lagi 3. Memperaktekan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari


(55)

Rumah Yatim dan Dhuafa ini dibangun diatas tanah yang luasnya sekitar 425 meter persegi dan terdiri dari beberapa sarana prasarana yang menunjang yaitu :

Tabel 1

No Jenis sarana prasarana Jumlah

1 Majelis ta’lim 1

2 Ruang Pengurus 1

3 Ruang Pengasuh 1

4 Kamar Asrama 6

5 Tempat tidur 40

6 Kamar Pengurus 1

7 Kamar Pengasuh 1

8 Lemari berlaci 40

9 Komputer 3

10 Televisi 1

11 DVD 1

12 Kamar Mandi 11

13 Garasi 1

14 Dapur 1

15 Halaman 1

D. Aktivitas Anak Asuh

Untuk pengembangan pendidikan dan pembinaan anak mental dan spiritual anak asuh, pengasuh m Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur engharuskan seluruh anak asuhnya mengikuti segala aktivitas yang diberlakukan di panti baik formal maupun non formal.


(56)

Anak asuh yang berada di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur disekolahkan di SD, SMP/MTS, SMA/SMK bahkan sampai Perguruan tinggi atau mengikuti kursus keterampilan sesuai dengan usia pendidikan mereka. Dalam pendidikan formal anak asuh lebih banyak dirahkan pada penididkan kejuruan yang bertujuan agar mereka setelah selesai masa penyamtunan di panti asuhan selain berkahlakul karimah, tetapi juga dapat menjadi manusia yang produktif, dapat berdiri sendiri dan memiliki masa depan yang cerah.

2. Pendidikan Non formal

Pendidikan non formal yang ada di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur berupa keterampilan pembinaan mental spiritual dan kemasyarakyatan, antara lain :

a. Pelajaran kesenian (marawis dan rebana) b. Latihan Muhadarah

c. Kursus komputer

d. Pelajaran Akhlakulil banat (pelajaran Akhlak Perempuan) e. Ta’lim hadist

f. Ta’lim fiqh g. Ta’lim tafsir

h. Ta’limul muta’alimin i. Qiroah bil ghina

Seluruh aktivitas yang dilakukan oleh anak asuh tidak terlepas dari pantauan pengasuh, sehingga mereka selalu disiplin dalam melaksanakan aktivitas yang telah ditentukan oleh pengasuh, yang mereka lakukan mulai dari bangun


(57)

pagi sampai mereka tidur. Dalam melakukan aktivitas tersebut ada beberapa aktivitas yang dilakukan di dalam majelis, sehingga pola komunikasi digunakan dalam proses pembinaan akhlak seperti mengadakan diskusi masalah Ta’lim fiqh, Hadits, Tafsir, Ta’lim Akhlakulil Banat dan lain sebagainya sehingga terjadi komunikasi antara pengasuh dan anak asuh.

E. Latar belakang keluarga dan pendidikan anak asuh

Seluruh anak asuh yang dirawat di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini mempunyai latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Pada umumnya latar belakang keluarga mereka dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Keluarga yang perekonomiannya lemah

2. Anak yang sudah tidak memiliki Ayah dan ibu (Yatim piatu) 3. Anak yang terlantar atau tidak diurus oleh keluarganya

Tetapi bagi anak asuh yang masih memiliki ayah dan ibu atau keluarga mereka diperbolehkan untuk menjenguk atau pulang kekampung halaman mereka apabila ada sesuatu yang yang penting atau untuk merayakan hari besar Islam bersama keluarganya.

Sedangkan untuk masalah pendidikan, hampir seluruh anak asuh di panti asuhan An-Nur ini memiliki latar belakang putus sekolah, karena ketidakmampuan keluarga mereka untuk membiayai pendidikan mereka sampai tuntas. Pihak panti asuhan menyekolahkan mereka sesuai dengan tingkat pendidikannya masing-masing, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Untuk lebih jelasnya jumlah anak asuh dan tingkat pendidikan dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 2

No Tingkat pendidikan Jumlah anak asuh

1 Mahasiswa 3


(58)

3 SMA/SMK 14

4 SMP/MTS 15

5 SD 2

JUMLAH 40

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah anak asuh yang terbesar adalah tingakatan Sekolah Menengah Pertama (MTS) dan Sekolah Menengah Atas (MAN) dan anak asuh tingakatan SD hanya dua orang saja, hal ini dikarenakan jumlah anak asuh yang diasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur saat ini dibatasi hanya 40 orang saja, apabila ada anak asuh yang keluar atau kehidupannya sudah tidak ditanggung maka pihak Rumah Yatim dan Dhuafa akan mencari atau menampung anak Yatim piatu, Dhuafa atau anak terlantar yang rata-rata biasanya di peroleh oleh ibu-ibu pengajian majelis ta’lim milik Yayasan An-Nur, yang memiliki tetangga atau saudara yang yatim piatu dan tidak mampu sehingga mereka bisa diasuh disini dan juga dari mulut kemulut.


(59)

BAB IV

ANALISIS TENTANG PENGARUH POLA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR A. Pengaruh pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh di

kehidupan sehari-hari

Untuk mengetahui pengaruh pola komunikasi dalam pembinaan akhlak anak asuh harus diketahui terlebih dahulu kapan saja waktu anak asuh berkomunikasi dengan pengasuh.

Adapun hasil penelitian yang diperoleh tentang hal tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3

Setiap hari anak asuh selalu berkomunikasi dengan pengasuh

No Pernyataan Frekuensi (F)

Prosentase (%)

1 Sangat Setuju 23 57,5 %

2 Setuju 17 42,5 %

3 Tidak Setuju 0 0

4 Sangat Tidak Setuju 0 0

Jumlah 40 100 %

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jawaban anak asuh terhadap intensitas mereka berkomunikasi dengan pengasuh yang diperoleh adalah sebanyak 57,5 % yang menyatakan “Sangat Setuju” bahwa setiap hari mereka


(60)

selalu berkomunikasi dengan pengasuh, sebanyak 42,5 % menyatakan “Setuju” dan tidak ada yang menyatakan “Tidak Setuju” dan “Sangat Tidak Setuju”.

Hal ini menyatakan bahwa anak-anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur sebagian besar selalu berkomunikasi dengan pengasuh. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa seluruh anak asuh pasti melakukan komunikasi dengan pengasuh dalam kesehariannya.

Pola komunikasi yang terjadi antara pengasuh dan anak asuh dalam pembinaan akhlak bisa dikatakan dapat dilakukan dengan beberapa pola atau bentuk komunikasi, salah satunya yaitu komunikasi antarpribadi dan dapat dilihat pada tabel dibawah ini seberapa besar anak asuh setuju memilih pola komunikasi ini.

Tabel 4

Pola komunikasi antarpribadi sering digunakan dalam berkomunikasi dengan pengasuh

No Alternatif jawaban

Frekuensi (F)

Prosentase (%)

1 Sangat Setuju 7 17,5 %

2 Setuju 23 57,5 %

3 Tidak Setuju 10 25 %

4 Sangat Tidak Setuju 0 0

Jumlah 40 100 %

Tabel diatas menyatakan bahwa sebanyak 17,5 % anak asuh memilih “Sangat Setuju” menggunakan pola komunikasi antarpribadi, 57,5 % anak asuh yang menyatakan “Setuju” dan 25 %anak asuh yang menyatakan “Tidak Setuju”


(61)

dan tidak ada yang memilih “Sangat Tidak Setuju”, hal ini membuktikan bahwa hampir sebagian anak asuh setuju menggunakan pola komunikasi antarpribadi.

Sedangkan di bawah ini merupakan tabel pernyataan anak asuh yang setuju dengan pola komunikasi kelompok yang sering digunakan dalam berkomunikasi dengan pengasuh.

Tabel 5

Pola komunikasi kelompok sering digunakan dalam berkomunikasi dengan pengasuh

No Alternatif jawaban

Frekuensi (F)

Prosentase (%)

1 Sangat Setuju 10 25 %

2 Setuju 23 57,5 %

3 Tidak Setuju 7 17,5 %

4 Sangat Tidak Setuju 0 0

Jumlah 40 100 %

Tabel diatas menyatakan bahwa sebanyak 25 %anak asuh memilih “Sangat Setuju” menggunakan pola komunikasi kelompok, 57,5 % anak asuh yang menyatakan “Setuju” dan 17,5 % anak asuh yang menyatakan “Tidak Setuju” dan tidak ada yang memilih “Sangat Tidak Setuju”, hal ini membuktikan bahwa hampir sebagian anak asuh setuju menggunakan pola komunikasi kelompok.

Dalam pembinaan akhlak di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur paling banyak anak asuh yang memilih yaitu menggunakan kedua pola atau bentuk komunikasi yaitu komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok, sebab terkadang menurut mereka masalah yang dihadapi sangat beragam, tidak hanya


(1)

Berikut ini adalah beberapa pertanyaan, dimana anda diharapkan untuk menggolongkan setiap pernyataan berikut kedalam salah satu dari empat kategori penilaian yang berkisar dari sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Keempat kategori tersebut adalah sebagai berikut:

SS = Sangat Setuju TS = Tidak Setuju

S = Setuju STS = Sangat Tidak Setuju

Nama : Kelas:

No Pernyataan SS S TS STS

1. Sikap anak asuh ketika menemukan barang milik orang lain yaitu diambil menjadi miliknya

2 Sikap anak asuh ketika teman melakukan kesalahan adalah dengan cara menasehati

3 Melakukan aktivitas sebebas-bebasnya apabila pengasuh sedang tidak ada dirumah 4 Meminta maaf apabila dimarahi oleh

pengasuh karena melakukan kesalahan 5 Memberi salam saat masuk kerumah

6 Sikap anak asuh jika menginginkan suatu barang sementara tidak punya uang denga cara menabung sampai uangnya cukup

7 Bergaul dengan masyarakat dilingkungan rumah

8 Memaafkan orang yang membuat kesalahan 9 Sikap anak asuh ketika teman mengalami

kesulitan yaitu dengan membantunya sesuai dengan kemampuan

10 Sikap anak asuh jika teman membuat kesal yaitu bersabar


(2)

HASIL WAWANCARA

Nama : M. Nur Ferhat

Jabatan : Penanggung Jawab Rumah Yatim dan Dhuafa AnNur Tempat : Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur

Hari/Tgl : Jum’at 7 Maret 2008

Tanya : Siapa pendiri Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini? Jawab : Ustdzh. Hj. Nurcholilah (Almarhumah)

Tanya : Kapan berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini? Jawab : Tanggal 1 Februari 1999

Tanya : Apa yang melatarbelakangi berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa ini? Jawab : Ehm...Melihat banyaknya anak-anak yang tidak mampu dan yatim piatu

yang tidak bisa melanjutkan pendidikan, maka beliau (Ustdzh. Hj. Nurcholilah) yang memang memiliki kepekaan sosial yang tinggi akhirnya mendirikan Panti Asuhan yang diberi nama Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini untuk membantu anak-anak yang kurang mampu (duafa) dan Yatim piatu sehingga mereka memiliki masa depan yang cerah.

Tanya : Lalu, apa tujuan didirikannya Rumah Yatim dan Dhuafa ini?

Jawab : Ya....untuk menghantarkan anak-anak kurang mampu dan yatim piatu kemasa depan yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup mereka khususnya dalam bidang pendidikan.

Tanya : Apa Visi dan Misinya?

Jawab : Visinya....Dalam Islam diterangkan bahwa seorang muslim harus menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, yang salah satu caranya adalah mensejahterakan anak yatim dan membatu yang tidak mampu. Sedangkan Misinya membantu mensejahterakan mereka dan meningkatakan taraf hidup mereka menjadi lebih baik lagi. Tanya : Untuk mengelola Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini tentunya


(3)

jadi mereka suka menyumbang kesini, selain itu juga masyarakat di sekitar komplek lingkungan kami merupakan donatur tetap kami, lalu karena yayasan ini juga terletak didekat jalan tol sehingga banyak donatur yang tertarik dan menymbang ke yayasan ini dan juga dari donatur tetap lainnya.

Tanya : Lalu digunakan untuk apa saja sumbangan dari donatur tersebut?

Jawab : Ya untuk kebutuhan sehari-hari, untuk pendidikan seperti baju seragam, buku-buku dan biaya sekolah, makan, mandi dan lain sebagainya.

Tanya : Bagaiman cara perekrutan anak asuh yang diasuh disini?

Jawab : Perekrutan anak-anak asuh ini rata-rata dari ibu-ibu majelis ta’lim tadi, yang memiliki tetangga atau saudara yang yatim piatu dan tidak mampu sehingga mereka bisa diasuh disini dan juga dari mulut kemulut.

Tanya : Apa latar belakang keluarga anak asuh yang diasuh disini?

Jawab : Latar belakang mereka yang kita asuh biasanya adalah anak-anak yang kurang mampu yang tidak bisa melanjutkan pendidikan dan anak yatim piatu, bagi yang kurang mampu kita minta surat keterangan kurang mampu dari RT sementara yatim piatu kita minta surat kematian ayah dan ibunya.

Tanya : Bagaimana respon masyarakat tentang panti asuhan ini?

Jawab : Awalnya masyarakat sini dulunya masih sangat awam (tabu), mereka sering menjadikan warung-warung disini sebagai tempat mabuk-mabukan tetapi setelah adanya yayasan panti asuhan ini Alhamdulillah sudah tidak seperti dulu lagi. Kitapun disini mendirikan mushola pribadi dan biasanya diisi pengajian oleh ibu-ibu masyarakat sini, selain itu jika Idul adha kita juga sering berkurban yang merupakan sumbangan dari donatur dan sebagaian kita bagikan kepada masyarakat yang kurang mampu yang ada disekitar sini.


(4)

HASIL WAWANCARA

Nama : Zum Faida Sirinza. S.pd

Jabatan : Pengasuh Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Tempat : Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur

Hari/Tgl : Jum’at 7 Maret 2008

Tanya : Menurut ibu, apakah komunikasi sangat dibutuhkan pengasuh?

Jawab : Iya, karena apabila kita tidak berkomunikasi kita tidak bisa bersosialisasi. Tanya : Bagaimana pola komunikasi yang diterapkan oleh ibu di Rumah Yatim

dan Dhuafa An- Nur ini?

Jawab : Pertama melalui majelis ta’lim yang diisi dengan ceramah yang kita lakukan 3-4 kali sehari sehabis sholat, kedua dengan cara komunikasi antarpribadi (face to face), bimbingan konseling, dan setiap sebulan sekali disini biasanya rutin mengadakan sambung rasa disitu kita bisa membicarakan semua hal, malah kadang-kadang apabila ada sesuatu yang harus dibicarakan kita mengadakan pertemuan mendadak di majelis lalu kita bicarakan semuanya secara demokratis.

Tanya : Apakah mereka mengerti dan melaksanakan apa yang ibu komunikasikan kepada anak asuh?

Jawab : Memang dalam penerapannya apa yang saya sampaikan kepada mereka 2-3 hari mereka lakukan tetapi kesananya ya begitu lagi, tetapi saya suka menggunakan angket yang saya sebarkan kepada mereka tentang apa sih yang mereka inginkan sehingga saya mengetahui apa maunya mereka, selain itu juga saya sering melakukan bimbingan kepada mereka.

Tanya : Apakah pola komunikasi yang ditepkan oleh ibu sudah berhasil dalam membina akhlak mereka?

Jawab : Alhamdulillah sudah, karena apabila saya menasehati mereka saya juga memberitahu dasar dan tujuannya sehingga mereka mengerti, bahkan dalam pembinaan akhlak dilingkungan sekolah mereka dan masyarakat sini mengacungi jempol karena akhlak dan etika mereka yang baik, saya mencoba membina akhlak mereka dari hal yang terkecil seperti apabila


(5)

salam.

Tanya : Apa tujuan pembinaan ahklak di Rumah Yatim dan Dhuafa An- Nur ini? Jawab : Agar mereka menjadi muslimah yang berkahlakul karimah

Tanya : Sesering apa pengasuh berkomunikasi antarpribadi dengan anak asuh? Jawab : Sering sekali saya berkomuniaksi antarpribadi dengan anak asuh, seperti

apabila mereka mendapatkan surat cinta dari lawan jenis karena semua anak asuh disini adalah perempuan, pasti mereka mengadu kepada saya lalu saya beri arahan kepada mereka, karena disini saya benar-benar melarang mereka untuk pacaran.

Tanya : Apakah semua anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An- Nur ini berakhlak baik?

Jawab : Tidak semua berakhlak baik ada satu dua orang yang mungkin terpaksa berada disini sehingga mereka tidak terlalu mematuhi peraturan disini, selebihnya alhamdulillah berakhlak baik.

Tanya : Bagaimana cara pengasuh menasehati anak yang berperilaku kurang baik?

Jawab : Sekali, dua kali sampai tiga kali saya masih memberi toleransi dengan cara menasehati mereka dan saya memaklumi, apabila mereka belum berubah lebih baik saya diamkan saja, mereka biasanya langsung paham berarti saya tidak suka dengan tingkah laku mereka, tetapi apabila semua sudah tidak ampuh lagi secara terpaksa mereka saya keluarkan.

Tanya : Bagaimana cara pendekatan pengasuh terhadap anak asuh sehingga mereka tidak takut mengungkapkan isi hati mereka?

Jawab : Dengan cara pendekatan dari hati ke hati, berbicara secara kekeluargaan. Disaat saya mengajar saya harus menjadi guru mereka, disaat menjadi ibu saya harus menyayangi mereka seperti orang tua mereka, dan disaat saya ngobrol dan bercanda dengan mereka saat itulah saya menjadi teman bagi mereka.

Tanya : Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pembinaan akhlak anak asuh?


(6)

Jawab : Kalo faktor pendukungnya ya biasanya kedewasaan mereka karena biasanya seseorang jika sudah dewasa akan lebih mengerti mana yang baik dan yang

buruk buat mereka, sementara yang menajadi faktor penghambatanya yang saya utarakan tadi bila ada yang terpaksa diasuh disini kita harus benar-benar mendidiknya dengan baik.

Pewawancara Responden