Menurut Cunningham FG 2001 kriteria seleksinya adalah berikut : 1.
Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
2. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
3. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
4. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio sesarea emergensi. 5.
Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
Menurut Cunningham FG 2001 kriteria yang masih kontroversi adalah : 1.
Parut uterus yang tidak diketahui 2.
Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal 3.
Kehamilan kembar 4.
Letak sungsang 5.
Kehamilan lewat waktu 6.
Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram
2.3. Kontraindikasi VBAC
Menurut Depp R 1996 kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah : 1.
Bekas seksio sesarea klasik 2.
Bekas seksio sesarea dengan insisi T 3.
Bekas ruptur uteri 4.
Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
5. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
6. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
7. Pasien menolak persalinan pervaginal
8. Panggul sempit
9. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal
Universitas Sumatera Utara
2.4. Prasyarat VBAC
Panduan dari
American College of Obstetricians and Gynecologists
pada tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan
tria l of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan
seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang telah di-
crossmatch
disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia Caughey
AB, Mann S, 2001.
Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan
seksio sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal distress atau ruptur uteri Jukelevics N, 2000.
2.5. Faktor yang berpengaruh
Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan dilakukan seksio sesarea kembali atau dengan persalinan pervaginal tergantung apakah
syarat persalinan pervaginal terpenuhi atau tidak. Setelah mengetahui ini dokter mendiskusikan dengan pasien tentang pilihan serta resiko masing-
masingnya. Tentu saja menjadi hak pasien untuk meminta jenis persalinan mana yang terbaik untuk dia dan bayinya Golberg B, 2000.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan VBAC telah diteliti selama bertahun-tahun. Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan
tingkat keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio Caughey AB, Mann S, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien
dengan tipe insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya. Bekas seksio sesarae klasik, insisi T pada uterus dan
komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas merupakan kontraindikasi melakukan VBAC. Toth PP,
Jothivijayani, 1996, Cunningham FG, 2001. Menurut
American College of Obstetricians and Gynecologists
2004, tiada perbedaan dalam mortalitas maternal dan perinatal pada insisi seksio sesarea transversalis
atau longitudinalis.
2.5.2. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau
lebih, sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik dibandingkan persalinan pervaginal Flamm BL, 1997.
Resiko ruptur uteri meningkat dengan meningkatnya jumlah seksio sesarea sebelumnya. Pasien dengan seksio sesarea lebih dari satu kali mempunyai
resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea 2 kali adalah sebesar 1.8
– 3.7 . Pasien dengan bekas seksio sesarea 2 kali mempunyai resiko ruptur uteri lima kali lebih
besar dari bekas seksio sesarea satu kali Caughey AB, 1999, Cunningham FG, 2001.
Menurut Spaan 1997 mendapatkan bahwa riwayat seksio sesarea yang lebih satu kali mempunyai resiko untuk seksio sesarea ulang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Jamelle 1996 menyatakan diktum sekali seksio sesarea selalu seksio sesarea tidaklah selalu benar, tetapi beliau setuju dengan pernyataan
bahwa setelah dua kali seksio sesarea selalu seksio sesarea pada kehamilan berikutnya , dimana diyakini bahwa komplikasi pada ibu dan
anak lebih tinggi. Menurut Farmakides 1987 dalam Miller 1994 melaporkan 77 dari
pasien yang pernah seksio sesarea dua kali atau lebih yang diperbolehkan persalinan pervaginal dan berhasil dengan luaran bayi yang baik. Menurut
Cunningham 2001,
American College
of Obstetricians
and Gynecologists
pada tahun 1999 telah memutuskan bahwa pasien dengan bekas seksio dua kali boleh menjalani persalinan pervaginal dengan
pengawasan yang ketat. Menurut Miller 1994 melaporkan bahwa insiden ruptur uteri terjadi 2
kali lebih sering pada VBAC dengan riwayat seksio sesarea 2 kali atau lebih. Pada penelitian ini, jumlah VBAC dengan riwayat seksio sesarea 1
kali adalah 83 manakala 2 kali atau lebih adalah 17 .
2.5.3. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Pada seksio sesarea insisi kulit pada dinding abdomen biasanya melalui sayatan horizontal, kadang-kadang pemotongan atas bawah yang disebut
insisi kulit vertikal. Kemudian pemotongan dilanjutkan sampai ke uterus. Daerah uterus yang ditutupi oleh kandung kencing disebut segmen bawah
rahim, hampir 90 insisi uterus dilakukan di tempat ini berupa sayatan horizontal seperti potongan bikini. Cara pemotongan uterus seperti ini
disebut
Low Transverse Cesa rean Section
. Insisi uterus ini ditutupjahit akan sembuh dalam 2
– 6 hari. Insisi uterus dapat juga dibuat dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea klasik, irisan ini
dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang
kehamilan atau persalinan berikutnya Hill AD, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Depp R 1996 dianjurkan VBAC, kecuali ada tanda-tanda ruptur uteri mengancam, parut uterus yang sembuh persekundum pada seksio
sesarea sebelumnya atau jika adanya penyulit obstetrik lain ditemui. Pemeriksaan USG trans abdominal pada kehamilan 37 minggu dapat
mengetahui ketebalan segmen bawah rahim. Ketebalan segmen bawah rahim SBR
4,5 mm pada usia kehamilan 37 minggu adalah petanda parut yang sembuh sempurna. Parut yang tidak sembuh sempurna didapat
jika ketebalan SBR 3,5 mm. Oleh sebab itu pemeriksaan USG pada kehamilan 37 minggu dapat sebagai alat skrining dalam memilih cara
persalinan bekas seksio sesarea. Cheung V, 2004 Menurut Cunningham FG 2001 menyatakan bahwa penyembuhan luka
seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan pembentukan jaringan sikatrik.
Menurut Cunningham FG 1993, dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari jaringan di daerah bekas sayatan seksio
sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
1. Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik
pada uterus pada waktu dilakukan seksio sesarea ulangan 2.
Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya ditemukan suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam
uterus tanpa ditemukannya sikatrik diantaranya.
Menurut Schmitz 1949 dalam Srinivas 2007 menyatakan bahwa kekuatan sikatrik pada uterus pada penyembuhan luka yang baik adalah
lebih kuat dari miometrium itu sendiri. Hal ini telah dibuktikannya dengan memberikan regangan yang ditingkatkan dengan penambahan beban pada
uterus bekas seksio sesarea hewan percobaan.
Universitas Sumatera Utara
Ternyata pada regangan maksimal terjadi ruptura bukan pada jaringan sikatriknya tetapi pada jaringan miometrium dikedua sisi sikatrik.
Dari laporan-laporan klinis pada uterus gravid bekas seksio sesarea yang mengalami ruptura selalu terjadi pada jaringan otot miometrium sedangkan
sikatriknya utuh. Yang mana hal ini menandakan bahwa jaringan sikatrik yang terbentuk relatif lebih kuat dari jaringan miometrium itu
sendiri Srinivas S. 2007.
Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan sehingga menyebabkan lemahnya jaringan parut tersebut adalah :
1. Infeksi, bila terjadi infeksi akan mengganggu proses penyembuhan
luka. 2.
Kesalahan teknik operasi
technical errors
seperti tidak tepatnya pertemuan kedua sisi luka, jahitan luka yang terlalu kencang, spasing
jahitan yang tidak beraturan, penyimpulan yang tidak tepat, dan lain- lain.
Menurut Schmitz 1949 dalam Srinivas 2007 menyatakan jahitan luka
yang terlalu kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga merupakan penyebab timbulnya gangguan kekuatan sikatrik, hal ini lebih
dominan dari pada infeksi ataupun
technical error
sebagai penyebab lemahnya sikatrik.
Pengetahuan tentang penyembuhan luka operasi, kekuatan jaringan sikatrik
pada penyembuhan
luka operasi
yang baik
dan pengetahuan tentang
penyebab-penyebab yang
dapat mengurangi
kekuatan jaringan sikatrik pada bekas seksio sesarea, menjadi panduan apakah persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea dapat
dilaksanakan atau tidak Srinivas, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Pada sikatrik uterus yang intak tidak mempengaruhi aktivitas selama kontraksi uterus. Aktivitas uterus pada multipara dengan bekas seksio
sesarea sama dengan multipara tanpa seksio sesarea yang menjalani persalinan pervaginal Chua S, Arulkumaran S, 1997.
2.5.4. Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu
Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan VBAC. Maternal dengan penyakit CPD memberikan keberhasilan
persalinan pervaginal sebesar 60 – 65 manakala
fetal distress
memberikan keberhasilan sebesar 69 – 73 Caughey AB, Mann S,
2001.
Keberhasilan VBAC ditentukan juga oleh keadaan dilatasi serviks pada waktu dilakukan seksio sesarea yang lalu. VBAC berhasil 67 apabila
seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan serviks kecil dari 5 cm, dan 73 pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan persalinan
pervaginal menurun sampai 13 apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada keadaan distosia pada kala II Cunningham FG, 2001.
Menurut Troyer 1992 pada penelitiannya mendapatkan keberhasilan penanganan VBAC boleh dihubungkan dengan indikasi seksio sesarea
yang lalu seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 2.1 Hubungan indikasi seksio sesarea lalu dengan
keberhasilan penanganan VBAC
Indikasi seksio yang lalu Keberhasilan VBAC
Letak sungsang 80.5
Fetal distress 80.7
Solusio plasenta 100
Plasenta previa 100
Gagal induksi 79.6
Disfungsi persalinan 63.4
Troyer, 1992
Universitas Sumatera Utara
2.5.5. Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35 tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
digolongkan resiko tinggi. Dari penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai angka seksio sesarea yang lebih
tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dengan bekas seksio sesarea mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan pervaginal lebih
besar tiga kali dari pada wanita yang berumur kecil dari 40 tahun Caughey AB, Mann S, 2001.
Menurut Weinstein 1996 dan Landon 2004 mendapatkan pada penelitian mereka bahwa faktor umur tidak bermakna secara statistik
dalam mempengaruhi keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.
2.5.6. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya
Pada usia kehamilan 37 minggu dan belum inpartu misalnya pada plasenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna
kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat mengenai bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi
pada seksio sesarea klasik Salzmann B, 1994.
2.5.7. Riwayat persalinan pervaginal
Riwayat persalinan pervaginal baik sebelum ataupun sesudah seksio sesarea mempengaruhi prognosis keberhasilan VBAC Cunningham FG,
2001.
Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan pervaginal memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginal yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa persalinan pervaginal Caughey AB, Mann S, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Benedetti TJ 1982 dalam Toth PP 1996, pada pasien bekas seksio sesarea yang sesudahnya pernah berhasil dengan persalinan
pervaginal, makin berkurang kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan dan persalinan yang akan datang.
Walaupun demikian ancaman ruptur uteri tetap ada pada masa kehamilan maupun persalinan, oleh sebab itu pada setiap kasus bekas seksio sesarea
harus juga diperhitungkan ruptur uteri pada kehamilan trimester ketiga terutama saat menjalani persalinan pervaginal Toth PP, 1996.
2.5.8. Keadaan serviks pada saat partus
Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan VBAC Flamm BL, 1997.
Menurut Guleria dan Dhall 1997 menyatakan bahwa laju dilatasi seviks mempengaruhi keberhasilan penanganan VBAC. Dari 100 pasien bekas
seksio sesarea segmen bawah rahim didapat 84 berhasil persalinan pervaginal sedangkan sisanya adalah seksio sesarea darurat. Gambaran
laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang berhasil pervaginal pada fase laten rata-rata 0.88 cmjam manakala fase aktif 1.25 cmjam.
Sebaliknya laju dilatasi serviks pada bekas seksio sesarea yang gagal pervaginal pada fase late rata-rata 0.44 cmjam dan fase aktif adalah 0.42
cmjam.
Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko ruptur uteri pada maternal dengan bekas seksio sesarea Plaut MM, et al, 1999.
Dijumpai adanya 1 kasus ruptur uteri bekas seksio sesaraea segmen bawah rahim transversal selama dilakukan pematangan serviks dengan
transvaginal misoprostol sebelum tindakan induksi persalinan Scott, 1997.
Universitas Sumatera Utara
2.5.9. Keadaan selaput ketuban
Menurut Carrol 1990 dalam Miller 1994 melaporkan pasien dengan ketuban pecah dini pada usia kehamilan diatas 37 minggu dengan bekas
seksio sesarea 56 kasus proses persalinannya dapat pervaginal dengan menunggu terjadinya inpartu spontan dan didapat angka keberhasilan yang
tinggi yaitu 91 dengan menghindari pemberian induksi persalinan dengan oksitosin, dengan rata-rata lama waktu antara ketuban pecah dini
sampai terjadinya persalinan adalah 42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi baik.
2.6. Induksi VBAC
Penelitian untuk induksi persalinan dengan oksitosin pada pasien bekas seksio sesarea satu kali memberi kesimpulkan bahwa induksi persalinan
dengan oksitosin meningkatkan kejadian ruptur uteri pada wanita hamil dengan bekas seksio sesarea satu kali dibandingkan dengan partus spontan
tanpa induksi. Secara statistik tidak didapatkan peningkatan yang bermakna kejadian ruptur uteri pada pasien yang melakukan akselerasi
persalinan dengan oksitosin. Namun pemakaian oksitosin untuk drip akselerasi pada pasien bekas seksio sesarea harus diawasi secara
ketat Zelop CM, 1999.
Menurut Scott 1997 tingkat keberhasilan pemberian oksitosin pada persalinan bekas seksio sesarea cukup tinggi yaitu 70 pada induksi
persalinan dan 100 pada akselerasi persalinan.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Risiko terhadap maternal