Menurut Flamm BL 1997 melaporkan angka kematian perinatal adalah 7 per 1.000 kelahiran hidup pada persalinan pervaginal, angka ini tidak
berbeda secara bermakna dari angka kematian perinatal dari rumah sakit yang ditelitinya yaitu 10 per 1.000 kelahiran hidup.
Menurut Caughey AB 2001 melaporkan 463 dari 478 97 dari bayi yang lahir pervaginal mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah
8 atau lebih. Menurut McMahon 1996 bahwa skor Apgar bayi yang lahir tidak berbeda bermakna pada VBAC dibanding seksio sesarea ulangan
elektif. Menurut Flamm BL 1997 juga melaporkan morbiditas bayi yang
lahir dengan seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih tinggi dibandingkan dengan yang berhasil VBAC dan morbiditas bayi yang
berhasil VBAC tidak berbeda bermakna dengan bayi yang lahir normal.
2.9. Komplikasi VBAC
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan pervaginal adalah ruptur uteri. Ruptur jaringan parut bekas seksio sesarea
sering tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas Miller DA, 1999. Dilaporkan bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas seksio sesarea
insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari 1 0,2 – 0,8 . Kejadian
ruptur uteri pada persalinan pervaginal dengan riwayat insisi seksio sesarea korporal dilaporkan oleh Scott 1997 dan
American College of Obstetricans and Gynecologists
1998 adalah sebesar 4 – 9 . Kejadian
ruptur uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak 0,8 dan dehisensi 0,7 Martel MJ, 2005.
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu. Kadang-kadang harus dilakukan histerektomi emergensi.
Universitas Sumatera Utara
Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptur
uteri pada seksio sesarea klasik terjadi 5-12 sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah rahim 0,5-1 Hill DA, 2002.
Tanda yang sering dijumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi
deselerasi lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi. Gejala klinis tambahan adalah perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi
janin berubah dan terjadi hipovolemik pada ibu Miller DA, 1999.
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut : Caughey AB, et al, 2001
1. Nyeri akut abdomen
2. Sensasi
popping
seperti akan pecah 3.
Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold 4.
Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi 5.
Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal 6.
Perdarahan pervaginal
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal
dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim Chua S, Arunkumaran S, 1997.
Menurut Landon 2004, komplikasi terhadap maternal termasuklah ruptur uteri,
histerektomi, gangguan
sistem tromboembolik,
transfusi, endometritis, kematian maternal dan gangguan-gangguan lain. Nilai
lengkap data tersebut adalah seperti berikut :-
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 : Komplikasi maternal berdasarkan keberhasilan
trial of labor
Landon, 2004
Menurut Landon 2004, secara keseluruhannya bayi yang dilahirkan term secara
trial of labor
TOL mempunyai efek yang lebih buruk berbanding bayi yang dilahirkan secara
elective repeated cesarean delivery
ERCD. Penilaian yang digunakan adalah
antepa rtum stillbirth
,
intrapartum stillbirth
,
hypoxic-ischemic encephalopathy
dan kematian neonatus.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 : Komplikasi perinatal berdasarkan keberhasilan
trial of labor
Landon, 2004
2.10. Monitoring