c. Periklanan advertisement
Periklanan adalah kegiatan memasok penghasilan bagi perusahaan pers dengan jalan menjual kolom-kolom yang ada pada surat kabar atau majalah dalam
bentuk advertensi advertising. Iklan nerupakan sumber pendapatan sampingan selain menjual berita bagi perusahaan penerbitan pers. Jika dikelola dengan baik,
iklan dapat menjadi penghasilan utama yang sangat menunjang bagi bisnis media
massa cetak.
Dilihat dari bentuknya, iklan pada penerbitan surat kabar atau majalah dibagi menjadi 3 tiga bentuk, yaitu:
a. Iklan display
Iklan display memakai ukuran milimeterkolom. Ukuran ini pula yang menentukan harganya. Misalnya harga iklan Rp. 15.000,- per mmkolom.
Artinya harga tersebut adalah untuk ukuran tiap satu milimeter, dalam satu kolom. Cara menghitungnya, milimeter dihitung dari ujung bagian atas
iklan, kebagian bawah. Iklan display itu sendiri sebenarnya masih dibagi menjadi 3 tiga, yaitu: iklan display biasa, dispaly keluarga dan display
koloman.
b. Iklan baris
Iklan baris adalah iklan yang hanya terdiri dari baris huruf-huruf. Iklan baris bisa dalam beberapa bentuk, seperti ”iklan baris dengan huruf biasa”.
”iklan baris dengan huruf lebih besar”, ”iklan baris positif” atau ”iklan baris negatif dasar hitam tulisan putih”. Iklan baris jumlah kata-kata
yang diiklankan dibatasi barisnya dalam satu kolom. Misalnya minimal 4 baris, maksimal 8 atau 10 baris.
Universitas Sumatera Utara
c. Iklan pariwara
Pariwara, iklan yang berbentuk berita atau artikel. Itu sebabnya pariwara disebut juga sebagai advertorial. Istilah advertorial merupakan gabungan
dari kata advertensi dan editorial. Sedangkan bentuk iklan pariwara antara satu surat kabar dengan surat kabar lainnya berbeda. Ini ada kaitannya
dengan gaya penulisan berita pada masing-masing media cetak. Biasanya bentuk penyajian iklan pariwara ditentukan pada saat penawaran dari
masing-masing media cetak.
Universitas Sumatera Utara
II.3 Objektivitas Berita
Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staff redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian
pembaca entah karena ia luar biasa, entah karena penting atau akibatnya, entah pula karena mencakupi human interest, emosi, ketegangan Assegaf, 1991:24.
Berdasarkan definisi diatas, fokus dari berita adalah pada hasil penulisan. Ditegaskan berita yang merupakan fakta haruslah bersifat objektif, tidak ada
pencampuran antara fakta dan opini. Berbeda dengan Assegaf yang menjelaskan terdapat seleksi dalam penempatan berita, ini mengisyaratkan sepertinya terdapat
subjektivitas. Meskipun demikian berita-berita yang dihasilkan juga bersifat objektif. Subjektif hanya berlaku dalam penyeleksian berita yang berkaitan
dengan kebijaksanaan redaksional yang telah ditentukan. Tapi dalam penulisan berita prinsip objektivitas tetap dijunjung dan diterapkan.
Michael Bugeja Ishwara, 2005:41 objektivitas adalah melihat dunia seperti apa adanya, bukan bagaimana yang anda harapkan semestinya objektivity
is seeing the world as it is, not how you wish it were. Objektivitas memiliki fungsi yang tak boleh dianggap remeh, terutama
dalam kaitan kualitas informasi. Objektivitas mengandung sekian banyak pengertian, antara lain merupakan nilai sentral yang mendasari disiplin profesi
yang dituntut oleh para wartawan sendiri. Prinsip itu sangat dihargai dalam kebudayaan modern, termasuk berbagai bidang diluar bidang media massa,
terutama dalam kaitan rasionalitas ilmu pengetahuan dan birokrasi; mempunyai korelasi dengan indepedensi Mc Quail, 1996:128-130.
Universitas Sumatera Utara
Semakin banyak tipe media independent, semakin banyak pula dukungan terhadap prinsip pluralitas. Objektivitas sangat dihargai bilamana kondisi
pluralitas mengalami kemunduran, yaitu kondisi yang diwarnai makin menurunnya jumlah sumber dan kian meningkatnya uniformitas. Objektivitas
diperlukan untuk mempertahankan kredibilitas. Namun persoalan objektivitas itu sendiri bukan tanpa kontroversi.
Setidaknya ada dua pandangan dominan mengenai objektivitas ini. Salah satu perdebatan bermutu yang mewakili dua pandangan adalah perdebatan yang
melibatkan John C. Merril dan Everette E. Dennis Kupas, 2001:17. Merril berpendapat objektivitas jurnalisme itu omong kosong dan
mustahil. Hal ini karena semua kerja jurnalistik pada dasarnya adalah subjektif. Mulai dari pencarian berita, peliputan, penulisan, sampai editing berita. Nilai-nilai
subjektif wartawan ikut memberi pengaruh dalam semua proses kerja jurnalistik. Kenapa suatu peristiwa diliput, siapa yang diwawancara, apa yang ditanyakan,
kemana kecenderungan berita ditulis, bagian mana yang dihilangkan, bagian mana yang ditonjolkan-semua proses tersebut adalah pertimbangan subjektif, bukan
objektif. Karena itu peliputan dua sisi adalah mitos karena pada dasarnya wartawan bukan robot yang mengambil fakta berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan objektif. Sebaliknya, Everette E. Dennis mengatakan bahwa objektivitas jurnalisme
itu sesuatu yang mungkin, bukan mustahil. Karena semua proses kerja jurnalistik pada dasarnya dapat diukur dengan nilai-nilai objektif. Misalnya memisahkan
fakta dan opini, menghindari pandangan emosional dalam melihat peristiwa dan memberitakan prinsip keseimbangan dan keadilan, dan melihat peristiwa dari dua
Universitas Sumatera Utara
sisi. Dennis percaya objektivitas jurnalisme mungkin jikalau mengadopsi metode dan prosedur yang dapat membatasi subjektivitas wartawan atau editor.
Prosedur ini diterapkan baik pada tingkat peristiwa yang diliput ada pertimbangan objektif dan rasional mengapa meliput suatu peristiwa, mencari
data darimana saja data akan diambil sampai menulis kata-kata apa yang dipakai dan editing tulisan apa alasan menempatkan berita menjadi headline
dan sebagainya. Meskipun kedua ahli ini berbeda pandangan dalam hal objektivitas media, keduanya mempunyai pandangan yang sama dalam hal
standart jurnalisme. Pada akhirnya keberpihakan media tidak boleh melupakan standart baku jurnalisme – fairness, balance, dan cover both side.
Komponen-komponen objektivitas berita
Memang lebih mudah menyatakan secara tegas makna yang seharusnya dikandung oleh prinsip objektivitas. Berbagai komponen prinsip itu oleh J.
Westersthal, ahli ilmu pengetahuan Swedia, dalam skema di bawah ini Westersthal,1983
Skema tersebut diciptakan secara khusus untuk kepentingan penilaian kadar netralitas dan keseimbangan pemberitaan. Skema yang ditunjukkan pada
gambar, meyakini bahwa penyajian laporan atau berita secara objektivitas mencakup nilai-nilai dan fakta, fakta itu sendiri memiliki implikasi evaluatif
Mc.Quail, 1996:130.
Universitas Sumatera Utara
Gambar : komponen utama objektivitas berita menurut Westersthal, 1983
Kebenaran
Kefaktualan faktor informasi
Relevansi
Objektivitas Keseimbangan
Impartialitas
Netralitas
Dalam skema tersebut dapat dijelaskan bahwa:
Kefaktualan dikaitkan dengan dengan bentuk penyajian laporan tentang
peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa komentar.
Kefaktualan ditentukan oleh beberapa kriteria : 1.
Kebenaran yang merupakan suatu keutuhan laporan, ketepatan yang
ditopang oleh pertimbangan independen, dan tidak adanya keinginan untuk
Universitas Sumatera Utara
menyalaharahkan atau menekan. Semua itu menunjang kualitas informasi Mc Quail, 1996:130.
Kebenaran dalam penulisan jurnalistik dapat disamakan dengan fakta. Fakta adalah sesuatu seperti adanya, tidak ditambahi dan dikurangi
sehingga bersifat suci Wahyudi, 1996:2. Fakta dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Fakta sosiologis yang merupakan fakta yang dilihat wartawan
dilapangan sehingga berita dibuat berdasarkan dari pengamatan langsung di lapangan. Biasanya tulisan berita terdiri dari unsur-
unsur 5 W dan 1 H. b.
Fakta psikologis adalah berita yang bahan bakunya berupa
interpretasi subjektif pernyataanopini terhadap fakta kejadiangagasan,
2. Relevansi lebih sulit ditentukan dan dicapai secara objektif. Namun
demikian, pada dasarnya relevansi sama pentingnya dengan kebenaran dan berkenaan dengan proses seleksi, bukannya dengan bentuk atau penyajian.
Relevansi juga mengisyaratkan perlunya proses seleksi yang dilaksanakan menurut prinsip penggunaan yang jelas, demi kepentingan calon penerima
dan masyarakat Nondenstreng, 1974. Secara umum dapat dikatakan bahwa apa pun yang paling berkemungkinan untuk mempengaruhi
masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, dan sangat berguna untuk mereka ketahui, harus dipandang sebagai lebih
memiliki relevansi. Relevansi diiukur melalui standart jurnalistik, yaitu 1
Universitas Sumatera Utara
Timeless adalah kebaruan atau aktualitas. Suatu berita, pertama memiliki aktualitas termasa, untuk itu kejadiannya harus baru terjadi. 2
Proximity adalah jarak. Faktor jauh dekatnya suatu peristiwa dari pembaca juga mempengaruhi sebuah berita.
Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan reporter,
suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi personal dan subjektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Impartialitas dibagi menjadi dua
bagian, yaitu: a.
Keseimbangan Balance adalah laporan yang objektif termasuk
tidak memihak kepentingan kelompok tertentu. Sifat seimbang ini perlu dijaga agar berita tidak menyesatkan pembaca dan tidak
digugat oleh pihak yang merasa dirinya dirugikan. b.
Netralitas adalah tidak memihak pada satu pihak, tapi harus ada
pada kebenaran. Netralitas dapat dilihat dari terdapt tidaknya pencampuran fakta dan opini.
Dalam beberapa media tidak jarang wartawan memasukkan opini atau sudut pandangnya sendiri tentang suatu permasalahan. Persoalannnya kemudian
adalah emosional dapat menggusur objektivitas suatu berita. Seperti yang dikatakan Merril, objektivitas berita dapat dicapai melalui 3 cara. Pertama,
pemisahan fakta dan pendapat. Kedua, menyajikan pandangan terhadap berita tanpa disertai dimensi emosional. Ketiga, berusaha untuk jujur dan seimbang,
Universitas Sumatera Utara
memberikan kesempatan kepada seluruh pihak untuk menjawab dalam cara memberikan banyak informasi kepada khalayak Sudibyo, 2001:73.
Betapa pun sulitnya membayangkan sebuah berita dapat objektif terhadap semua pihak dan fakta-fakta yang ada, objektivitas tetap perlu dijadikan tolak
ukur utama dalam menilai sebuah berita. Menurut Entman, secara teoritik objektivitas membatasi wartawan untuk tidak melukiskan realitas menurut
kepentingannya sendiri, mencegah kalangan media mempengaruhi pikiran dan perilaku politik masyarakat. Dampak atau pengaruh setiap berita harus terlahir
dari fakta yang digambarkan, dan bukan dari jurnalis-jurnalis yang dimasukkan ke dalam penulisan berita.
Serangkaian prosedur harus dilakukan oleh wartawan agar apa yang ditulis dapat disebut sebagai objektif. Berbagai prosedur itu terinternalisasi dalam
pikiran dan dipraktikkan dalam praktik produksi berita wartawan. Tuchman menyebut paling tidak ada empat strategi dasar. Pertama, menampilkan semua
kemungkinan konflik yang muncul. Wartawan harusnya menampilkan fakta, tetapi fakta yang dimaksud kadang sukar ditemukan. Kadang-kadang apa yang
disebut fakta, bukan fakta tetapi apa yang orang katakan tentang fakta. Kedua, menampilkan fakta-fakta pendukung. Prosedur lain objektivitas yang dapat
dikenali dalam tulisan adalah ada fakta-fakta pendukung dalam tulisan. Fakta- fakta pendukung tersebut berfungsi sebagai argumentasi, apa yang disajikan
wartawan bukanlah khayalan dan opini pribadi wartawan. Ketiga, pemakaian kutipan pendapat. Prosedur standart lain adalah adanya pemakaian kutipan untuk
menyatakan bahwa apa yang disajikan benar-benar bukan pendapat wartawan dan pendapat pakar politik tertentu. Keempat, menyusun informasi dalam tata urutan
Universitas Sumatera Utara
tertentu. Bagian lain dari tulisan yang objektif adalah menyusun berbagai komentar, aneka informasi, beragam fakta ke dalam tata susunan berita tertentu
Eryanto, 2004:116.
Universitas Sumatera Utara
II.4 Content Analysis Analisis Isi