Pola Penggunaan Albumin Pada Pasien Luka Bakar Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan

(1)

TESIS

POLA PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN LUKA BAKAR

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr.PIRNGADI

KOTA MEDAN

Oleh:

SINGGAR NI RUDANG

NIM 097014018

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI


(2)

POLA PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN LUKA BAKAR

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. PIRNGADI

KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

SINGGAR NI RUDANG

NIM 097014018

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

POLA PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN LUKA BAKAR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. PIRNGADI

KOTA MEDAN

Oleh:

SINGGAR NI RUDANG NIM 097014018

Medan, April 2014 Menyetujui

Komisi Pembimbing, Komisi Penguji,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195301011983031004 NIP 195103261978022001

Prof. Azmi S. Kar. SpPD (KHOM) Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 19531128198303100

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004

Prof. Azmi S. Kar. SpPD (KHOM)

Mengetahui: Disahkan Oleh: Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Singgar Ni Rudang Nomor Induk Mahasiswa : 097014018

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Pola Penggunaan Albumin Pada Pasien Luka Bakar Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Senin tanggal tiga bulan Februari tahun dua ribu empat belas.

Mengesahkan: Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Anggota Tim Penguji : Prof. Azmi S. Kar. SpPD (KHOM) Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Singgar Ni Rudang

Nomor Induk Mahasiswa : 097014018

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Pola Penggunaan Albumin pada Pasien Luka

Bakar di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah hasil karya saya sendiri, bukan plagiat, dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dalam keadaan sehat.

Medan, April 2014

Yang membuat pernyataan,

Singgar Ni Rudang NIM 097014018


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini, serta Shalawatdan Salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Magister Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang berjudul: Pola Penggunaan Albumin Pada Pasien Luka Bakar Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku penguji sekaligus Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan, kepada Bapak Prof. Dr. UripHarahap, Apt., dan Bapak Prof. Azmi S. Kar. SpPD (KHOM), yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan tesis ini berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., sebagai penguji dan Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., selaku ketua program studi Magister Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada suami tercinta Drs. Indra Ginting, M.M., Apt., atas doa dan


(7)

dukungan baik moril maupun materil, serta anak-anak tersayang yang selalu memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan tesis ini. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, April 2014

Penulis,

Singgar Ni Rudang NIM 097014018


(8)

POLA PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN LUKA BAKAR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Albumin telah digunakan sejak puluhan tahun sebagai salah satu pilihan terapi dalam praktik medis. Tujuannya adalah mengatasi kondisi hipoalbuminemia pada berbagai penyakit. Kadar serum albumin sangat penting sebagai indikator prognostik, karena jika kadar albumin kurang dari yang seharusnya, akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Penderita luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan datang dengan derajat luka yang berbeda mulai dari yang ringan sampai yang berat, sehingga diperlukan penanganan pengobatan luka bakar sesuai indikasi luka bakar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola penanganan pengobatan pasien luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan dan untuk mengetahui pemberian terapi albumin pada pasien luka bakar sesuai dengan kebutuhan pengobatan pasien.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu dilakukan pada waktu tertentu, sebagai tahap pertama memberikan gambaran pengobatan penanganan luka bakar. Bahan dan sumber data diperoleh dari rekam medis di rumah sakit dr. Pirngadi Kota Medan. Pasien luka bakar rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi kota Medan tercatat sejumlah 45 orang dan setelah dilakukan pencatatan serta seleksi diperoleh data pasien luka bakar yang termasuk inklusia dalah 30 orang yang terdiri dari 18 orang laki-laki dan 12 orang perempuan.

Tiga puluh pasien yang diteliti ternyata 20 orang pasien yang sembuh (66,70%) dan 10 orang pasien meninggal (33,30%), yaitu 18 pasien tanpa terapi albumin sebanyak 16 orang pulang dengan kondisi sembuh dan 2 orang meninggal. Pada pemberian terapi albumin sebanyak 12 pasien, 4 orang sembuh dan 8 orang yang meninggal. Setelah dimasukkan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Test 2 tailed ternyata ada perbedaan antara pemberian terapi albumin dan tanpa terapi albumin. Pada pasien luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan yang diteliti ternyata tidak semua pasien diterapi dengan albumin hanya pasien yang membutuhkannya saja. Kata kunci: Luka bakar, terapi albumin, RSUD dr. Pi


(9)

USE PATTERNS ALBUMININ BURN OF PATIENTS REGIONAL GENERAL HOSPITAL dr. PIRNGADI MEDAN CITY

ABSTRACT

Albumin has been used for decade sasatreatment optionin medical practice. The aim isto over come hypoalbuminemia invarious disease conditions. Serum albumin level sare very importantas a prognostic indicator, because if albumin levels less than they should, will increase the risk of morbidity and mortality. Patients with burns in hospital dr. Pirngadi Medan come with different degrees of injury ranging from mild to severe, necessitating treatment of burns treatment as indicated burns. The purpose of this study was to determine the pattern of treatment of burn patients treatment in a public regional general hospital dr. Pirngadi Medan city and to determine albumin therapy in burn patients according to the treatment needs of patients.

This research uses descriptive method that iscarried outat a particular time, as the first stage gives an over view of the treatment of burns. Materials and sources of data obtained from medical recordsat the regional general hospital dr. Pirngadi Medan city. Burn patients regional general hospital dr. Pirngadi Medan city, there were 45 people, and after the recording of the data obtained and the selection of patients including burn inclusion sare 30 people consisting of 18 men and 12 women.

Thirty patients studied 20 patients who apparently cured (66.70%) and 10 patients died (33.30%), is 18 patients without albumin therapyas many as 16 people went home with the condition is cured and 2 died.In albumin therapy as many as 12 patients, 4 were cured and 8 people died. Once in serted with the Kolmogorov-Smirnov two-tailed test turns out there is a difference between providing therapy without albumin and albumin therapy. In burn patients in general hospital dr. Pirngadi Medan studied not all patients treated with albumin only patients who need it.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN TESIS ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

1.3 Kriteria Inklusi ... 5

1.4 Kriteria Eksklusi ... 6

1.5 Perumusan Masalah ... 6

1.6 Hipotesis ... 6

1.7 Tujuan Penelitian ... 6


(11)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Albumin ... 8

2.2 Fungsi albumin ... 8

2.3 Farmakologi ... 10

2.3.1 Sintesis ... 10

2.3.2 Distribusi ... 11

2.3.3 Degradasi ... 11

2.3.4 Ekskresi ... 12

2.4 Ekivalensi Plasma ... 12

2.5 Indikasi Penggunaan Albumin ... 12

2.6 Luka Bakar ... 14

2.7 Epidemilogi Luka Bakar ... 15

2.8 Etiologi Luka Bakar ... 16

2.9 Patofisiologi Luka Bakar ... 16

2.10 Pembagian Luka Bakar ... 18

2.10.1 Luka bakar listrik ... 18

2.10.2 Luka bakar karena panas ... 19

2.10.3 Luka bakar bahan kimia ... 19

2.11 Penentuan Derajat Luka Bakar ... 19

2.11.1 Luka bakar derajat pertama ... 19

2.11.2 Luka bakar derajat dua/luka bakar ketebalan parsial ... 20


(12)

2.12.1 Pemeriksaan fisik ... 23

2.12.2 Pemeriksaan laboratorium ... 23

2.13 Komplikasi ... 23

2.13.1 Syok hipovolemik ... 23

2.13.2 Udem laring ... 24

2.13.3 Keracunan gas CO ... 25

2.13.4 SIRS (systemic inflamatory respone syndrome) ... 25

2.13.5 MOF (multi organ failure) ... 26

2.13.6 Kontraktur ... 27

2.14 Perawatan Luka Bakar ... 28

2.14.1 Penggantian cairan ... 28

2.14.2 Debridemen ... 28

2.14.3 Penggantianbalutan ... 29

2.14. 4 Penggunaan antibiotik ... 30

2.14.5 Mengurangi nyeri pada luka bakar ... 30

2.15 Faktor Kesembuhan Luka Bakar ... 31

2.16 Permasalahan pada Luka Bakar ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

3.2 Rancangan Penelitian ... 33

3.2.1 Subjek penelitian ... 33

3.2.2 Populasi sasaran ... 33


(13)

3.2.4 Besar sampel ... 34

3.2.5 Tahapan penelitian ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Jumlah Pasien Luka Bakar ... 36

4.2 Terapi Albumin ... 39

4.3 Persentase Pasien Sembuh dan Meninggal ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Hukum Sembilan untuk Menghitung Persentase Tubuh yang

Terbakar ... 22

4.1 Data Demografi Pasien Luka Bakar ... 36

4.2 Waktu Kedatangan Pasien ke Rumah Sakit... 38

4.3 Data Pasien Sembuh dan Meninggal ... 38

4.4 Data Penggunaan Albumin ... 39


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 5 2.1 Anatomi Kulit dan Hubungan dengan Derajat Luka Bakar... 21 2.2 Persentase Luka Bakar pada Seluruh Luas Permukaan Tubuh ... 22 2.3 Skema faktor yang menentukan beratnya luka bakar dan harapan


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman


(17)

POLA PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN LUKA BAKAR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Albumin telah digunakan sejak puluhan tahun sebagai salah satu pilihan terapi dalam praktik medis. Tujuannya adalah mengatasi kondisi hipoalbuminemia pada berbagai penyakit. Kadar serum albumin sangat penting sebagai indikator prognostik, karena jika kadar albumin kurang dari yang seharusnya, akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Penderita luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan datang dengan derajat luka yang berbeda mulai dari yang ringan sampai yang berat, sehingga diperlukan penanganan pengobatan luka bakar sesuai indikasi luka bakar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola penanganan pengobatan pasien luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan dan untuk mengetahui pemberian terapi albumin pada pasien luka bakar sesuai dengan kebutuhan pengobatan pasien.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu dilakukan pada waktu tertentu, sebagai tahap pertama memberikan gambaran pengobatan penanganan luka bakar. Bahan dan sumber data diperoleh dari rekam medis di rumah sakit dr. Pirngadi Kota Medan. Pasien luka bakar rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi kota Medan tercatat sejumlah 45 orang dan setelah dilakukan pencatatan serta seleksi diperoleh data pasien luka bakar yang termasuk inklusia dalah 30 orang yang terdiri dari 18 orang laki-laki dan 12 orang perempuan.

Tiga puluh pasien yang diteliti ternyata 20 orang pasien yang sembuh (66,70%) dan 10 orang pasien meninggal (33,30%), yaitu 18 pasien tanpa terapi albumin sebanyak 16 orang pulang dengan kondisi sembuh dan 2 orang meninggal. Pada pemberian terapi albumin sebanyak 12 pasien, 4 orang sembuh dan 8 orang yang meninggal. Setelah dimasukkan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Test 2 tailed ternyata ada perbedaan antara pemberian terapi albumin dan tanpa terapi albumin. Pada pasien luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan yang diteliti ternyata tidak semua pasien diterapi dengan albumin hanya pasien yang membutuhkannya saja. Kata kunci: Luka bakar, terapi albumin, RSUD dr. Pi


(18)

USE PATTERNS ALBUMININ BURN OF PATIENTS REGIONAL GENERAL HOSPITAL dr. PIRNGADI MEDAN CITY

ABSTRACT

Albumin has been used for decade sasatreatment optionin medical practice. The aim isto over come hypoalbuminemia invarious disease conditions. Serum albumin level sare very importantas a prognostic indicator, because if albumin levels less than they should, will increase the risk of morbidity and mortality. Patients with burns in hospital dr. Pirngadi Medan come with different degrees of injury ranging from mild to severe, necessitating treatment of burns treatment as indicated burns. The purpose of this study was to determine the pattern of treatment of burn patients treatment in a public regional general hospital dr. Pirngadi Medan city and to determine albumin therapy in burn patients according to the treatment needs of patients.

This research uses descriptive method that iscarried outat a particular time, as the first stage gives an over view of the treatment of burns. Materials and sources of data obtained from medical recordsat the regional general hospital dr. Pirngadi Medan city. Burn patients regional general hospital dr. Pirngadi Medan city, there were 45 people, and after the recording of the data obtained and the selection of patients including burn inclusion sare 30 people consisting of 18 men and 12 women.

Thirty patients studied 20 patients who apparently cured (66.70%) and 10 patients died (33.30%), is 18 patients without albumin therapyas many as 16 people went home with the condition is cured and 2 died.In albumin therapy as many as 12 patients, 4 were cured and 8 people died. Once in serted with the Kolmogorov-Smirnov two-tailed test turns out there is a difference between providing therapy without albumin and albumin therapy. In burn patients in general hospital dr. Pirngadi Medan studied not all patients treated with albumin only patients who need it.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya. (Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28 H, Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang Undang Nomor 36 tahun 2000 tentang kesehatan). Oleh karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya dan negara bertanggung jawab agar terpenuhi hak sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit). Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi pengkajian resep, dispensing, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, visite pasien dan pengkajian penggunaan obat (Anonim1, 2004).


(20)

Pengkajian penggunaan obat merupakan evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien (Aslam, dkk., 2003). Adapun hal yang menyebabkan ketidakrasionalan obat yaitu peresepan yang boros (extravagant), peresepan berlebihan (over prescribing), peresepan yang kurang (under prescribing), peresepan majemuk (multiple prescribing), dan peresepan yang salah (incorrect prescribing).

Masalah terapi terkait obat (drug therapy problem) muncul ketika

kebutuhan pasien terkait obat tidak terpenuhi yaitu untreated indication (pasien memerlukan obat tetapi indikasinya kurang tepat), drug therapy used when not

indicated (pasien memerlukan terapi obat tetapi mendapat obat yang

indikasinya tidak ada), improper drug selection (pasien memerlukan terapi obat tetapi mendapat obat/produk obat yang salah), subtherapeutic dose (pasien memerlukan terapi obat tetapi menerima dosis obat kurang). Salah satu penyakit yang dirawat di rumah sakit dr. Pirngadi Medan adalah pasien luka bakar. Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya dan radiasi (Morison, 2004). Jenis luka dapat beragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah, dan jaringan epidermal yang mengakibatkan rusaknya sistem


(21)

persyarafan (Morison, 2004). Sebagian luka bakar terkait dengan kecelakaan di rumah dan sebagian lagi terjadi di lingkungan kerja.

Penderita luka bakar di rumah sakit dr. Pirngadi Kota Medan datang dengan derajat luka yang berbeda mulai dari yang ringan sampai yang berat, sehingga diperlukan penanganan pengobatan luka bakar sesuai indikasi luka bakar. Umumnya pasien luka bakar diobati berdasarkan prosedur tetap yang sudah baku pada ruang rawat inap, tanpa melihat jenis luka dan derajat luka bakarnya yaitu dengan cara mengurangi rasa nyeri, dukungan psikologis, pembersihan luka dan pencegahan infeksi (Morison, 2004). Sehingga penanganan yang lebih lanjut membutuhkan waktu yang lama. Menurut pedoman penggunaan albumin University Health System (UHS) dan pedoman penggunaan albumin di rumah sakit umum daerah Soetomo Surabaya (RSUD Soetomo, 2003), untuk pasien dengan derajat luka bakar >50% dari permukaan tubuh harus diberikan albumin dalam waktu 24 jam pertama. Pada pasien luka bakar di RSU dr. Pirngadi penggunaan albumin hanya diberikan pada pasien jika terjadi hipoalbuminemia dengan tujuan untuk memperbaiki kadar albumin dan percepatan penyembuhan penyakit pasien.

Albumin telah digunakan sejak puluhan tahun sebagai salah satu pilihan terapi dalam praktik medis. Tujuannya adalah mengatasi kondisi hipoalbuminemia pada berbagai penyakit. Menurunnya kadar albumin dapat menjadi penyebab kelainan tetapi lebih banyak merupakan komplikasi penyakit yang diderita sebelumnya.


(22)

Banyak data yang membuktikan bahwa kadar albumin dalam darah berkaitan dengan prognosis sehingga para ahli berkeyakinan untuk memperbaiki kondisi hipoalbuminemia dilakukan dengan pemberian infus albumin. Contoh yang paling nyata adalah usaha untuk menaikkan kadar albumin pada pasien-pasien gawat atau kondisi pra-bedah. Fungsi albumin adalah menjaga agar tekanan onkotik koloid plasma berkisar 75-80% yang merupakan 50% protein tubuh. Dalam tubuh terdapat kurang lebih 360 g albumin yang dapat dijumpai dalam plasma 49% dan 51% pada jaringan extravaskuler. Jika protein plasma khususnya albumin tidak dapat lagi menjaga tekanan onkoloid akan terjadi ketidak seimbangan tekanan hidrostatik yang akan menyebabkan edema (Murray, 2006).

Kadar serum albumin sangat penting sebagai indikator prognostik, karena jika kadar albumin kurang dari yang seharusnya, akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas.

Albumin diproduksi di hati sebagai proalbumin yang mempunyai N-terminal protein, oleh karena itu pemberian albumin untuk penderita penyakit hati tidak bermanfaat. Karena albumin disintesis di hati dengan rata-rata 12-14 g/hari (150-250 mg/kg berat badan) dengan T½ 20 hari (Sulistia, 2007). Meskipun harga sediaan albumin relatif mahal harus tetap diberikan sesuai dengan diagnosis penyakitnya. Berkaitan dengan itu penulis ingin meneliti penanganan dan efektivitas pemberian albumin infus yang digunakan untuk memperbaiki kadar albumin yang rendah agar normal dan membantu percepatan penyembuhan penyakit pada pasien luka bakar.


(23)

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dilakukan pengkajian penggunaan obat untuk pasien luka bakar dengan derajat luka yang berbeda serta mengalami hipoalbuminemia sehingga diperoleh pola penggunaan albumin pada pasien luka bakar. Secara skematis pola pikir penelitian dapat ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Variable bebas Variable terikat

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian

1.3Kriteria Inklusi

Pada penelitian ini yang termasuk kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

a. penderita luka bakar dengan kadar albumin <3 g/dl berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan penderita luka bakar dengan kadar albumin normal >3 g/dl.

b. percepatan penyembuhan pasien yang ditandai luka kering dan keadaan Derajat Luka Bakar

Penggunaan Albumin

Kadar Albumin Penderita Luka

Sesuai Kebutuhan Pengobatan Waktu Pemberian


(24)

1.4 Kriteria Eksklusi

Pada penelitian ini yang termasuk kriteria eksklusi adalah sebagai

berikut:

a. pasien luka bakar dengan sindroma nefrotik. b. pasien luka bakar anak-anak.

1.5 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas maka, rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

a. apakah pola penanganan pengobatan luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan telah sesuai kebutuhan?

b. apakah semua jenis luka bakar harus diberikan terapi albumin?

1.6 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

a. pola penanganan pengobatan luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan sesuai dengan kebutuhan.

b. tidak semua jenis luka bakar diberikan terapi albumin, hanya pada pasien luka bakar yang membutuhkannya.


(25)

1.7 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui pola penanganan pengobatan pasien luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan.

b. untuk mengetahui pemberian terapi albumin pada pasien luka bakar

sesuai dengan kebutuhan pengobatan pasien.

I.8 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran pengobatan pasien luka bakar dan dapat sebagai acuan terapi albumin pada pasien luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Albumin

Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 55-60% dan total kadar protein serum normal adalah 3,8-5,0 g/dl. Albumin terdiri dari rantai tunggal polipeptida dengan berat molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam amino. Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips sehingga dengan bentuk molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan larut sempurna. Kadar albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi, dan distribusi antara kompartemen intravaskular dan ekstravaskular. Cadangan total albumin 3,5-5,0 g/kg BB atau 250-300 g pada orang dewasa sehat dengan berat 70 kg, dari jumlah ini 42% berada di kompartemen plasma dan sisanya di dalam kompartemen ektravaskular (Evans, 2002). Albumin manusia (human albumin) dibuat dari plasma manusia yang diendapkan dengan alkohol. Albumin secara luas digunakan untuk penggantian volume dan mengobati hipoalbuminemia (Uhing, 2004: Boldt, 2010).

2.2Fungsi Albumin

Berdasarkan fungsi dan fisiologis, secara umum albumin di dalam tubuh mempertahankan tekanan onkotik plasma, peranan albumin terhadap tekanan onkotik plasma rnencapai 80% yaitu 25 mmHg. Albumin mempunyai


(27)

konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan protein plasma lainnya, dengan berat molekul 66,4 kDa lebih rendah dari globulin serum yaitu 147 kDa, tetapi rnasih mempunyai tekanan osmotik yang bermakna. Efek osmotik ini memberikan 60% tekanan onkotik albumin. Sisanya 40% berperan dalam usaha untuk mempertahankan intravaskular dan partikel terlarut yang bermuatan positif (Nicholson dan Wolmaran, 2000; Dubois dan Vincent, 2002).

Secara detil fungsi dan peran albumin dalam tubuh adalah seperti yang akan dipaparkan berikut:

a. Albumin sebagai pengikat dan pengangkut

Albumin akan mengikat secara lemah dan reversibel partikel yang bermuatan negatif dan positif, dan berfungsi sebagai pembawa dan pengangkut molekul metabolit dan obat. Meskipun banyak teori tentang pentingnya albumin sebagai pengangkut dan pengikat protein, namun masih sedikit mengenai perubahan yang terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia (Nicholson dan Wolmaran, 2000; Khafaji dan Web, 2003; Vincent, 2003). b. Efek antikoagulan albumin

Albumin mempunyai efek terhadap pembekuan darah. Kerjanya seperti heparin, karena mempunyai persamaan struktur molekul. Heparin bermuatan negatif pada gugus sulfat yang berikatan antitrombin III yang bermuatan positif, yang menimbulkan efek antikoagulan. Albumin serum juga bermuatan negatif (Nicholson dan Wolmaran, 2000).


(28)

c. Albumin sebagai pendapar

Albumin berperan sebagai buffer dengan adanya muatan sisa dan molekul albumin dan jumlahnya relatif banyak dalam plasma. Pada keadaan pH normal albumin bermuatan negatif dan berperan dalam pembentukan gugus anion yang dapat mempengaruhi status asam basa. Penurunan kadar albumin akan menyebabkan alkalosis metabolik, karena penurunan albumin 1 g/dl akan meningkatkan kadar bikarbonat 3,4 mmol/L dan produksi basa >3,7 mmol/L serta penurunan anion 3 mmol/L (Nicholson dan Wolmaran, 2000).

d. Efek antioksidan albumin

Albumin dalam serum bertindak memblok suatu keadaan neurotoxic oxidant stress yang diinduksi oleh hidrogen peroksida atau copper, asam askorbat yang apabila teroksidasi akan menghasilkan radikal bebas (Gum dan Swanson, 2004).

e. Selain yang disebut di atas albumin juga berperan mempertahankan

integritas mikrovaskuler sehingga mencegah masuknya kuman-kuman usus ke dalam pembuluh darah, sehingga terhindar dari peritonitis bakterialis spontan (Nicholson dan Wolmaran, 2000).

2.3Farmakologi 2.3.1 Sintesis albumin

Sintesis albumin hanya terjadi di hepar. Pada orang sehat kecepatan sintesis albumin adalah 194 mg/kg/hari (12-25 gram/hari). Pada keadaan


(29)

2.3.2 Distribusi albumin

Konsentrasi albumin tertinggi terdapat di dalam sel hati, yaitu berkisar antara 200-500 mcg/g jaringan hati. Adanya albumin di dalam plasma (kompartemen intravaskuler) ditransfer melalui salah satu dari dua cara yaitu: a. langsung dari dinding sel hati ke dalam sinusoid.

b. melalui ruang antar sel hati dan dinding sinusoid kemudian ke saluran limfe hati yaitu duktus torasikus dan akhirnya ke dalam kompartemen intravaskuler. Hanya albumin dalam plasma (intravaskuler) yang mempertahankan volume plasma dan mencegah edema, sedangkan albumin ekstravaskuler tidak berperan.

Albumin merupakan 50% dari protein plasma dan yang memelihara tekanan onkotik plasma adalah sebesar 66-75%. Sebagian fungsi albumin dapat digantikan oleh globulin yang meningkat.

2.3.3 Degradasi albumin

Degradasi albumin total pada orang dewasa dengan berat 70 kg adalah sekitar 14 gram/hari atau 5% dan pertukaran protein seluruh tubuh per hari, albumin dipecah di otot dan kulit sebesar 40-60%, di hati 15%, ginjal sekitar 10%, dan 10% sisanya merembes ke dalam saluran cerna melalui dinding lambung. Produk degradasi akhir berupa asam amino bebas. Pada orang sehat kehilangan albumin adalah melalui urin dan biasanya minimal tidak melebihi dari 10-20 mg/hari karena hampir semua yang melewati membran glomerolus akan diserap kembali (Evans, 2002).


(30)

2.3.4 Ekskresi albumin

Pemberian preparat albumin tidak diekskresi oleh ginjal. Pada keadaan sehat ekskresi albumin melalui ginjal relatif tidak penting. Penyakit ginjal dapat mempengaruhi degradasi dan sintesis. Pada sindrom nefrotik, albumin plasma dipertahankan dengan menurunkan degradasi apabila kehilangan albumin 100 mg/kg BB/hari, tetapi bila kecepatan hilangnya albumin meningkat, sintesis albumin akan meningkat lebih dan 400 mg/kg BB/hari.

2.4Ekivalensi Plasma

Albumin mempunyai ekivalensi dengan darah sebagai berikut:

a. Dua puluh lima gram albumin ekivalen osmotik dengan lebih kurang 2 unit (500 ml) plasma beku segar (fresh frozen plasma).

b. Seratus ml albumin 25% sama dengan yang dikandung protein plasma dan 500 ml plasma atau 2 unit darah lengkap (whole blood).

2.5Indikasi Penggunaan Albumin

Albumin dalam aspek klinis digunakan dalam beberapa hal yaitu: a. Hipovolemia

Hipovolemia dicirikan oleh defisiensi volume intravaskular akibat kekurangan cairan eksternal atau redistribusi internal dan cairan ekstraselular. Jika terjadi hipovolemia dan disertai hipoalbuminemia dengan hidrasi yang memadai atau edema, lebih baik digunakan albumin 25% daripada albumin 5%. Jika hidrasi berlebihan, harus digunakan albumin 5% atau albumin 25%


(31)

dilarutkan dengan kristaloid. Walaupun kristaloid atau koloid dapat digunakan

untuk pengobatan emergency syok hipovolemik, human albumin memiliki

waktu paruh intravaskular yang panjang.

b. Hipoalbuminemia

Hubungan antara hipoalbuminemia dengan hasil akhir yang buruk telah memotivasi para klinisi untuk memberikan albumin eksogen pada pasien dengan hipoalbuminemia. Human albumin telah diindikasikan untuk terapi hipoalbuminemia di Amerika Serikat dan negara lainnya. Tetapi masih terdapat kontroversi, meskipun hipoalbuminemia secara langsung menyebabkan hasil akhir pengobatan yang buruk (Khafaji dan Web, 2003). Hipoalbuminemia bukan suatu indikasi untuk pemberian albumin karena hipoalbuminemia tidak berhubungan langsung dengan plasma dan volume cairan lainnya, tetapi disebabkan kelebihan dan defisit cairan di intravaskular yang disebabkan dilusi, penyakit dan faktor distribusi (Allison dan Lobo, 2000).

Hipoalbuminemia dapat terjadi akibat produksi albumin yang tidak adekuat (malnutrisi, luka bakar, infeksi dan pada bedah mayor), katabolisme yang berlebihan (luka bakar, bedah mayor, dan pankreatitis), kehilangan albumin dari tubuh, hemoragik, eksresi ginjal yang berlebihan, redistribusi dalam tubuh (bedah mayor dan kondisi inflamasi).

Pemberian albumin akibat kehilangan protein yang berlebihan hanya memberi efek sementara dan jika tidak diberikan akan memperparah penyakit. Pada kebanyakan kasus, peningkatan penggantian asam amino dan atau protein


(32)

larutan albumin. Beberapa kasus hipoalbuminemia yang disertai dengan cedera, infeksi atau pankreatitis tidak dapat memperbaiki kadar albumin plasma secara cepat dan suplemen nutrisi gagal untuk memperbaiki kadar serum albumin. Pada keadaan ini albumin mungkin digunakan untuk terapi tambahan.

c. Luka bakar

Albumin diberikan pada jam ke 24 pasca trauma untuk membantu penarikan cairan dan ekstravaskuler ke intravaskuler.

d. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Karakteristik ARDS adalah keadaan hipoproteinemia yang disebabkan

oleh edema pulmonari, jika terjadi overload pulmonari disertai

hipoalbuminemia, larutan albumin 25% akan memberikan efek terapetik jika dikombinasi dengan diuretik.

e. Nefrosis

Albumin mungkin berguna untuk membantu pengobatan edema pada pasien nefrosis yang menerima steroid dan atau diuretik.

f. Operasi By Pass Kardiopulmoner

g. Untuk mengikat dan mengeluarkan bilirubin toksik pada neonatus dengan penyakit hemolitik.

2.6 Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu bentuk cedera traumatik yang disebabkan oleh panas, listrik, kimiawi atau agen radioaktif. Sekitar 80% luka bakar terjadi di


(33)

rumah, dan lingkungan kerja lainnya. Nyala api adalah penyebab utama luka bakar.

Pada keadaan normal, sel-sel tubuh dapat menahan temperatur sampai

45oC tanpa kerusakan yang bermakna. Antara 44oC dan 51oC, kecepatan

kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur, kecepatan dan waktu penyinaran yang terbatas dapat ditoleransi di atas 51oC, dalam hal ini protein terdenaturasi dan laju kerusakan sangat hebat. Temperatur di atas 70oC menyebabkan kerusakan seluler yang sangat cepat dan hebat, kerusakan ini yang merupakan cedera luka bakar (Nettina, 2001).

2.7 Epidemilogi Luka Bakar

Jumlah penderita luka bakar di seluruh dunia terus mengalami peningkatan. Di Amerika Serikat 500.000 orang dirawat di Unit Gawat Darurat, sementara 74.000 pasien perlu perawatan inap di rumah sakit akibat luka bakar. Lebih dari 20.000 pasien mengalami luka bakar yang sangat hebat sehingga memerlukan perawatan pada pusat perawatan khusus luka bakar, dua belas ribu korban luka bakar meninggal akibat luka-lukanya. Di Indonesia, luka bakar merupakan kasus terbanyak yang terjadi saat ini, yang disebabkan oleh nyala api ataupun bahan kimia (Anonim2

Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa terjadi pada orang dewasa muda yaitu umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda. Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas. Sekitar 85% luka bakar


(34)

nyala api yang membakar baju. Dari umur 15 sampai 60 tahun, luka bakar paling sering disebabkan oleh kecelakaan industri, setelah umur ini luka bakar biasanya terjadi karena kebakaran di rumah akibat rokok karena membakar tempat tidur atau berhubungan juga dengan gangguan mental (Sabiston, 1995).

2.8 Etiologi Luka Bakar

Pusat-pusat perawatan yang berdekatan dengan perumahan penduduk atau berdekatan dengan daerah industri cenderung lebih sering menerima korban luka akibat terbakar. Sementara pusat-pusat di tengah kota lebih banyak merawat cedera melepuh. Cedera akibat listrik dapat timbul akibat kerja atau tidak disengaja berkontak dengan arus tegangan tinggi. Kasus luka bakar akibat rokok tampaknya dilaporkan lebih sedikit.

Lebih dari 80% luka bakar pada anak balita merupakan cedera lepuh. Luka ini dapat terjadi bila balita yang tidak terurus dengan baik yang dengan mudah dapat tersiram air panas, selain itu kulit balita lebih tipis dan kulit anak yang lebih besar dan orang dewasa, sehingga lebih rentan terhadap cedera (Shires, et al., 2002).

2.9 Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dan suatu sumber panas tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel, kulit dan saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan.


(35)

Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan agen tersebut. Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan kedalaman luka bakar, perawatannya dilakukan melalui tiga fase.

a. Fase resusitasi/darurat

Fase pada keadaan ini mulai dari cedera pertama sampai selesainya resusitasi cairan. Maksud fase ini diprioritaskan sebagai:

i. Pertolongan pertama ii. Pencegahan syok

iii. Pencegahan gangguan pemafasan

iv. Deteksi dan penanganan cedera yang menyertai v. Penilaian luka dan perawatan pendahuluan. b. Fase akut

Pada fase ini durasi dimulai sejak diuresis hingga hampir selesai penutupan luka. Prioritas fase ini adalah:

i. Perawatan dan penutupan luka

ii. Pencegahan atau penanganan komplikasi, termasuk infeksi. iii. Pemberian dukungan nutrisi.

c. Fase rehabilitasi

Durasi fase ini dimulai sejak terjadi penutupan luka besar hingga

kembali kepada tingkat penyesuaian fisik dan psikososial yang optimal (Bare dan Smeltzer, 2001).


(36)

i. Pencegahan parut dan kontraktur ii. Rehabilitasi fisik

iii. Rekontruksi fungsional dan kosmetik

iv. Konseling psikologi (Bare dan Smeltzer, 2001).

2.10 Pembagian Luka Bakar 2.10.1 Luka bakar listrik

Luka bakar listrik biasanya disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltase tinggi seperti kejadian pada petugas listrik yang bekerja berdekatan dengan sumber listrik tinggi. Anggota gerak merupakan tempat kontak yang paling sering terjadi tangan dan lengan yang lebih sering cedera daripada tungkai dan kaki. Lewatnya tenaga listrik bervoltase tinggi melalui jaringan akan mengubahnya menjadi tenaga panas, cedera ini menimbulkan luka bakar yang tidak hanya mengenai kulit dan jaringan subkutis, tetapi juga semua jaringan pada jalur arus listrik tersebut. Luka bakar ini menyebabkan kerusakan vaskular atau saraf pada jarak tertentu dan daerah luka bakar kulit. Anggota gerak dengan luka bakar listrik mudah terkena komplikasi sindroma kompartemen karena adanya luka otot yang dalam atau vaskular. Pada luka bakar listrik yang luas diperlukan penggantian cairan yang cukup banyak untuk menghindari komplikasi.

Perawatan luka bakar listrik yang tepat mengikuti prinsip perawatan umum luka bakar atau luka yang besar, apabila pasien mengalami kematian


(37)

jaringan dan saraf maka pasien membutuhkan amputasi anggota gerak (Sabiston, 1995).

2.10.2 Luka bakar karena panas

Luka bakar karena panas bisa disebabkan oleh nyala api ataupun uap panas serta air panas, yang menyebabkan cedera lepuh. Cedera lepuh ini

membuat keterlambatan pertumbuhan kulit (Anonim2

2.10.3 Luka bakar bahan kimia

, 2011).

Luka bakar karena bahan kimia berbeda dengan luka bakar yang diakibatkan panas yaitu pada derajat lukanya karena berhubungan langsung dengan lamanya kontak sumber panas oleh sebab itu dokter dapat langsung merubah kedalaman luka dengan perawatan yang cermat, untuk luka bakar karena bahan kimia sangat dibutuhkan larutan irigasi untuk penatalaksanaannya. Luka bakar bahan kimia bisa disebabkan oleh larutan fenol, asam hidrofluorida dan fosfor (Sabiston, 1995).

2.11 Penentuan Derajat Luka Bakar 2.11.1 Luka bakar derajat pertama

Ciri-ciri luka bakar derajat pertama adalah berwarna merah muda sampai merah, edema ringan, dan hilang dengan cepat. Selain itu nyeri dapat berlangsung 48 jam dan reda dengan pendinginan (Gambar 2.1).

Dasar pengobatan luka bakar derajat pertama adalah: a. epidermis mengelupas dalam 5 hari.


(38)

c. jaringan parut tidak terjadi.

d. penyembuhan secara spontan dalam 10 hari sampai 2 minggu tanpa

infeksi.

2.11.2 Luka bakar derajat dua/luka bakar ketebalan parsial

Luka bakar ketebalan parsial adalah luka yang sembuh dalam waktu lebih dari 3 minggu, penyembuhan yang lama ini sering kali menimbulkan pembentukan jaringan parut. Luka bakar ini dibagi menjadi 2 sub tipe, yaitu: a. Superfisial

i. Berwarna merah muda atau merah, pembentukan vesikel, berair dan

terjadi edema.

ii. Lapisan kulit superfisial rusak, luka nyeri dan lembab.

b. Dermal bagian dalam

i. Bercorak merah dan putih, area edema yang kemerahan memutih jika ditekan.

ii. Dapat menjadi kekuningan, lunak dan elastik, sensitif atau tidak sensitif terhadap sentuhan udara dingin.

Dasar pertimbangan pengobatan luka bakar derajat dua menurut Nettina (2001) adalah:

a. memerlukan beberapa minggu untuk sembuh.

b. jaringan parut dapat terjadi.

2.11.3Luka bakar derajat tiga/ketebalan penuh

Luka bakar ketebalan penuh atau luka bakar derajat tiga biasanya dapat dengan mudah dikenali, luka bakar ini biasanya disebabkan oleh paparan


(39)

terhadap zat kimia pekat, atau listrik dengan tegangan tinggi dan kontak yang lama dengan benda yang panas atau jilatan api (Shires, et al., 2002).

Ciri – ciri luka bakar derajat tiga adalah:

a. kerusakan epidermis, dennis, lemak, otot, dan tulang. b. area kemerahan tidak dapat memutih jika ditekan.

c. luka tidak nyeri, tidak elastis, wama bervariasi dari putih hingga

kecoklat.

d. luka ditandai dengan kering dan mati rasa dan bersifat kaku.

Dasar pertimbangan pengobatan luka bakar derajat tiga menurut Nettina (2001) adalah:

a. luka harus dibersihkan dengan debridement. Jaringan granulasi

terbentuk pada epitalium yang paling dekat dan tepi luka atau tandur penopang.

b. penanduran diperlukan untuk area yang lebih besar dari 3 sampai 5 cm. Gambar anatomi kulit dan hubungan dengan derajat luka bakar dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(40)

Terkait dengan pertimbangan pengobatan luka derajat tiga, sewaktu pasien diperiksa dalam kamar gawat darurat, dilakukan penilaian persentase luka pada seluruh daerah permukaan tubuh. Pemeriksaan awal pada luka bakar akan menentukan jumlah cairan yang diberikan untuk resusitasi. Penentuan daerah luka dapat dilakukan dengan Hukum Sembilan (Tabel 2.1) dalam rumus ini tiap daerah anatomi ditentukan persentase luas pada seluruh permukaan tubuh yang merupakan perkalian Sembilan (Schwartz, 2000). Persentase luka bakar pada seluruh luas permukaan tubuh dapat juga dilihat pada Gambar 2.2. Tabel 2.1 Hukum sembilan untuk menghitung persentase tubuh yang terbakar (% LPTT)

Anak Dewasa

Kepala/leher 18 9

Lengan 9 9

Tubuh anterior 18 18

Tubuh posterior 18 18

Tungkai (pangkal paha sampai jari kaki) 14 18

LPTT= Luas Permukaan Tubuh Total (Shires, et al., 2002).

Gambar 2.2 Persentase luka bakar pada seluruh luas permukaan tubuh


(41)

2.12 Pemeriksaan Luka Bakar

Pemeriksaan luka bakar melingkupi dua hal:

2.12.1 Pemeriksaan fisik

Pasien luka bakar merupakan pasien trauma dan kalau melakukan evaluasi harus aman dan tangkas. Penyebab ketidakstabilan yang paling dini timbul pada pasien luka bakar adalah cedera inhalasi berat sehingga jalan napas atas mendekati letal. Pengamatan pertama harus cepat yaitu harus dapat mengenali semua kesulitan-kesulitan tersebut. Pemeriksaan lain penting yang harus dilakukan adalah pemeriksaan abdomen yang cermat sebelum pasien mendapatkan analgesik dan sedatif.

2.12.2 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dimulai dan perhitungan darah lengkap, elektrolit dan profil biokimia harus dilakukan setelah pasien tiba di fasilitas perawatan. Konsentrasi gas darah dan karboksi hemoglobin juga perlu segera diukur. Pemberian oksigen dapat mengatur keparahan keracunan karbon monoksida yang dialami penderita.

Sebaiknya dilakukan rontgen dada karena tekanan yang terlalu yang kuat pada dada, pasien luka bakar harus menjalani pemeriksaan radiografi dan seluruh vetebra dan tulang belakang.

2.13 Komplikasi


(42)

meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan yang masuk ke bula pada luka bakar derajat II dan pengeluran cairan dari kropeng pada luka bakar derajat III.

Bila luas luka bakar <20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasi tetapi bila >20% terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan-lahan dan maksimal pada delapan jam (Nugroho, 2012).

2.13.2 Udem Laring

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di muka, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, uap panas yang terhisap, udem yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas karena udem laring. Gejala yang timbul adalah sesak napas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap karena jelaga.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis (Nugroho, 2012).


(43)

2.13.3 Keracunan Gas CO

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda-tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila >60% hemoglobin terikat dengan CO, penderita dapat meninggal (Nugroho, 2012).

2.13.4 SIRS (systemic inflammatory respone syndrome)

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mata, yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit untuk mengalami penyembuhan karena tidak terjangkau oleh pembuluh darah kapiler yang mengalami trombosis. Kuman penyebab infeksi berasal dari kulitnya sendiri, juga dari kontaminasi kuman dari saluran nafas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya berbahaya karena banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik.

Prosesnya dimulai oleh aktivasi makrofag, netrofil, dan pelepasan mediator-mediator, yang kemudian diikuti oleh:

a. Gangguan hemodinamik berupa vasodilatasi, depresi miokardium,

gangguan sirkulasi dan redistribusi aliran.

b. Perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan, mikroemboli, dan maldigesti aliran.


(44)

c. Gangguan oksigenasi jaringn. Ketiganya menyebabkan hipoksia seluler dan menyebabkan kegagalan fungsi organ. Yang ditandai dengan meningkatnya kadar limfokin dan sitokin dalam darah (Nugroho, 2012).

2.13.5 MOF (Multi Organ Failure)

Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan gangguan sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan metabolisme. Pada tahap awal terjadi proses perubahan metabolisme anaerob yang diikuti peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat menimbulkan asidosis. Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi, sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan nekrosis.

Gangguan sirkulasi makro menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan-jaringan organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung, gunjal, yang selanjutnya mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme pertahanan tubuh, terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh (homeostasis), maka organ yang dimaksud dalam hal ini adalah ginjal. Dengan adanya penurunan atau disfungsi ginjal ini, beban tubuh semakin berat.

Resusitasi cairan yang inadekuat pada fase ini menyebabkan berjalannya proses sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi kelebihan pemberian cairan (overload) sementara sirkulasi dan perifer tidak atau belum berjalan normal, atau pada kondisi syok; cairan akan ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi klinisnya tampak sebagai edema paru yang menyebabkan kegagalan fungsi paru sebagai alat pernapasan, khususnya


(45)

pertukaran oksigen dengan karbondioksida, kadar oksigen dalam darah sangat rendah, dan jaringan hipoksik mengalami degenerasi yang bersifat ireversible. Sel-sel otak adalah organ yang paling sensitif; bila dalam wakru 4 menit terjadi kondisi hipoksik, maka sel-sel otak mengalami kerusakan dan kematian; yang menyebabkan kegagalan fungsi pengaturan di tingkat sentral (Nugroho, 2012).

2.13.6 Kontraktur

Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka, terutama luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit yang sehat di sekitar luka, yang tertarik ke sisi kulit yang terluka. Kontraktur yang terkena hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan.

Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke-4 dimana proses ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler dari penyembuhan luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi karena kehilangan lapisan superfisial dari kulit. Biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan parut yang tidak elastik ini akan menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh kembali. Pada luka bakar yang lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung kolagen akan meliputi neurovascular bundles dan ensheathed flexor tendons, juga permukaan volar dari sendi akan mengalami kontraksi atau perlekatan sehingga akan membatasi range of motion (Nugroho, 2012).


(46)

2.14 Perawatan Luka Bakar 2.14.1 Penggantian cairan

Penggantian cairan atau resusitasi cairan dimaksudkan untuk mengurangi penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48 jam. Cairan yang dapat digunakan seperti kristaloid yaitu larutan natrium klorida fisiologik atau larutan Ringer Laktat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pada luka bakar yang luas terdapat kegagalan pompa natrium-kalium (suatu mekanisme fisiologik yang terlibat dalam pengaturan keseimbangan cairan-elektrolit ditingkat seluler). Jadi pasien dengan luka bakar yang sangat luas membutuhkan lebih banyak cairan per persen luas bakar dibandingkan dengan pasien yang luka bakarnya lebih kecil. Pasien dengan luka bakar listrik, cedera panas akan memerlukan tambahan cairan.

2.14.2 Debridemen

Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar, tindakan ini Memiliki dua tujuan untuk:

a. menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda

asing sehingga pasien terhindar dari kemungkinan infeksi bakteri. b. menghilangkan jaringan yang sudah mati.

Debridemen dibagi 3 nama:

a. Debridemen alami

Pada debridemen alami, jaringan mati akan memisahkan diris secara spontan dan jaringan viabel yang ada di bawahnya. Namun pada pemakaian


(47)

preparat topikal antibakteri cenderung memperlambat proses pemisahan eskar alami ini.

b. Debridemen mekanis

Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting bedah untuk memisahkan dan mengangkat eskar. Biasanya debridemen mekanis dikerjakan setiap hari pada saat penggantian balutan serta pembersihan luka. Debridemen dengan cara ini dilaksanakan sampai tempat yang terasa sakit dan mengeluarkan darah.

c. Debridemen bedah

Debridemen bedah merupakan tindakan operasi dengan melibatkan pengelupasan lapisan kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai jaringan yang masih viabel dan berdarah. Tindakan ini dapat dimulai beberapa hari pasca luka bakar atau segera setelah kondisi hemodinamika pasien stabil dan edemanya berkurang (Bare dan Smeltzer, 2001).

2.14.3 Penggantian Balutan

Pembalutan luka bakar dilakukan untuk menutupi luka sementara, melindungi jaringan granulasi, mengurangi nyeri dan membantu menentukan ketika luka yang tergranulasi akan menerima autograph (Nettina, 2001).

Menurut Nettina (2001), jenis balutan terbagi dua: a. Balutan biologis

Balutan biologis digunakan untuk menutup luas permukaan tubuh. Biasanya balutan ini berupa robekan tebal graf yang ditanam baik dan jaringan


(48)

kulit manusia maupun dan donor mamalia lain seperti babi, amnion manusia juga dapat digunakan.

b. Balutan biosintetis

Balutan biosintetis digunakan ketika autograph permanen tidak bisa didapat.

2.14.4 Penggunaan antibiotik

Pengguanaan terapi antibiotika pada luka bakar ada dua metode yaitu terapi antibiotika topikal dan terapi intravena. Terapi antibiotika secara topikal tidak mensterilkan luka bakar tetapi hanya mengurangi jumlah bakteri agar keseluruhan populasi mikroba dapat dikendalikan oleh mekanisme pertahanan tubuh pasien, terapi antibiotika topikal akan meningkatkan upaya untuk mengubah luka yang terbuka dan tertutup serta kotor menjadi luka yang tertutup dan bersih, contoh antibiotika preparat topikal yaitu: gentamisin sulfat. Terapi antibiotika intravena dapat diberikan profilaksis untuk pencegahan infeksi gram positif pada luka bakar (Nettina, 2001).

2.14.5 Mengurangi nyeri pada luka bakar

Nyeri terasa hebat pada luka bakar derajat dua ketimbang pada luka bakar derajat tiga karena pada derajat dua ujung-ujung sarafnya tidak rusak, ujung-ujung saraf yang terkena sangat sensitif terhadap aliran udara yang dingin sehingga diperlukan kasa penutup steril yang bisa membantu mengurangi rasa nyeri tersebut. Namun demikian pasien dengan luka bakar derajat tiga tetap merasakan nyeri yang dalam dan nyeri disekitar luka bakar.


(49)

Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan, maka preparat nyeri analgetik harus diberikan sebelum nyeri terasa hebat terjadi (Bare dan Smeltzer, 2001).

2.15 Faktor Kesembuhan Luka Bakar

Oleh karena banyaknya variabel luka bakar termasuk cedera penyerta, penyakit kronik, lamanya waktu pasca luka bakar sebelum dirawat di rumah sakit, dan kejadian-kejadian di sekitar luka bakar, maka mortalitas memiliki nilai yang kecil dan sering kali menyesatkan (Schwartz, 2002). Gambaran faktor yang menentukan beratnya luka bakar dan kemungkinan akibatnya bagi seseorang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Area permukaan Kedalaman cedera Umur Tubuh yang

Terkena (%)

Gambar 2.3 Skema faktor yang menentukan beratnya luka bakar dan harapan hidup (Morison, 2004).

Faktor–faktor pasien yang lebih luas.

Waktu untuk memperoleh akses ke pertolongan spesialis guna mendapatkan

pemeriksaan dan

penatalaksanaan (bagi semua pasien luka bakar kecuali yang lukanya sangat kecil. Ketepatan

pertolongan pertama yang dilakukan segera

Sifat luka bakar Penyakit yang

melemahkan yang terjadi bersamaan

Malnutrisi yang sudah ada sebelumnya

Letak cedera

Faktor psikososial

Faktor yang

menentukan keparahan luka bakar dan harapan hidup


(50)

2.16 Permasalahan Pasca Luka Bakar

Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali terutama bila parut tersebut berupa keloid. Kekakuan sendi memerlukan program fisipterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan bedah.

Pada cacat estetik yang berat mungkin diperlukan ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan rasa percaya diri penderita, dan diperlukan pertolongan ahli bedah rekonstruksi terutama jika cacat mengenai wajah atau tangan. Bila luka bakar merusak jalan nafas akibat inhalasi, dapat terjadi atelektasis, neumonia atau insufisiensi fungsi paru pasca trauma (Nugroho, 2012).


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian dilakukan pada waktu tertentu. Penelitian dilakukan sebagai tahap pertama dengan tujuan memberikan gambaran pengobatan penanganan luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tahun 2012 di rekam medis RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.

3.2 Rancangan Penelitian 3.2.1 Subjek penelitian

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit yang menderita luka bakar. Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode retrospektif yaitu berdasarkan penelusuran terhadap dokumen terdahulu berupa data rekam medis pasien luka bakar tahun 2011.

3.2.2 Populasi sasaran

Penderita luka bakar yang mendapat terapi albumin dan penderita luka bakar tanpa terapi albumin.


(52)

3.2.4 Besar sampel

Ukuran sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, dkk., 2002; Sudigdo dan Sofyan, 2006).

( Zα + Zβ ) x Sd

n ≥

2

d n = besar sampel

2

Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,005 maka Z = 1,96

Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan > untuk β = 0,15 maka Z = 1,036

Sd = Standard deviasi = 0,457 d = Tingkat ketepatan = 0,2

Besar sampel yang dibutuhkan adalah: ( 1,96 + 1,036 ) x 0,457 n ≥

2

0,25

Berdasarkan perhitungan di atas maka sampel yang dibutuhkan minimal 30 kasus.

3.2.5 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan:

a. Mengumpulkan data rekam medis pasien luka bakar. Pada tahap ini dilakukan pencatatan rekam medis seperti: Nama, MR, usia, berat badan, riwayat penyakit, amnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan penunjang yang ada. Sehingga data


(53)

b. Memisahkan data yang memenuhi kriteria inklusi dengan ekslusi. Data yang diteliti memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien dewasa dan pasien yang berdasarkan pemeriksaan dengan kadar albumin >3 diperoleh 30 orang yang terdiri 18 orang laki-laki dan 12 orang perempuan.

c. Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan melakukan pemisahan

menurut penggunaan albumin pada pasien luka bakar sehingga nantinya akan diperoleh pola penggunaan albumin. Juga dilakukan pemisahan pada saat pasien pulang agar diketahui kondisi pasien dengan penggunaan albumin pada saat pulang dari rumah sakit. Serta keadaan pasien didata ketika masuk dan keluar dari rumah sakit. Sample diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov 2 tailed dan Fisher’s Exact Test 2-sided.


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah Pasien Luka Bakar

Penelitian terhadap pasien luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan tercatat sejumlah 45 orang pasien luka bakar, setelah dilakukan pencatatan dan seleksi diperoleh data pasien luka bakar yang termasuk inklusi adalah 30 orang untuk diteliti yaitu terdiri dari 18 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Hasil pengumpulan data jumlah pasien luka bakar seluruhnya dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 46. Hasil pengumpulan data jumlah pasien luka bakar berdasarkan demografi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data demografi pasien luka bakar

No. Nama Jenis kelamin LOS Sembuh Meninggal

1. RS Pr 28 - √

2. FR Lk 2 √ -

3. MA Lk 1 - √

4. SM Lk 2 √ -

5. KA Lk 20 - √

6. A Pr 22 √ -

7. RM Lk 4 √ -

8. J Pr 7 √ -

9. J Pr 18 - √

10. HS Lk 20 - √


(55)

Tabel 4.1 (Lanjutan)

12. S Pr 5 - √

13. S Lk 10 - √

14. ER Lk 5 - √

15. RB Lk 9 √ -

16. PS Lk 17 √ -

17. TM Lk 3 - √

18. SP Pr 19 √ -

19. AM Lk 20 √ -

20. RA Lk 5 √ -

21. M Pr 21 √ -

22. N Lk 8 √ -

23. M Lk 5 √ -

24. H Lk 7 √ -

25. P Pr 29 √ -

26. S Pr 2 - √

27. TC Lk 21 √ -

28. LR Lk 9 √ -

29. R Pr 4 √ -

30. SF Pr 22 √ -

Total 20 10

Keterangan: LOS = length of stay

Pada Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah pasien luka bakar wanita 12 orang (40%) dan laki–laki 18 orang (60%), dengan hari perawatan


(56)

wanita luka bakar umumnya disebabkan api sedangkan pria karena sengatan listrik sehubungan dengan risiko kerja mereka (Morison, 2004). Pada penelitian ini dijumpai lebih banyak laki–laki karena sehubungan dengan risiko pekerjaan mereka.

Berdasarkan waktu datang pasien ke rumah sakit adalah sebanyak 19 orang (63,33%) segera atau kurang dari 1 hari ke rumah sakit, sebanyak 7 orang (23,33%) datang ke rumah sakit setelah 1–3 hari dan sisanya sebanyak 4 orang (13,33%) datang ke rumah sakit setelah lebih dari 3 hari luka bakarnya

(Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Waktu kedatangan pasien ke rumah sakit

Hari Jumlah pasien (orang) Persentase

<1 19 63,33

1-3 7 23,33

>3 4 13,33

Total 30 100

Berdasarkan data pasien sembuh dan meninggal yang datang ke rumah sakit <3 hari sebanyak 26 orang; 17 orang sembuh dan 9 orang meninggal. Pasien yang datang >3 hari sebanyak 4 orang dengan 3 orang sembuh dan 1 orang meninggal (Tabel 4.3), sampel diuji dengan Fisher’s Exact Test 2-sided diperoleh P = 1, berarti tidak ada pengaruh waktu datang pasien kerumah sakit

(Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Data pasien sembuh dan meninggal

Pasien datang ke RS Sembuh Meninggal Total

<3 hari 17 9 26

>3 hari 3 1 4


(57)

4.2 Terapi Albumin

Pada Lampiran 1 (halaman 46) tampak bahwa tidak semua pasien luka bakar diberikan terapi albumin, tergantung dari kondisi dan kadar albumin pasien. Data pemberian albumin pada pasien luka bakar dapat dilihat pada

Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data penggunaan albumin

Hasil Tanpa

albumin

Albumin 5% Albumin

20%

Total

Sembuh 16 2 2 20

Meninggal 2 5 3 10

Total 18 7 5 30

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas bahwa jumlah pasien sembuh 20 orang dan meninggal 10 orang, dimana 18 orang tanpa penggunaan albumin dan 12 orang menggunakan albumin.

Sample diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov 2 tailed diperoleh angka 1,549 dan P = 0,016 di mana P <0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan pemberian terapi albumin dengan tanpa terapi albumin.

Dari data LOS (length of stay) 18 orang yang dirawat selama 1–12 hari ternyata 12 orang sembuh dan 6 orang meninggal, pada 12 pasien yang dirawat selama 13-30 hari terlihat 8 orang sembuh dan 4 orang meninggal (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Data LOS (length of stay)

LOS (hari) Sembuh Meninggal Total

1–12 12 6 18


(58)

Sampel diuji dengan Fisher’s Exact Test 2-sided diperoleh P = 1, berarti tidak ada perbedaan dengan hari rawatan sembuh dan meninggal. Dari hasil penelitian tidak semua pasien luka bakar mendapat terapi albumin, sebab hipoalbuminemia bukan satu-satunya indikasi untuk pemberian albumin karena hipoalbuminemia tidak berhubungan langsung dengan plasma dan volume cairan lainnya, tetapi karena kelebihan dan defisit cairan di intravaskular yang disebabkan dilusi, penyakit dan faktor distribusi (Allison dan Lobo, 2000).

Berdasarkan fungsi dan fisiologis, secara umum albumin di dalam tubuh mempertahankan tekanan onkotik plasma, peranan albumin terhadap tekanan onkotik plasma mencapai 80% yaitu 25 mmHg. Albumin mempunyai konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan protein plasma lainnya, dengan berat molekul 66,4 kDa lebih rendah dari globulin serum yaitu 147 kDa, tetapi masih mempunyai tekanan osmotik yang bermakna. Efek osmotik ini memberikan 60% tekanan onkotik albumin. Sisanya 40% berperan dalam usaha untuk mempertahankan intravaskular dan partikel terlarut yang bermuatan positif (Nicholson dan Wolmaran, 2000; Dubois dan Vincent, 2002).

Hubungan antara hipoalbuminemia dengan hasil akhir yang buruk telah memotivasi para klinisi untuk memberikan albumin eksogen pada pasien dengan hipoalbuminemia. Human albumin telah diindikasikan untuk terapi hipoalbuminemia di Amerika Serikat dan negara lainnya. Tetapi masih terdapat kontroversi, meskipun hipoalbuminemia secara langsung menyebabkan hasil akhir pengobatan yang buruk (Khafaji dan Web, 2003).


(59)

4.3 Persentase Pasien Sembuh dan Meninggal

Pada Tabel 4.4 dapat dilihat 30 pasien yang diteliti ternyata 20 orang pasien sembuh (66,70%) dan 10 orang (33,30%) pasien meninggal, dengan perincian pasien yang datang ke rumah sakit <3 hari sebanyak 26 orang dengan 17 orang sembuh, meninggal 9 orang. Sedangkan yang datang ke rumah sakit >3 hari sebanyak 4 orang dengan 3 orang sembuh dan 1 orang meninggal. Harapan hidup pasien setelah luka bakar tidak berhubungan langsung dengan terapi albumin tetapi berhubungan erat dengan ketepatan dan kecepatan pertolongan pertama yang diberikan.

Oleh karena banyaknya variabel luka bakar seperti faktor psikososial, sifat dari luka bakar (kedalaman, luas permukaan dan letak) dan faktor dari pasien sendiri (umur, malnutrisi) termasuk cedera penyerta, penyakit kronik, lamanya waktu pasca luka bakar sebelum dirawat di rumah sakit, dan kejadian-kejadian di sekitar luka bakar, maka mortalitas memiliki nilai yang kecil dan sering kali menyesatkan (Schwartz, 2002). Artinya, tidak semua penderita luka bakar akan meninggal hanya disebabkan luka bakarnya saja, tetapi juga ditentukan oleh variabel yang menyertai luka bakar itu sendiri. Pada penelitian ini umumnya pasien cepat dibawa ke rumah sakit untuk penanganan luka bakarnya sehingga risiko mortalitas kecil. Dengan cepatnya pertolongan pertama pada luka bakar dan tepatnya pengobatan membuat risiko mortalitas menjadi kecil.


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: a. Jumlah pasien luka bakar pada penelitian ini adalah 30 orang

b. Jumlah pasien sembuh 20 orang (66,70%) dan 10 orang pasien meninggal

(33,30%), dimana 18 pasien tanpa terapi albumin sebanyak 16 orang pulang dengan kondisi sembuh dan 2 orang meninggal.

c. Sedangkan pada pemberian terapi albumin sebanyak 12 pasien, dimana 4

orang sembuh dan 8 orang meninggal. Ternyata ada perbedaan antara pemberian terapi albumin dan tanpa terapi albumin.

d. Pada penelitian ini hanya pasien yang membutuhkan albumin saja yang

diterapi albumin. Penyembuhan luka bakar ternyata tidak hanya tergantung pemberian albumin saja. Salah satunya adalah cepat atau lambatnya pasien dibawa ke rumah sakit dan penanganan yang tepat di rumah sakit.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh agar dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai pola penggunaan albumin dengan jumlah pasien yang lebih banyak sehingga dapat diperoleh adanya perbedaan pemberian terapi albumin pada pasien luka bakar dan perawatan


(61)

pasien luka bakar yang tepat dan benar, sehingga penanganan pasien tidak terlalu lama di rumah sakit.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. (2004). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004

Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

http://depkes.go.id/downloads/UU_No._40_Th_2004_ttg_Sistem_Jamin an_Sosial_Nasional.pdf. Diakses pada tanggal 4 Juni 2013.

Anonim2. (2013). Luka Bakar.

Aslam, M., Tan, C.K., dan Prayetno, A. (2003). Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 56-66.

Bare, B.G., dan Smeltzer, C. (2001). Keperawatan Medical Bedah. Edisi Kedelapan. Jakarta: EGC. Hal. 1917-1940.

Boldt, J. (2010). Use of Albumin: an Update. British Journal of Anaesthesia.

104(3): 276-284.

Danang, S. (2011). Analisis Untuk Penelitian Kesehatan. Cetakan I.

Yogyakarta: Mulia Medika. Hal. 140-161.

Dubois, M.J., dan Vincent, J.L. (2002). Use Of Albumin In The Intensive Care Unit. TATM. 4: 80-4.

Evans, T.W. (2002). Albumin As A Drug-Biological Effects Of Albumin Unrelated To Oncotic Pressure. Review Article. Aliment Pharmacol Ther. 5: 6-11.

Gum, E.T., Swanson, R.A., Alano, C., Liu, J., Hong, S., Weinstein, P.R., et al. (2004). Human Serum Albumin And Its N-Terminal Tetrapeptide (DAHK) Block Oxidant-Induced Neuronal Death. Stroke. 35: 590-595. Khafaji, A., dan Web, A.R. (2003). Should Albumin Be Used To Correct

Hypoalbuminemia In The Critically Ill. TATM. 5: 392-396.

Mardiyono, B., Moeslichan, M.Z., Sastroasmoro, S., Budiman, I dan Purwanto, S.H. (2002). Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Edisi I.

Jakarta: UI. Hal. 259-287.

Morison, M.J. ( 2004). Manajemen Luka. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal. 1-27.


(63)

Murray, R.K. (2006). Plasma Protein and Immunoglobulins. Edisi Keduapuluh tujuh. New York: Harper’s illustrated Biochemistry. Hal. 588-606.

Nettina, S.M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC. Hal. 451-455.

Nicholson, J.P., dan Wolmaran, M.R. (2000). The Role Of Albumin In Critical Illness. Br. J. Anasth. 85: 599-610.

Nugroho, T. (2012). Luka Bakar dan Artritis Reumatoid. Cetakan 1.

Yogyakarta: Nuha Medika. Hal. 25-31.

Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. (2003). Pedoman Penggunaan Albumin.

Edisi kedua. Surabaya: Panitia Medis Farmasi dan Terapi RSUD Dokter Soetomo. Hal. 7.

Sabiston, D.C. (1987). Buku Ajar Bedah. Bagian pertama. Alih bahasa: Petrus Adrianto dan Timan. Jakarta: EGC. Hal. 151-160.

Santi. (2011). Studi Penggunaan Albumin di Bangsal Penyakit Dalam RSUP dr. M. Jamil Padang. Tesis. Padang: Program Pascasarjana Universitas Andalas.

Shires, G., Schwartz, S.I., dan Spencer, F. (2002). Ensiklopedia Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: EGC. Hal. 196-198.

Schwartz, S.I. (1994). Principle Of Surgere Companion Handbook.

McGraw-Hill Inc. Alih Bahasa: Laniyati. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah.

Edisi Keenam. Jakarta: EGC. Hal. 97-125.

Sudigdo, S., dan Sofyan, I. (2007). Dasar–Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3. jakarta: CV Sagung Seto. Hal. 302-323.

Gani, S. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 6-8, 865-867.

Uhing, M.R. (2004). The Albumin Contro Versy. Clin Perinatol. 31(3): 475-488. tanggal 9 Oktober 2013.

Vincent, J.L. (2003). Hypoalbuminemia In Acute Illness. Annals Of Surgery. 237: 319-340.


(64)

No

Nama MR Usia Sex LOS Kadar

Albumin Terapi

Kondisi Pulang

Pasien Luka Bakar

Datang ke Rumah Sakit Luka Bakar

1 RS 800236 31 Pr 28 2,19 1 Meninggal 1/2 jam setelah kejadian Api dr minyak tanah, Grade II

2 FR 810199 25 Lk 2 - 0 Sembuh 3 jam setelah kejadian Methanol 4,5%

3 MA 800132 36 Lk 1 - 0 Meninggal 1/2 jam setelah kejadian Listrik 32%, Grade III

4 SM 819442 20 Lk 2 - 0 Sembuh 1 jam setelah kejadian Api dr minyak tanah 12%

5 KA 805010 25 Lk 20 1,49 2 Meninggal 1 jam setelah kejadian Flame burn 36%

6 A 803133 38 Pr 22 - 0 Sembuh kontraktur Flame burn 36%

7 RM 82067 21 Lk 4 - 0 Sembuh 3 hari setelah kejadian Listrik 30%, Grade III

8 J 804574 35 Pr 7 - 0 Sembuh 20 jam setelah kejadian Air panas 31% Grade II A

9 J 805535 36 Pr 18 1,3 2 Meninggal 6 hari setelah kejadian Grade II A

10 HS 801126 19 Lk 20 2,5 2 Meninggal Langsung Listrik 24,5%, Grade III

11 SD 806543 27 Pr 9 - 0 Sembuh 1 jam setelah kejadian Api kayu bakar 15%, Grade 1

12 S 804550 36 Pr 5 1,5 1 Meninggal 1 hari setelah kejadian Tersiram minyak lampu 50%

13 S 797099 22 Lk 10 - 1 Meninggal 1 jam setelah kejadian Listrik 35%, Grade III

14 ER 779775 26 Lk 5 - 1 Meninggal 2 hari setelah kejadian Listrik 6%, Grade III

15 RB 815623 21 Lk 9 - 0 Sembuh 1/2 jam setelah kejadian Listrik 25%, Grade III

16 PS 803877 22 Lk 17 - 1 Sembuh 2,5 jam setelah kejadian Listrik 14 %, Grade III a

17 TM 775730 42 Lk 3 2,2 1 Meninggal 1/2 jam setelah kejadian Api 70%, Grade II


(65)

Lampiran 1. (Lanjutan)

Keterangan:

0 = Tanpa terapi albumin 1 = Terapi albumin 5%

18 SP 805569 45 Pr 19 2 2 Sembuh 3 hari stelah kejadian .

dirawat di RS lain Api 28%, Grade II b

19 AM 810667 20 Lk 20 - 0 Sembuh 1/2 jam setelah kejadian Listrik 40%, Grade III

20 RA 719769 19 Lk 5 - 1 Sembuh 1 jam setelah kejadian Api 18%, Grade II

21 M 801815 38 Pr 21 2,86 0 Sembuh 1/2 jam setelah kejadian 37 % Grade, II/III

22 N 799551 24 Lk 8 1,75 2 Sembuh 2 minggu setelah kejadian Api 23%, Grade II

23 M 811701 44 Lk 5 - 0 Sembuh 1 jam setelah kejadian Api 40%, Grade II

24 H 792872 28 Lk 7 1,73 0 Sembuh 3 hari setelah kejadian Listrik 48%, Grade III

25 P 817864 48 Pr 29 2,23 0 Sembuh 1 minggu setelah kejadian Api 25%, Grade II

26 S 780530 45 Pr 2 - 0 Meninggal 1/2 jam setelah kejadian Api 50%, Grade II

27 TC 799320 37 Lk 21 2,75 0 Sembuh 1 hari setelah kejadian Listrik 36%, Grade III

28 LR 797135 25 Lk 9 - 0 Sembuh 1 jam setelah kejadian Listrik 30%, Grade III

29 R 8170

55 38

Pr

4 - 0 Sembuh 1 jam setelah kejadian Luka bakar


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: a. Jumlah pasien luka bakar pada penelitian ini adalah 30 orang

b. Jumlah pasien sembuh 20 orang (66,70%) dan 10 orang pasien meninggal (33,30%), dimana 18 pasien tanpa terapi albumin sebanyak 16 orang pulang dengan kondisi sembuh dan 2 orang meninggal.

c. Sedangkan pada pemberian terapi albumin sebanyak 12 pasien, dimana 4 orang sembuh dan 8 orang meninggal. Ternyata ada perbedaan antara pemberian terapi albumin dan tanpa terapi albumin.

d. Pada penelitian ini hanya pasien yang membutuhkan albumin saja yang diterapi albumin. Penyembuhan luka bakar ternyata tidak hanya tergantung pemberian albumin saja. Salah satunya adalah cepat atau lambatnya pasien dibawa ke rumah sakit dan penanganan yang tepat di rumah sakit.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh agar dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai pola penggunaan albumin


(2)

pasien luka bakar yang tepat dan benar, sehingga penanganan pasien tidak terlalu lama di rumah sakit.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. (2004). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004

Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

http://depkes.go.id/downloads/UU_No._40_Th_2004_ttg_Sistem_Jamin an_Sosial_Nasional.pdf. Diakses pada tanggal 4 Juni 2013.

Anonim2. (2013). Luka Bakar.

Aslam, M., Tan, C.K., dan Prayetno, A. (2003). Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 56-66.

Bare, B.G., dan Smeltzer, C. (2001). Keperawatan Medical Bedah. Edisi Kedelapan. Jakarta: EGC. Hal. 1917-1940.

Boldt, J. (2010). Use of Albumin: an Update. British Journal of Anaesthesia.

104(3): 276-284.

Danang, S. (2011). Analisis Untuk Penelitian Kesehatan. Cetakan I. Yogyakarta: Mulia Medika. Hal. 140-161.

Dubois, M.J., dan Vincent, J.L. (2002). Use Of Albumin In The Intensive Care Unit. TATM. 4: 80-4.

Evans, T.W. (2002). Albumin As A Drug-Biological Effects Of Albumin Unrelated To Oncotic Pressure. Review Article. Aliment Pharmacol Ther. 5: 6-11.

Gum, E.T., Swanson, R.A., Alano, C., Liu, J., Hong, S., Weinstein, P.R., et al. (2004). Human Serum Albumin And Its N-Terminal Tetrapeptide (DAHK) Block Oxidant-Induced Neuronal Death. Stroke. 35: 590-595. Khafaji, A., dan Web, A.R. (2003). Should Albumin Be Used To Correct

Hypoalbuminemia In The Critically Ill. TATM. 5: 392-396.

Mardiyono, B., Moeslichan, M.Z., Sastroasmoro, S., Budiman, I dan Purwanto, S.H. (2002). Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Edisi I.


(4)

Murray, R.K. (2006). Plasma Protein and Immunoglobulins. Edisi Keduapuluh tujuh. New York: Harper’s illustrated Biochemistry. Hal. 588-606.

Nettina, S.M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC. Hal. 451-455.

Nicholson, J.P., dan Wolmaran, M.R. (2000). The Role Of Albumin In Critical Illness. Br. J. Anasth. 85: 599-610.

Nugroho, T. (2012). Luka Bakar dan Artritis Reumatoid. Cetakan 1. Yogyakarta: Nuha Medika. Hal. 25-31.

Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. (2003). Pedoman Penggunaan Albumin. Edisi kedua. Surabaya: Panitia Medis Farmasi dan Terapi RSUD Dokter Soetomo. Hal. 7.

Sabiston, D.C. (1987). Buku Ajar Bedah. Bagian pertama. Alih bahasa: Petrus Adrianto dan Timan. Jakarta: EGC. Hal. 151-160.

Santi. (2011). Studi Penggunaan Albumin di Bangsal Penyakit Dalam RSUP dr. M. Jamil Padang. Tesis. Padang: Program Pascasarjana Universitas Andalas.

Shires, G., Schwartz, S.I., dan Spencer, F. (2002). Ensiklopedia Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: EGC. Hal. 196-198.

Schwartz, S.I. (1994). Principle Of Surgere Companion Handbook. McGraw-Hill Inc. Alih Bahasa: Laniyati. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah.

Edisi Keenam. Jakarta: EGC. Hal. 97-125.

Sudigdo, S., dan Sofyan, I. (2007). Dasar–Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3. jakarta: CV Sagung Seto. Hal. 302-323.

Gani, S. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 6-8, 865-867.

Uhing, M.R. (2004). The Albumin Contro Versy. Clin Perinatol. 31(3): 475-488. tanggal 9 Oktober 2013.

Vincent, J.L. (2003). Hypoalbuminemia In Acute Illness. Annals Of Surgery. 237: 319-340.


(5)

No

Nama MR Usia Sex LOS Kadar

Albumin Terapi

Kondisi Pulang

Pasien Luka Bakar

Datang ke Rumah Sakit Luka Bakar

1 RS 800236 31 Pr 28 2,19 1 Meninggal 1/2 jam setelah kejadian Api dr minyak tanah, Grade II 2 FR 810199 25 Lk 2 - 0 Sembuh 3 jam setelah kejadian Methanol 4,5% 3 MA 800132 36 Lk 1 - 0 Meninggal 1/2 jam setelah kejadian Listrik 32%, Grade III 4 SM 819442 20 Lk 2 - 0 Sembuh 1 jam setelah kejadian Api dr minyak tanah 12% 5 KA 805010 25 Lk 20 1,49 2 Meninggal 1 jam setelah kejadian Flame burn 36% 6 A 803133 38 Pr 22 - 0 Sembuh kontraktur Flame burn 36%

7 RM 82067 21 Lk 4 - 0 Sembuh 3 hari setelah kejadian Listrik 30%, Grade III 8 J 804574 35 Pr 7 - 0 Sembuh 20 jam setelah kejadian Air panas 31% Grade II A

9 J 805535 36 Pr 18 1,3 2 Meninggal 6 hari setelah kejadian Grade II A

10 HS 801126 19 Lk 20 2,5 2 Meninggal Langsung Listrik 24,5%, Grade III 11 SD 806543 27 Pr 9 - 0 Sembuh 1 jam setelah kejadian Api kayu bakar 15%, Grade 1 12 S 804550 36 Pr 5 1,5 1 Meninggal 1 hari setelah kejadian Tersiram minyak lampu 50% 13 S 797099 22 Lk 10 - 1 Meninggal 1 jam setelah kejadian Listrik 35%, Grade III


(6)

Lampiran 1. (Lanjutan)

Keterangan:

0 = Tanpa terapi albumin 1 = Terapi albumin 5% 2 = Terapi albumin 20% Pr = Perempuan

18 SP 805569 45 Pr 19 2 2 Sembuh 3 hari stelah kejadian .

dirawat di RS lain Api 28%, Grade II b 19 AM 810667 20 Lk 20 - 0 Sembuh 1/2 jam setelah kejadian Listrik 40%, Grade III 20 RA 719769 19 Lk 5 - 1 Sembuh 1 jam setelah kejadian Api 18%, Grade II 21 M 801815 38 Pr 21 2,86 0 Sembuh 1/2 jam setelah kejadian 37 % Grade, II/III 22 N 799551 24 Lk 8 1,75 2 Sembuh 2 minggu setelah kejadian Api 23%, Grade II

23 M 811701 44 Lk 5 - 0 Sembuh 1 jam setelah kejadian Api 40%, Grade II 24 H 792872 28 Lk 7 1,73 0 Sembuh 3 hari setelah kejadian Listrik 48%, Grade III 25 P 817864 48 Pr 29 2,23 0 Sembuh 1 minggu setelah kejadian Api 25%, Grade II 26 S 780530 45 Pr 2 - 0 Meninggal 1/2 jam setelah kejadian Api 50%, Grade II

27 TC 799320 37 Lk 21 2,75 0 Sembuh 1 hari setelah kejadian Listrik 36%, Grade III 28 LR 797135 25 Lk 9 - 0 Sembuh 1 jam setelah kejadian Listrik 30%, Grade III 29 R 8170

55 38 Pr

4 - 0 Sembuh 1 jam setelah kejadian Luka bakar