Komunikasi Antarpribadi Dalam Membangun Relasi Antara Pengasuh Dengan Anak Yatim Dan Dhuafa (Studi Kasus Asrama Griya Yatim Dan Dhuafa Cabang Bintaro Tangerang Selatan)

(1)

ANAK YATIM DAN DHUAFA

(STUDI KASUS ASRAMA GRIYA YATIM DAN DHUAFA

CABANG BINTARO TANGERANG SELATAN)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

OLIVA NABILA YURIZAL NIM: 1111051000074

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H / 2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Anak Yatim dan Dhuafa (Studi Kasus Asrama Griya Yatim dan Dhuafa Cabang Bintaro Tangerang Selatan)

Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi yang memberikan pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan. Hampir setiap saat kita melakukan komunikasi antarpribadi. Salah satu tempat terjadinya proses komunikasi antarpribadi adalah di sebuah asrama yatim. Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa merupakan sebuah organisasi sosial yang menampung anak yatim dan asramanya tersebar di beberapa kota di Indonesia salah satunya di kawasan Bintaro Tangerang Selatan. Komunikasi antarpribadi dalam sebuah asrama yatim merupakan unsur penting terutama untuk membangun sebuah relasi yang baik antara pengasuh dan anak yatim yang tinggal di asrama tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis melakukan penelitian dengan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan? Apa saja hambatan yang terjadi pada komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan?

Agar penelitian ini lebih terarah maka teori yang menjadi acuan pada penelitian ini adalah teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory) yang dikembangkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor. Pada teori ini, orang membangun relasi melalui empat tahap, yakni orientasi, pertukaran eksploratif, pertukaran afektif, dan pertukaran stabil.

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini ialah pendekatan penelitian kualitatif, dengan paradigma konstruktivis dan menggunakan metode penelitian studi kasus. Data didapat dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan mencari sumber data pendukung seperti dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian tentang komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa yang diterapkan di Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro, terbukti dengan adanya komunikasi yang melalu tahap orientasi, pertukaran eksploratif, pertukaran afektif, dan pertukaran stabil. Serta terjadi hambatan dalam berkomunikasi yaitu berupa gangguan mekanik dan semantik, kepentingan, motivasi terpendam, serta prasangka.

Dengan demikian proses komunikasi terutama komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses yang sangat penting dalam menjalin hubungan antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa. Proses komunikasi antarpribadi itu dilakukan melalui empat tahap yang telah diterapkan dalam teori penetrasi sosial, mulai dari proses pertumbuhan sampai proses pemutusan hubungan. Jika keempat tahap itu dapat berjalan dengan baik maka hambatan pun dapat diatasi sehingga hubungan antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa yang tinggal di asrama tersebut dapat terealisasikan dengan baik.


(6)

ii

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, karunia, rahmat, serta kemudahan dan kelancaran sehingga penuyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Salawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada panutan dan tauladan Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia menjalankan ajarannya. Skripsi dengan judul “Komunikasi Antarpribadi dalam Membangun Relasi Antara Pengasuh dengan Anak Yatim dan Dhuafa (Studi Kasus Asrama Griya Yatim dan Dhuafa Cabang Bintaro Tangerang Selatan)” ini disusun guna untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga skripsi ini bermanfaat dan bisa menjadi bentuk pembelajaran.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan sehingga skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Memang tidak mudah bagi penulis untuk menyelesaikan hasil karya ini, karena begitu banyak halangan dan rintangan yang harus penulis hadapi. Namun berkat pertolongan Allah SWT dan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, pemikiran, serta motivasi Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang terhormat:

1. Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.


(7)

iii

3. Kalsum Minangsih, MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI C 2011 yang telah membantu untuk mengarahkan penulis dalam mengikuti berbagai kegiatan akademik.

4. Bintan Humeira, S.Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing yang senantiasa dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya untuk membantu, mengarahkan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama menjalani studi. 6. Segenap karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, terutama Ibu Yarma, S.Ip dan Bapak Nuryadi Fasah, SE, yang sangat baik, sabar, dan selalu memberikan semangat kepada penulis, terima kasih ya pak, bu.

7. Segenap pihak Asrama Griya Yatim dan Dhuafa Cabang Bintaro Tangerang Selatan, khususnya Umi Melda, Abi Maman dan anak-anak asrama yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan wawancara, 8. Kepada ayahanda tercinta Bapak Ir.Irsal Azis dan ibunda tersayang Ibu Nuryulis

yang telah memberikan kasih sayang, restu, motivasi, doa, dan segalanya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Amin. Ayah, Ibu ini untuk kalian.

9. Kepada abang tersayang Okky Yurizal. Terima kasih atas dukungan dan doanya yang senantiasa diberikan kepada penulis.


(8)

iv

10.Teman-teman seperjuangan KPI angkatan 2011, khususnya KPI C yang telah banyak menghibur dan saling membantu agar kami semua bisa sukses bersama. Untuk sahabatku Ice Nurjanah yang telah menjadi sahabat terbaikku selama lebih dari sepuluh tahun. Tetaplah menjadi pribadi yang ceria dan penuh semangat. 11.Teman-teman KKN BERDIKARI 14 2014, khususnya Bintang, Susi, Tyo, dan

Yuli, semoga tetap kompak dan terima kasih atas doa serta dukungannya.

12.Kepada teman yang sangat baik Moddy Rizky Wibowo yang telah banyak membantu dan memberikan ide untuk penulis, terima kasih atas ilmu dan sarannya.

Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak yang telah membantu, mendokan, serta memberikan dukungannya untuk peneliti. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunianya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan peneliti selajutnya. Amin Yaa Robbal Alamiiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 19 September 2016


(9)

v

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ……… ii

DAFTAR ISI ………... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ……….. 6

C. Tujuan Penelitian ……… 6

D. Manfaat Penelitian ……….. 7

E. Metodologi Penelitian ………... 7

1. Paradigma penelitian ……… 8

2. Pendekatan penelitian ………... 9

3. Metode penelitian ………... 9

4. Subjek dan objek penelitian ………... 10

5. Lokasi dan waktu penelitian ………... 10

6. Teknik pengumpulan data ……….. 10

7. Teknik analisis data ……… 12

F. Tinjauan Pustaka ……….. 12

G. Sistematika Penulisan ……….. 14

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP A. Teori Penetrasi Sosial Irwin Altman dan Dalmas Taylor………. 17

B. Komunikasi ……….. 26

1. Definisi Komunikasi ……….. 26

2. Karakteristik Komunikasi ……….. 27


(10)

vi

4. Prinsip-prinsip Komunikasi ……… 31

5. Hambatan Komunikasi ………... 34

C. Komunikasi Antarpribadi ………. 36

1. Definisi Komunikasi Antarpribadi ………. 36

2. Komponen-komponen Komunikasi Antarpribadi …………. 37

3. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi ………. 39

4. Tujuan Komunikasi Antarpribadi ………... 41

D. Relasi Antarpribadi ………... 42

1. Beberapa Konsep Dasar Relasi Antarpribadi ………. 42

2. Tahapan Relasi Antarpribadi ……….. 44

E. Anak Yatim ……….. 53

1. Definisi Anak Yatim ………... 53

2. Kedudukan Anak Yatim ………. 54

3. Kewajiban Terhadap Anak Yatim ……….. 56

4. Hak-hak Anak Yatim ……….. 58

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN GRIYA YATIM DAN DHUAFA A. Sejarah Griya Yatim dan Dhuafa ………. 60

1. Visi dan Misi Griya Yatim dan Dhuafa ………. 63

2. Kegiatan yang Dilakukan Griya Yatim dan Dhuafa ……….. 64

B. Manajemen Griya Yatim dan Dhuafa ……….. 69

C. Struktur Kepengurusan Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro ……….. 71

D. Daftar Nama Anak-anak Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro ……….. 72

E. Prestasi Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tahun 2016 ……….. 73


(11)

vii

Membangun Relasi di Asrama Griya Yatim dan Dhuafa Cabang

Bintaro ……….. 74

1. Tahap Orientasi ………... 74

2. Tahap Pertukaran Eksploratif ………. 77

3. Tahap Pertukaran Afektif ………... 81

4. Tahap Pertukaran Stabil ………. 83

B. Upaya yang Dilakukan Pengasuh kepada Anak Yatim dalam Membangun Relasi ………... 85

C. Hambatan Komunikasi Antarpribadi antara Pengasuh dengan Anak Yatim dan Dhuafa dalam Membangun Relasi ……….… 88

D. Interpretasi ……… 90

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………. 97

B. Saran ……….. 100

DAFTAR PUSTAKA ………. 101 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial, karena manusia tidak bisa lepas dari makhluk lainnya. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi.1

Komunikasi dapat terjadi di mana saja seperti di rumah, kampus, sekolah, kantor, dan lain-lain. Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masing-masing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi untuk mencapai tujuan bersama.2 Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang menerima pesan.

Kata atau istilah “komunikasi” (Bahasa Inggris “communication”) berasal dari Bahasa Latin “communicatus” atau communicatio atau communicare yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata komunikasi

1 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.1.

2 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, & Aplikasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 8.


(13)

menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.3

Jadi, secara umum, komunikasi dapat didefinisikan sebagai usaha panyampaian pesan antarmanusia. Jadi, Ilmu Komunikasi adalah ilmu yang mempelajari usaha penyampaian pesan antarmanusia. Objek Ilmu Komunikasi adalah komunikasi, yakni usaha penyampaian pesan antarmanusia. Ilmu Komunikasi tidak mengkaji proses penyampaian pesan kepada makhluk yang bukan manusia (hewan dan tumbuhan).4

Seperti telah disebutkan diatas komunikasi pun merupakan proses penyampaian pesan dari sumber pertama kepada penerima melalui sarana atau media dengan maksud agar terjadinya perubahan pada diri orang yang menerima pesan tersebut. Komunikasi terdiri dari beberapa komponen-komponen. Diantaranya ada komunikator, pesan, saluran, komunikan dan efek atau pengaruh. Selain itu, komponen yang turut mendukung untuk menentukan berhasil tidaknya suatu komunikasi adalah tanggapan timbal balik dari komunikan serta gangguan yang terkait di antara keduanya.

Salah satu bentuk komunikasi yang cukup memberikan pengaruh adalah komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan (sender) dengan penerima (receiver) baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi dikatakan terjadi secara langsung apabila pihak-pihak yang terlibat komunikasi dapat saling berbagi informasi

3 Riswandi, Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 1.


(14)

3

tanpa melalui media. Sedangkan komunikasi tidak langsung dicirikan oleh adanya penggunaan media tertentu.5 Komunikasi antarpribadi lebih efektif berlangsung jika berjalan secara dialogis, yaitu antara dua orang saling menyampaikan dan memberi pesan secara timbal balik. Dengan komunikasi dialogis, berarti terjadi interaksi yang hidup karena masing-masing dapat berfungsi secara bersama, baik sebagai pendengar maupun pembicara.6

Salah satu tempat terjadinya komunikasi antarpribadi adalah di sebuah asrama yatim. Asrama yatim merupakan tempat tinggal dan dididiknya para anak yatim. Di asrama yatim terdapat pimpinan asrama, para pengasuh, dan beberapa anak yatim. Anak yatim adalah anak yang ditinggal oleh ayahnya sebelum dia baligh. Di dalam ajaran Islam, mereka semua mendapat perhatian khusus melebihi anak-anak yang wajar yang masih memiliki kedua orang tua. Islam memerintahkan kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan nasib mereka, mengurus dan mengasuh mereka sampai dewasa. Islam juga memberi nilai yang sangat istimewa bagi orang-orang yang benar-benar menjalankan perintah ini.7

Secara psikologis, orang dewasa sekalipun apabila ditinggal ayah atau ibu kandungnya pastilah merasa tergoncang jiwanya, dia akan sedih karena kehilangan salah seorang yang sangat dekat dalam hidupnya. Orang yang selama ini menyayanginya, memperhatikannya, menghibur, dan menasehatinya. Itu orang yang dewasa, coba kita bayangkan kalau itu menimpa anak-anak yang masih kecil, anak yang belum baligh, belum banyak mengerti tentang hidup dan kehidupan, bahkan

5 Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 5.

6Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 143.


(15)

belum mengerti baik dan buruk suatu perbuatan, tapi ditinggal pergi oleh ayah atau ibunya untuk selama-lamanya.

Oleh karena itu sekarang sudah banyak berdiri asrama yatim yang bertujuan untuk menampung anak yatim agar tidak menjadi anak yang terlantar, sehingga kehidupan anak-anak yatim bisa terselamatkan, mulai dari kesehatan hingga pendidikannya dapat terjamin. Sehingga bisa menjadi anak yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama ketika mereka beranjak dewasa.

Relasi atau hubungan sangat penting dalam sebuah asrama yatim. Karena asrama yatim merupakan rumah kedua para anak yatim dan dhuafa yang tinggal dan pengasuh merupakan orang kedua bagi anak yatim dan dhuafa yang tinggal di asrama tersebut. Terutama relasi antara pengasuh dan anak yatim. Karena selain bertugas mengasuh, para pengasuh juga berperan sebagai orang tua bagi anak-anak yatim yang tinggal di asrama tersebut. Para pengasuh harus bisa membentuk relasi yang baik dengan anak-anak yatim, agar para anak yatim merasa nyaman tinggal di sana. Salah satu relasi yang cukup besar pengaruhnya dalam sebuah asrama yatim adalah relasi antarpribadi. Relasi antarpribadi adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang dapat terjadi dalam waktu singkat maupun waktu lama dan terus-menerus hingga langgeng.

Di Indonesia sudah banyak berdiri asrama yatim yang berbasis Islam, karena dalam agama Islam kita diperintahkan untuk menyayangi anak yatim dan fakir miskin. Salah satu asrama yatim yang berbasis Islam dan perkembangannya sudah cukup besar di Indonesia adalah Griya Yatim Dhuafa (GYD). Pada awal berdirinya, GYD dengan 6 orang karyawan menampung 9 orang anak yang tinggal di asrama dan


(16)

5

membina sekitar 15-an anak yang semua berasal dari kampong Dadap, pemukiman kumuh persis di tengah-tengah megahnya perumahan Bumi Serpong Damai. Karena dukungan masyarakat yang terus meluas mendorong dilakukannya pengelolaan organisasi ini lebih baik dirintislah program beasiswa pendidikan yatim dan dhuafa, santunan kesehatan, layanan donasi barang layak pakai dan lain-lain.

Pertumbuhan asrama meningkat. Kantor pelayanan dibuka di daerah Bintaro. Ekspansi mulai melebar ke Jakarta dan Bekasi dengan dibukanya asrama ketiga di Cibubur – Jakarta Timur dan asrama keempat di Kranggan – Bekasi.

Pada akhir tahun 2010 GYD membina lebih dari 800 binaan yang terdiri dari anak yatim dan dhuafa, janda dan lansia serta mengasuh 50an anak yang tinggal di seluruh asrama yatim dan dhuafanya.

Hingga sekarang sudah banyak cabang asrama yatim GYD yang dibangun. Hingga sampai ke Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, hingga ke pulau Sumatera dan Kalimantan.

Untuk itu penulis mengangkat dalam bentuk penelitian yang berjudul

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DALAM MEMBANGUN RELASI ANTARA PENGASUH DENGAN ANAK YATIM DAN DHUAFA (STUDI KASUS ASRAMA GRIYA YATIM DAN DHUAFA CABANG BINTARO TANGERANG SELATAN).


(17)

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masalah hanya pada komunikasi antarpribadi yang dilakukan dua orang pengasuh serta kepada satu anak yatim dan dua anak dhuafa yang berusia empat belas tahun sampai tujuh belas tahun dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan.

Pembatasan ini dilakukan agar penelitian ini menjadi lebih fokus, terarah, dan mempermudah dalam proses pencarian data, selain itu pembatasan masalah ini berguna untuk menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana proses komunikasi antarpribadi pengasuh dengan anak yatim dan

dhuafa dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan?

2. Apa saja hambatan yang terjadi dalam komunikasi antarpribadi pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan?

C. Tujuan Penelitian

Berkenaan dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:


(18)

7

1. Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi antarpribadi pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan.

2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang terjadi dalam komunikasi antarpribadi pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu dalam bidang komunikasi antarpribadi bagi mahasiswa khususnya jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi para pengasuh serta anak-anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama tempat mereka tinggal dan dididik.

E. Metodologi Penelitian

Metodologi adalah ilmu tentang kerangka kerja untuk melaksanakan penelitian yang bersistem; sekumpulan peraturan, kegiatan dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu; studi atau analisis teoretis mengenai suatu cara atau metode; atau cabang ilmu logika yang berkaitan dengan prinsip umum pembentukan pengetahuan atau ilmu yang membicarakan cara, jalan, atau petunjuk praktis dalam penelitian atau membahas konsep teoritis berbagai metode


(19)

atau dapat dikatakan sebagai cara untuk membahas tentang dasar-dasar filsafat ilmu dari metode penelitian.8

1. Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan perspektif penelitian yang digunakan peneliti, yang berisi bagaimana peneliti melihat realita, bagaimana mempelajari fenomena, cara-cara yang digunakan dalam penelitian, dan cara-cara-cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan.9 Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis meneguhkan asumsi bahwa individu-individu selalu berusaha memahami dunia di mana mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna-makna subjektif atas pengalaman-pengalaman mereka – makna-makna yang diarahkan pada objek-objek atau benda-benda tertentu. Makna-makna ini pun cukup banyak dan beragam sehingga peneliti dituntut untuk lebih mencari kompleksitas pandangan-pandangan ketimbang mempersempit makna-makna menjadi sejumlah kategori dan gagasan. Peneliti berusaha mengandalkan sebanyak mungkin pandangan partisipan tentang situasi yang tengah diteliti.10

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis karena penulis akan melakukan penelitian dengan komunikasi antarpribadi antara Pengasuh dengan Anak Yatim dan Dhuafa dalam membangun relasi.

8 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, Dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h. 23.

9 Imam Gunawan, Metodologi Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 25.

10 John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 11.


(20)

9

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan bersifat penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan.11 Data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-angka. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan sudah bisa menjelaskan apa yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi.

Maka pada penelitian ini penulis akan melakukan pengamatan yang berhubungan dengan komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa melalui teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian semua hasil tersebut penulis menginterpretasikan dengan teori-teori yang relevan.

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus, yakni suatu metode penelitian kualitatif yang berusaha menemukan makna, menyelidiki proses, dan memperoleh pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok, atau situasi.12

Studi kasus meliputi analisis mendalam dan kontekstual terhadap situasi yang mirip dalam organisasi lain, di mana sifat dan definisi masalah yang terjadi

11 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, h. 81.

12 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 20.


(21)

adalah serupa dengan masalah yang dihadapi saat ini. Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu atau kelompok yang dipandang mengalami kasus tertentu.13

Penulis menempatkan komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa sebagai kasus atau fenomena yang bersifat kontemporer maka penulis perlu mengumpulkan data dari berbagai sumber agar dapat mengetahui apa yang sedang terjadi.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian ialah pengasuh serta anak yatim dan dhuafa di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro, sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah bagaimana proses komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa.

5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro, Jl. Elang Raya Blok HG8 No. 7, Bintaro Jaya Sektor IX, Telp: 021 74863014. Waktu penelitian terhitung sejak tanggal 20 Desember 2015 hingga tanggal 02 Maret 2016.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik merupakan cara yang digunakan peulis untuk mendapatkan data. Data ialah bahan keterangan tentang suatu objek penelitian yang diperoleh di lokasi penelitian.


(22)

11

a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu pancaindra lainnya.14 Penulis dalam penelitian langsung melakukan pengamatan langsung ke Pengasuh serta Anak yatim dan Dhuafa yang tinggal di asrama tersebut. Pengamatan yang dilakukan yakni penulis langsung mendatangi dan mengamati proses komunikasi antarpribadi guna memperoleh data-data yang akurat tentang berbagai hal yang mengenai objek penelitian.

b. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dalam wawancara mendalam berlangsung suatu diskusi terarah di antara peneliti dan informan menyangkut masalah yang diteliti.15

Wawancara mendalam dilakukan dengan Maman Firmansyah selaku kepala asrama atau bapak asrama, Imelda Iskandar selaku wakil kepala asrama atau ibu

14 M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 115.


(23)

asrama, juga kepada satu anak yatim dan dua dhuafa yaitu Khuluqil Hasanah, Dwi Anis Fitria, dan Ressa Nurafifah.

c. Dokumentasi

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia yaitu berbentuk surat, catatan harian, cendera mata, laporan, artefak, dan foto. Penulis memperoleh data dokumentasi dari buku-buku, internet dan artikel yang berhubungan dengan komunikasi antarpribadi dan pembangunan relasi.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan substantive maupun formal. Penulis mengintepretasikan data untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembagian hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh di lapangan.

Menurut Miles dan Huberman ada tiga tahapan yang harus dikerjakan dalam menganalisis data penelitian kualitatif, yaitu reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam proses penelitian ini, penulis mengambil beberapa hasil penelitian terdahulu yang dijadikan bahan perbandingan karena pembahasan skripsi terdahulu memiliki grand pemikiran yang sama, antara lain:


(24)

13

1. Fathiyatur Rizkiyah, yang menulis “ Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Quran di Yayasan

Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan”, Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi, 1111051000099, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015. Ia menggunakan metode kualitatif. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang komunikasi antarpribadi, sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan objek penelitiannya dalam penelian ini yang menjadi subjek penelitian adalah pengajar dan santri tunanetra sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah dalam memotivasi menghafal Al-Quran. Perbedaan juga terletak pada lokasi penelitiannya yaitu di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan.

2. Dwi Asriani Nugraha, yang menulis “Komunikasi Antarpribadi Perawat Terhadap Pasien Skizofrenia dalam Proses Peningkatan Kesadaran di Rumah

Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, 1111051000088, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015. Ia menggunakan metode kualitatif. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang komunikasi antarpribadi, sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan objek penelitiannya, dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah perawat dan pasien skizofrenia sedangkan yang menjdai objek penelitian adalah dalam proses peningkatan kesadaran. Perbedaan juga terletak pada lokasi penelitiannya yaitu di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.


(25)

3. Hamidah, yang menulis “Pola Komunikasi Antarpribadi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu (Studi Kasus di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf

Foundation Joglo-Kembangan Jakarta Barat)”, Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi, 1110051000054, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014. Ia menggunakan metode kualitatif. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang komunikasi antarpribadi, sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan lokasi penelitiannya, dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah para penyandang tuna rungu sedangkan lokasi penelitian ini dilakukan di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation Joglo-Kembangan Jakarta Barat.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang penulis ajukan berbeda dengan ketiga penelitian di atas. Pada penelitian ini penulis meneliti komunikasi antarpribadi untuk mengetahui bentuk komunikasi antarpribadi dan hambatan yang terjadi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan. Selain itu perbedaannya juga terletak pada lokasi penelitian, pada penelitian ini penulis meneliti di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan yang berbeda dengan lokasi-lokasi penelitian pada ketiga skripsi di atas.

G. Sistematika Penulisan

Tekhnik dari penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang telah disusun oleh tim UIN


(26)

15

Syarif Hidayatullah Jakarta press 2011. Peneliti membagi ke dalam lima bab agar mempermudah dalam pembahasannya dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan penjelasan dari latar belakang masalah penelitian skripsi ini. Selain itu, isinya juga meliputi batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

Berisi penjelasan tentang teori penetrasi sosial, penjelasan tentang komunikasi, penjelasan tentang komunikasi antarpribadi, penjelasan tentang relasi antarpribadi, dan penjelasan tentang definisi anak yatim, kedudukan anak yatim, serta hak dan kewajiban terhadap anak yatim.

BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN GRIYA YATIM DAN DHUAFA

Membahas mengenai profil umum yayasan Griya Yatim Dan Dhuafa, seperti sejarah berdirinya yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, kegiatan yang dilakukan oleh yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, manajemen yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, struktur kepengurusan di asrama yatim Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro, dan daftar nama anak yatim yang tinggal di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro.


(27)

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini terdiri dari identifikasi informan, penguraian teori penetrasi sosial sebagai proses pencapaian komunikasi antarpribadi pengasuh dan anak yatim dalam membangun relasi, upaya yang dilakukan pengasuh terhadap anak yatim dalam membangu relasi, serta hambatan-hambatan yang ditemukan pengasuh saat berkomunikasi dengan anak-anak yatim di asrama yatim Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro.

BAB V PENUTUP

Meliputi kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dibahas dalam skripsi ini.


(28)

17 BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Teori Penetrasi Sosial Irwin Altman dan Dalmas Taylor

Teori penetrasi sosial (social penetration theory) berupaya mengidentifikasi proses peningkatan keterbukaan dan keintiman seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Teori yang disusun oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor ini, merupakan salah satu karya penting dalam perjalanan panjang penelitian di bidang perkembangan hubungan (relationship development).

Pada tahap awal penelitian penetrasi sosial perhatian para peneliti sebagian besar dicurahkan pada perilaku dan motivasi individu berdasarkan tradisi sosiopsikologi yang sangat kental. Dewasa ini, kita menyadari bahwa perkembangan hubungan diatur oleh seperangkat kekuatan yang kompleks yang harus dikelola secara terus-menerus oleh para pihak yang terlibat. Cara pandang yang lebih maju terhadap teori perkembangan hubungan ini sebagian besar muncul dari tradisi sosiokultural dan fenomenologi.

Teori penetrasi sosial memiliki beberapa asumsi, antara lain:

a. Hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim. Hubungan komunikasi antara dua orang dimulai pada tahapan superfisial dan bergerak pada sebuah kontinum menuju tahapan yang lebih intim.


(29)

b. Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi. Secara khusus, para teoretikus penetrasi berpendapat bahwa hubungan-hubungan berkembang secara sistematis dan dapat diprediksi. Beberapa orang mungkin memiliki kesulitan untuk menerima klaim ini. Hubungan seperti proses komunikasi bersifat dinamis dan terus berubah, tetapi bahkan sebuah hubungan yang dinamis mengikuti standar dan pola perkembangan yang dapat diterima.

c. Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi. Sejauh ini kita telah membahas titik temu dari sebuah hubungan. Akan tetapi, hubungan dapat menjadi berantakan, atau menarik diri, dan kemunduran ini dapat menyebabkan terjadinya disolusi hubungan. Berbicara mengenai penarikan diri dan disolusi, Altman dan Taylor menyatakan kemiripan proses ini dengan sebuah film yang diputar mundur. Sebagaimana komunikasi memungkinkan sebuah hubungan untuk bergerak maju menuju tahap keintiman, komunikasi dapat menggerakan hubungan untuk mundur menuju tahap ketidakintiman jika suatu komunikasi penuh dengan konflik.

d. Asumsi yang terakhir adalah pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan. Pembukaan diri dapat secara umum didefinisikan sebagai proses pembukaan informasi mengenai diri sendiri kepada orang lain yang memiliki tujuan. Biasanya, informasi yang ada di dalam pembukaan diri adalah


(30)

19

informasi yang signifikan. Menurut Altman dan Taylor hubungan yang tidak intim bergerak menuju hubungan yang intim karena adanya keterbukaan diri.1 Menurut teori ini, kita akan mengetahui atau mengenal diri orang lain dengan cara “masuk ke dalam” (penetrating) bola diri orang bersangkutan. “Bola diri” seseorang itu sendiri memiliki dua aspek yaitu aspek “keluasan” (breadth) dan aspek “kedalaman” (depth). Kita dapat mengetahui berbagai jenis informasi mengenai diri orang lain (keluasan), atau kita mungkin bisa mendapatkan informasi detail dan mendalam mengenai satu atau dua aspek dari diri orang lain itu (kedalaman). Ketika hubungan di antara dua individu berkembang, maka masing-masing individu akan mendapatkan lebih banyak informasi yang akan semakin menambah keluasan dan kedalaman pengetahuan mereka satu sama lainnya.

Teori pertama dari Altman dan Taylor ini disusun berdasarkan suatu gagasan yang sangat populer dalam tradisi sosiopsikologi yaitu ide bahwa manusia membuat keputusan didasarkan atas prinsip “biaya” (cost) dan “imbalan” (reward). Menurut Altman dan Taylor orang tidak hanya menilai biaya dan imbalan suatu hubungan pada saat tertentu saja, tetapi mereka juga menggunakan segala informasi yang ada untuk memperkirakan biaya dan imbalan pada waktu yang akan datang.

Ketika imbalan yang diterima lambat laun semakin besar sedangkan biaya semakin berkurang, maka hubungan di antara pasangan individu akan semakin dekat dan intim, dan mereka masing-masing akan lebih banyak memberikan informasi

1 Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 199.


(31)

mengenai diri mereka masing-masing. Altman dan Taylor mengajukan empat tahap perkembangan hubungan antar-individu yaitu:

1) Tahap orientasi, tahap di mana komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi (impersonal). Para individu yang terlibat hanya menyampaikan informasi yang bersifat sangat umum saja. Selama tahap ini, pernyataan-pernyataan yang dibuat biasanya hanya hal-hal yang klise dan merefleksikan aspek superfersial dari seorang individu. Orang biasanya bertindak sesuai dengan cara yang dianggap baik secara sosial dan berhati-hati untuk tidak melanggar harapan sosial. Selain itu, individu-individu tersenyum manis dan bertindak sopan pada tahap orientasi. Taylor dan Altman (1987) menyatakan bahwa orang cenderung tidak mengevaluasi atau mengkritik selama tahap orientasi. Perilaku ini akan dipersepsikan sebagai ketidakwajaran oleh orang lain dan mungkin akan merusak interaksi selanjutnya. Jika evaluasi terjadi, teoretikus percaya bahwa kondisi itu akan diekspresikan dengan sangat halus. Selain itu, kedua individu secara aktif menghindari setiap konflik sehingga mereka mempunyai kesempatan berikutnya untuk menilai diri mereka masing-masing. Jika pada tahap ini mereka yang terlibat merasa cukup mendapatkan imbalan dari interaksi awal, maka mereka akan melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap pertukaran efek eksploratif. 2) Tahap pertukaran efek eksploratif (exploratory affective exchange), tahap di mana

muncul gerakan menuju ke arah keterbukaan yang lebih dalam. Tahap ini menyajikan suatu perluasan mengenai banyaknya komunikasi dalam wilayah di luar publik; aspek-aspek kepribadian yang dijaga atau ditutupi sekarang mulai dibuka atau secara lebih perinci, rasa berhati-hati sudah mulai berkurang.


(32)

21

Hubungan pada tahap ini umumnya lebih ramah dan santai, dan jalan menuju ke wilayah lanjutan yang bersifat akrab dimulai.2 Tahap ini merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seorang individu mulai muncul. Apa yang tadinya privat menjadi publik. Para teoritikus mengamati bahwa tahap ini setara dengan hubungan yang kita miliki dengan kenalan dan tetangga yang baik. Seperti tahap-tahap lainnya, tahap ini juga melibatkan perilaku verbal dan nonverbal. Orang mungkin mulai untuk menggunakan beberapa frase yang hanya dapat dimengerti oleh mereka yang terlibat di dalam hubungan. Terdapat sedikit spontanitas dalam komunikasi karena individu-individu merasa lebih nyaman dengan satu sama lain, dan mereka tidak begitu hati-hati akan kelepasan berbicara mengenai sesuatu yang nantinya akan mereka sesalkan. Selain itu, lebih banyak perilaku menyentuh dan tampilan afeksi (seperti ekspresi wajah) dapat menjadi bagian dari komunikasi dengan orang satunya. Taylor dan Altman mengatakan kepada kita bahwa banyak hubungan tidak bergerak melebihi tahapan ini.

3) Tahap pertukaran efek (affective exchange), tahap munculnya perasaan kritis dan evaluative pada level yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dimasuki kecuali para pihak pada tahap sebelumnya telah menerima imbalan yang cukup berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Tahap ini ditandai oleh persahabatan yang dekat dan pasangan yang intim. Di sini, perjanjian bersifat interaktif lebih lancar dan kausal. Interaksi pada lapis luar kepribadian menjadi

2 Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 228.


(33)

terbuka, dan adanya aktivitas yang meningkat pada lapis menengah kepribadian. Meskipun adanya rasa kehati-hatian, umumnya terdapat sedikit hambatan untuk penjajakan secara terbuka mengenai keakraban. Pentingnya pada tahap ini ialah bahwa rintangan telah disingkirkan dan kedua pihak belajar banyak mengenai satu sama lain. Tahap ini termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” (Taylor dan Altman, 1987) di mana komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan. Tahap pertukaran afektif menggambarkan komitmen lebih lanjut kepada individu lainnya; para interaktan merasa nyaman satu dengan lainnya. Tahap ini mencakup nuansa-nuansa hubungan yang menbuatnya menjadi unik; senyuman mungkin menggantikan untuk kata “saya mengerti”, atau pandangan yang menusuk diartikan sebagai “kita bicarakan ini nanti”. Tahap ini merupakan tahap peralihan ke tingkat yang paling tinggi mengenai pertukaran keakraban yang mungkin.

4) Tahap pertukaran stabil (stable exchange), adanya keintiman dan pada tahap ini, masing-masing individu dimungkinkan untuk memperkirakan masing-masing tindakan mereka dan memberikan tanggapan dengan sangat baik.3 Dalam tahap ini, pasangan berada dalam tingkat keintiman tinggi dan sinkron; maksudnya, perilaku-perilaku di antara keduanya kadang kala terjadi kembali, dan pasangan mampu untuk menilai dan menduga perilaku pasangannya dengan cukup akurat. Kadang kala, pasangan mungkin menggoda satu sama lain mengenai suatu topik

3 Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h. 299.


(34)

23

atau orang lain. Menggoda di sini dilakukan dengan cara yang bersahabat. Para teoritikus Penetrasi Sosial percaya bahwa terdapat relatif sedikit kesalahan atau kesalahan interpretasi dalam memaknai komunikasi pada tahap ini. Alasan untuk hal ini sangat sederhana: kedua pasangan ini telah mempunyai banyak kesempatan untuk mengklarifikasi setiap ambiguitas yang pernah ada dan mulai untuk membentuk sistem komunikasi pribadinya. Sebagai hasilnya, komunikasi, menurut Altman dan Taylor, bersifat efisien. Mengenai pengembangan dalam hubungan yang tumbuh dicirikan oleh keterbukaan yang berkesinambungan juga adanya kesempurnaan kepribadian pada semua lapisan. Baik komunikasi yang bersifat publik maupun pribadi menjadi efisien – kedua pihak saling mengetahui satu sama lain dengan baik dan dapat dipercaya dalam menafsirkan dan memprediksi perasaan dan mungkin juga perilaku pihak lain.

Teori penetrasi sosial awal ini berperan penting dalam memusatkan perjatian kita pada perkembangan hubungan, namun demikian, teori ini tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan terhadap praktik hubungan yang sebenarnya dalam kehidupan aktual sehari-hari. Gagasan yang menyatakan bahwa interaksi bergerak meningkat mulai dari tahap umum hingga tahap pribadi dalam suatu garis lurus (liner fahion) saat ini sudah menjadi terlalu sederhana. Kita tahu dari pengalaman bahwa hubungan berkembang dalam berbagai cara, sering kali suatu hubungan bergerak secara timbal balik dari terbuka kepada tertutup dan sebaliknya.

Dalam tulisan mereka selanjtnya, Altman dan rekan mengakui keterbatasan ini dan melakukan revisi terhadap teori penetrasi sosial awal dengan memberikan gagasan yang lebih kompleks terhadap perkembangan hubungan. Perkembangan


(35)

terbaru teori penetrasi sosial menunjukkan sifat yang lebih konsisten dan sesuai dengan pengalaman aktual sehari-hari yang menunjukkan proses dialektis dan

cyclical (bergerak secara melingkar, membentuk siklus). Teori ini bersifat dialektis

karena melibatkan pengelolaan ketegangan tanpa akhir antara informasi umum dan pribadi, dan bersifat siklus karena bergerak maju-mundur dalam pola melingkar.

Teori penetrasi sosial tidak lagi sekadar menggambarkan perkembangan linear, dari informasi umum kepada informasi pribadi, perkembangan hubungan kini dipandang sebagai suatu siklus antara siklus stabilitas dan siklus perubahan. Pasangan individu perlu mengelola kedua siklus yang saling bertentangan ini untuk dapat membuat perkiraan (predictability) dan juga untuk kebutuhan fleksibilitas dalam hubungan.

Sikap seseorang untuk terbuka atau tertutup merupakan suatu siklus, dan siklus keterbukaan dan ketertutupan suatu pasangan memiliki pola perubahan regular, atau perubahan yang dapat diperkirakan. Pada hubungan yang sudah sangat berkembang, siklus berlangsung dalam periode waktu yang lebih panjang daripada hubungan tahap awal (kurang berkembang). Alasannya adalah karena hubungan yang lebih berkembang rata-rata memiliki keterbukaan lebih besar daripada hubungan yang kurang berkembang (ini sesuai atau konsisten dengan ide dasar teori penetrasi sosial awal). Sebagai tambahan, ketika hubungan berkembang, para pihak dalam pasangan menjadi lebih mampu mengelola atau melakukan koordinasi terhadap siklus keterbukaan. Masalah waktu dan seberapa jauh keterbukaan semakin lebih dapat diatur. Dengan kata lain, pasangan telah dapat mengatur kapan mereka harus terbuka


(36)

25

dan seberapa jauh keterbukaan itu dapat dilakukan. Hal ini merupakan kebutuhan fleksibilitas dalam hubungan.

Ruang lingkup penetrasi sosial dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Ruang Lingkup Penetrasi Sosial Ruang lingkup ini dapat dirumuskan dalam dua hipotesis.

I. Bahwa pertukaran yang bersifat antarpribadi mengalami kemajuan (perkembangan) secara bertahap, mulai dari tingkat permukaan yang dangkal dan kurang akrab ke lapisan diri yang lebih akrab dan dalam dari para pelaku. Jadi umumnya orang akan menjadikan dirinya diketahui oleh orang lain melalui cara bertahap. Pertama yang ditampilkan ialah informasi yang kurang akrab sifatnya dan lambat laun baru aspek-aspek yang lebih bersifat pribadi ditampilkan.

Pertumbuhan dan perkembangan hubungan

interpersonal

Maksud yang tersembunyi dan jelas

berproses dalam ….

melalui waktu sebagai fungsi

dari…

Melemah dan terputusnya hubungan

antarpribadi …..

Faktor-faktor diadik (imbalan

dan biaya)

Karakteristik personal individu

Faktor-faktor situasional


(37)

II. Dalam proses pertukaran, orang menentukan nilai atau besarnya imbalan

(reward) dan biaya (cost), kepuasan dan kekecewaan, yang diperoleh dari

interaksi dengan orang lain. Bahwa peningkatan dari suatu hubungan sangat bergantung kepada jumlah dan sifat dari imbalan dan biaya.

B. Komunikasi

1. Definisi Komunikasi

Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu

communicatius yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama. Kata sifatnya

communis yang bermakna umum atau bersama-sama. Dengan demikian

komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan.4

Komunikasi adalah proses, yang artinya sedang berlangsung dan selalu bergerak, bergerak semakin maju dan berubah secara terus-menerus. Sulit mengatakan kapan komunikasi dimulai dan berhenti karena apa yang terjadi jauh sebelum kita berbicara dengan seseorang bisa memengaruhi interaksi, dan apa yang muncul di dalam sebuah pertemuan tertentu bisa berkelanjutan di masa depan. Kita tidak dapat membekukan komunikasi kapan pun.

Komunikasi juga sistemis, yang berarti bahwa itu terjadi dalam suatu sistem pada bagian yang saling berhubungan yang memengaruhi satu sama lain. Selain


(38)

27

itu, lingkungan fisik dan waktu merupakan elemen-elemen dari sistem itu yang memengaruhi interaksi.5

Komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk nonverbal (nonkata-kata), tanpa harus memastikan terlebih dulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama.6

Jadi, secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Sedangkan secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima. Dalam setiap bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna tertentu. Lambang-lambang tersebut bisa bersifat verbal berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerak tubuh.7

2. Karakteristik Komunikasi

a. Komunikasi suatu proses

Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta

5 Julia T. Wood, Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan Kita), (Jakarta: Salemba Humanika, 2013), h. 3.

6 Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 3.

7 Suptratiknya, Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi,(Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 30.


(39)

berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor atau unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup pelaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk, isi, dan cara penyajiannya), saluran atau alat yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi.

b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan

Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Pengertian sadar di sini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi mental psikologis yang terkendalikan bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya sementara tujuan menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai.

c. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat

Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan. d. Komunikasi bersifat simbolis

Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang, misalnya: bahasa.


(40)

29

e. Komunikasi bersifat transaksional

Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi. f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu

Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, faksimili, teleks, dan lain-lain, kedua faktor tersebut (waktu dan ruang) bukan lagi menjadi persoalan dan hambatan dalam berkomunikasi.8

3. Unsur-unsur Komunikasi

a. Pengirim Pesan: Komunikator

Pengirim pesan adalah manusia yang memulai proses komunikasi, disebut “komunikator”. Komunikator ketika mengirimkan pesan tentunya memiliki motif dan tujuan, yang disebut “motif komunikasi”. Ada yang menyebut pengirim pesan atau komunikator dengan istilah “pengirim” saja atau disebut juga “sumber”. Sebagian pengamat dan ilmuwan komunikasi lain ada yang menyebutnya sebagai encoder. Istilah “encoder” identik dengan istilah yang diartikan sebagai alat penyandi. “Encoding” adalah proses penyandian, yang disandikan adalah pesan.


(41)

b. Penerima Pesan: Komunikan

Penerima pesan (komunikan) adalah manusia berakal budi kepada siapa pesan komunikator ditujukan. Ada ahli lain yang menyebut penerima pesan atau komunikan sebagai “decoder”.

Dalam proses komunikasi, utamanya dalam tataran antarpribadi peran komunikator dan komunikan bersifat dinamis, dapat saling berganti.

Sebagaimana komunikator, komunikan juga dapat terdiri dari satu orang, banyak orang, (kelompok kecil, kelompok besar, termasuk dalam wujud organisasi), dan massa.

c. Pesan

Pesan kita definisikan sebagai segala sesuatu yang disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya. Pesan sebenarnya adalah suatu hal yang sifatnya abstrak (konseptual, ideologis, dan idealistik). Akan tetapi, ketika ia disampaikan dari komunikator kepada komunikan, ia menjadi konkret karena disampaikan dalam bentuk simbol/lambang berupa bahasa (baik lisan maupun tulisan), suara (audio), gambar (visual), mimik, gerak-gerik, dan lain sebagainya.

d. Saluran Komunikasi dan Media Komunikasi

Agar pesan yang disampaikan komunikator sampai pada komunikan, dibutuhkan saluran dan media komunikasi. Saluran komunikasi lebih identik dengan proses berjalannya pesan, sedangkan media komunikasi lebih identik dengan alat (benda) untuk menyampaikan. Jadi, saluran komunikasi lebih umum daripada media komunikasi.


(42)

31

e. Efek Komunikasi

Efek komunikasi adalah situasi yang diakibatkan oleh pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi ini berupa efek psikologis yang terdiri dari tiga hal:

- Pengaruh kognitif, yaitu bahwa dengan komunikasi, seseorang menjadi tahu tentang sesuatu. Berarti, komunikasi berfungsi untuk memberikan informasi; - Pengaruh afektif, yaitu bahwa dengan pesan yang disampaikan terjadi

perubahan perasaan dan sikap.

- Pengaruh konotatif, yaitu pengaruh yang berupa tingkah laku dan tindakan. Karena menerima pesan dari komunikator atau penyampai pesan, komunikan bisa bertindak untuk melakukan sesuatu.9

4. Prinsip-prinsip Komunikasi

a. Komunikasi adalah suatu proses simbolik

Manusia disebut animal symbolicum, artinya makhluk yang membutuhkan lambang. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata atau pesan verbal, perilaku non-verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.


(43)

Sifat-sifat lambang adalah:

- Sembarangan, manasuka, dan sewenang-wenang, apa saja bisa dijadikan lambang, tergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata, isyarat anggota tubuh, tempat tinggal, jabatan, hewan, peristiwa, gedung, bunyi, waktu, dan sebagainya bisa dijadikan lambang.

- Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna, akan tetapi manusialah yang memberinya makna. Makna sebenarnya dari lambang ada dalam kepala kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri.

- Bervariasi, lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya yang lain, dari suatu tempat ke tempat yang lain, atau dari suatu konteks ke konteks yang lain.

b. Setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi

Komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Setiap perilaku manusia punya potensi untuk ditafsirkan sebagai komunikasi.

Misalnya, jika orang tersenyum, cemberut, mengisolasi diri, menghilang dari pergaulan, dan sebagainya dapat saja ditafsirkan membawa makna komunikasi. Bahkan jika orang ditanya bersikap diam, maka ini membawa arti komunikasi, yaitu setuju.

c. Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan

Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, mulai dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali, sampai kepada komunikasi yang benar-benar disengaja/disadari atau direncanakan.


(44)

33

Kesengajaan bukanlah merupakan syarat untuk terjadinya komunikasi. Meskipun kita tidak bermaksud menyampaikan pesan kepada orang lain, akan tetapi perilaku kita sebenarnya memiliki potensi untuk ditafsirkan oleh orang lain dan ia memandang itu sebagai komunikasi.

Dalam komunikasi sehari-hari, adakalanya kita mengucapkan pesan verbal yang tidak kita sengaja. Namun sesungguhnya lebih banyak lagi pesan non-verbal yang kita perlihatkan tanpa kita sengaja.

Perilaku non-verbal lainnya seperti berjalan tegap dan kepala tegak, jabat tangan yang kuat, dan pandangan mata ke depan, bisa jadi dipandang sebagai pesan bahwa ia percaya diri dan tegas.

d. Komunikasi bersifat non-sekuensial

Meskipun komunikasi bersifat linear/satu arah, akan tetapi sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap muka) bersifat dua arah.

Ketika seseorang berbicara kepada orang lainnya, atau kepada sekelompok orang, sebenarnya komunikasi berlangsung dua arah. Orang-orang yang kita anggap sebagai pendengar sebenarnya juga menjadi “pembicara” atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu melalui perilaku non-verbal mereka, misalnya lewat anggukan kepala tanda setuju/mengerti, kening berkerut tanda mereka bingung, dan sebagainya.


(45)

5. Hambatan Komunikasi

a. Gangguan

Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

- Gangguan mekanik, ialah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Termasuk gangguan mekanik pula adalah bunyi mengaung pada pengeras suara atau riuh hadirin atau bunyi kendaraan lewat ketika seseorang berpidato dalam suatu pertemuan.

- Gangguan semantik, gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian suatu istilah atau konsep yang terdapat pada komunikator, akan lebih banyak gangguan semantik dalam pesannya. Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian. Semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata. Lambang kata yang sama mempunyai pengertian yang berbeda untuk orang-orang yang berlainan.

b. Kepentingan

Interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan hanya memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian kita saja tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan,


(46)

35

pikiran dan tingkah laku kita akan merupakan sifat reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau bertentangan dengan suatu kepentingan.

c. Motivasi terpendam

Motivation atau motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi yang tak sesuai dengan motivasinya. Dalam pada itu sering kali pula terjadi seorang komunikator tertipu oleh tanggapan komunikan yang seolah-olah tampaknya khusu menanggapinya, sungguhpun pesan komunikasi tak bersesuaian dengan motivasinya. Tanggapan semu dari komunikan itu tentunya mempunyai motivasi terpendam.

d. Prasangka

Prejudice atau prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar syak wasangka tanpa menggunakan pikiran yang rasional. Emosi seringkali membutakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata bagaimanapun, oleh karena sekali prasangka itu sudah mencekam, maka seseorang tak akan dapat berpikir secara objektif dan segala apa yang dilihatnya selalu akan dinilai secara negatif. Sesuatu yang objektif pun akan dinilai negatif. Prasangka bukan saja dapat terjadi terhadap suatu ras, seperti sering kita dengar,


(47)

melainkan juga terhadap agama, pendirian politik, kelompok, pendek kata suatu perangsang yang dalam pengalaman pernah memberi kesan yang tidak enak.10

C. Komunikasi Antarpribadi

1. Definisi Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi adalah “interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi langsung pula.” Kebanyakan komunikasi antarpribadi berbentuk verbal disertai ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara lisan.11

Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung terus-menerus. Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal-balik. Sedangkan makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.12

Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam, yakni Komunikasi Diadik (Dyadic Communication) dan Komunikasi Kelompok

10 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), h. 49.

11 Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 85.


(48)

37

Kecil (Small Group Communication). Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya.13

2. Komponen-komponen Komunikasi Antarpribadi

a. Sumber/komunikator

Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks komunikasi antarpribadi komunikator adalah individu yang menciptakan, memformulasikan, dan menyampaikan pesan.

b. Encoding

Encoding adalah suatu aktifitas internal pada komunikator dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan.


(49)

c. Pesan

Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat simbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Pesan itulah yang disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diinterpretasi oleh komunikan.

d. Saluran

Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum. Dalam konteks komunikasi antarpribadi, penggunaan saluran atau media semata-mata karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka.

e. Penerima/komunikan

Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan menginterpretasi pesan. Dalam proses komunikasi antarpribadi, penerima bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan pula proses interpretasi dan memberikan umpan balik. Berdasarkan umpan balik dari komunikan inilah seorang komunikator akan dapat mengetahui keefektifan komunikasi yang telah dilakukan, apakah makna pesan dapat dipahami secara bersama oleh kedua belah pihak yakni komunikator dan komunikan.

f. Decoding

Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”,


(50)

39

berupa kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah ke dalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna. Secara bertahap dimulai dari proses sensasi, yaitu proses di mana indera menangkap stimuli. Proses sensasi dilanjutkan dengan persepsi, yaitu proses memberi makna atau decoding.

g. Respon

Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif, netral, maupun negatif. Respon positif apabila sesuai dengan yang dikehendaki komunikator. Netral berarti respon itu tidak menerima ataupun menolak keinginan komunikator. Dikatakan respon negatif apabila tanggapan yang diberikan bertentangan dengan yang diinginkan oleh komunikator.

h. Gangguan

Gangguan atau noise atau barier beraneka ragam, untuk itu harus didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat terjadi di dalam komponen-konponen manapun dari sistem komunikasi. Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan phsikis.

3. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

a. Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi (self). Artinya bahwa segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain, berangkat dari diri sendiri.


(51)

b. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Ciri komunikasi seperti ini terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi antarpribadi bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan berkelanjutan.

c. Komunikasi antarpribadi menyangkut aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Maksudnya bahwa efektivitas komunikasi antarpribadi tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga ditentukan kadar hubungan antarindividu.

d. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan kata lain, komunikasi antarpribadi akan lebih efektif manakala antara pihak-pihak yang berkomunikasi itu saling bertatap muka.

e. Komunikasi antarpribadi menempatkan kedua belah pihak yang berkomunikasi saling tergantung satu dengan lainnya (interdependensi). Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi antarpribadi melibatkan ranah emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional di antara pihak-pihak yang berkomunikasi.

f. Komunikasi antarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Artinya, ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang lain, maka ucapan itu sudah tidak dapat diubah atau diulang, karena sudah terlanjur diterima oleh komunikan.


(52)

41

4. Tujuan Komunikasi Antarpribadi

a. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain

Dalam hal ini seseorang berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan, membungkukkan badan, menanyakan kabar kesehatan partner komunikasinya, dan sebagainya. Pada prinsipnya komunikasi antarpribadi hanya dimaksudkan untuk menunjukkan adanya perhatian kepada orang lain, dan untuk menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup, dingin, dan cuek.

b. Menemukan diri sendiri

Artinya, seseorang melakukan komunikasi antarpribadi karena ingin mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan informasi dari orang lain. Bila seseorang terlibat komunikasi antarpribadi dengan orang lain, maka terjadi proses belajar banyak sekali tentang diri maupun orang lain. Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan kedua belah pihak untuk berbicara tentang apa yang disukai dan apa yang dibenci. Dengan saling membicarakan keadaan diri, minat, dan harapan maka seseorang memperoleh informasi berharga untuk mengenal jati diri, atau dengan kata lain menemukan diri sendiri.

c. Menemukan dunia luar

Dengan komunikasi antarpribadi diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi penting dan aktual. Jadi, dengan komunikasi antarpribadi diperoleh informasi, dan dengan informasi itu dapat dikenali dan ditemukan keadaan dunia luar yang


(53)

sebelumnya tidak diketahui. Jadi komunikasi merupakan “jendela dunia”, karena dengan berkomunikasi dapat mengetahui berbagai kejadian di dunia luar.

d. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis

Sebagai makhluk sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Semakin banyak teman yang dapat diajak bekerja sama, maka semakin lancarlah pelaksanaan kegiatan dalam hidup sehari-hari. Sebaliknya apabila ada seorang saja sebagai musuh, kemungkinan akan menjadi kendala. Oleh karena itulah setiap orang telah menggunakan banyak waktu untuk komunikasi antarpribadi yang diabdikan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain.

e. Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi

Komunikasi antarpribadi dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi (mis communication) dan salah interpretasi (mis interpretation) yang terjadi antara sumber dan penerima pesan. Mengapa? Karena dengan komunikasi antarpribadi dapat dilakukan pendekatan secara langsung, menjelaskan berbagai pesan yang rawan menimbulkan kesalahan interpretasi.

D. Relasi Antarpribadi

1. Beberapa Konsep Dasar Relasi Antarpribadi

Pertama, “relationship” biasanya dipandang sebagai hubungan antara dua individu, hubungan itu bisa akrab dan romantis karena mengandung


(54)

43

afeksi hingga ke hubungan antara individu yang bersifat rasional. Ini berarti juga bahwa keberadaan relasi antara individu dengan individu lain itu mempunyai kualitas yang berbeda-beda, berbeda derajat relasi, secara sosiologis kita dapat mengatakan bahwa relasi antarpribadi seharusnya sesuai dengan status dan peran masing-masing pihak.

Kedua, relasi antarpribadi (interpersonal relationship) adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk memenuhi satu atau lebih kebutuhan fisik atau emosional.

Ketiga, relasi antarpribadi adalah sifat interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih. Relasi ini terjadi antara orang-orang dalam berbagai suasana demi memenuhi kebutuhan fisik dan emosional yang bersifai eksplisit atau implisit. Relasi antarpribadi anda mungkin terjadi dengan teman-teman, keluarga, rekan kerja, orang asing, chatting melalui internet, semua relasi itu bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan di antara mereka.

Keempat, relasi antarpribadi adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang dapat terjadi dalam waktu singkat maupun waktu lama dan terus-menerus hingga langgeng. Asosiasi seperti ini berbasis pada inferensi (hasil simpulan tertentu)karena di antara dua itu saling mencintai, solidaritas, interaksi bisnis biasa, atau beberapa jenis interaksi lain yang membangun komitmen sosial. Relasi antarpribadi ini terbentuk dalam pengaruh konteks sosial, budaya, dan konteks lainnya. Konteks itupun dapat bervariasi dari hubungan keluarga atau kekerabatan, hubungan persahabatan, hubungan


(55)

pernikahan, hubungan dengan rekan kerja, klub, atau teman-teman dalam lingkungan, maupun hubungan antarpribadi di tempat ibadah.

Kelima, semua relasi antarpribadi itu ada yang diatur oleh hukum, adat, atau kesepakatan bersama sebagai dasar terbentuknya kelompok-kelompok sosial dan masyarakat secara keseluruhan. Dari sudut pandang filosofis relasi antarpribadi merupakan sebuah pilihan, dikatakan pilihan karena hubungan itu dapat dibuat jika tiga kondisi ini terpenuhi, yaitu; (1) Anda tahu siapa dia, (2) apa yang dia harapkan dari Anda, dan (3) apa yang Anda harapkan dari dia. Jika Anda salah paham terhadap informasi tentang kondisi ini maka Anda tidak memilih untuk hubungan antarpribadi.

2. Tahapan Relasi Antarpribadi

a. Kontak

Tahap pertama dari relasi terjadi ketika seseorang secara sadar mengakui keberadaan orang lain. Tahapan kontak ini mungkin sangat singkat, juga bersifat formal seperti hubungan orang dalam pekerjaan, atau bertemu seseorang di stasiun kereta api.

b. Kontak Perseptual

Langkah pertama terjadi ketika seseorang menyadari tentang keberadaan orang lain. Ini merupakan kontak yang bersifat asimentris, di mana saya melihat anda tetapi anda tidak melihat saya, atau mungkin kita berdua tidak saling melihat, atau kita melihat satu sama lain pada waktu yang sama.


(56)

45

c. Kontak Interaksional

Pada tahap awal ini mungkin ada beberapa interaksi antara orang-orang, tetapi ini biasanya singkat, dangkal, dan bersifat imperasional. Hal ini juga bisa terjadi secara ritual, seperti menyapa dan berbicara sebentar tentang subjek yang tidak penting misalnya pekerjaan, dan perubahan cuaca.

d. Penilaian Awal

Setiap kali kita bertemu dengan orang baru maka kita cepat membuat beberapa penilaian terhadap mereka (dalam beberapa menit atau bahkan detik), kita coba mengkategorikan mereka. Jika kita menggunakan pendekatan ini maka mungkin sangat tidak akurat. Hal ini mungkin mengejutkan banyak hubungan personal sehingga banyak orang menolak mengubah penilaian awal mereka tentang orang lain bahkan ketika dihadapkan dengan bukti yang signifikan untuk sebaliknya.

e. Keterlibatan

Pada tahap berikutnya, jumlah orang yang terlibat lebih banyak dengan satu sama lain, keterlibatan mereka antara lain untuk membentuk ikatan dalam cahaya persahabatan.

f. Buildup

Selama tahap ini, orang mulai percaya dan peduli satu sama lain. Kebutuhan akan keintiman, kompatibilitas dapat dilakukan melalui proses penyaringan terhadap latar belakang dan tujuan bersama para pihak kan


(57)

yang pada gilirannya apakah relasi kita itu diputuskan sekarang dan di sini, apakah relasi ini harus diteruskan atau dihentikan.

g. Mutualistis

Menerangkan bahwa interaksi atau relasi antara lain bertujuan untuk memelihara keseimbangan hubungan, misalnya keseimbangan antara memberi dan menerima, apakah perilaku ini dipertahankan, diabaikan, atau malah dibubarkan saja. Rasa kebersamaan dan keterhubungan berkembang sedemikian rupa sehingga ketika seseorang melihat orang lain, tentu saja menimbulkan perasaan menyenangkan (tapi jarang sekuat cinta).

h. Tes

Pada tahap ini orang mungkin bertanya-tanya apakah relasi antarpribadi yang dibangun bergerak menuju keintiman atau malah merusak keintiman. Banyak relasi antarpribadi sangat ditentukan oleh bagaimana cara kita melibatkan orang lain dalam membangun komitmen. Pada umumnya, test awal dilakukan untuk mengetahui tingkat keterlibatan, setelah itu kita dapat menentukan apakah kita tetap bertahan dalam relasi tertentu atau pindah ke tahapan relasi berikutnya.

i. Keintiman

Para ahli membedakan empat bentuk keintiman yang berbeda:

1. Keintiman fisik, keintiman ini bersifat sensual karena kedekatan itu


(58)

47

pribadi seseorang yang dapat dinyatakan dengan memegang tangan, memeluk, mencium, membelai, dan aktivitas seksual lainnya.

2. Keintiman emosional, terutama dalam hubungan seksual, biasanya

berkembang setelah obligasi fisik yang telah ditetapkan. Hubungan emosional “jatuh cinta”, ibarat melekat seperti dimensi biokimia, yang didorong melalui reaksi dalam tubuh sebagai daya tarik seksual. Lowndes (1996) mengatakan bahwa dimensi sosial didorong oleh “percakapan” yang mengikuti dari kedekatan fisik secara teratur atau kesatuan.

3. Keintiman kognitif, keintiman kognitif atau intelektual terjadi ketika

dua orang saling bertukar pikiran, berbagi ide dan menikmati persamaan dan perbedaan antara pendapat mereka. Jika mereka dapat melakukam hal ini dengan cara yang terbuka dan nyaman, kemudian dapat menjadi sangat intim di daerah intelektual.

4. Keintiman eksperiensial, terjadi ketika dua orang berkumpul untuk

secara aktif melibatkan diri satu sama lain, mungkin berkata sangat sedikit satu sama lain, tidak berbagi setiap pikiran atau perasaan banyak, tapi yang terlibat dalam kegiatan bersama dengan satu sama lain.

j. Continuation

Pada tahapan ini, para pihak mulai mengikuti komitmen bersama untuk membangun persahabatan jangka panjang seperti terbentuknya hubungan romantic sampai ke jenjang pernikahan, proses ini umumnya


(59)

mengikuti periode panjang yang relatif stabil. Pada tahap ini pertumbuhan dan perkembangan menekankan pada rasa saling percaya menjadi penting untuk mempertahankan hubungan.

k. Komitmen Personal

Komitmen pribadi adalah bagaimana seseorang merasakan koneksi dia dengan orang lain yang dari waktu ke waktu selalu berusaha untuk mempertahankan kebersamaan dana relasi sosial. Ini merupakan cara di mana dua orang dalam relasi akan menyatakan kasih sayang mereka satu sama lain.

l. Batas Sosial

Pada awalnya relasi antarpribadi dibatasi oleh “social bonding” – batas-batas sosial di antara mereka. Pada tahap tertentu dua personal dapat memasuki dan melampaui tingkat interaksi antarpribadi dan memasuki tahap relasi antarpribadi, inilah tahap tersulit yang dihadapi oleh kedua orang itu.

m. Kecemasan

“Interpersonal relationships” tidak selalu mengalami sukacita dan melahirkan rasa nyaman sampai tidak menghasilkan komitmen. Setiap orang dalam interaksi dan relasi antarpribadi mungkin selalu merasa khawatir akan menghadapi banyak masalah antarpribadi, inilah perasaan cemas. Sekurang-kurangnya ada tiga bentuk kecemasan antarpribadi; (1) cemas terhadap keamanan, (2) cemas terhadap pemenuhan kebutuhan afeksi, dan (3) cemas terhadap kehilangan semangat.


(1)

Pilihan saat bercerita

Terhadap anak yang kecil suka bercerita berdua, terhadap anak yang dewasa lebih senang cerita bersama-sama

Kalau terkait masalah pribadi lebih baik cerita face to face

4 Pertukaran Afektif

Tindakan saat ingin memulai pembicaraan

Selalu memulai pembicaraan dengan anak-anak. Terutama saat anak-anak sedang terlihat sedih atau kesal

Kadang memulai lebih dulu, kadang anak-anak yang memulai.

Cerita yang sering dibahas

Lebih sering membahas masalah sekolah Kalau yang kecil masalah sekolah, kalau yang besar masalah kewanitaan

Pernah membahas soal

cinta

Tidak Pernah Pernah tapi jarang dilakukan

Pernah bertindak keras

atau marah-marah

Pernah. Terutama terhadap hal yang berkaitan dengan masalah ibadah. Tetapi tidak sampai main fisik.

Pernah. Terutama terhadap hal yang berkaitan dengan masalah ibadah. Tidak sampai main fisik

5 Pertukaran Stabil

Bisa memahami apa yang

sedang dirasakan anak hanya dari raut wajahnya saja

Bisa. Tapi masalahnya apa tidak tahu sebelum mereka cerita. Kalau ngambek atau marah kepadanya bisa tahu masalahnya apa.

Bisa. Dilihat dari matanya saja sudah bisa tahu. Tetapi inti masalahnya apa tidak tahu.

6 Upaya dalam

melakukan pendekatan

Berusaha menciptakan kenyamanan untuk anak-anak, agar anak-anak tidak merasa jenuh dan kaku.

Berusaha melayani anak-anak layaknya seorang ibu terhadap anaknya.

7 Upaya

menghindari anak-anak dari hal-hal negatif

- Mengontrol pergaulan anak-anak dalam bergaul terutama ketika berada di luar asrama.

- Pembinaan ibadahnya seperti solat dan mengaji

Memberikan pemahaman tentang Islam, agar bisa menjadi pedoman bagi anak-anak ketika berada di luar asrama dan ketika nanti telah keluar dari asrama.


(2)

- Mendidik akhlak anak agar menjadi anak yang sholehah

8 Hambatan

dalam membina anak yatim

Tingkat intelegensi anak yang berbeda-beda, terutama dalam mensukseskan sebuah program seperti hafalan Al-Quran

- Dalam hal menyelesakan masalah yang sedang dihadapi anak-anak yang semuanya berjenis kelamin perempuan

- Karakter anak yang berbeda-beda


(3)

TABEL AXIAL CODING

Penetrasi Sosial Anak Yatim dan Dhuafa

(Tahapan penetrasi sosial di Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro)

Konsep: Identifikasi Informan, Orientasi, Pertukaran Eksploratif, Pertukaran Afektif, dan Pertukaran Stabil

No Konsep Dimensi Narsum 1 Narsum 2 Narsum 3

1 Identifikasi informan

Usia dan pendidikan

Perempuan Usia: 17 tahun

Pendidikan: Kelas XI SMK Bintang Nusantara

Perempuan Usia: 15 tahun

Pendidikan: Kelas X SMA Al-Mubarak

Perempuan Usia: 14 tahun

Pendidikan: Kelas VIII

SMP di MTS

Unwanunajjah 2 Orientasi Waktu yang

dibutuhkan untuk beradaptasi

3 sampai 4 hari 2 sampai 3 hari Sekitar 2 minggu

Motif awal tinggal di

asrama

Malu-malu terhadap anak-anak lain dan pengasuh

Mencoba akrab dengan teman sekamar

Malu-malu dulu

Teman terdekat

Dwi dan Silmi Khuluqil, Silmi, dan Kamila Kamila Waktu yang dibutuhkan untuk dekat dengan pengasuh

Dengan Umi 3 hari, dengan Abi 1 minggu

Sekitar satu minggu Sekitar satu minggu lebih

3 Pertukaran Eksploratif

Tempat bercerita masalah teman

Umi, Dwi, dan Silmi Kalau ada masalah dengan teman asrama cerita dengan teman sekolah, kalau ada

Diam saja, tidak pernah bercerita masalah teman


(4)

masalah dengan teman sekolah cerita dengan Khuluqil dan Silmi

Suka berkeluh kesah dengan

Umi

Suka, terutama tentang nilai ulangan yang buruk

Suka, tentang keluarga terutama setelah pulang kampung dan saat sedang rindu keluarga

Jarang. Kalau pernah tentang masalah sekolah dan ekonomi keluarga. Suka berkeluh

kesah dengan Abi

Pernah, tentang masalah agama

Tidak pernah Tidak pernah

4 Pertukaran Afektif

Hal yang biasa diceritakan kepada Umi

Masalah nilai yang buruk dan masalah teman di sekolah

Masalah keluarga Masalah sekolah

Tempat yang lebih nyaman untuk bercerita

Umi. Karena sama-sama perempuan

Umi. Karena lebih nyambung

Umi. Lebih enak dan lebih nyambung

5 Pertukaran Stabil

Bercerita sampai nangis

Pernah. Masalah teman di sekolah

Tidak pernah Tidak pernah

Protes terhadap pendapat dan

aturan pengasuh

Pernah. Masalah piket Tidak pernah. Hanya merasa kesal saja terutama masalah pekerjaan rumah

Tidak pernah. Hanya merasa kesal saja terutama saat pengasuh tidak adil Marah kepada

pengasuh

Tidak pernah. Hanya merasa kesal saja terutama saat pengasuh lebih berpihak ke anak-anak yang kecil

Tidak pernah. Hanya merasa kesal saja

Tidak pernah. Hanya merasa kesal saja terutama masalah kebersihan


(5)

DOKUMENTASI


(6)