Objektivitas Pemberitaan Media Cetak (Studi Analisis Isi Objektivitas Pemberitaan Kandidat Calon Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada Kota Medan 2010 di Harian Analisa dan Harian Waspada)

(1)

Objektivitas Pemberitaan Media Cetak

(Studi Analisis Isi Objektivitas Pemberitaan Kandidat Calon

Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada Kota Medan 2010 di

Harian Analisa dan Harian Waspada)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata (S1)

Disusun Oleh :

WINA VAHLUVI

050904062

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Objektivitas Pemberitaan Media Cetak (Studi Analisis Isi Objektivitas Pemberitaan Kandidat Calon Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada Kota Medan 2010 di Harian Analisa dan Harian Waspada). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui objektivitas pemberitaan mengenai kandidat pasangan calon walikota dan wakil walikota Kota Medan pada masa kampanye di dua harian besar di Kota Medan, yaitu harian Analisa dan harian Waspada.

Objektivitas isi dilihat pada harian Analisa dan Waspada di ukur dengan beberapa variabel yaitu, kategori objektivitas berita berdasarkan faktualitas, yakni melihat dari sisi muatan isi berita yang terdiri dari kelengkapan elemen berita dan narasumber yang dimuat, yang terdiri dari kategori kebenaran yang meliputi fakta sosiologis (kelengkapan 5W dan 1H), fakta psikologis (narasumber), dan cek dan ricek. Kategori relevansi yang terdiri dari keaktualan isi berita. Selanjutnya katagori objektivitas berita berdasarkan impartialitas yang terdiri dari keseimbangan yaitu peliputan dua sisi (cover both side) dan netralitas yaitu pencampuran fakta dan opini.

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah berita kampanye pada tanggal 27 April sampai 8 Mei 2010, di dua harian yaitu Analisa dan Waspada, 45 item berita pada harian Analisa dan 50 item berita pada harian Waspada.

Penggunaan media massa dinilai memiliki andil yang sangat besar dalam

menghantarkan calon walikota dan wakil walikota dalam memenangkan pilkada. Karena hanya lewat media inilah khalayak dalan jumlah besar dapat diraih, surat kabar melalui fungsinya sebagai saluran informasi dapat menyebarluaskan pesan-pesan politik, yaitu berupa visi dan misi para calon sekaligus mengenalkan sosok calon tersebut kepada masyarakat dengan harapan target suara pada saat

pemilihan berlangsung.

Isi berita sebenarnya tidak lepas dari bagaimana orang-orang

media/wartawan memproduksi berita. Pada dasarnya isi berita adalah produk dari proses bagaimana wartawan mempresentasikan sesuatu dari hasil temuan di lapangan dan interaksi dengan sumber berita. Kemudian dalam penyajiannya, terdapat pertimbangan faktor seleksi dan penonjolan isi berita mana yang layak ditampilkan.


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirrabbil’alamin. Puji dan syukur atas rahmat Allah swt. Tiada daya upaya selain dariNya yang begitu banyak memberikan rahmat dan pertolongan kepada penulis untuk menunaikan salah satu syari’atNya, serta shalawat beserta salam kepada Rasulullah saw, sebagai seorang junjungan yang memberikan nilai-nilai mulia pada umatnya. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Gunawan dan Ibunda Ramlah Nasution, tiada kata-kata yang mampu menggambarkan ungkapan terima kasih penulis.

Penulisan skripsi ini berjudul Objektivitas Pemberitaan Media Cetak (Studi Analisis Isi Objektivitas Pemberitaan Kandidat Calon Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada Kota Medan 2010 di Harian Analisa dan Harian Waspada), merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak bantuan dari berbagai pihak, baik dorongan moril maupun materil, yang membantu penulis untuk menambah wawasan berfikir dan semangat untuk mengerjakan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tinggi nya kepada;

1. Bapak Prof. Dr. Baddaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU


(4)

4. Bapak Drs. Hendra Harahap, MSi, selaku dosen pembimbing

5. Seluruh dosen pengajar Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU yang telah memberikan bekal ilmu selama mengikuti perkuliahan

6. Seluruh keluarga penulis, adik-adik, Vinanda Lestari dan Nuri Pertiwi. Almarhum adikku tercinta, Hendi Septian Tri Putra (terima kasih untuk 19 tahun kebersamaan kita)

7. Seluruh sahabat, teman, komunitas, atau apapun namanya. Terimakasih karena saya di pilih Allah swt, menjadi bagian dari kalian. Juga menjadikan kalian bagian dari saya.

8. Harian Analisa dan Harian Waspada,

9. Seluruh Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi angkatan 2005

Akhir kata peneliti memanjatkan doa dan syukur kehadirat Allah swt atas segala kekuatan dan kemudahan yang telah diberikan, dan peneliti berharap penelitian ini bermanfaat bagi seluruh pembaca. Amin yaa rabbal ‘alamin.

Penulis WINA VAHLUVI


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang Masalah... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 5

I.3. Pembatasan Masalah ... 5

I.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 6

I.4.1. Tujuan penelitian ... 6

I.4.2. Manfaat Penelitan ... 6

I.5. Kerangka Teori ... 6

I.6. Kerangka Konsep ... 12

BAB II URAIAN TEORITIS... 18

II.1. Pendekatan-pendekatan Mengenai Isi Media ... 18

II.2. Kategori/ Jenis-jenis Isi Surat Kabar ... 26

II.3. Objektivitas Berita ... 41

II.4. Content Analysis (Analisis Isi) ... 49

II.5. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 58

III.1. Metode Penelitian ... 58

III.2. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60

III.2.1. Surat Kabar Harian Analisa ... 60

III.2.2. Surat Kabar Harian Waspada ... 63

III.3. Populasi dan Sampels ... 66

III.4. Operasionalisasi Konsep/Variabel Penelitian ... 70

III.4.1. Operasionalisasi Konsep ... 70

III.4.2. Operasionaloisasi Variabel ... 71

III.5. Metode Pengumpulan Data... 75

III.6. Teknik Analisis Data dan Validitas Hasil Penelitian ... 77

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PEMBAHASAN ... 59

IV.1. Gambaran Umum Isi Berita “Kampanye Pilkada Medan 2010” ... 61

IV.1.1. Jumlah Berita ... 61

IV.1.2. Narasumber dalam Pemberitaan “Kampanye Pilkada Kota Medan 2010” ... 61

IV.2. Objektivitas Pemberitaan “Kampanye Pilkada Kota Medan 2010” ... 63

IV.2.1. Faktualitas ... 63

IV.2.1.1. Kebenaran ... 63

IV.2.1.2. Relevansi ... 77

IV.2.2. Impartialitas ... 77

IV.2.2.1. Keseimbangan ... 77

IV.3. Objektivitas Pemberitaan Harian Analisa dan Harian Waspada Mengenai “Kampanye Pilkada Medan 2010” ... 86


(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

V.1. Kesimpulan... 90 V.2. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Fakta Sosiologis (Kelengkapan unsur 5W dan 1H) pada harian Analisa ... 64

Tabel 4.2 : Unsur berita yang tidak lengkap unsur 5W dan 1H, pada harian Analisa ... 64

Tabel 4.3 : Fakta Sosiologis (Kelengkapan unsur 5W dan 1H) pada harian Waspada ... 66

Tabel 4.4 : Unsur berita yang tidak lengkap unsur 5W dan 1H, pada harian Waspada ... 67

Tabel 4.5 : Fakta Psikologis (Narasumber) di harian Analisa ... 68

Tabel 4.6 : Fakta Psikologis (Narasumber) di harian Waspada ... 70

Tabel 4.7 : Cek dan ricek berita harian Analisa ... 72

Tabel 4.8 : Cek dan ricek berita harian Waspada ... 73

Tabel 4.9 : Keaktualan berita harian Analisa ... 74

Tabel 4.10 : Keaktualan berita harian Waspada ... 75

Tabel 4.11 : Keseimbangan/ peliputan dua sisi berita harian Analisa ... 77

Tabel 4.12 : Keseimbangan/ peliputan dua sisi berita harian Waspada ... 79

Tabel 4.13 : Netralitas berita di harian Analisa ... 80

Tabel 4.14 : Netralitas berita di harian Waspada... 81

Tabel 4.15 : Ukuran centimeter kolom berita kampanye pada harian Analisa dilihat dari pasangan calon walikota dan wakil walikota ... 82

Tabel 4.16 : Ukuran centimeter kolom berita kampanye pada harian Waspada dilihat dari pasangan calon walikota dan wakil walikota ... 84


(8)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul Objektivitas Pemberitaan Media Cetak (Studi Analisis Isi Objektivitas Pemberitaan Kandidat Calon Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada Kota Medan 2010 di Harian Analisa dan Harian Waspada). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui objektivitas pemberitaan mengenai kandidat pasangan calon walikota dan wakil walikota Kota Medan pada masa kampanye di dua harian besar di Kota Medan, yaitu harian Analisa dan harian Waspada.

Objektivitas isi dilihat pada harian Analisa dan Waspada di ukur dengan beberapa variabel yaitu, kategori objektivitas berita berdasarkan faktualitas, yakni melihat dari sisi muatan isi berita yang terdiri dari kelengkapan elemen berita dan narasumber yang dimuat, yang terdiri dari kategori kebenaran yang meliputi fakta sosiologis (kelengkapan 5W dan 1H), fakta psikologis (narasumber), dan cek dan ricek. Kategori relevansi yang terdiri dari keaktualan isi berita. Selanjutnya katagori objektivitas berita berdasarkan impartialitas yang terdiri dari keseimbangan yaitu peliputan dua sisi (cover both side) dan netralitas yaitu pencampuran fakta dan opini.

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah berita kampanye pada tanggal 27 April sampai 8 Mei 2010, di dua harian yaitu Analisa dan Waspada, 45 item berita pada harian Analisa dan 50 item berita pada harian Waspada.

Penggunaan media massa dinilai memiliki andil yang sangat besar dalam

menghantarkan calon walikota dan wakil walikota dalam memenangkan pilkada. Karena hanya lewat media inilah khalayak dalan jumlah besar dapat diraih, surat kabar melalui fungsinya sebagai saluran informasi dapat menyebarluaskan pesan-pesan politik, yaitu berupa visi dan misi para calon sekaligus mengenalkan sosok calon tersebut kepada masyarakat dengan harapan target suara pada saat

pemilihan berlangsung.

Isi berita sebenarnya tidak lepas dari bagaimana orang-orang

media/wartawan memproduksi berita. Pada dasarnya isi berita adalah produk dari proses bagaimana wartawan mempresentasikan sesuatu dari hasil temuan di lapangan dan interaksi dengan sumber berita. Kemudian dalam penyajiannya, terdapat pertimbangan faktor seleksi dan penonjolan isi berita mana yang layak ditampilkan.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini manusia sangat membutuhkan informasi, dari kebutuhan tersebut terdapat berbagai macam dan ragam kebutuhan manusia akan informasi tersebut. Mulai dari media cetak sampai media elektronik. Karena itu tidak salah jika dikatakan bahwa siapa yang menguasai informasi, maka ia akan menguasai dunia. Banyak media yang diterbitkan serta menyajikan berita dan peristiwa yang memang benar-benar dibutuhkan masyarakat. Dengan banyak media yang bermunculan maka masyarakat lebih selektif dalam memilih media mana yang akan mereka konsumsi, dan sangat tidak terlepas dari berita apa yang disajikan media tersebut.

Perkembangan segala bentuk realitas informasi yang disampaikan media, semakin tahun semakin menunujukkan bahwa media mempunyai andil yang cukup besar untuk membentuk opini publik bahkan hingga tahap perubahan prilaku. Ini cukup menjadi bukti bahwasannya manusia merupakan makhluk yang haus akan segala bentuk informasi yang disajikan oleh media, tanpa terlebih dulu menyaring apakah sebenarnya manfaat dari penyajian informasi tersebut.

Media cetak dianggap media yang mampu mendokumentasikan suatu peritiwa dan sifatnya tidak baku. Artinya kapan saja orang masih bisa membacanya karena tak hanya memuat narasi, media cetak juga memuat gambar berupa foto untuk memperkuat suatu berita.


(10)

Media massa dalam kehidupan politik di alam modern memiliki posisi dan peranan yang sangat vital. Media bukan saja sebagai informasi politik, melainkan juga kerap menjadi faktor pendorong terjadinya perubahan politik. Realitas demikian tampak jelas ketika terjadi pemilihan kepala daerah (dalam hal ini Walikota dan Wakil Walikota Medan). Salah satu berita yang diliput untuk diberitakan adalah mengenai berita yang berhubungan dengan kegiatan kampanye calon Walikota dan Wakil Walikota yang maju sebagai kandidat. Hal tersebut dilihat dari banyaknya informasi yang diberitakan pada berbagai media massa (televsi, radio, internet, dan surat kabar). Ada banyak peristiwa politik yang cukup menarik perhatian masyarakat, dan cara untuk mengetahui peristiwa-peristiwa adalah dari media massa itu sendiri.

Media massa memiliki kekuatan untuk membentuk budaya dan wacana politik. Sebagai salah satu pilar penting dalam demokrasi, strategi pemberitaan media massa ikut menentukan proses kampanye sebagai kekuatan politik untuk merebut hati rakyat.

Sebuah berita tidak mungkin objektif dan tidak mungkin bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu. (Meadow,1980) Sebuah berita tidak mungkin menyajikan seluruh fakta sosial dalam halaman surat kabar yang terbatas dan terdapat proses seleksi terhadap fakta-fakta yang disajikan. Tidak semua peristiwa layak dijadikan berita. Dan berita politik memang dapat menjangkau segmen pembaca dari berbagai lapisan.

Dikatakan demikian, karena ada dua faktor yang menyebabkannya.

Pertama, saat ini politik berada di era mediasi (politics in the age of mediation),


(11)

media massa. Yang terjadi malah para tokoh politik senantiasa berusaha menarik perhatian wartawan agar kegiatan politiknya mendapat liputan dari media massa.

Kedua, peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor

politik lazimnya selalu mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa politik itu bersifat rutin belaka, seperti rapat partai atau pertemuan seorang tokoh politik dengan para pendukungnya.(Ibnu Hamad, 2004:1).

Saat ini tak lama lagi akan berlangsung pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan untuk periode 2010-2015 pada Juni 2010. Tetapi pemberitaan mengenai calon-calon kandidatnya sudah beredar luas di masyarakat kota Medan. Bahkan, papan-papan spanduk dan poster-poster calon kandidat sudah banyak beredar di sepanjang jalan kota Medan. Sejumlah nama pasangan calon yang disebut-sebut akan meramaikan Pilkadasung Walikota Medan dan Wakil Walikota Medan 2010, yakni Indra Sakti Harahap-Delyuzar, Maulana Pohan-Ahmad Arif, Sigit-Nurlisa, Rahudman-Eldin, Bahdin-Kasim Siyo, Sjahrial-Yahya, Ajib Shah-Binsar Situmorang, Sofyan Tan-Nelly Armayanti, Joko Susilo-Amir Mirza, dan HM Arif-Supratikno.

Peristiwa politik sangat menarik perhatian masyarakat. Namun pada kenyataannya, tidak semua surat kabar memuat berita atau kampanye politik secara profesional. Ini terlihat dengan adanya berita yang tidak memuat fakta-fakta yang lengkap dan juga tidak berimbang dalam liputan pemberitaan.

Pada prinsipnya, sebuah media dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya dituntut untuk bersikap fair dan akurat. Pada berita atau artikel, unsur untuk menarik perhatian khalayak ramai adalah judul berita (headline).(Kusumaningrat, 2006)


(12)

Disini penyusunan kata-kata yang komunikatif sangat berperan. Judul berita tersebut akan bersifat komunikatif apabila kalimatnya sederhana, menarik, tanpa kata-kata yang pleonastic atau mubazir dan tercetak dengan huruf yang menonjol.

Suatu kewajiban moral bagi para penanggung jawab media di berbagai wilayah untuk menjadikan netralitas, sikap independen terhadap kontestan politik, sebagai suatu keutamaan yang harus terus diperjuangkan. Pengutamaan salah satu kandidat politik – apa pun dasarnya (kesamaan suku, agama, ras, tingkat ekonomi, dan lain-lain)-daripada yang lain adalalah mengingkari tugas dasar media untuk tampil sebagai pewarta informasi yang tak memihak siapapun. Dengan kata lain, media massa harus bersifat objektif, bukan subjektif.

Sekali tugas ini dilanggar, dan media jatuh dalam favoritisme terhadap salah satu kandidat, media itu telah mudah dituding sebagai pengikut salah satu kandidat dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat atas liputan-liputannya. Dengan kata lain, pers justru ikut dalam proses membodohi masyarakat dengan keberpihakannya tersebut.

Oleh karena itu, pada umumnya surat kabar sangat berperan dalam pelaksanaan politik, dan pada khususnya kandidat calon-calon untuk pemilihan walikota itu sendiri. Liputan berita calon walikota yang diberitakan di harian Waspada dan Analisa itu menarik perhatian penulis didasari atas keingintahuan bagaimana sebenarnya liputan berita calon walikota Medan pada pemilihan walikota Kota Medan tahun 2010 dilihat dari perspektif isi pemberitaan pada Harian Waspada dan Analisa. Jelaslah bahwa surat kabar telah banyak digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Untuk itu penulis dalam hal ini


(13)

memfokuskan penelitian pada Harian Waspada dan Analisa, sebagai dua media yang berpengaruh di Kota Medan. Peneliti ingin melihat apakah ada keberpihakan kedua harian tersebut terhadap para kandidat calon walikota. Peneliti beranggapan bahwa kedua harian ini dapat mewakili harian lokal lainnya di Kota Medan.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dalam penelitian ini penulis ingin mengkaji bagaimana muatan isi berita kandidat calon walikota pada pemilihan walikota Kota Medan tahun 2010 ini di Harian Waspada dan Analisa, dengan judul : “Analisis Isi Objektivitas Pemberitaan Kandidat Calon Walikota dan

Wakil Walikota di Pilkada Kota Medan 2010 di Harian Analisa dan Harian Waspada.”

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah objektivitas isi pemberitaan Kandidat Calon

Walikota dan Wakil Walikota di Pilkada Kota Medan 2010 di Harian Analisa dan Harian Waspada.”

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar penelitian lebih fokus, maka perlu dibuat pembatasan permasalahan sebagai berikut :


(14)

2. Penelitian hanya dilakukan pada jenis berita straight news yang memuat tentang pemberitaan pada masa Kampanye Kandidat Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan, mulai tanggal 27 April-8 Mei 2010.

3. Berita yang diteliti adalah pada isi berita, dan menghitung panjang sentimeter kolom berita.

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian - Tujuan Penelittian.

1. Untuk mengetahui objektivitas pemberitaan Kandidat Calon Walikota dan Wakil Walikota di Pilkada Kota Medan 2010 pada Harian Waspada dan Harian Analisa.

2. Untuk mengetahui kecenderungan keberpihakan berita, bila berita dapat dinyatakan tidak objektif.

- Manfaat Penelitian

1. Menguji pengalaman teoritis penulis selama mengikuti studi di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU terutama dalam bidang Jurnalistik.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbang pikir penulis dalam melengkapi perbendaharaan penelitian mengenai analisis media.

3. Secara praktis, diharapkan penelitian ini menjadi suatu referensi bagi pengolaan berita kampanye di kedua harian tersebut.

I.5 Kerangka Teori

Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsure yang paling besar peranannya dalam penelitian ialah (Singarimbun, 1995:37)


(15)

Mengungkap teori yang digunakan berarti mengemukakan teori-teori yang relevan yang memang benar-benar digunakan untuk membantu menjelaskan atau menganalisis secara logis dan rasional fenomena social yang diteliti. Sebuah penelitian kualitatif memerlukan suatu teori dalam memahami dan menjelskan terjadinya fenomena social yang diteliti (Hamidi, 2005: 50)

Teori yang dianggap relevan untuk membantu penelitian ini adalah : pendekatan-pendekatan mengenai isi media, kategori/jenis-jenis isi surat kabar,objektifitas berita, dan pemilu.

I.5.1 Pendekatan-pendekatan mengenai isi media

Dalam proses menetukan pembentukan berita (newsroom), newsroom dalam penelitian ini dianggap sebagai ruang hampa, yang bersikap netral dan seolah hanyalah sekedar media yang menyalurkan informasi semati. Informasi yang dimuat benar-benar bersifat pasti, artinya tidak kurang dan tidak pula berlebih. Proses pembentukan berita, sebaiknya adalah proses yang rumit dan memiliki banyak factor yang berpotensi untuk mempengaruhi.

Pada dasarnya apa yang disajikan media adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Pamela J.Soemaker dan Stephen D.Reese, meringkas berbagai factor yang beragam kebijakan redaksi, yaitu meliputi sebagai berikut :

1. Faktor Individu

Faktor ini berhubungan dengan latar belakang professional dari pengelola media, level individual melihat bagaimana pengaruhnya aspek-aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. Latar belakang individual seperti: jenis kelamin, umur atau usia.


(16)

2. Level Rutinitas Media (Media Routine)

Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan kita. Sebagai mekanisme yang menjelaskan bagaimana berita diproduksi, rutinitas media karenanya mempengaruhi bagaimana wujud akhir sebuah berita.

3. Level Organisasi

Berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bkan orang tunggak yang ada dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanyalah sebagian kecil daro organisasi media itu sendiri.

4. Level Ekstra Media

Berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada diluar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasusu mempengaruhi pemberitan media. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan diluar media yaitu sumber berita dan berita sumber penghasilan media.

5. Level Ideologi

Ideology disini diartikan sebagai kerangaka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu utnuk melihat realitas bagaimana mereka menghadapinya ini merupakan tataran yang secara lebih luas. Di sisni dengan mudah kita dapat mendeteksi pers mengikuti gagasan (ideology) dominan yang sedang berjalan atau diberlakukan oleh negara atau masyarakat atau berdasarkan arutan ideology sendiri, agama misalnya.


(17)

I.5.2 Komunikasi dan Komunikasi Massa.

Tentunya banyak sekali defenisi dari komunikasi. Karena pada hakikatnya manusia yang hidup dimuka bumi ini pastilah melakukan komunikasi untuk menyampaikan tujuan ataupun pesannya kepada si penerima pesan. Percaya atau tidak sebenarnya kita mulai berkomunikasi ketika bangun tidur hingga ketika jam tidur kembali, itu artinya 70% dari waktu kita untuk berkomunikasi. Sejak jaman Romawi sampai abad 21 sekarang ini terdapat definisi yang berbeda satu dengan yang lain, hal ini disebabkan latar belakang dan sudut pandang para ahli yang berbeda-beda

Awalnya komunikasi hanya dianggap sebagai suatu proses pernyataan antar manusia yang dinyatakan dalam bentuk pikiran atau perasaan dengan menggunakan bahsa sebagao penyalur. Bahasa yang dimaksud disini adalah pesan (message) yang disampaikan oleh seorang pembicara (komunikator) kepada si penerima (komunikan). Pesan sebenarnya terbagi atas dua aspek yaitu isi pesan ( the content of message), dan kedua lambing pesan (symbol). Kongkret nya isi pesan itu adalah pikiran atau persaan, sedangkan lambangnya adalah bahasa.(Effendy 2003:28).

Menurut Harold Laswell (Effedy 1993:10) untuk menjelaskan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan “Who Says What in Which Channel to

Whom with What Effect?”. Pertanyaan ini menunjukkan bahwa komunikasi

terdiri atas 5 unsur yaitu :

a. Komunikator (Source, Sender, Communicator) b. Pesan (Message)


(18)

d. Komunikan (Receiver, Communicant) e. Efek (Effect)

Sedangkan menurut Menurut Carl. I Hovland, komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain, dimana seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat, atau perilaku orang lain apabila komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi yang komunikatif (Effendy, 1998 : 13).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian atau pengiriman sesuatu dapat berupa lambang atau simbol dalam bentuk informasi, atau dengan kata lain komunikasi itu dapat dilakukan dengan menggunakan media atau tanpa media. Media yang digunakan secara umum dibagi dua yaitu menjadi media cetak dan media elektronik. Penggunaan media dalam komunikasi sebagai proses dalam penyampaian pesan kepada khalayak disebut dengan komunikasi massa.

Seiring dengan pertumbuhan manusia yang tidak terlepas dari kebutuhan akan informasi, komunikasi massa menempati urutan yang sangat penting dan tidak dapat diabaikan begitu saja., secara sederhana komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa. Komunikasi massa ini timbul akibat dari komunikasi interpersonal yang pada umumnya dilakukan dalam bentuk tatap muka yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang kian membeludak. Pengiriman pesan yang biasanya dilakukan dalam bentuk interpersonal tidak dapat menjangkau khalayak dalam jumlah besar dan dalam waktu yang cepat. Untuk itu diperlukan media sebagai jembatan bagi khalayak, artinya pesan yang disampaikan melaui suatu media dapat diterima banyak orang


(19)

dan dalam waktu yang singkat pula, kegiatan semacam ini disebut dengan komunikasi massa.

Freidshow (dalam Rachmad 1993 : 188) komunikasi massa dibedakan dari jenis komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok dan bukan hanya satu dari beberapa individu atau sebagian khusus dari populasi.

Menurut Devito dalam bukunya “Communicatian : An Introduction To

The Study Of Communication” komunikasi massa adalah komunikasi yang

ditujukan kepada massa, kepada khalayak, yang luar biasa banyaknya. Sedangkan bentuknya yaitu ; televisi, radio, surat kabar, majalah, film, dan buku (dalam Effendy 1990 :21)

Jadi komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa yang ditujukan kepada khalayak besar dan heterogen. Oleh karena itu sifat dari komponen yang dimiliki komunikasi massa itu memiliki ciri khas sebagai berikut:

A. Komunikasi massa berlangsung satu arah, yang memungkinkan tidak terdapatnya arus balik dari komunikan kepada komunikator secara langsung.

B. Komunikator pada komuniaksi massa bersifat melembaga (bersifat organisasi)

C. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum, karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum, jadi tidak ditujukan kepada seseorang atau sekelompok orang tertentu.


(20)

D. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan, ciri ini merupakan kemampuan komunikasi massa untuk menumbuhkan pada pihak khalayak dalam menerima pesan yang disebarkan.

E. Komunikasi bersifat heterogen, dan sebagai bentuk komunikasi yang berfungsi untuk menyampaikan informasi, mendidik, menghibur, dan melakukan sosial kontrol (Effendy 1990 : 22)

I.5.3 Kategori/Jenis-jenis Isi Surat Kabar

Istilah pers berasal dari istilah asing, namun diterima sebagai istilah bahasa Indonesia. Aslinya penulisan Press, yang berarti “percetakan” atatu “mesin cetak”. Mesin cetak inilah rupanya yang memungkinkan terbitnya surat kabar, sehingga orang mengatakan pers itu untuk maksud persuratkabaran. Dari gambaran tersebut dapat dipahami adanya dua pengertian umum dari pers. Pertama, secara semit pers dimaksudkan sebagai persuratkabaran. Kedua, secara umum, pers adalh sarana yang menyiarkan prodik jurnalistik. Pada zaman modern sekarang ini jurnalistik tidak hanya mengelola berita, tetapi juga aspek-aspek lain untuk isi surat kabar atau majalah. Dan defenisi pers tidak hanya terbatas pada media ceta, namuan juga media massa jurnalistik.

Menurut UU Pers No. 40 tahun 1999 pasal 1 ayat 1 diebrikan definisi pers sebagai: “Lembaga social dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliput, mencari, memperoleh, memiliki, meyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam betuk tulisan, suara, gambar suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dalam


(21)

menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.”

Pada dasarnya, produk jurnalistik atau isi surat kabar terdiri atas beberapa bagian, pertama adalah penyajian berita sebagai produk utama yang disajikan kepada pembacanya. Dengan penyajian berita, masyarakat akan tahu segala perubahan yang terjadi dan itu sangat mereka butuhkan. Dari penyajian berita inilah komsumen pers akan memperoleh banyak informasi yang dapat menambah wawasan serta mencerdaskan pemikirannya.

Bagian kedua adalah pandangan atau pendapat. Dalam istilah jurnalistik, pandangan atau pendapat ini disebut opini (opinion). Perusahaan penerbit pers, perlu menyajikan pendapat atau pandangan, baik opini masyarakat (public

opinion), maupun opini redaksi (desk opinion). Opini adalah sarana bagi

masyarakat untuk menyampaikan ide, gagasan, kritik, dan saran kepada system kehidupan bermasyarakat yang merupakan control bagi pelaksanaan pemerintahan.

Bagian ketiga adalah periklanan. Isi dari periklanan ini merupakan tempat perusahan penerbitan pers untuk menggali keuntungan. Dengan iklan dimmungkinkan perusahaan surat kabar mendapatkan penghasilan tambahan, selain itu dari menjual berita melalui langganan dan eceran. Bahkan manajemen penerbitan per situ bagus, iklan merupakan penghasilan utama bagi usahanya.

Secara keseluruhan pers khususnya surat kabar bisa dilihat sebagai berikut :

1. Pemberitaan (News getter)


(22)

b. Berita Langsung (Straight news)

c. Penggalian Berita (Investigasitive news) d. Pengemabangan Berita (Depth news) e. Feature (Human interest news) 2. Pandangan atau pendapat (opinion)

a. Pendapat masyarakat (Public opinion)

 Komentar

 Artikel

 Surat Pembaca

b. Opini penerbit (Press opinion)

 Tajuk Rencana

 Pojok Karikatur c. Periklanan

 Iklan Dislay

 Iklan Baris

 Iklan Pariwara (advetorial)

I.5.4 Objektivitas Berita

Prinsip objektivitas memiliki yang tidak boleh dianggap remeh, terutama dalam kaitannya dengan kualitas informasi. Objektivitas adalah prinsip yang acapkali hyanya dihubungakan dengan isi.

Objektivitas dihubungkan dengan surat kabar khususnya isi berita adalah melaporkan keadaan senyatanya dan apa adnaya tanpa dipengaruhi pendapat dan


(23)

analisis lepas dariras perseorangan, tidak memihak, tidak miring sebelah, hanya berhubungan dengan objeknya (Junaidi, 1991: 182)

Michael Bugeja (Ishwara, 2005: 41) memandang objektivitas yaitu melihat dunia seperti apa adanya, bukan bagaiman yang seperi diharapkan semestinta (objectivity is seeing the world it is, not how you wish it were).

Objketivitas dalam pengertian sempit yaitu hanya melaporkan apa yang penting untuk dikatakan dan dilakukan dan kurang menghiraukan tentang sebab musababnya. Bahkan ada yang berpendapat bahwa demi objektifitas, tidak perlu untuk memberi suatu penjelasan terhadap suatu masalah dan membiarkan pembaca untuk memecahkannya sendiri. Salah satu defenisi reportase objektif adalah wartawan bertindak sebagai penonton dari berita dalam mengumpulkan dan menyajikan fakta. Wartawan tidak terlibat dalam berita, artinya disini wartawan hanya sebagai pangamat yang netral.

Berbagai komponen utama objektivitas berita yang ditampilkan oleh J.Westersrhal, komponene tersebut diciptakan secara khusus untuk kepentingan penilaian kadar netralisai dan keseimbangan pemberitaan. Penyajian laporan atau berita secar objektifitas mencakup nilai-nilai dan fakta, dimana fakta tersebut memiliki implikasi evaluatif (Mc.Quil,1987: 130).

Adapun komponen utama objektifitas berita (menurut Westerthal, 1983), meliputi:

1. kefaktualan , yang terdiri atas : - Kebenaran

- Relevansi


(24)

- Kesinambungan - Netralitas

I.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang akan dicapai serta perumusan kerangka konsep merupakan bahan yang akan menuntun dalam merumuskan hipotesis penelitian (Nawawi, 2001:40).

Dalam penelitian ini, kerangka konsep yang akan dirumuskan terdiri dari kategorisasi objektivitas berita yang meliputi:

1. Kategori objektivitas berita berdasarkan faktualitas

Kategori ini melihat dari sisi muatan isi berita yang terdiri dari kelengkapan elemen berita dan narasumber. Berdasarkan ini yang diteliti yaitu:

a. Kebenaran, yang terdiri dari:

 Fakta sosiologis (Kelengkapan 5W + 1 H)

 Fakta Psikologis (Narasumber)

 Cek dan ricek b. Relevansi

 Keaktualan

2. Kategori berita berdasarkan impartialitas

Kategorisasi ini melihat objektivitas berita dari sikap wartawan terhadap suatu berita yang tertuang dalam bentuk tulisan. Berdasarkan yang diteliti adalah:


(25)

a. Keseimbangan, yang meliputi:

Peliputan dua sisi (cover both side) b. Netralitas


(26)

BAB II

URAIAN TEORITIS

Media massa cetak merupakan salah satu media penyampai informasi yang kini menyebar hampir di seluruh penjuru Indonesia bahkan dunia. Surat kabar misalnya, informasi yang terdapat dalam surat kabar sifatnya tetap dan dapat dibaca berulang-ulang. Hal ini tentu berbeda dengan informasi yang disajikan di media elektronik seperti radio dan televisi yang terikat dengan waktu. Informasi tersebut nyatanya hanya dapat dinikmati beberapa saat dan tidak diperoleh kembali dalam jangka waktu yang lama. Seiring dengan pertumbuhan manusia yang tidak terlepas dari kebutuhan akan informasi, komunikasi massa menempati urutan yang sangat penting dan tidak dapat diabaikan begitu saja. Secara sederhana komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa.

Komunikasi massa ini timbul akibat dari komunikasi interpersonal yang pada umumnya dilakukan dalam bentuk tatap muka yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang kian membeludak. Pengiriman pesan yang biasanya dilakukan dalam bentuk interpersonal tidak dapat menjangkau khalayak dalam jumlah besar dan dalam waktu yang cepat. Untuk itu diperlukan media sebagai jembatan bagi khalayak, artinya pesan yang disampaikan melaui suatu media dapat diterima banyak orang dan dalam waktu yang singkat pula, kegiatan semacam ini disebut dengan komunikasi massa.


(27)

II.1 Pendekatan-pendekatan Mengenai Isi Media

Dalam studi media, ada tiga pendekatan untuk menjelaskan isi media.

Pertama, pendekatan politik-ekonomi (the political-economy approach).

Pendekatan ini, berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media. Faktor seperti pemilik media, modal, dan pendapatan media dianggap lebih menentukan bagaimana wujud isi media. Faktor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, serta kearah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media hendak diarahkan.

Kedua, pendekatan organisasi (organizational approaches). Pendekatan

ini melihat pengelola media sebagai pihak yang aktif dalam proses pembentukan dan produksi berita. Berita dilihat sebagai hasil dari mekanisme yang ada dalam ruang redaksi. Praktik kerja, profesionalisme, dan tata aturan yang ada dalam ruang organisasi adalah unsur-unsur dinamik yang mempengaruhi pemberitaan.

Ketiga, pendekatan kulturalis (culturalist approach). Pendekatan ini

merupakan gabungan antara pendekatan ekonomi politik dan pendekatan organisasi. Proses produksi berita di sini dilihat sebagai mekanisme yang rumit yang melibatkan faktor internal media (rutinitas organisasi media) sekaligus juga faktor eksternal diluar media. Mekanisme yang rumit itu ditunjukkan dengan bagaimana perdebatan yang terjadi dalam ruang pemberitaan. Media pada dasarnya mempunyai mekanisme untuk menentukan pola dan aturan organisasi, tetapi berbagai pola yang dipakai untuk memaknai peristiwa tersebut tidak dapat dilepaskan dari kekuatan-kekuatan ekonomi politik di luar media (Sudibyo, 2001:2-4).


(28)

Isi media mencerminkan realitas sosial dengan dengan sedikit atau tidak ada penyimpangan. Penelitian isi media dengan pendekatan mirror mengasumsikan bahwa apa yang didistribusikan oleh media massa adalah refleksi dari kekuatan realitas sosial kepada khalayaknya. Seperti pada saat kamera meliput peristiwa-peristiwa di dunia. Efek null sama dengan meyakinkan bahwa isi media merefleksikan realitas, tapi itu kelihatan realitas sebagai hasil perpaduan antara informasi yang ditawarkan untuk media dan siapa yang membelinya; ini memiliki kekuatan satu sama lain dan menghasilkan sebuah rangkaian periatiwa yang objektif (Shoemaker, 1996:6).

Pada dasarnya, apa yang disajikan media adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Pamela J.Soemaker dan Stephen D. Reese, meringkas berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan (Sudibyo, 2001:7-13).

Pertama, Faktor Individual

Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media. Level individual melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khlayak. Latar belakang individu seperti jenis kelamin, umur, atau agama, sedikit banyak mempengaruhi apa yang ditampilkan media. Mengapa media tertentu cenderung memarjinalkan wanita atau mengapa agama islam di Maluku digambarkan secara buruk oleh media tertentu? Kalau pendekatan individual yang diambil, penjelasannya adalah karena aspek personalitas dari wartawan yang akan mempengaruhi pemberitaan.


(29)

Selain personalitas, level individu juga berhubungan dengan segi profesionalisme dari pengelola media. Latar belakang pendidikan atau kecenderungan orientasi pada partai politik sedikit banyak bisa mempengaruhi pemberitaan media. Wartawan yang mempunyai orientasi politik tertentu, akan memberitakan secara berbeda terhadap partai politik yang kebetulan menjadi idolanya.

Kedua, Level Rutinitas Media (media routine)

Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung setiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk. Ketika ada sebuah peristiwa penting yang harus diliput, bagaimana bentuk pendelegasian tugasnya, melalui proses dan tangan siapa saja sebuah tulisan sebelum sampai ke proses cetak, siapa penulisnya, siapa editornya, dan seterusnya. Sebagai mekanisme yang menjelaskan bagaimana berita diproduksi, rutinitas media mempengaruhi wujud akhir sebuah berita.

Dalam hal ini media massa memiliki standard operasional prosedur (SOP) dalam mencari dan menemukan berita. Kemampuan media di dalam rutinitas media juga dipengaruhi oleh :

- SDM - Materi


(30)

- Perlengkapan

Ketiga, Level Organisasi.

Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang yang tunggal yang ada dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanya bagian kecil dari organisasi media itu sendiri. Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Di dalam organisasi media, misalnya, selain bagian redaksi ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum, dan seterusnya.

Masing-masing bagian tersebut tidak selalu sejalan. Mereka mempunyai tujuan dan target masing-masing, sekaligus strategi yang berbeda untuk mewujudkan target tersebut. Bagian redaksi misalnya menginginkan berita agar berita tertentu yang disajikan, tetapi bagian sirkulasi menginginkan agar berita lain yang ditonjolkan karena terbukti dapat menaikkan penjualan. Setiap organisasi berita, selain mempunyai banyak elemen juga mempunyai tujuan dan filosofi organisasi sendiri, berbagai elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga seharusnya peristiwa disajikan dalam berita.

Dialektika dalam level organisasi media ini dapat menjelaskan munculnya kecenderungan pers era reformasi untuk mengedepankan berita-berita politik yang tajam, sensasional, bahkan bombastis. Di era Orde Baru, tak dapat dibayangkan munculnya genre pemberitaan yang semacam itu, perkembangan ini muncul karena pada era reformasi, state regulation telah mengalami kebangkrutan dan


(31)

digantikan oleh dominasi market regulation. Persoalannya kemudian market

regulation ternyata lebih akomodatif terhadap genre pemberitaan yang seperti itu.

Dalam era market regulation, yang dibutuhkan adalah sajian-sajian yang dapat menarik perhatian kalangan pengiklan dan pemirsa, termasuk berita-berita bombastis itu tanpa terburu-buru menenggang perasaan pemerintah.

Pada perkembangannya kalangan redaksi mungkin bosan dengan genre pemberitaan seperti itu, dan mencoba untuk mengembangkan angel-angel lain. Namun pihak sirkulasi menuntut agar genre pemberitaan itu tetap dipertahankan karena pasar pembaca ternyata menyukainya. Akhirnya, berita-berita sensasional dan bombastis itu tetap disajikan oleh media.

Keempat, Level Ekstra Media

Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan diluar media. Meskipun berada di luar organisasi media. Meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus mempengaruhi pemberitaan media. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media, yaitu :

- Sumber Berita

Sumber berita disini dipandang bukanlah sebagai pihak yang netral yang memberikan informasi apa adanya, ia juga mempunyai kepentingan untuk mempengaruhi media dengan berbagai alasan : memenangkan opini publik, atau memberi citra tertentu kepada khalayak, dan seterusnya. Sebagai pihak yang mempunyai kepentingan, sumber berita tentu saja memberlakukan politik pemberitaan. Ia akan memberikan informasi yang sekiranya baik bagi dirinya, dan


(32)

mengembargo informasi yang tidak baik bagi dirinya. Kepentingan sumber berita ini sering kali tidak disadari oleh media. Pengelola media tidak sadar, lewat teknik yang canggih, sebetulnya orientasi pemberitaan telah diarahkan untuk menguntungkan sumber berita. Media secara tidak sadar telah menjadi corong dari sumber berita untuk menyampaikan apa yang dirasakan oleh sumber bertita tersebut.

- Sumber Penghasilan Media

Sumber penghasilan media ini bisa berupa iklan, bisa juga berupa pelanggan/pembeli media. Media harus survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi mereka. Misalnya media tertentu tidak memberitakan kasus tertentu yang berhubungan dengan pengiklan. Pihak pengiklan juga mempunyai strategi untuk memaksakan versinya pada media. Ia tentu saja ingin kepentingannya dipenuhi, itu dilakukan diantaranya dengan cara memaksa media untuk mengembargo berita yang buruk mengenai mereka. Tema tertentu yang menarik dan terbukti mendongkrak penjualan, akan terus menerus diliput oleh media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum peristiwa yang disenangi oleh khalayak.

- Pihak Eksternal

Pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis. Pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal media. Dalam negara yang otoriter misalnya, pengaruh pemerintah menjadi faktor yang dominan dalam menentukan berita apa yang disajikan. Ini karena dalam negara yang otoriter, negara menentukan apa yang tidak boleh dan apa yang boleh diberitakan. Pemerintah dalam banyak hal memegang lisensi penerbitan, kalau


(33)

media ingin tetap dan bisa terbit ia harus mengikuti batas-batas yang telah ditentukan oleh pemerintah tersebut. Berita yang berhubungan dengan pemerintah terutama berita buruk akan diembargo atau dibatalkan, daripada nasib media yang bersangkutan akan mati. Keadaan ini tentu saja berbeda di negara yang demokratis dan menganut liberalisme. Campur tangan negara praktis tidak ada, justru pengaruh yang besar terletak pada lingkungan pasar dan bisnis.

Kelima, Level Ideologi

Ideologi adalah ”world view” sebagai salah satu kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda dengan elemen sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas. Pada level ideologi akan lebih dilihat kepada yang berkuasa di masyarakat dan bagaimana media menentukannya.


(34)

II.2 Kategori/Jenis-jenis Isi Surat Kabar

Sebagai lembaga yang dikelola secara bisnis, perusahaan penerbitan pers juga menghasilkan produk yang dijual pada masyarakat. Beda dengan produk barang lainnya, produk penerbitan pers mempunyai misi tersendiri, yaitu ikut mencerdaskan masyarakat, dan menegakkan keadilan. Itulah sebabnya, produk penerbitan pers tidak bisa dikelola dengan sembarangan. Artinya, produk yang dihasilkan harus disesuaikan dengan perkembangan kehidupan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, dimana pers tersebut melaksanakan operasinya.

Pada dasarnya, produk jurnalistik atau isi kabar terdiri atas beberapa bagian, pertama adalah penyajian berita sebagai produk utama yang disajikan kepada pembacanya. Dengan penyajian berita, masyarakat akan tahu segala perubahan yang terjadi dan itu sangat mereka butuhkan. Dari penyajian berita inilah konsumen pers akan memperoleh banyak informasi yang dapat menambah wawasan serta mencerdaskan pemikirannya.

Kedua adalah pandangan atau pendapat. Dalam istilah jurnalistik,

pandangan atau pendapat ini disebut opini (opinion). Perusahaan penerbit pers, perlu menyajikan pendapat atau pandangan (opini), baik opini masyarakat (public

opinion), maupun opini redaksi (desk opinion). Opini adalah sarana bagi

masyarakat untuk menyampaikan ide, gagasan, kritik, dan saran kepada sistem kehidupan bermasyarakat yang merupakan kontrol bagi pelaksanaan pemerintahan.

Ketiga adalah periklanan. Isi dari periklanan ini merupakan tempat

perusahan penerbitan pers untuk menggali keuntungan. Dengan iklan dimungkinkan perusahaan surat kabar mendapatkan penghasilan tambahan, selain


(35)

itu dari menjual berita melalui langganan dan eceran. Bahkan manajemen penerbitan pers itu bagus, iklan merupakan penghasilan utama bagi usahanya.

Secara keseluruhan pers khususnya surat kabar bisa dilihat sebagai berikut :

3. Pemberitaan (News getter)

a. Pengertian Berita (Perception news) b. Berita Langsung (Straight news) c. Penggalian Berita (Investigative news) d. Pengemabangan Berita (Depth news) e. Feature (Human interest news ) 4. Pandangan atau pendapat (opinion)

a. Pendapat masyarakat (Public opinion)

 Komentar

 Artikel

 Surat Pembaca

b. Opini penerbit (Press opinion)

 Tajuk Rencana

 Pojok Karikatur c. Periklanan

 Iklan Display

 Iklan Baris


(36)

1. Pemberitaan (News getting)

a. Pengertian berita (Perception news)

Berita berasal dari bahasa Sanseketrta, yakni Vrit yang dalam bahasa inggris disebut Write, yang artinya sebenarnya ialah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut Vritta, artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita atau warta.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karya W. J. Spoerwodarminta, “berita” berarti kabar atau warna, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan balai pustaka, arti berita diperjelas menjadi : “Laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat”. Jadi, berita dapat dikaitkan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi.

Berita terdiri dari beberapa bagian. Bagian terkecil dari berita adalah data. Data berasal dari datum, sedangkan datum diambil dari semua kejadian atau peristiwa. Untuk bisa jadi berita, data harus dibuat atau diolah lebih dahulu. Seseorang yang kebetulan melihat suatu kejadian atau peristiwa, orang tersebut tidak bisa dikatakan mendapat berita, tetapi disebut orang yang melihat kejadian/peristiwa. Jika orang tersebut kemudian menceritakan kejadian/peristiwa tersebut kepada orang lain secara lisan atau tertulis, orang itulah yang disebut mendapat atau mendengarkan berita.

Sampai sekarang, masih sulit mendefinisikan berita. Para sarjana publisistik maupun jurnalistik belum merumuskan definisi berita secara pasti. Ilmuwan, penulis dan para pakar ilmu komunikasi memberikan definisi berita, dengan beraneka ragam, yaitu: Menurut Williard C. Bleyer, dalam bukunya ”Newspaper writing and editing”: berita adalah sesuatu yang termasa


(37)

yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena ia dapat menarik atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar; atau karena ia dapat menarik pembaca-pembaca tersebut (Assegaf, 1991:22).

Salah satu yang sangat terkenal adalah apa yang ditemukan oleh Jhon

Bogart Kepala Desk kota Koran New york Sun, hampir seabad yang lalu Bogart

menemukan kata-kata yang sering dikutip mengenai berita, yaitu : ”when a dog

bites a man, that’s not news. But when a man bites a dog that is news” (“jika ada

anjing menggigit orang, itu bukan berita. Namun jika ada orang menggigit anjing, itu baru berita”) (Torben dan Eric, 2001:17).

Sedangkan menurut batasan atau definisi, berita dalam arti teknis jurnalistik adalah ”laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena luar biasa, entah karena pentingnya atau akibatnya, entah pula karena mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi dan ketegangan.

Apa yang menarik perhatian pembaca haruslah terdapat dalam sebuah berita, namun dari semua itu yang terpenting adalah berita harus ditulis berdasarkan peristiwa yang faktual atau benar-benar terjadi untuk menghindari rekayasa dalam pembuatan berita karena sebuah berita memiliki banyak pengaruh terhadap masyarakat.

Untuk membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua syarat, yaitu:

• Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga kebenaran tinggal sebagian saja.


(38)

Untuk membuat berita yang baik, harus memahami unsur yang terdapat di dalam berita. Agar berita dapat menarik perhatian pembaca, perlu diperhatikan unsur-unsur seperti : aktual atau baru (termasa), jarak, terkenal, keluarbiasaan, akibat, ketegangan, pertentangan, seks, kemajuan, human interest, emosi dan humor.

b. Berita langsung (straight news)

Berita langsung adalah berita yang ditulis secara langsung. Artinya, informasi yang dituangkan dalam berita itu diperoleh langsung dari sumber beritanya. Biasanya diungkapkan dalam bentuk pemaparan (descriptive). Penulisan berita langsung lebih mengutamakan aktualitas informasinya. Informasi disini bisa berasal dari keterangan pejabat atau berdasarkan kejadian yang sebenarnya.

Jika ada seorang pejabat atau pimpinan lembaga yang memberikan keterangan tentang suatu kasus maka penjelasan-penjelasan pejabat tersebut bisa dibuat berita secara langsung tanpa ditambah informasi lainnya. Fokus pemberitaannya hanya tertuju pada penjelasan-penjelasan kasus tersebut. Jika pejabat itu beropini, maka opini pejabat bisa menjadi fakta karena opini itulah yang disebut fact in idea.

Berita langsung biasanya dibuat dengan gaya memaparkan, yaitu suatu gaya penulisan berita yang memaparkan kejadian atau peristiwa yang terjadi, dalam keadaan apa adanya saja, tanpa ditambah dengan penjelasan. Penulisan berita ini cenderung menguraikan suatu peristiwa atau kejadian sejelas-jelasnya.


(39)

c. Penggalian berita (investigative news)

Semua yang hidup di dunia ini pasti ada asalnya. Demikian juga dengan berita. Sama dengan kehidupan yang lain. Asal berita, kita sebut dengan sumber berita. Untuk dapat membuat berita harus ada kejadian atau peristiwa. Kejadian atau peristiwa ini bisa disebut sebagai sumber berita.

Selain peristiwa atau kejadian yang dilakukan oleh manusia, kumpulan dari berbagai berita bisa juga dijadikan sumber berita. Karena dari manusia dapat kita peroleh data, sedangkan pada kumpulan berita juga bisa diambil datanya, yang merupakan dasar untuk membuat berita. Sumber berita dibagi menjadi dua, yaitu sumber berita utama (primer) dan sumber berita kedua (sekunder).

Sumber berita utama (primer) adalah kantor berita resmi dari pemerintahan dalam hal menyampaikan pengumuman, pemberitahuan, dan sebagainya. Sedangkan sumber berita kedua (sekunder) adalah media massa, seperti surat kabar, siaran radio, televisi, dan sebagainya.

Berita harus dalam bentuk sederhana, lugas, langsung, tidak berbunga-bunga, namun kaya akan data. Berita tidak boleh bersumber pada omong kosong, isu, suara-suara halus, wangsit, cerita burung. Selain itu, berita juga harus mendapatakan dukungan data otentik, kejelasan dan segala hal yang telah diperkuat ”authority”. Berita-berita yang berdasarkan investigasi ini sering disebut dengan istilah berita eksklusif. Artinya, berita tersebut jarang terjadi. Tetapi kejadian itu pada akhirnya diketahui banyak orang. Dalam menggali berita untuk mendapatkan sumber berita yang valid (dapat dipercaya) bisa dilakukan dengan tiga cara :


(40)

2) Meliput acara, 3) Mengga li berita

d. Pengungkapan berita (explanatory news)

Explanatory news adalah pengungkapan berita atau bisa juga disebut

sebagai berita yang menjelaskan. Artinya, dalam hal penulisan berita, data yang disajikan lebih banyak diuraikan daripada diungkap secara langsung. Explanatory

news lebih banyak kita jumpai pada reportase berita. Bentuk penulisan ini bisa

memadukan antara fakta dan opini. Fakta yang diperoleh dijelaskan secara rinci dengan beberapa argumentasi oleh penulisannya sendiri.

Pengungkapan berita bisa ditulis secara panjang lebar. Jika memungkinkan bisa disajikan secara bersambung dua sampai empat kali tulisan. Karena beritanya panjang, diperlukan banyak data. Jika data yang diperoleh dari suatu peristiwa atau kejadian hanya sebatas peristiwa atau kejadian itu saja, penulis bisa melengkapi dengan data lain yang diungkapkan dari sumber lain. Tetapi data itu harus masih ada hubungan dengan berita yang ditulisnya. Dalam penulisan

explanatory news, penulis dengan bebas memaparkan data yang baik dari orang

lain maupun dari hasil penyelidikan sendiri.

e. Penjelasan berita (interpretative news)

Interpretative news adalah bentuk berita yang penyajiannya merupakan

gabungan antara fakta dan interpretasi. Artinya, dalam penulisan berita seperti ini, penulis boleh memasukkan uraian. Komentar dan sebagainya yang ada kaitannya dengan data yang diperoleh dari peristiwa atau kejadian yang dilihatnya. Dalam


(41)

hal ini sumber berita memberikan data atau informasi yang dirasakan masih kurang jelas arti dan maksudnya. Maka penulis wajib mencarikan penjelasan terhadap arti dan maksud dari informasi tadi. Jika penulis punya banyak wawasan terhadap informasi tersebut, bisa saja penulis mengartikan atau menjelaskan apa arti dan maksud informasi yang diberikan oleh narasumber tersebut. Tetapi jika tidak punya wawasan, penulis bisa mencari penjelasan dengan mewawancarai kembali narasumber tersebut atau dengan narasumber yang lain, namun masih tetap dalam lingkup permasalahan yang sama.

f. Pengembangan berita (depth news)

Pengembangan berita atau depth news, merupakan kelanjutan atau hampir sama dengan investigative news. Bedanya, jika investigative news bermula dari adanya isu atau data mentah yang kemudian dilakukan penelitian atau penggalian. Sedangkan depth news, berasal dari adanya sebuah berita yang masih belum selesai pengungkapannya dan bisa dilanjutkan kembali.

Lahirnya pengembangan berita ini karena banyaknya data yang didapat pada satu peristiwa, tetapi data itu tidak saling terkait meskipun topiknya sama. Jika data itu diungkap dengan straight news atau investigative news, rasanya sangat dangkal karena bisa berdiri sendiri-sendiri. Untuk mengatasi ini penulis berita berinisiatif mengembangkan data itu sesuai dengan klarifikasinya, dan kemudian menambah dengan data lain yang sama topiknya. Upaya inilah yang disebut dengan pengembangan berita atau depth news.


(42)

g. karangan khas (feature)

Feature adalah bagian dari penyajian berita yang cara menulisnya dapat

mengabaikan pegangan utama dalam penulisan berita, yaitu 5 W + 1 H. Feature sampai sekarang banyak yang mengartikan berbeda. Sebagian pendapat menganggap feature adalah karangan khas. Sebagian lain menyebut feature adalah penyajian berita yang berbentuk human interest.

”Karangan khas (feature) dalam surat kabar sebenarnya ibarat ”asinan” di dalam sajian makanan, yang tidak memberikan kalori utama. Akan tetapi ia menimbulkan selera makan dan penyedap. Karangan khas merupakan bagian yang cukup penting sehingga surat kabar tersebut bisa memenuhi pula fungsi ketiga dari pers yang tidak dapat diabaikan, yaitu hiburan (entertainment), disamping fungsi memberi informasi dan pendidikan.” (Wolseley dan Campbell, Exploring

Journalism, Dja’far H. Assegaf, Jurnalistik Masa Kini).

R. Amak Syarifuddin dalam bukunya Jurnalistik Praktis, membagi sembilan topik yang bisa ditulis secara feature: (1) Sketsa human interest, (2) sketsa kehidupan orang yang menarik publik, (3) Kilasan berita-berita yang menarik, (4) Dokumen otobiografi kemanusiaan yang berkaitan dengan pengalaman seseorang yang disoroti secara objektif, (5) Feature historis, (6) Sketsa perjalanan, (7) Interpretative feature, (8) artikel pengetahuan populer tentang ilmu pengetahuan, teknologi yang ditulis secara populer, dan (9)


(43)

2. Pandangan atau Pendapat (opinion)

Penerbitan pers khususnya surat kabar dan majalah, hampir semuanya menyediakan kolom atau rubrik untuk menampung pendapat atau pandangan (opini). Ini perwujudan dari institusi pers sebagai lembaga kontrol sosial. Opini dalam penerbitan pers dapat berasal dari masyarakat luas yang disebut pendapat umum (public opinion) dan yang berasal dari penerbitannya sendiri dinamakan redaksi (desk opinion). Opini terbagi atas:

a. Pendapat umum (public opinion)

Pendapat umum (public opinion) adalah pendapat, pandangan atau pemikiran lain dari masyarakat luas, untuk menanggapi atau membahas suatu permasalahan yang dimuat dalam penerbitan pers. Yang dimaksud dengan masyarakat luas adalah orang-orang yang bukan pengelola penerbiatn pers itu sendiri. Pendapat biasanya disajikan dalam 3 bentuk, yaitu:

1. Komentar

Pendapat, pandangan atau pemikiran yang disampaikan oleh masyarakat khusus menanggapi terjadinya suatu peristiwa, kejadian, atau kebijakan pemerintah yang dimuat dalam penerbitan pers. Komentar ini dilakukan oleh perseorangan dan bersifat individu. Bisa jadi individu tersebut mewakili suatu lembaga. Tetapi fokus pandangannya tetap tertuju pada satu masalah yang dibahasnya.


(44)

2. Artikel

Artikel adalah opini masyarakat yang dituangkan dalam tulisan tentang berbagai soal, mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi bahkan olah raga. Bedanya dengan komentar, tulisannya terfokus untuk menanggapi atau mengomentari nuansa/fenomena dari suatu permasalahan yang terjadi. Sedangkan artikel, penulisannya tidak sekedar mengomentari masalah, tetapi bisa juga mengajukan pandangan, pendapat atau pemikiran lain, baik yang sudah banyak diketahui masyarakat maupun yang belum diketahui.

3. Surat pembaca

Surat pembaca (letter to the editor) adalah opini public yang cukup menarik dalam penerbitan pers. Surat pembaca ini pula dijadikan sebagai umpan balik (feedback) bagi pengelola penerbitan pers untuk mengetahui sejauhmana berita atau informasi yang disajikan itu dibaca/ditanggapi pembacanya. Karena pengirim surat pembaca ini adalah publik yang pada umumnya adalah pelanggan atau pembaca maka masalah yang ditulisnya beraneka ragam, terutama yang menyangkut dengan kehidupan mereka. Penulis surat pembaca harus menyertakan identitas diri dan mau dimuat bersama dengan pemuatan suratnya. Surat pembaca seringkali dijadikan sarana berkomunikasi antar sesama pelanggan.

b. Opini penerbit (desk opinion)

Opini penerbit (desk opinion) adalah pandangan, pendapat atau opini dari redaksi terhadap sesuatu masalah yang terjadi ditengah masyarakat, dan dijadikan


(45)

sajian dalam penerbitannya. Itu sebabnya, opini penerbit sering juga disebut sebagai ”Suara Redaksi”. Yang mempunyai hak menulis adalah pemimpin redaksi dari masing-masing penerbitan pers. Tetapi pada pelaksanaannya seringkali pemimpin redaksi tersebut melimpahkan atau menugaskan orang lain. Penulisan opini penerbit ini bisa digunakan untuk menjelaskan informasi yang disajikan, mengkritik kebijakan penguasa, memberikan gambaran suasana yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Opini penerbit biasanya ditulis dalam beberapa bentuk, seperti: Tajuk rencana, Pojok, Catatan kecil, dan Karikatur.

1. Tajuk rencana

Tajuk rencana, ada juga yang menyebutnya sebagai ”Catatan Redaksi”, atau bisa juga disebut ”Editorial”. Tajuk rencana adalah merupakan sikap, pandangan atau pendapat penerbit terhadap masalah-masalah yang sedang hangat dibicarakan masyarakat. Menulis tajuk memerlukan situasi atau kejadian dalam pemberitahuan sehari-hari. Tajuk rencana tidak bisa mengupas suatu kejadian yang sudah lama berlangsung. Tajuk rencana juga menggambarkan falsafah dan pandangan hidup dari penerbitnya. Sikap itu bisa eksplisit atau implisit.

Tajuk rencana biasanya ditulis secara panjang, untuk memberikan kesempatan kepada penulisannya memasukkan analisis dan menguraikan permasalahan yang ingin diungkapkannya. Jenis tajuk rencana antara lain: 1. Meramalkan (forcasting)

2. Memaparkan (interpretating) 3. Mengungkapkan (explorating)


(46)

2. Pojok

Pojok adalah opini yang penyajiannya dilakukan secara humor. Sentilan lucu terhadap sesuatu yang dimuat dalam penerbitannya. Beda dengan tajuk, pojok ditulis amat singkat, lugas, menohok, tetapi tidak kehilangan ketepatan dan antisipasi permasalahannya yang di ”Pojok”kan. Penulis pojok bisa dilakukan oleh pemimpin redaksi, wartawan senior, atau orang lain yang bisa mewakili penerbitannya.

3. Karikatur

Karikatur (carricature/cartoon) adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula karikatur ini hanya selingan atau ilustrasi belaka. Tetapi perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan sehat karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik.

Beda dengan tajuk rencana maupun pojok, pembuat karikatur ini bukan oleh pemimpin redaksi atau wartawan senior, tetapi oleh orang-orang khusus yang bisa menggambar secara kontinyu. Namun demikian, ide dari kritik yang digambarkan itu tetap berasal dari redaksi. Bisa jadi kartunis (istilah penggambar karikatur) adalah orang luar yang mendapat kepercayaan khusus dari redaksi atau orang tersebut memang diangkat menjadi karyawan penerbitannya, khusus membuat gambar-gambar karikatur.


(47)

c. Periklanan (advertisement)

Periklanan adalah kegiatan memasok penghasilan bagi perusahaan pers dengan jalan menjual kolom-kolom yang ada pada surat kabar atau majalah dalam bentuk advertensi (advertising). Iklan nerupakan sumber pendapatan sampingan (selain menjual berita) bagi perusahaan penerbitan pers. Jika dikelola dengan baik, iklan dapat menjadi penghasilan utama yang sangat menunjang bagi bisnis media massa cetak.

Dilihat dari bentuknya, iklan pada penerbitan surat kabar atau majalah dibagi menjadi 3 (tiga) bentuk, yaitu:

a. Iklan display

Iklan display memakai ukuran milimeter/kolom. Ukuran ini pula yang menentukan harganya. Misalnya harga iklan Rp. 15.000,- per mm/kolom. Artinya harga tersebut adalah untuk ukuran tiap satu milimeter, dalam satu kolom. Cara menghitungnya, milimeter dihitung dari ujung bagian atas iklan, kebagian bawah. Iklan display itu sendiri sebenarnya masih dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: iklan display biasa, dispaly keluarga dan display koloman.

b. Iklan baris

Iklan baris adalah iklan yang hanya terdiri dari baris huruf-huruf. Iklan baris bisa dalam beberapa bentuk, seperti ”iklan baris dengan huruf biasa”. ”iklan baris dengan huruf lebih besar”, ”iklan baris positif” atau ”iklan baris negatif (dasar hitam tulisan putih)”. Iklan baris jumlah kata-kata yang diiklankan dibatasi barisnya dalam satu kolom. Misalnya minimal 4 baris, maksimal 8 atau 10 baris.


(48)

c. Iklan pariwara

Pariwara, iklan yang berbentuk berita atau artikel. Itu sebabnya pariwara disebut juga sebagai advertorial. Istilah advertorial merupakan gabungan dari kata advertensi dan editorial. Sedangkan bentuk iklan pariwara antara satu surat kabar dengan surat kabar lainnya berbeda. Ini ada kaitannya dengan gaya penulisan berita pada masing-masing media cetak. Biasanya bentuk penyajian iklan pariwara ditentukan pada saat penawaran dari masing-masing media cetak.


(49)

II.3 Objektivitas Berita

Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staff redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca entah karena ia luar biasa, entah karena penting atau akibatnya, entah pula karena mencakupi human interest, emosi, ketegangan (Assegaf, 1991:24).

Berdasarkan definisi diatas, fokus dari berita adalah pada hasil penulisan. Ditegaskan berita yang merupakan fakta haruslah bersifat objektif, tidak ada pencampuran antara fakta dan opini. Berbeda dengan Assegaf yang menjelaskan terdapat seleksi dalam penempatan berita, ini mengisyaratkan sepertinya terdapat subjektivitas. Meskipun demikian berita-berita yang dihasilkan juga bersifat objektif. Subjektif hanya berlaku dalam penyeleksian berita yang berkaitan dengan kebijaksanaan redaksional yang telah ditentukan. Tapi dalam penulisan berita prinsip objektivitas tetap dijunjung dan diterapkan.

Michael Bugeja (Ishwara, 2005:41) objektivitas adalah melihat dunia seperti apa adanya, bukan bagaimana yang anda harapkan semestinya (objektivity

is seeing the world as it is, not how you wish it were).

Objektivitas memiliki fungsi yang tak boleh dianggap remeh, terutama dalam kaitan kualitas informasi. Objektivitas mengandung sekian banyak pengertian, antara lain merupakan nilai sentral yang mendasari disiplin profesi yang dituntut oleh para wartawan sendiri. Prinsip itu sangat dihargai dalam kebudayaan modern, termasuk berbagai bidang diluar bidang media massa, terutama dalam kaitan rasionalitas ilmu pengetahuan dan birokrasi; mempunyai korelasi dengan indepedensi (Mc Quail, 1996:128-130).


(50)

Semakin banyak tipe media independent, semakin banyak pula dukungan terhadap prinsip pluralitas. Objektivitas sangat dihargai bilamana kondisi pluralitas mengalami kemunduran, yaitu kondisi yang diwarnai makin menurunnya jumlah sumber dan kian meningkatnya uniformitas. Objektivitas diperlukan untuk mempertahankan kredibilitas.

Namun persoalan objektivitas itu sendiri bukan tanpa kontroversi. Setidaknya ada dua pandangan dominan mengenai objektivitas ini. Salah satu perdebatan bermutu yang mewakili dua pandangan adalah perdebatan yang melibatkan John C. Merril dan Everette E. Dennis (Kupas, 2001:17).

Merril berpendapat objektivitas jurnalisme itu omong kosong dan mustahil. Hal ini karena semua kerja jurnalistik pada dasarnya adalah subjektif. Mulai dari pencarian berita, peliputan, penulisan, sampai editing berita. Nilai-nilai subjektif wartawan ikut memberi pengaruh dalam semua proses kerja jurnalistik. Kenapa suatu peristiwa diliput, siapa yang diwawancara, apa yang ditanyakan, kemana kecenderungan berita ditulis, bagian mana yang dihilangkan, bagian mana yang ditonjolkan-semua proses tersebut adalah pertimbangan subjektif, bukan objektif. Karena itu peliputan dua sisi adalah mitos karena pada dasarnya wartawan bukan robot yang mengambil fakta berdasarkan pertimbangan-pertimbangan objektif.

Sebaliknya, Everette E. Dennis mengatakan bahwa objektivitas jurnalisme itu sesuatu yang mungkin, bukan mustahil. Karena semua proses kerja jurnalistik pada dasarnya dapat diukur dengan nilai-nilai objektif. Misalnya memisahkan fakta dan opini, menghindari pandangan emosional dalam melihat peristiwa dan memberitakan prinsip keseimbangan dan keadilan, dan melihat peristiwa dari dua


(51)

sisi. Dennis percaya objektivitas jurnalisme mungkin jikalau mengadopsi metode dan prosedur yang dapat membatasi subjektivitas wartawan atau editor.

Prosedur ini diterapkan baik pada tingkat peristiwa yang diliput (ada pertimbangan objektif dan rasional mengapa meliput suatu peristiwa), mencari data (darimana saja data akan diambil) sampai menulis (kata-kata apa yang dipakai) dan editing tulisan (apa alasan menempatkan berita menjadi headline) dan sebagainya. Meskipun kedua ahli ini berbeda pandangan dalam hal objektivitas media, keduanya mempunyai pandangan yang sama dalam hal standart jurnalisme. Pada akhirnya keberpihakan media tidak boleh melupakan standart baku jurnalisme – fairness, balance, dan cover both side.

Komponen-komponen objektivitas berita

Memang lebih mudah menyatakan secara tegas makna yang seharusnya dikandung oleh prinsip objektivitas. Berbagai komponen prinsip itu oleh J. Westersthal, ahli ilmu pengetahuan Swedia, dalam skema di bawah ini (Westersthal,1983)

Skema tersebut diciptakan secara khusus untuk kepentingan penilaian kadar netralitas dan keseimbangan pemberitaan. Skema yang ditunjukkan pada gambar, meyakini bahwa penyajian laporan atau berita secara objektivitas mencakup nilai-nilai dan fakta, fakta itu sendiri memiliki implikasi evaluatif (Mc.Quail, 1996:130).


(52)

Gambar : komponen utama objektivitas berita (menurut Westersthal, 1983)

Kebenaran

Kefaktualan faktor informasi

Relevansi

Objektivitas

Keseimbangan

Impartialitas

Netralitas

Dalam skema tersebut dapat dijelaskan bahwa:

Kefaktualan dikaitkan dengan dengan bentuk penyajian laporan tentang

peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa komentar.

Kefaktualan ditentukan oleh beberapa kriteria :

1. Kebenaran yang merupakan suatu keutuhan laporan, ketepatan yang


(53)

menyalaharahkan atau menekan. Semua itu menunjang kualitas informasi (Mc Quail, 1996:130).

Kebenaran dalam penulisan jurnalistik dapat disamakan dengan fakta. Fakta adalah sesuatu seperti adanya, tidak ditambahi dan dikurangi sehingga bersifat suci (Wahyudi, 1996:2). Fakta dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Fakta sosiologis yang merupakan fakta yang dilihat wartawan

dilapangan sehingga berita dibuat berdasarkan dari pengamatan langsung di lapangan. Biasanya tulisan berita terdiri dari unsur-unsur 5 W dan 1 H.

b. Fakta psikologis adalah berita yang bahan bakunya berupa

interpretasi subjektif (pernyataan/opini) terhadap fakta kejadian/gagasan,

2. Relevansi lebih sulit ditentukan dan dicapai secara objektif. Namun

demikian, pada dasarnya relevansi sama pentingnya dengan kebenaran dan berkenaan dengan proses seleksi, bukannya dengan bentuk atau penyajian. Relevansi juga mengisyaratkan perlunya proses seleksi yang dilaksanakan menurut prinsip penggunaan yang jelas, demi kepentingan calon penerima dan masyarakat (Nondenstreng, 1974). Secara umum dapat dikatakan bahwa apa pun yang paling berkemungkinan untuk mempengaruhi masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, dan sangat berguna untuk mereka ketahui, harus dipandang sebagai lebih memiliki relevansi. Relevansi diiukur melalui standart jurnalistik, yaitu (1)


(54)

Timeless adalah kebaruan atau aktualitas. Suatu berita, pertama memiliki

aktualitas (termasa), untuk itu kejadiannya harus baru terjadi. (2)

Proximity adalah jarak. Faktor jauh dekatnya suatu peristiwa dari pembaca

juga mempengaruhi sebuah berita.

Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan (reporter),

suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi (personal) dan subjektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Impartialitas dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Keseimbangan (Balance) adalah laporan yang objektif termasuk

tidak memihak kepentingan kelompok tertentu. Sifat seimbang ini perlu dijaga agar berita tidak menyesatkan pembaca dan tidak digugat oleh pihak yang merasa dirinya dirugikan.

b. Netralitas adalah tidak memihak pada satu pihak, tapi harus ada

pada kebenaran. Netralitas dapat dilihat dari terdapt tidaknya pencampuran fakta dan opini.

Dalam beberapa media tidak jarang wartawan memasukkan opini atau sudut pandangnya sendiri tentang suatu permasalahan. Persoalannnya kemudian adalah emosional dapat menggusur objektivitas suatu berita. Seperti yang dikatakan Merril, objektivitas berita dapat dicapai melalui 3 cara. Pertama, pemisahan fakta dan pendapat. Kedua, menyajikan pandangan terhadap berita tanpa disertai dimensi emosional. Ketiga, berusaha untuk jujur dan seimbang,


(55)

memberikan kesempatan kepada seluruh pihak untuk menjawab dalam cara memberikan banyak informasi kepada khalayak (Sudibyo, 2001:73).

Betapa pun sulitnya membayangkan sebuah berita dapat objektif terhadap semua pihak dan fakta-fakta yang ada, objektivitas tetap perlu dijadikan tolak ukur utama dalam menilai sebuah berita. Menurut Entman, secara teoritik objektivitas membatasi wartawan untuk tidak melukiskan realitas menurut kepentingannya sendiri, mencegah kalangan media mempengaruhi pikiran dan perilaku politik masyarakat. Dampak atau pengaruh setiap berita harus terlahir dari fakta yang digambarkan, dan bukan dari jurnalis-jurnalis yang dimasukkan ke dalam penulisan berita.

Serangkaian prosedur harus dilakukan oleh wartawan agar apa yang ditulis dapat disebut sebagai objektif. Berbagai prosedur itu terinternalisasi dalam pikiran dan dipraktikkan dalam praktik produksi berita wartawan. Tuchman menyebut paling tidak ada empat strategi dasar. Pertama, menampilkan semua kemungkinan konflik yang muncul. Wartawan harusnya menampilkan fakta, tetapi fakta yang dimaksud kadang sukar ditemukan. Kadang-kadang apa yang disebut fakta, bukan fakta tetapi apa yang orang katakan tentang fakta. Kedua, menampilkan fakta-fakta pendukung. Prosedur lain objektivitas yang dapat dikenali dalam tulisan adalah ada fakta-fakta pendukung dalam tulisan. Fakta-fakta pendukung tersebut berfungsi sebagai argumentasi, apa yang disajikan wartawan bukanlah khayalan dan opini pribadi wartawan. Ketiga, pemakaian kutipan pendapat. Prosedur standart lain adalah adanya pemakaian kutipan untuk menyatakan bahwa apa yang disajikan benar-benar bukan pendapat wartawan dan pendapat pakar politik tertentu. Keempat, menyusun informasi dalam tata urutan


(56)

tertentu. Bagian lain dari tulisan yang objektif adalah menyusun berbagai komentar, aneka informasi, beragam fakta ke dalam tata susunan berita tertentu (Eryanto, 2004:116).


(57)

II.4 Content Analysis (Analisis Isi)

Analisis isi adalah merupakan suatu metode penelitian yang digunakan untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi. Dalam analisis isi, penelitian tidak dilakukan mengamati secara langsung perilaku orang, atau meminta orang untuk menjawab skala-skala dan mewawancarai orang. Peneliti mengambil bentuk komunikasi yang telah dihasilkan oleh orang-orang dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang bentuk pertanyaan-pertanyaan tersebut (Kerlinger, 1973).

Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian.

Analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komuniaksi yang disampaikan dalam bentuk lambang dan dapat juga digunakan untuk menganalisa semua bentuk komunikasi seperti surat kabar, buku, puisi, lagu, cerita rakyat, tulisan, pidato, surat, musi teater, dan sebagainya (Rahmat, 1993:89).

Menurut Bernard Berelson dalam bukunya “Content Analysis in

Communication Research” , analisis isi di dasarkan pada beberapa asumsi

(Flournoy, 1989, 13), yaitu:

1. Bahwa kesimpulan – kesimpulan tentang hubungan antara maksud dan isi serta antara isi dan efek dapat ditarik secara sah, dan hubungan sebenarnya ditetapkan.


(58)

2. Bahwa pengkajian isi nyata adalah sangat berarti. Kategori – kategori dapat dibuatkan pada isi yang sesuai dengan arti yang dimaksud oleh komunikator dan dimengerti oleh pembaca.

3. Bahwa uraian isi komunikasi secara kuantitatif adalah sangat berarti. Asumsinya mengandung arti bahwa frekuensi kejadian dari berbagai sifat isi itu sendiri merupakan faktor penting dalam proses komunikasi, dalam keadaan – keadaan tertentu.

Dalam metode analisis isi, dibuat kategori-kategori yang disesuaikan dengan objek-objek yang diteliti. Kategori-kategori tersebut dibuat dengan tujuan untuk melihat tingkat kecenderungan, frekwensi, dan tekanan-tekanan isi teks atau bahan tertulis pada suatu fenomena tertentu.


(59)

II.5 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau seringkali disebut Pilkada, adalah sebuah pemilihan pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Indonesia secara langsung oleh penduduk setempat yang memenuhi syarat. Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah adalah :

 Gubernur dan Wakil Gubernur untuk provinsi

 Bupati dan Wakil Bupati untuk kabupaten

 Walikota dan Wakil Walikota untuk kota

Pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di usulkan oleh Partai Politik atau Gabungan beberapa Partai Poliltik yang telah memenuhi persyaratan. Pilkada langsung disebutkan dalam undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005. Sebelumnya, Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penyelengaraan Pilkada dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah.

Pilkada langsung merupakan mekanismme demokratis, yaitu perwujudan pengembalian hak-hak dasar rakyat dalam rangka rekrutmen pemimpin daerah, dimana rakyat secara menyeluruh memiliki hak dan kebebasan untuk memilih calon-calon yang didukungnya, dan calon-calon bersaing dalam suatu Medan permainan dengan aturan main yang sama (Prihatmoko, 2005:109). Asas yang dipakai dalam pilkada langsung sama persis dengan asas yang dipakai dalam pemilu 2004, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Cara kerja sistem pemilihan kepala daerah langsung terbagi atas lima jenis, pertama sistem First past the post. Sistem ini merupakan sistem yang paling


(60)

sederhana. Calon kepala daerah yang memiliki suara terbanyak secara otomatis sebagai pemenang pemilihan kepala daerah langsung. Kedua, model Prefential

Voting System atau Approval Voting System yaitu, pemilih memberikan peringkat

pada calon-calon kepala daerah yang ada saat pemilihan. Pemenang ditentukan oleh peraih peringkat pertama yang terbesar. Ketiga, Two Round System atau Run

Off yaitu dengan menggunakan sistem dua putaran, dengan catatan jika tidak ada

calon yang meraih suara lebih dari 50 persen dari keseluruhan suara saat putaran pertama, selanjutnya dilaksanakan pemilihan kepala daerah putaran kedua yang diikuti oleh dua pasangan peraih suara terbanyak pada putaran pertama. Keempat, sistem Electoral Colleg yaitu dibuat beberapa daerah pemilihan, setiap daerah pemilihan diberi alokasi atau bobot suara dewan pemilih sesuai dengan jumlah penduduk. Calon yang memperoleh suara dewan pemilih terbesar akan memenangkan pemilihan kepala daerah. Kelima, sistem Nigeria yaitu pemenang pemilihan kepala daerah langsung jika calon meraih suara mayoritas sederhana. Suara terbanyak diantara yang ada minimum 25 persen dari sedikitnya duapertiga daerah pemilihan (Prihatmoko, 2005:116-122).

Pilihan terhadap jenis pemilihan kepala daerah biasanya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu legitimasi dan efisiensi. Pilihan untuk mengedepankan legitimasi akan membutuhkan banyak waktu dan biaya. Sebaliknya, kalau semata-mata mengutamakan efisiensi akan melahirkan hasil pilkada yang legitimasinya sangat rendah. Maka dibutuhkan cara untuk mensiasati hal tersebut dengan tujuan mencapai legitimasi yang tinggi dengan cara yang efisien. Pelaksanaan pilkada di Indonesia memakai sistem pemilihan First Past the Post, dengan sitem ini akan


(61)

menghemat biaya dan waktu untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Prihatmoko, 2005:121-123).

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung di Indonesia secara fungsional dilaksanakan oleh tiga institusi, yaitu :

1. DPRD merupakan pemegang otoritas politik, artinya DPRD merupakan representasi rakyat yang memiliki kedaulatan dan memberi mandat penyelenggaraan pemilihan kepala daerah langsung yang diwujudkan dengan pemberitahuan berakhirnya masa jabatan kepada kepala daerah dan Komisi Pemilihan Umum Daerah. DPRD adalah representasi dari rakyat, selanjutnya DPRD menyelenggarakan rapat paripurna untuk mendengarkan penyampaian visi, misi dan program dari psangan calon kepala daerah.

2. Komisi Pemilihan Umum Daerah sebagai pelaksana teknis, Komisi Pemilihan Umum Daerah mendapat mandat untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah langsung. Selanjutnya, Komisi Pemilihan Umum Daerah bertugas menjalankan tahapan-tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung. Komisi Pemilihan Umum Daerah berhak untuk membuat aturan, kebijakan dan keputusan yang diperlukan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Pemerintah daerah yang menjalankan fungsi fasilitasi, fungsi fasilitasi ini diwujudkan untuk menunjang pelaksanaan tahapan pemilihan kepala daerah langsung. Misalnya penyediaan anggaran, dan personalia untuk membantu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah langsung.


(62)

Sementara itu, tahap pelaksanaan pilkada terdiri dari 6 tahapan pelaksanaan meliputi :

a. Penetapan daftar pemilih

b. Pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah/wakil kepala daerah

c. Kampanye d. Pemungutan suara e. Penghitungan suara dan

f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan dan pelantikan.

Paradigma yang digunakan dalam kampanye pilkada langsung adalah paradigma baru, bahwa kampanye dilakukan untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program pasangan calon. Bentuk-bentuk kampanye monologis cukup dominan dalam pilkada langsung, bentuk kampanye monologis dapat berupa pertemuan terbatas, tatap muka dan dialog, penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, penyiaran melalui radio dan/atau televisi, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum, rapat umum, debat publik/debat terbuka antar calon dan atau kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Bentuk kampanye ini diidentifikasikan sebagai paradigma lama. Sementara dalam kampanye baru digunakan kampanye dialogis terbuka kemungkinan adanya interaksi antara calon dan rakyat, visi dan misi yang disampaikan pun dapat diuji dan dikritisi oleh calon pemilih (Prihatmoko, 2005:259).


(63)

II.6 Kampanye

Lima puluh tahun yang lalu banyak sarjana komunikasi yang masih mempercayai kesimpulan keliru tentang kampanye. Mereka berpendapat bahwa kampanye lewat media massa hanya memberikan kontribusi yang sangat kecil dalam meningkatan pengetahuan dan perilaku publik. Memasuki paruh kedua dasawarsa 70-an minat untuk mengkaji kampanye marak kembali dikalangan para komunikasi, bahkan akhirnya memancarkan harapan baru akan potensi kampanye dalam mendorong perubahan sosial dan prospeknya bagi penelitian komunikasi. Optimisme semacam itu berkembang terutama setelah hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Mendelsohn, Warner (1977), A.J. Meyer, Nash, McAlister, Maccobby dan Farquhar dipublikasikan. Semua laporan penelitian tersebut pada prinsipnya menegaskan bahwa sebuah kampanye yang dikonstruksi dengan baik akan memberikan efek yang luar biasa terhadap khalayak sasarannya. Masa ini kemudian dikenal sebagai era kesuksesan kampanye (Venus, 2004:3-4).

Pada kondisi tertentu sebuah program kampanye berpeluang besar untuk sukses namun pada keadaan lain program tersebut gagal. Mereka juga memahami bahwa keberhasilan sebuah kampanye sangat dipengaruhi oleh kemampuan pelaku kampanye dalam merancang program dan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada. Hal ini sepenuhnya sejalan dengan pendapat Robert E.Simons (1990), profesor komunikasi dari Universitas Boston Amerika Serikat, yang menegaskan bahwa keberhasilan mencapai tujuan kampanye banyak ditentukan oleh kemampuan kita dalam merancang, menerapkan dan mengevaluasi program kampanye secara sistematis dan strategis. Kemampuan semacam itu, lanjut


(1)

S : Seimbang TS : Tidak Seimbang

Lampiran

Hasil Pengukuran Dua Pengkoding Terhadap Calon Walikota dan Wakil Walikota

Sofyan Tan dan Nelly Armayanti

Terhadap Kategori Netralitas (Pencampuan Fakta dan Opini)

Di Harian Analisa

Edisi P1 P2

27 April 2010 TP TP

28 April 2010 TP TP

30 April 2010 AP AP

01 Mei 2010 TP TP

04 Mei 2010 TP TP

05 Mei 2010 TP TP

06 Mei 2010 AP AP

08 Mei 2010 AP AP

Di Harian Waspada

Edisi P1 P2

28 April 2010 TP TP

30 April 2010 TP TP

01 Mei 2010 TP TP

03 Mei 2010 TP TP

06 Mei 2010 TP TP

07 Mei 2010 TP TP

Keterangan:

P1 : Pengkoding 1 (satu) P2 : Pengkoding 2 (dua)

AP : Ada pencampuran fakta dan opini TP : Tidak ada pencampuran fakta dan opini


(2)

Lampiran

Tingkat Reabilitas Terhadap Kategori Fakta Sosiologis (memenuhi unsur-unsur 5W dan 1H)


(3)

Pada Harian Analisa

Reabilitas =

= = =

Pada Harian Waspada

Reabilitas =

= = =

Lampiran

Tingkat Reabilitas Terhadap Kategori Fakta Psikologis (Narasumber)

Pada Harian Analisa

Reabilitas =

= = =


(4)

Reabilitas = =

= =

Lampiran

Tingkat Reabilitas Terhadap Kategori Relevansi (Aktualitas)

Pada Harian Analisa

Reabilitas =

= = =

Pada Harian Waspada

Reabilitas =

= = =

Lampiran


(5)

(Peliputan Dua Sisi/ cover both side)

Pada Harian Analisa

Reabilitas =

= = =

Pada Harian Waspada

Reabilitas =

= = =

Lampiran

Tingkat Reabilitas Terhadap Kategori Netralitas (Adanya Pencampuran Fakta dan Opini)

Pada Harian Analisa

Reabilitas =

= = =


(6)

Pada Harian Waspada

Reabilitas =

= = =


Dokumen yang terkait

OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN PASANGAN CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI KEDIRI (Analisis Isi Program Acara Warta 6 Pada Masa Kampanye di KSTV Kediri)

2 19 20

OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN DUGAAN PEMERASAN BUMN ( Analisis Isi pada Harian Kompas edisi 02 sampai 14 November 2012 )

0 3 38

Analisis Retorika Pasangan Calon Kepala Daerah Dalam Debat Kandidat Pemilihan Kepala Daerah (Analisis Retorika Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Dalam Debat Kandidat Pilkada Kota Medan 2015)

0 17 131

OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN KASUS POSTING PATHFLORENCE SIHOMBING PADA PORTAL ONLINE OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN KASUS POSTING PATH FLORENCE SIHOMBING PADA PORTAL ONLINE HARIANJOGJA.COM DAN TRIBUNJOGJA.COM (Studi Analisis Isi Kuantitatif Objektivitas Pemberitaan

0 4 13

PEMBERITAAN KONGRES LUAR BIASA PARTAI DEMOKRAT PADA HARIAN JURNAL NASIONAL DAN HARIAN KOMPAS (Analisis Isi Kuantitatif Objektivitas Pemberitaan Kongres Luar Biasa Partai Demokrat pada Harian Jurnal Nasional dan Harian Kompas Periode 1 Maret – 5 April 2013

0 3 15

PEMBERITAAN KONGRES LUAR BIASA PARTAI DEMOKRAT PADA HARIAN JURNAL NASIONAL DAN PEMBERITAAN KONGRES LUAR BIASA PARTAI DEMOKRAT PADA HARIAN JURNAL NASIONAL DAN HARIAN KOMPAS (Analisis Isi Kuantitatif Objektivitas Pemberitaan Kongres Luar Biasa Partai Demok

0 8 14

PENDAHULUAN PEMBERITAAN KONGRES LUAR BIASA PARTAI DEMOKRAT PADA HARIAN JURNAL NASIONAL DAN HARIAN KOMPAS (Analisis Isi Kuantitatif Objektivitas Pemberitaan Kongres Luar Biasa Partai Demokrat pada Harian Jurnal Nasional dan Harian Kompas Periode 1 Maret –

0 2 33

PENUTUP PEMBERITAAN KONGRES LUAR BIASA PARTAI DEMOKRAT PADA HARIAN JURNAL NASIONAL DAN HARIAN KOMPAS (Analisis Isi Kuantitatif Objektivitas Pemberitaan Kongres Luar Biasa Partai Demokrat pada Harian Jurnal Nasional dan Harian Kompas Periode 1 Maret – 5 A

0 3 53

BA. Aanwyjzing Debat Kandidat Calon Walikota dan Wakil Walikota

1 1 2

OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN KAMPANYE CAGUB DALAM PILKADA JATIM 2018 DI SURAT KABAR HARIAN BHIRAWA SKRIPSI

0 0 20