Penerapan Analisis Jalur Untuk Mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Laju Inflasi Di Indonesia Tahun 2011-2012

(1)

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN POGRAM PELATIHAN KETERAMPILAN BAGI PENYANDANG CACAT TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG MORAWA, KAB. DELI SERDANG SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun oleh

`GRACE MAI SASMITA HUTAGALUNG

100902005

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Grace Mai Sasmita Hutagalung Nim : 100902005

ABSTRAK

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera

(YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara Penyandang cacat tunanetra merupakan individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Salah satu upaya pemberdayaan penyandang cacat yang dilakukan oleh pihak Yayasan Pendidikan tunanetra yaitu pemberian program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra yang dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan yang sesuai dengan bakat, manfaatnya agar mereka memiliki mental dan bekal kemampuan untuk hidupnya.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif yang mengkaji masalah program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara . Sampel penelitian ini adalah warga binaan sosial tunanetra yang mengikuti pelatihan keterampilan terdiri dari 27 orang yang semuanya dijadikan populasi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas program pelatihan keterampilan tersebut adalah pemahaman program, tepat sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan dan perubahan nyata sebelum dan sesudah adanya program .

Untuk mengetahui tingkat efektivitas program, pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala likert. Hasil penelitian menyimpulkan, efektivitas program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara yaitu efektif dengan nilai skala likert 3,71. Pemahaman responden adalah netral sebanyak 2,93. Tepat sasaran sebanyak 4,31 sangat efektif. Tepat waktu sebanyak 3,39 netral . Tercapainya tujuan 4,2 sangat efektif. Perubahan nyata 5,3 sangat efektif .Responden yang mengikuti pelatihan keterampilan kini telah memiliki keterampilan dan lebih percaya diri.

Kata Kunci : Efektivitas, Pelaksanaan Program, Pelatihan Keterampilan, Penyandang Cacat Tunanetra.


(3)

DEPARTMENT OF SCIENCE SOCIAL WELFARE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

Nama : Grace Mai Sasmita Hutagalung Nim : 100902005

ABSTRACK

Implementation Effectiveness Of Skills Training Programs For Persons With Disabilities Blind in Fondation Education Blind Sumatra

(Yapentra) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra With disabilities blind is the sense of vision (both ways) does not function as a receiver channel information in daily activities as well as normal people. One effort empowerment of person disabilities conducted by the Education Foundation of blind namely the provision of skills training programs for persons with disabilities blind conducted in Sumatra Blind Education Foundation (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang, North Sumatra. The goal is to improve skills, knowledge according to their talents, so that they have a mental benefits and provision for his ability.

This study examines the form of descriptive research problem skills training programs for persons with disabilities blind. This study aims to determine the effectiveness of skills training programs for persons with disabilities blind in Education Foundation for the Blind Sumatra (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra. The sample was blind inmates social skills training consisted of 27 people who all serve populations. Indicators used to measure the effectiveness of the skills training program is understanding of the program, on target, on time, the achievement of objectives and tangible change before and after the program.

To determine the level of effectiveness of the program, the measurement data is done by using a Likert scale. The study concluded, the effectiveness of skills training programs for persons with disabilities blind in Education Foundation for the Blind Sumatra (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra that is effective with the Likert score 3.71. Understanding of the respondents are neutral as much as 2.93. Right on target as much as 4.31 is very effective. 3.39 timely as neutral. 4.2 very effective achievement of objectives. Real change of 5.3 is very effective. Respondents skills training now have the skills and more confidence.

Keywords: Efektiveness, Implementation Program, Training Skill, disabilities blind.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan anugerah yang diberikan-Nya sehinggasaya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebagaimana mestinya. Skripsi ini berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Anak Tunanetra di Yayasa Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara”.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Anak Tunanetra di Yayasa Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara. Dalam penulisan ini, tentunya saya berusaha menyusun dalam bentuk yang mudah dimengerti dan menjabarkannya secara jelas. Namun, disamping itu saya hanyalah manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan. Untuk itu saya mohon maaf jika ada sesuatu kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, saya tentunya banyak mengalami hambatan. Namun, itu tidaklah saya jadikan sebagai beban, karena adanya bantuan dan motivasi dari mama saya, keluarga, teman-teman dan pihak lainnya. Disini, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosisal dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S. Sos, M, SP, selaku Ketua Departemen Ilmu


(5)

3. Bapak Husni Thamrin, S,Sos, MSP, selaku Dosen Pembimbing saya yang selalu mau meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Para dosen di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang tidak

dapat saya tuliskan satu persatu, dimana beliau telah banyak menyumbangkan ilmunya selama ini.

5. Terristimewa untuk orang tua yang kukasihi dan kubanggakan,

Ibunda N. Br. Simanjuntak dan Alm Ayahanda Drs. P. Hutagalung, yang telah mengasuh, membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran dan ketabahan serta banyak memberi semangat moril dan kasih sayang, materi dan juga doa kepada penulis sampai saat ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi. Hanya doa yang bisa penulis panjatkan supaya Ibunda selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniakan kesehatan, panjang umur, banyak rezeki dan tetap sabar dalam mendidik penulis.

6. Buat saudara-saudara penulis yang tercinta, abang, kakak, dan

adik, terima kasih atas dukungan, motivasi dan bantuannya selama ini.

7. Teman- teman Abigael yaitu Ester Silaban, Denti Hutahaean,

Mega Sitinjak, Sartika Berukaro terimah kasih dengan persahabatan dan dukungan serta bantuan yang teman-teman berikan selama kuliah dan samapai penulisan skripsi. Semoga


(6)

kelak kita menjadi abigael yang sesungguhnya dan tidak terpecahkan oleh siapapun sampai selama-lamanya.

8. Kawan-kawan di Kessos’10 khususnya, Halason Simanjuntak,

Erwin Berutu, Intan, Riada Panjaitan, Suarni, Edwart, Eni, Desi Ginting, Feri Simalango, Ardi, Leo, Josua Hutabarat, Iin Boangmanalu, Erlince Situmorang, Pram, Yohana, Foni Saragih, Silva, Sintong, Helen, Jonatan, Dimas, dan teman-teman lainya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungannya dan bantuannya selama kuliah, cepat nyusul dan semoga kita semua sukses dan menjadi alumni yang memiliki integritas yang baik.

9. Kawan-kawan senior kessos, Bang Budi dan Bang Evan. Terima

kasih atas dukungan dan bantuannya kapada penulis selama pnulisan skripsi biarlah Tuhan yang membalas semuanya.

10.Terima kasih kepada kepala Yayasan Pendidikan Tunanetra

Sumatera (YAPENTRA) Pdt. Dan seluruh para staf Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) yang telah membantu penulis serta bersedia memberikan data dan informasi terkait dengan skripsi ini.

11.Terima kasih kepada seluruh responden yang telah membantu saya


(7)

       Medan,    Juli 2014         Penulis    

 

Grace Mai Sasmita Hutagalung   

                                       


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

ABSTRACK...ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR BAGAN ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang...1

1.2Perumusan Masalah...9

1.3Tujuan Penelitian...9

1.4Manfaat Penelitian...9

1.5Sistem Penulisan...10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas...11

2.1.1 Pengertian Efektivitas...11

2.1.2 Pendekatan Efektivitas...15

2.2 Pengertian Program ...17

2.3 Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat...18

2.4 Pengertian Penyandang Cacat...21

2.5Tuna Netra...23

2.5.1 Pengertian Tuna Netra...23


(9)

2.5.3 faktor Penyebab Tunanetra ...26

2.5.4 Dampak Ketunanetraan ... 28

2.6 Pelayanan Sosial ... ...29

2.6.1 Pengertian Pelayanan Sosial ...29

2.6.2 Fungsi-Fungsi Pelayanan Sosial...30

2.7 Kerangka Pemikiran...32

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional...35

2.8.1 Defenisi Konsep...36

2.8.2 Defenisi Operasional ...36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian...39

3.2 lokasi Penelitian...39

3.3 Populasi dan Sampel ...40

3.4 Teknik Pengumpulan Data ...40

3.4Teknik Analisa Data ...41

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Berdirinya Lembaga ...43

4.2. Visi Dan Misi YAPENTRA ...45

4.2.1 Misi...45

4.2.2. Visi...46

4.3. Maksud dan Tujuan Didirikannya YAPENTRA ...46

4.3.1. Maksud Didirikannya YAPENTRA...46

4.3. 2 Tujuan ...46


(10)

VI. 5 Struktur Organisasi YAPENTRA ...48

VI. 6. Keadaan Prasarana Dan Sarana YAPENTRA ...50

VI. 7. Sumber Dana YAPENTRA ...51

VI. 8. DAFTAR HADIR GURU & PEGAWAI YAPENTRA...53

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar...57

5.2 Analisa Identitas Responden...58

5.2.1 karakteristik Responden Berdasarkan Usia...58

5.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...58

5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir...59

5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama...60

5.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa...60

5.2.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Keterampilan...61

5.3 Efektifitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Kab, Deli Serdang...61

5.3.1 Pemahaman Program ...62

5.3.2 ketepatan Sasran ...70

5.3.3 ketepatan Waktu...76

5.3.4 Tercapainya Tujuan...80

5.3.5 Perubahan Nyata...84


(11)

6.1 Kesimpulan...95 6.2 Saran ...96


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia...58 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 58 Tabel 5.3 Distribusi Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Terakhir...59 Tabel 5.4 Distribusi Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa...60 Tabel 5.5 Distribusi Distribusi Responden Berdasarkan Keterampilan...61 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang

Lembaga...62

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden Tentang Pelatihan Keterampila Sebelum Berada di YAPENTRA...62 Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tujuan Dari Program...64 Tabel 5.9 Distribusi Persediaan fasilitas yang disediakan oleh “YAPENTRA”

untuk program pelatihan keterampilan...65 Tabel 5.10 Distribusi Kesesuaian Instruksi/Tenaga Pengajar Yang Disediakan

Oleh “YAPENTRA” Sesuai Dengan Bidang/ Jenis Keterampilannya...66 Tabel 5.11 Distribusi Berdasarkan Pemahaman Responden Setelah Memperoleh Informasi Tentang Kegiatan Pelatihan Keterampilan...67 Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kesulitan Selama


(13)

Tabel 5.13 Distribusi Berdasarkan Sikap Sikap Responden Setelah Menerima Informasi Tentang Pelatihan Keterampilan...70 Tabel 5.14 Distribusi Program Pegiatan Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Sesuai Dengan Minat/Bakat Responden...71 Tabel 5.15 Distribusi Yang Memilih/Menetapkan Jenis Program Pelatihan

Keterampilan Yang Responden Ikuti...72 Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Responden Dalam

Seminggu Ikut Mengikuti Pelatihan Keterampilan...76 Tabel 5.17 Distribusi Pemahaman Responden Tentang Program Pelatihan

Keterampilan Sesuai Keteapatan Waktu...77 Tabel 5.18 Distribusi Pemenuhan Waktu Responden Dalam Pelatihan

Keterampilan...78 Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Penguasaan Responden Dalam

Pelayanan Yang Diberikan Selama Mengikuti Program Pelatihan Keterampilan...78 Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Program Pelatihan Keterampilan

Yang Diberikan Sesuai Dengan Jadwal yang telah ditetapkan...79 Tabel 5.21 Distribusi Pencapaian Peningkatan Materi Sudah Sesuai Dengan

Harapan Responden...81 Tabel 5.22 Distribusi Berdasarkan Perubahan Signifikan Setelah Responden

Mengikuti Program Pelatihan Keterampilan...83 Tabel 5.23 Distribusi Tentang Pemahaman Responden Kedepannya Dalam


(14)

Tabel 5.24 Distribusi Berdasarkan Perubahan Sikap Responden Setelah Mendapatkan Program Pelatihan Keterampilan...85 Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Meningkatnya Kreativitas

Responden Setelah Mendapatkan Program Pelatihan Keterampilan...86 Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Meningkatnya Motivasi

Responden Setelah Mendapatkan...88 Tabel 5.27 Distribusi Responden Tentang Kesiapan Diri Atau Kemandirian

Atas Perolehan Mendapat Program Program Pelatihan Keterampilan...89 Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh Pelatihan Keterampilan

Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Pada Lingkungan...91 Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Kepercayaan Diri

Responden...92  

                   


(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1...34 Bagan 4.1...49


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Dokumentasi

2. Daftar pertayaan ( kuesioner)

3. Berita acara Seminar Proposal penelitian

4. Surat izin peneliti dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara

5. Surat balasan izin penulisan dari Yayasan Pendidikan Sumatera Utara


(17)

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Grace Mai Sasmita Hutagalung Nim : 100902005

ABSTRAK

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera

(YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara Penyandang cacat tunanetra merupakan individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Salah satu upaya pemberdayaan penyandang cacat yang dilakukan oleh pihak Yayasan Pendidikan tunanetra yaitu pemberian program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra yang dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan yang sesuai dengan bakat, manfaatnya agar mereka memiliki mental dan bekal kemampuan untuk hidupnya.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif yang mengkaji masalah program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara . Sampel penelitian ini adalah warga binaan sosial tunanetra yang mengikuti pelatihan keterampilan terdiri dari 27 orang yang semuanya dijadikan populasi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas program pelatihan keterampilan tersebut adalah pemahaman program, tepat sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan dan perubahan nyata sebelum dan sesudah adanya program .

Untuk mengetahui tingkat efektivitas program, pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala likert. Hasil penelitian menyimpulkan, efektivitas program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara yaitu efektif dengan nilai skala likert 3,71. Pemahaman responden adalah netral sebanyak 2,93. Tepat sasaran sebanyak 4,31 sangat efektif. Tepat waktu sebanyak 3,39 netral . Tercapainya tujuan 4,2 sangat efektif. Perubahan nyata 5,3 sangat efektif .Responden yang mengikuti pelatihan keterampilan kini telah memiliki keterampilan dan lebih percaya diri.

Kata Kunci : Efektivitas, Pelaksanaan Program, Pelatihan Keterampilan, Penyandang Cacat Tunanetra.


(18)

DEPARTMENT OF SCIENCE SOCIAL WELFARE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

Nama : Grace Mai Sasmita Hutagalung Nim : 100902005

ABSTRACK

Implementation Effectiveness Of Skills Training Programs For Persons With Disabilities Blind in Fondation Education Blind Sumatra

(Yapentra) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra With disabilities blind is the sense of vision (both ways) does not function as a receiver channel information in daily activities as well as normal people. One effort empowerment of person disabilities conducted by the Education Foundation of blind namely the provision of skills training programs for persons with disabilities blind conducted in Sumatra Blind Education Foundation (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang, North Sumatra. The goal is to improve skills, knowledge according to their talents, so that they have a mental benefits and provision for his ability.

This study examines the form of descriptive research problem skills training programs for persons with disabilities blind. This study aims to determine the effectiveness of skills training programs for persons with disabilities blind in Education Foundation for the Blind Sumatra (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra. The sample was blind inmates social skills training consisted of 27 people who all serve populations. Indicators used to measure the effectiveness of the skills training program is understanding of the program, on target, on time, the achievement of objectives and tangible change before and after the program.

To determine the level of effectiveness of the program, the measurement data is done by using a Likert scale. The study concluded, the effectiveness of skills training programs for persons with disabilities blind in Education Foundation for the Blind Sumatra (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra that is effective with the Likert score 3.71. Understanding of the respondents are neutral as much as 2.93. Right on target as much as 4.31 is very effective. 3.39 timely as neutral. 4.2 very effective achievement of objectives. Real change of 5.3 is very effective. Respondents skills training now have the skills and more confidence.

Keywords: Efektiveness, Implementation Program, Training Skill, disabilities blind.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Anak dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya suatu generasi baru, dimana anak menjadi generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi dalam pembangunan bangsa dan negara . Oleh karena itu, generasi muda perlu dibina agar dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar sehingga pada gilirannya, mampu meneruskan pembangunan bangsa dan dapat hidup mandiri dan terampil dimasa depannya. Semakin baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa. Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak tersebut buruk maka akan rusak pula kehidupan bangsa yang akan datang.

Bagi negara anak-anak merupakan alat generasi penerus bangsa dalam menunjang kegiatan pembangunan yang berbasis pada sumber daya manusia. Hal ini sesuai dengan amanat negara Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945, dimana tujuan negara indonesia adalah untuk melindungi sengenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah dara indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia (Rukminto, 2003: 39). Setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Hak anak untuk di dengar atau penghargaan atas pendapat anak merupakan hal yang penting agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal. Dengan kata lain, tidak mungkin


(20)

tercapai suatu keputusan yang terbaik bagi anak maupun tidak mungkin tumbuh kembang anak maksimal jika pendapat anak tidak didengar dan pendapatnya tidak dihargai dalam pengambilan keputusan bagi dirinya (Save The Children, 2010: 30). Hak-hak anak tersebut dapat terbentuk melalui lingkungannya, keluarga terutama orang tua.

Secara sosiologis anak terlahir melalui orang tua, tapi dia bukan milik orang tua. Anak adalah pribadi lain, memiliki pandangan dan pemiliran sendiri, walaupun dia dilahirkan melalui orang tua (Sunarti, 2004: 123). Untuk memenuhi kebutuhan anak tersebut seperti kebutuhan jasmani dan rohani serta peningkatan kemampuan menjalankan fungsi sosial yang baik terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Namun, secara nyata tidak semua anak terlahir secara normal. Ada yang sejak lahir mengalami kecacatan atau pada masa perkembangan mengalami kecacatan. Anak yang lahir demikian disebut dengan anak yang berkeutuhan khusus . Anak yang berkebutuhan khusus harus diberi kesempatan yang sama, sebab mereka mempunyai bakat dan talenta yang sama dengan anak yang lainnya (Analisa, 2014: 6).

Anak dengan berkebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, oleh karena mereka memerlukan penanganan atau pelayanan khusus, agar memperoleh kesempatan tumbuh dan berkembang secara maksimal sebagaimana dengan anak-anak yang lain atau awas. Anak berkebutuhan khusus dan anak-anak normal terdapat inti persamaan, yaitu bahwa mereka mempunyai keinginan-keinginan, aspirasi kebutuhan akan cinta kasih, makanan dan perlindungan, serta memperoleh kesempatan pendidikan dan bimbingan seperti keterampilan. Mereka pun ingin menjadi harapan orang tua,


(21)

harapan masyarakat untuk kemudian tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa dan menjadi warga negara yang dapat berpartisipasi bagi pembangunan negara dan bangsa. Namun, anggapan akan keberadaan anak berkebutuhan khusus merupakan beban, aib, bencana dan kutukan, mengakibatkan masih banyak orang tua, keluarga dan masyarakat yang menyembunyikannya, sehingga anak berkebutuhan khusus mengalami diskriminasi dan tidak terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan sebagaimana anak lain seusianya, termasuk hak untuk memperoleh akta kelahiran. Anggapan ini juga mengakibatkan anak berkebutuhan khusus mendapatkan kekerasan termasuk penelantaran dan pemasungan karena anak tersebut sering melakukan perusakan dan tidak bisa diatur serta meresahkan lingkungan sekitarnya.

Ada beberapa jenis anak yang berkebutuhan khusus salah satunya adalah anak tunanetra. Anak tunanetra merupakan individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Mata sebagai indra penglihatan dalam tubuh manusia menduduki peringkat utama, sebab sepanjang waktu selama manusia terjaga mata akan membantu manusia untuk beraktivitas, disamping indra sensoris lainnya seperti pendengaran, perabaan, penciuman dan perasa. Begitu besar peran mata sebagai salah satu dari panca indra yang sangat penting, maka dengan terganggunya indra penglihatan seseorang berarti ia akan kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa yang ada dilingkungannya (Efendi, 2006: 29).

Anak tunanetra memiliki keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan dalam menerima rangsangan atau informasi dari luar dirinya melalui indera


(22)

penglihatannya. Penerimaan rangsangan hanya dapat dilakukan melalui pemanfaatan indera-indera lain di luar indera penglihatannya. Namun karena dorongan dan kebutuhan anak untuk mengenal dunia sekitarnya, anak tunanetra biasanya menggantikannya dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerimaan informasi. Sedangkan indera pendengarannya hanya mampu menerima informasi dari luar yang berupa suara. Berdasarkan suara, anak hanya akan mampu mendeteksi dan menggambarkan tentang arah, sumber, jarak suatu objek informasi. Tunanetra juga akan mengenal bentuk, posisi, ukuran dan perbedaan permukaan melalui perabaan dan elalui bau yang diciumnya ia dapat mengenal seseorang, lokasi objek, serta membedakan jenis benda (Somantri, 2006 : 68).

Pada hakekatnya keadaan cacat yang dimiliki oleh seseorang hanya sekedar kelainan belaka. Sebenarnya mereka juga mempunyai kemempuan untuk mepertahankan diri. Hanya saja yang mereka perlukan untuk itu adalah adanya suatu pembinaan dan pelayanan yang intensif, dalam arti lebih tinggi intensitasnya dari orang yang normal, sehinggga mereka mempunyai suatu bekal untuk hidup secara mandiri, tanpa perlu lagi bergantung sama orang lain. Disamping itu juga supaya dapat berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang di tulis dalam Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi “ setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia” (Marsono, 2003: 89).


(23)

Jumlah penyandang cacat disabilitas di Indonesia relative banyak. Menurut data Kementrian Kesehatan (2012) ada sebanyak 6,7 juta jiwa atau 3,11%

penduduk Indonesia. Data WHO (2011) menunjukkan bahwa dari 284 juta orang

tunanetra di seluruh dunia, 39 juta (sekitar 13,7%) di antaranya adalah tunanetra berat (blind) dan 245 juta orang (sekitar 86,3%) adalah tunanetra ringan (low vision). Menurut data dari Kementerian Sosial RI, pada tahun 2011, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta jiwa. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang disabilitas lebih besar, yaitu: 6% dari total populasi penduduk Indonesia. Mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) yang lebih ketat, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 10 juta jiwa, sementara rata-rata jumlah penyandang disabilitas di negara berkembang sebesar 10% dari total populasi penduduk.Menurut data terbaru ( Juli 2012), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia tercatat sebagai berikut :

• Tunanetra : 1.749.981 jiwa

• Tunarungu/wicara : 602.784 jiwa • Tunadaksa : 1.652.741 jiwa

• Tunagrahita : 777.761 jiwa (http://rehsos.kemsos.go.id, diakses pada 01 Maret 2014 pukul 9:19 WIB).

Keterbatasan (kecacatan) tersebut sesungguhnya merupakan pribadi yang utuh seperti individu pada umumnya, meraka memiliki potensi, bakat, minat dan cita-cita untuk berkembang. Mereka memiliki kemampuan dalam melakukan berbagai aktivitas dan pekerjaan sesuai denga potensinya masing-masing. Kondisi ini sudah dibuktikan dalam bidang olah raga misalnya, kaum disabillitas dapat


(24)

mengharumkan nama baik Indonesia di kancah Internasional. Tahun 2011 Indonesia sukses meraih medali 15 emas, 13 perak dan 11perunggu dalam ajang olimpiade Tunagrahita (disabilitas intelektual) yang digelar di Athena, Yunani. Dalam bidang seni, saudara Alam dan istrinya sebagai penyandanag tunanetra sangat piawai dalam bermain musik, sehingga mampu mengantarkannya keliling dunia. Begitu pula banyak prestasi dan reputasi lain yang diraih penyandang cacat disabilitas dalam berbagai bidang.

Pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang terpenting bagi tunanetra. Hal ini didapat mereka dari lembaga- lembaga sosial seperti panti asuhan, sekolah luar biasa dan lain-lain yang memberikan pelayanan sosial bagi tunanetra agar dapat mengembangkan potensi dalam diri mereka sehingga tunetra tetap eksis ditengah- tengah masyarakat. Setelah selesai mendapatkan pendidiakan, mereka tidak memiliki pekerjaan formal yang sesuai dengan kemampuan tunanetra. Padahal dalam Undang- Undang RI No.43 pasal 30 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat yang mengatur peluang kerja bagi tunanetra atau cacat fisik lainnya, pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sama kepada tenaga kerja penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya ( Oos, 2013 : 140).

Keterampilan sangat dibutuhkan oleh setiap individu terutama pada saat ini. Keterampilan bagi sebagian orang adalah suatu kelebihan yang harus dimiliki karena dalam segala aspek kita sebagai individu dituntut untuk terampilmenyikapi segala hal. Berbeda dengan anak dengan kecacatan tunanetra, adakecenderungan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan menjadi terhambatsehingga kurang


(25)

optimal dalam mengekspresikan kemampuan yang merekamiliki. Tujuan dilakukan keterampilan bagi anak tunanetra untuk memudahkan mereka dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari sehingga diharapkan dengan adanya keterampilan tersebut, mereka bisa hidup mandiri.Keterbatasan anak tunanetra menjadikan pemberian atau pengajaran akan skill atau keterampilan sedikit berbeda dengan anak yang normal. Perlu adanya metode atau cara-cara yang khusus yang dilakukan pengajar. Oleh sebab itu, perlu dibentuk sebuah lembaga atau yayasan yang dapat memberikan anak berkebutuhan khusus seperti anak tunanetra sebuah pelatihan akan keterampilan.

Di indonesia secara umum banyak terdapat lembaga sosial maupun organisasi sosial baik non pemerintah maupun yang pemerintah, namun dalam operasionalnya tidak sesuai dengan tujuan yang hendak diharapkan. Hal ini dikarenakan banyak lembaga sosial maupun organisasi sosial yang masih bersifat penerimaan saja dan memiliki sarana dan prasarana yang minim dan kurang memiliki pengembangan untuk kedepannya. Salah satunya adalah Yayasan Pendidikan Tuna Netra Sumatera (YAPENTRA ). Dimana, Yapentra merupakan salah satu bentuk yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi tunanetra. Yapentra lahir melalui gagasan gereja GKPI. Oleh sebab itu Yapentra merupakan suatu lembaga yang memperhatikan anak-anak tunanetra yang mampuuntuk menolong mereka untuk dapat hidup mandiri dan dapat melatih kemampuandan memberi keterampilan dan pendidikan untuk mencapai cita-cita dan masa depan mereka.

Adapun pelatihan ketrampilan yang diusahakan oleh Yapentra yaitu pelatihan musik (tradisional dan modern), pelatihan pijat (tradisional dan


(26)

modern), pelatihan anyaman , pelatihan budi daya tanaman. Namun, bagi penyandang cacat netra, hal ini merupakan kegiatan yang tidak mudah dan seringkali mereka mengalami hambatan. Gangguan pada penglihatannya menyebabkan mereka tidak dapat melihat secara jelas, detail, dan langsung apa yang sedang dilakukan oleh orang yang berada di sekitarnya, sehingga mereka tidak dapat menirukan atau mencontohnya. Untuk dapat memiliki dan menguasai keterampilan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari, penyandang cacat netra perlu latihan yang bertahap, kontinyu, dan sungguh-sungguh. Latihan ini sangat penting, agar mereka kelak memiliki keterampilan yang memadai, sehingga mereka mampu mandiri tanpa banyak meminta bantuan dari orang lain.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana keefektifan pelayanan sosial yang diberikan oleh Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) terhadap penyandang cacat tunanetra dengan melihat kualitas kegiatan seperti reaksi warga binaan tunanetra terhadap program kegiatan, kuantitas kegiatan seperti seberapa jauh penguasaan konsep selama pelatihan dan dampak pelatihan. Penulis membatasi penelitian ini hanya pada ruang lingkup keefektifan pelayanan yang diberikan kepada penyandang cacat tunanetra. Penulis mengangkat permasalahan yang dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk

skripsi dengan judul: “Efektifitas Pelaksanaan Program Pelatihan

Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang”.


(27)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang ?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Efektivitas

Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai berikut:

1. Secara teoritis, dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai pola

asuh dipanti asuhan terhadap perkembangan sosial anak.

2. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam

menambah referensi dan bahan kajian bagi para peneliti atau bagi mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan masalah ini.


(28)

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, PerumusanMasalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta SistematikaPenulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri dari tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian sejarah geografis dan gambaran umum tentang lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisanya.

BAB : VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Pada kamus besar Bahasa Indonesia, efektivitas diartikan sebagai sesuatu yang ada efeknya (akibatnya,pengaruhnya) dapat diartikan dapat membawa hasil, berhasil guna serta dapat pula berarti mulai berlaku. Selanjutnya Bahasa Inggris, kata efektif yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan itu berhasil dengan baik. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi. Organisasi biasanya berada dalam lingkungan yang bergejolak dengan sumber data yang terbatas. Lingkungan yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, perubahan tersebut akan mempengaruhi efektivitas organisasi. Dalam lingkungan demikian organisasi harus tanggap dan pandai mengantisipasi perubahan agar organisasi tetap dapat mempertahankan keberadaannya dan dapat berfungsi maka organisasi itu harus efektif (Thoha, 2007:98).

Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan. Dalam artian efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian teoritis dan praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang dimaksud dengan efektivitas. Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda tentang pengertian dan konsep efektivitas dipengaruhi oleh latar belakang dari keahlian yang berbeda pula. Hidayat menyatakan efektivitas adalah


(30)

suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target kuantitas, kualitas dan waktu telh tercapai. Semakin besar persentase target yang dicapai, maka semakin tinggi efektivitasnya. Gibson juga berpendapat efektivitas adalah pencapaian sasaran yang telah disepakati atas usaha bersama (Ibnu, 2009).

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, ada empat hal yang merupakan unsur-unsur efektifitas yaitu sebagai berikut:

1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Ketepatan waktu, sesuatu yang dikatakan efektif apabila penyelesaian atau tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan. 3. Manfaat, sesuatu yang dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.

4. Hasil, sesuatu kegiatan dikatakan efektif apabila kegiatan itu memberikan hasil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan efektifitas adalah tercapainya tujuan yang telah di tetapkan. Adanya ketentuan waktu dalam memberikan pelayanan serta adanya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan padanya. Dilihat dari perspektif efektivitas organisasi, Gaertner dan Ramnarayan mengatakan, efektifitas dalam suatu organisasi bukan suatu benda, atau suatu tujuan, atau suatu karakteristik dari output atau perilaku organisasi, tetapi cukup suatu pernyataan dari relasi-relasi di dalam dan di antara jumlah yang relevan dari organisasi tersebut. Suatu organisasi yang efektif adalah yang dapat membuat laporan tentang dirinya dan aktivitas-aktivitasnya menurut cara-cara dalam mana jumlah-jumlah tersebut dapat diterima. Pandangan efektivitas sebagai suatu proses ini mencerminkan aspek


(31)

politik dari pada aspek ekonomi atas bidang produktivitas. Gerakan produktivitas tidak begitu disebabkan oleh dorongan ekonomi. Menjadi produktif adalah menjadi tanggap secara politik. (Gomes,2003:163).

Unsur yang penting dalam konsep efektivitas adalah; yang pertama adalah pencapaian tujuan yang sesuai dengan apa yang telah disepakati secara maksimal, tujuan merupakan harapan yang dicita-citakan atau suatu kondisi tertentu yang ingin dicapai oleh serangkaian proses. Diketahui bahwa efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktivasiaktivasi yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada beberapa literatur ilmiah mengemukakan bahwa efektivitas merupakan pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas juga bisa diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif.

Dalam pengukuran efektifitas terdapat kompetensi pengelolaan pembelajaran yaitu kemampuan agen pemberdayaan dalam memciptakan proses belajar kepada masyarakat dalam mengubah perilakunya yaitu meningkatkan kemampuan, kualitas hidup, dan kesejahteraannya. Melalui belajar masyarakat diharapkan mampu menguasai dan menerapkan inovasi yang lebih menguntungkan bagi diri dan keluarganya. Ada juga kompetisi pengelolaan


(32)

pelatihan, dalam organisasi kegiatan pelatihan merupakan aspek penting sebagai upaya meningkatkan kinerja pegawainya. Begitupula dalam kehidupan dimasyarakat seperti petani atau nelayan, kegiatan pelatihan dan kursus lainnya, atau istilah sejenis lainnya merupakan aspek penting guna meningkatkan kemampuan mereka menuju peningkatan kualitas hidupnya. Dalam pelaksanaan pelatihan seringkali dihadapkan dalam permasalahan. Menurut Rothell (1994 ) ada empat permasalahan dalam pendekatan pelatihan yaitu: 1) kegiatan pelatihan seringkali tidak fokus terutama berkaitan dengan materi yang diberikan, 2) lemahnya dukungan manajemen, 3)pelatihan kadang tidak direncanakan dan diselenggarakan secara sistematis, 4) dan materi pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan ( Oos, 2013: 68- 70).

Berdasarkan beberapa pendapat dan teori efektivitas yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan atau aktifitas perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu:

1. Pemahaman program

2. Tepat sasaran

3. Tepat waktu

4. Tercapainya tujuan

5. Perubahan nyata sebelum dan sesudah adanya program


(33)

2.1.2 Pendekatan Efektivitas

Pendekatan efektifitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu:

1. Pendekatan sasaran (Goal Approach)

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut (Price, 1972: 15).

Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan

pendekatan ini adalah sasaran resmi “Offical Goal” dengan memperhatikan

permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output yang direncanakan. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan dan tujuan tercapainya dengan waktu yang tepat maka program tersebut akan lebih efektif. Pendekatan sasaran dalam pelaksanaan program pelatihan keterampilan dilihat dari pendampingan kepada anak tunanetra yang menjadi anggota binaan dalam mengarahkan tujuan yang ingin dicapai.


(34)

2. Pendekatan Sumber (System Resource Approach)

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Seatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dalam lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan sering kali bersifat langka dan bernilai tinggi. Pendekatan sumber dalam kegiatan program pelatihan keterampilan ini dilihat dari seberapa jauh hubungan antara anggota binaan program pelatihan keterampilan dengan lingkungan sekitarnya.

3. Pendekatan Proses ( Internal Process Approach)

Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal berjalan dengan lancar, dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.


(35)

2.2Pengertian Program

Program adalah tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Menurut Manila (dalam Jones, 1996: 4) mengemukakan bahwa program akan menunjang implementasi, program tersebut memuat berbagai aspek antara lain:

a. Adanya tujuan yang ingin dicapai

b. Adanya kebijaksanaa-kebijaksanaan yang diambil dalam mencapai

tujuan

c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dalam prosedur yang harus

dilalui

d. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan

e. Adanya strategi dalam pelaksanaan

Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioprasionalkan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian program yang diuraikan.

Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan dari beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu:

1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan

atau sebagai pelaku program

2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang


(36)

3. Program memiliki identitas sendiri, program yang berjalan efektif dapat diakui oleh publik.

Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang diatasi dan memulai melakukan intervensi, sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik ( Jones, 1996: 295).

2.3 Pelatihan Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat

Pelatihan keterampilan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.

Supaya efektif, pelatihan biasanya harus mencakup pengalaman belajar (learning

experience), aktivitas-aktivitas yang terencana (be a planned organizational activity), dan didesain sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil diidentifikasikan. Secara ideal, pelatihan harus didesain untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, yang pada waktu yang bersamaan juga mewujudkan tujuan-tujuan dari para pekerja secara perorangan (Gomes, 2003: 197).

Pelatihan keterampilan sering dianggap sebagai aktivitas yang paling dapat dilihat dan paling umum dari semua aktivitas. Para penyelenggara menyokong pelatihan karena melalui pelatihan para peserta, dalam hal ini klien anak tunanetra akan menjadi lebih terampil dan lebih produktif. Pelatihan lebih sebagai sasran yang ditujukan pada upaya untuk lebih memberdayakan seseorang yang kurang


(37)

berdaya dari sebelumnya, mengurangi dampak-dampak negatif yang dikarenakan kurangnya pendidikan, pengalaman yang terbatas atau kurangnya kepercayaan diri dari klien anak tunanetra.

Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmania seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang diteliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, klien anak tunanetra yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil. Sedangkan (Reber, dalam Syah, 2005: 121) mengatakan, bahwa keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkahlaku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Adapun pelatihan ketrampilan yang diusahakan oleh Yapentra yaitu pelatihan musik (tradisional dan modern), pelatihan pijat (tradisional dan modern), pelatihan pertukangan, pelatihan pertanian, pelatihan peternakan.hal ini merupakan kegiatan yang tidak mudah dan seringkali mereka mengalami hambatan.

Keterampilan merupakan mata pelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak asuh untuk terlibat dalam berbagai pengalaman apresiasi maupun pengalaman berkreasi untuk menghasilkan suatu produk berupa benda nyata yang bermanfaat langsung bagi kehidupan mereka. Anak tunanetra melakukan interaksi dengan benda-benda produk kerajian dan teknologi yang ada di lingkungannya saat pelatihan keterampilan, kemudian berkreasi menciptakan berbagai produk kerajinan maupun produk teknologi, sehingga diperoleh


(38)

pengalaman konseptual, pengalaman apresiatif dan pengalaman kreatif. Pembelajaran keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku anak asuh cekat, cepat dan tepat melalui pembelajaran kerajinan, teknologi rekayasa dan teknologi pengolahan (Sudjana, 1996: 17 ).

Perilaku terampil ini dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di masyarakat. Melihat uraian tersebut, secara substansi bidang keterampilan mengandung kinerja kerajinan dan teknologis. Istilah kerajinan berangkat dari kecakapan melaksanakan, mengolah dan menciptakan dengan dasar kinerja keterampilan psimotorik. Maka, keterampilan kerajinan berisi kerajinan tangan membuat benda pakai atau fungsional. Keterampilan teknologi terdiri dari teknologi rekayasa dan teknologi pengolahan.

Metode pelatihan merupakan bentuk yang dipilih dalam pelatihanpelatihan yang menyediakan langsug keterampilan-keterampilan untuk para peserta. Adapun prinsip umum bagi metode pelatihan harus memenuhi sebagai berikut: (1) Memotivasi para peserta latihan untuk belajar keterampilan baru

(2) Memperlihatkan keterampilan-keterampilan yang diinginkan untuk dipelajari, (3) Harus konsisten dengan isi (misalnya, dengan menggunakan pendekatan

interaktif untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan interpersonal), (4) Memungkinkan partisipasi aktif,

(5) Memberikan kesempatan berpraktek dan perluasan keterampilan,

(6) Memberikan feedback mengenai performansi selama pelatihan,

(7) Mendorong adanya pemindahan yang positif dari pelatihan ke pekerjaan, dan (8) Harus efektif dari segi biaya (Gomes, 2003: 208).


(39)

Sehingga metode pelatihan tidak terlepas dari pelatihan-pelatihan yangmenyediakan langsung keterampilan untuk peserta. Menjadikan peserta perilaku-perilaku yang terampil untuk kemandirian diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari dan dalam hidup bermasyarakat.

2.4 Pengertian Penyandang Cacat

Istilah “Disabilitas” mungkin kurang akrab di sebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan “Penyandang Cacat”, istilah ini banyak yang mengetahui atau sering digunakan di tengah masyarakat. Istilah Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari serapan kata bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Namun, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “Disabilitas” belum tercantum. Disabilitas adalah istilah baru pengganti Penyandang Cacat. Penyandang cacat dapat diartikan individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau

mental/intelektual ( http://bahasa.kompasiana.com. Diakses tanggal 01 Juni 2014

pukul 10.00 wib).

Dalam UU RI No. 4 tahun 1977 disebutkan tentang “Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari:


(40)

a. penyandang cacat fisik;

b. penyandang cacat mental;

c. penyandang cacat fisik dan mental.

Mengenai hak dan kewajiban penyandang cacat disebutkan bahwa setiap penyandang cacat mempunyai kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Sedangkan kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesbilitas. Selanjutnya yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan adalah meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, politik, pertahanan keamanan, olahraga, rekreasi dan informasi yang layak sesuai dengan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 (tentang penyandang cacat) Bab II Pasal 6 menyatakan “Setiap penyandang cacat berhak memperoleh :

1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan

2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.

3. Perlakuannya yang sama untuk bergerak dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya.

4. Aksesbilitas dalam rangka kemandirian.

5. Rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dan 6. Hak yang sama untuk menumbuhkankembangkan, kemampuan dan kehidupan

sosialnya, terutama penandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.


(41)

2.5 Tuna Netra

2.5.1 Pengertian Tuna Netra

Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Pengertian tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi, anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah

melihat”, “Low Vision”, atu rabun adalah bagian dari kelompok anak tuna netra.

Dari uraian di atas, pengertian anak tunanetra adalah individu yang indra penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerimaan informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak- anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui kondisinya berikut:

 Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki

orang awas

 Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu

 Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak

 Posisis mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak

 Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan

penglihatan

Dari kondisi-kondisi diatas, pada umumnya yang digunakan sebagai patokan apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatannya (Somantri, 2006: 65).Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card.


(42)

Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya (visusnya) kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter.

Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :

1. Buta

Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0)

2. Low Vision

Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar (Somantri , 2006: 66).

2.5.2 klasifikasi Tunanetra

Klasifikasi ketunanetraan, secara garis besar yaitu dibagi menjadi dua, antara lain :

1. Waktu terjadinya kecacatan: yakni sejak kapan anak menderita tunanetra yang dapat digolongkan sebagai berikut :

a) Penderita tunanetra sebelum dan sejak lahir, yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihata.


(43)

b) Penderita tunanetra sesudah lahir atau pada usia kecil, yaitu mereka yang sudah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual, tetapi belum kuat dan mudah terlupakan .

c) Penderita tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; kesan kesan pengalaman visual meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.

d) Penderita tunanetra pada usia dewasa, yang dengan segala kesadaran masih mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.

e) Penderita tunanetra dalam usia lanjut, yaitu mereka yang sebagian besar sudah sulit mengalami latihan-latihan penyesuaian diri.

2. Pembagian berdasarkan kemampuan daya lihat yaitu :

a) Penderita tunanetra ringan (low vision), yakni mereka yang mempunyai

kelainan atau kekurangan daya penglihatan, seperti para penderita rabun, juling, myopia ringan. Mereka ini masi dapat mengikuti program pendidikan biasa di sekolah-sekolah umum atau masih mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dengan baik.

b) Penderita tunanetra setengah berat (partially sighted), yaitu mereka yang

mengalami sebagian daya penglihatan. Hanya dengan menggunakan kacamata pembesar mereka masih bisa mengikuti program pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang berhuruf tebal.

c) Penderita tunanetra berat (totally blind), yaitu mereka yang sama sekali tidak


(44)

2.5.3 faktor Penyebab Tunanetra

1. Pre-natal

Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain:

a. Keturunan

Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang

tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis

Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.

b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan

Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan dapat disebabkan oleh:

1. Gangguan waktu ibu hamil.

2. Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu

selama pertumbuhan janin dalam kandungan.

3. Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau

cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.


(45)

4. Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.

5. Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata

sehingga hilangnya fungsi penglihatan.

2. Post-natal

Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:

a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.

b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.

c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:

1. Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.

2. Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.

3. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa

mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.

4. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola

mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.

5. Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena

diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.


(46)

6. Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.

7. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena

lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.

d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya

benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan (http://www.pkplkdikmen.di akses tanggal 04 Juni 2014, Pukul 10.00 Wib).

2.5.4 Dampak Ketunanetraan

Aktvitas manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar akan efektif apabila mengikutsertakan alat- alat indra yang dimiiki, seperti penglihatan, perabaan, pembau, pengecap, baik dilakukan secara sendiri- sendiri mupun bersama- sama. Dengan pemanfaatan beberapa alat indra secara simultan


(47)

memudahkan seseorang melakukan apersepsi terhadap peristiwa atau objek yang diobservasi, terutama untuk membentuk suatu penglihatan yang utuh. Dengan tanggungnya salah satu atau lebih alat indranya ( penglihatan, pendengaran, pengecap, pembau maupun peraba), akan mempengaruhi terhadap indra- indra yang lain. Pada gilirannya akan membawa konsekuensi tersendiri terhadap kemempuan dirinya berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Misalnya, pada anak tunanetra dengan kehilangan sebagian atau keseluruhan fungsi penglihatan pada anak tunanetra akan menimbulkan dampak negatif atas kemampuaanya yang lain, seperti pengembangan psikis dan penyesuaian sosial ( Efendi, 2005: 36-37)

2.6 Pelayanan Sosial

2.6.1 Pengertian Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial merupakan aksi atau tindakan untuk mengeahui masalah sosial. Pelayanan sosial dapat diartikan sebagai perangkat program yang ditujukan untuk membantu individu atau kelompok yang menglami hambatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika keadaan individu atau sekelomok tersebut dibiarkan, maka akan timbul masalah sosial, seperti kemiskinan, kelantaran dan kriminalitas. Kategorisasi pelayan sosial biasanya dikelompokkan berdasarkan sasaran pelayanan (misalnya peayanan atau perawatan anak, remaja, lanjut usia ), setting atau tempatnya (misalnya: pelayanan sosial disekolah, tempat kerja, penjara, rumah sakit) atau berdasarkan jenis atau sektor (misalnya: pelayanan konseling, kesehatan mental, pendidikan khususus dan vokasi, jaminan sosial dan perumahan).


(48)

Pelayanan sosial adalah kegiatan terorganisir utuk meningkatkan kondisi orang- orang yang kurang beruntung dalam mayarakat. Pemerintah Indonesia, khususnya Departemen Sosial dan sejumlah besar organisasi- organisasi non pemerintah telah memaknai peran penting dalam bidang pelayanan sosial. Dana yang dipergunakan lembaga- lembaga pemerintah bagi pelayanan sosial biasanya diperoleh dari pajak. Sedangkan, pelayanan sosial yang diselenggarakan badan- badan non pemerintah sering kali didanai oleh sumbangan individu, pengusaha atau lembaga donor internasional.

2.6.2 Fungsi-Fungsi Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung daritujuan klasifikasi. PBB mengemukakan bahwa fungsi pelayanan sosial adalah:

1. Perbaikan secara progresif daripada kondisi kehidupan orang. 2. Pengembangan sumber-sumber daya manusia.

3. Berorientasi orang terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri.

4. Penggerakan dan penciptaan sumber-sumber komunitas untuk tujuan-tujuan pembangunan.

5. Penyediaan struktur-struktur institusional untuk pelayanan-pelayanan yang terorganisasi lainnya.

Fungsi pelayanan sosial ditinjau dari persfektif masyarakat menurut (Muhidin, 1992: 43) adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok, dan masyarakat, untuk saat ini dan masa yang akan datang.


(49)

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang untuk melindungi masyarakat.

4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapatkan pelayanan sosial.

Menurut (Murdin, 1989: 50-51) mengatakan bahwa bentuk-bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah:

1. Pelayanan akses, mencakup pelayanan informasi, pemberian nasihat dan partisipasi. Tujuannya untuk membantu orang agar dapat mencapai atau menggunakan fasilitas pelayanan yang tersedia.

2. Pelayanan terapi, mencakup pertolongan terapi dan rehabilitasi, termasuk didalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya pelayanan yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan sosial medis dan sekolah, serta perawatan bagi orangorang jompo (lanjut usia).

3. Pelayanan sosial dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi dan anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi bagi pemuda, dan


(50)

2.7 Kerangka Pemikiran

Anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat

digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card. Perlu ditegaskan

bahwa anak dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya (visusnya) kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter.

Di indonesia secara umum banyak terdapat lembaga sosial maupun organisasi sosial baik non pemerintah maupun yang pemerintah, namun dalam operasionalnya tidak sesuai dengan tujuan yang hendak diharapkan. Hal ini dikarenakan banyak lembaga sosial maupun organisasi sosial yang masih bersifat penerimaan saja dan memiliki sarana dan prasarana yang minim dan kurang memiliki pengembangan untuk kedepannya. Salah satunya adalah Yayasan Pendidikan Tuna Netra Sumatera (YAPENTRA ). Dimana, Yapentra merupakan salah satu bentuk yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi tunanetra. Yapentra lahir melalui gagasan gereja GKPI. Oleh sebab itu Yapentra merupakan suatu lembaga yang memperhatikan anak-anak tunanetra yang mampuuntuk menolong mereka untuk dapat hidup mandiri dan dapat melatih kemampuandan memberi keterampilan dan pendidikan untuk mencapai cita-cita dan masa depanmereka. Adapun pelatihan ketrampilan yang diusahakan oleh Yapentra yaitu pelatihan musik (tradisional dan modern), pelatihan pijat (tradisional dan modern), pelatihan pertukangan, pelatihan pertanian, pelatihan peternakan.


(51)

Melihat keefektipan program pelatihan keterampilan bagi klien anak tunanetra di Yapentra dapat dilihat dari indikator menurut (Sustrisno, 2007: 125- 126) yang sesuai untuk dapat mencapai keberhasilan dalam mencapai sasaran dan tujuan kegiatan, yaitu:

1. Pemahaman program, yaitu dilihat dari sejauh mana klien penyandang

cacat tunanetra dapat memahami kegiatan program pelatihan keterampilan yang diberikan oleh pihak YAPENTRA.

2. Tepat sasaran, yaitu dilihat dari apakah klien penyandang cacat

tunanetra yang sudah diberikan pemahaman pengetahuan dan pelatihan keterampilan adalah sasaran yang sesuai dengan program pelatihan keterampilan.

3. Tepat waktu, yaitu dilihat dari apakah penggunaan waktu untuk

program pelatihan keterampilan bagi klien penyandang cacat tunanetra di YAPENTRA sudah dilakukan sesuai dengan apa yang telah ditentukan.

4. Tercapainya tujuan, yaitu dilihat dari cara pencapaian tujuan yang

ditetapkan melalui kegiatan program pelatihan keterampilan.

5. Perubahan nyata, yaitu dilihat dari bagaimana kegiatan tersebut

memberikan efek atau dampak yang baik maupun adanya perubahan nyata bagi klien penyandang cacat tunanetra.

Adapun untuk memperjelas kerangka pemikiran tersebut, dapat dilihat dari pada bagian alir pemikiran berikut ini.


(52)

Bagan 2.1 Alir Pikir

Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli

Serdang

Jenis-jenis keterampilan :

1. Keterampilan Musik (tradisional

dan moderen)

2. Keterampilan Pijat (tradisional

dan moderen)

3. Keterampilan anyaman

4. Keterampilan budi daya

tanaman

Penyandang Cacat Tunanetra 

Indikator efektivitas  pelaksanaan program  keterampilan menurut  (Sutrisno, 2007: 125- 126):

1. Pemahaman program  2. Tepat sasaran 

3. Tepat waktu  4. Tercapainya tujuan  5. Perubahan nyata 


(53)

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah batasan arti dan gambaran hubungan dari antara unsur-unsur yang ada di dalamnya (Siagian, 2011:56). Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan istilah dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasarkan agar tercipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian pemakaian istilah yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :

1. Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(seperti reaksi, belajar, perilaku dan hasil organisasi ) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang telahditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai dengan kebutuhan.

2. Penyandang cacat tunanetra adalah individu yang indra penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerimaan informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas.

3. Pelayanan Sosial disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya.


(54)

4. Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi.

5. Program pelatihan keterampilan adalah suatu program atau kumpulan

proyek-proyek yang berhubungan dengan keterampilan telah dirancang untuk mengembangkan keterampilan penyandang cacat tunanetra agar bisa lebih mandiri dengan keterampilan yang telah dimilikinya.

2.7.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah proses operasionalisasi konsep yaitu upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011: 141). Dengan defenisi operasional dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang akan diukur dan dianalisa dalam variabel yang ada.

Defenisi operasional dalam Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Anak Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang dapat diukur melalui indikator menurut (Sustrisno, 2007: 125-126), sebagai berikut:

1. Pemahaman program, meliputi:

a. Sumber informasi responden tentang program pelatihan


(55)

b. Tingkat pemahaman dan ketertarikan responden setelah mendapatkan informasi tentang program pelatihan keterampilan.

c. Pengetahuan responden mengenai tujuan program pelatihan

keterampilan.

2. Tepat sasaran, meliputi:

a. Pihak yang diutamakan adalah klien anak tunanetra.

b. Anak atau remaja responden termasuk kedalam sasaran

program pelatihan keterampilan.

3. Tepat waktu, meliputi:

a. Mulai kapan saudara mendapat bantuan program pelatihan

keterampilan

b. Ketepatan waktu mendapatkan program pelatihan

keterampilan

c. Frekuensi mendapat program pelatihan keterampilan.

4. Tercapainya tujuan, meliputi:

a. Meningkatkan pengetahuan klien anak tunanetra.

b. Meningkatkan kemandirian dan keterampilan diri sendiri

bagi anak tunanetra.

c. Perlu tidaknya program pelatihan keterampilan.


(56)

No Kriteria Sebelum mengikuti program pelatihan

keterampilan

Setelah mengikuti program pelatihan

keterampilan 1

2 3 4

5

Kreatifitas Motivasi

kesiapan diri ( kemandirian) bersosialisasi pada lingkungan luar


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Adapun tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011: 52).

Melalui penelitian ini, penulis ingin membuat gambaran tentang bagaimana pelayanan melalui program keterampilan yang diberikan di Yayasan Pendidikan Tuna Netra Sumatera Tanjung morawa Sumatera Utara dengan melakukan pengamatan terhadap gejala, peristiwa, kondisi dan fasilitas yang tersedia pada saat sekarang.

3.2 lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pendidikan Tuna Netra Sumatera (Yapentra ) yang beralamat di jalan Medan Km. 21,5 Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang. Dimana Yayasan Pendidikan Tuna Netra merupakan salah satu bentuk pelayanan sosial yang berada di bawah naungan Gereja GKPI. Alasan memilih lokasi ini adalah karena lembaga non-pemerintah yang ikut berperan dalam memberikan pelayanan sosial kepada Penyandang Cacat Tuna Netra dengan cara memberikan ketrampilan musik (tradisional dan modern), anyaman, dan budi


(58)

daya tanaman yang berguna untuk menjadikan warga binaan sosial lebih mandiri, sehingga mereka dapat lebih berdaya di tengah masyarakat.

3.3 Populasi dan Sampel

Secara sederhana populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan obyek, benda, peristiwa atau individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian. Berdasarkan penelitian ini dapat dipahami bahwa mengenal populasi termasuk langkah awal dan penting dalam proses penelitian (Siagian, 2011: 155). Adapun yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh warga binaan sosial yang terlibat dalam program keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra yakni berjumlah 32 orang.

Dalam kaitannya dengan penelitian, sampel adalah sebagian dari objek, kejadian, atau individu yang terpilih dari populasi yang akan diambil datanya atau yang akan diteliti (Roscoe, dalam Siagian, 211: 156). Apabila populasi kurang dari 100 jiwa, maka sampel dapat diambil semua dengan rumus (N= n) populasi adalah sampel. Berdasarkan rumus yang ada maka peneliti menetapkan besarnya sampel adalah sebesar 32 jiwa.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Guna memperoleh data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :


(59)

1. Studi Kepustakaan yang mengumpulkan data melalui buku-buku, dokumentasi dan sumber referensi yang menyangkut masalah yang diteliti.

2. Studi Lapangan yaitu mengadakan penelitian langsung ke lokasi untuk

mendapatkan data yang lengkap sesuai dengan masalah yang diteliti dalam penelitian lapangan ini digunakan beberapa metode, yakni :

a. Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan

perkumpulan data dengan responden sehingga responden memberikan data atau informasi yang diperlukan penelitian.

b. Kuesioner, yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan cara menyebarkan

daftar pertanyaan untuk menjawab responden sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian (Siagian, 2001 : 206 – 207).

3.5Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif dan pendekatan kuantitatif sehingga nantinya peneliti dapat mendeskripsikan atau menggambarkan informasi data yang diperoleh dalam penelitian. Kemudian didistribusikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisis data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mentabulasi data yang dapat melalui keterangan responden, kemudian dicari frekuensi dan persentasenya.

Untuk mengetahui apakah hasil dari Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan


(60)

Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang, maka ditentukanlah interval kelas sebagai skala pengukuran, yaitu :

Interval (i) = Nilai atas – Nilai bawah Jumlah Kelas

i = 5 – 1

5 i = 4 5 i = 0,88

Kategori jawaban positif atau negatif adanya nilai batasan sebagai berikut:

a. Respon dengan nilai 1 sampai dengan 1,8 = sangat negatif, yang artinya

program tesebut sangat tidak efektif

b. Respon dengan nilai 1,8 sampai dengan 2,6 = negatif, yang artinya program

tersebut tidak efektif

c.Respon dengan nilai 2,6 sampai dengan 3,4 = netral, yang artinya program

tersebut netral

d.Respon dengan nilai 3,4 sampai dengan 4,2 = positif, yang artinya program

tersebut efektif

e.Respon dengan nilai 4,2 sampai dengan 5 = sangat positif, yang artinya


(61)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

IV.1 Sejarah Berdirinya Lembaga

YAPENTRA adalah Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera yang didirikan oleh GKPI yang berkantor pusat di Jln. Kapten M.H.Sitorus dan HBM Jerman, dengan tujuan utama untuk meningkatkan pendidikan dan pelatihan secara nyata kepada orang-orang yang menyandang cacat mata. Melihat banyaknya orang-orang yang menyandang cacat mata, maka didirikanlah YAPENTRA, yang berfokus pada pendidikan dan pengasuhan. Dan hampir semua siswa dan siswinya berasal dari keluarga miskin, sehingga selain untuk memberikan pendidikan dan pengasuhan, YAPENTRA juga sebagai wadah untuk memperbaiki taraf kehidupan mereka.

Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera lahir melalui gagasan Gereja yang merupakan bagian dari diakoni dan sosial yang termasuk di dalamnya. Pada masa awal, Gereja-gereja secara oikumenis turut serta menjadi penggagas sampai Yayasan berdiri. Hari jadinya ditetapkan tanggal 30 Oktober 1978 dan resmi terdaftar sebagai Lembaga Pendidikan Tunanetra dengan No 006/105/A. 88 dan organisasi sosial melalui Surat Tanda Pendaftaran No. 467.6/4169 dari pemerintah. Sesuai dengan Akte Notaris No. 44 tanggal 20 April 1977 disebut pendirinya DR. Andar Lumbantobing (GKPI), Ds. Karel Sianturi (GPDI) dan J. Wohlt mewakili Badan Pengurus Hilesheimer Blindenmission (HBM) Jerman. Selanjutnya pada tahun 1987, Ds. Karel Sianturi meninggal dan tahun 1997 DR.


(62)

Andar Lumbantobing meninggal dunia, sementara pada tanggal 31 Maret 1994 GPDI sudah menarik diri dan sahamnya dibayar di hadapan Notaris Mutiara S.P.M. Marpaung, SH dengan surat keputusan No. 23 ditetapkan sebagai Badan Pendiri:

1. Ds. Dr. Andar Lumbantobing - bertindak sebagai pribadi

2. Ds. R.M.G. Marbun, STh - Bishop GKPI (ex officio), mewakili Gereja

Kristen Protestan Indonesia

3. Rev. G.E. Schulte - mewakili Hildesheimer Blindenmission.

Disamping itu, Hildsheimer Blindenmission menunjuk Dra. Saulan Siahaan sebagai representatif penuh HBM dan dalam hal ini HBM tidak secara langsung hadir untuk melayani yayasan ini. Pada tanggal 30 Maret 1994, Badan Pendiri melantik Badan Pengurus , untuk periode 1994-1999. Mereka terdiri dari :

1. Ketua : Ds. M.S.E. Simorangkir, STh (Sekjend GKPI-ex officio)

2. Wakil ketua : Poltak Panggabean, SH

3. Sekretaris : Drs. M. Manullang

4. Wakil sekretaris :Ds. R.F. Simamora, STh, ( Ketua Urusan Sosial Kantor

Pusat GKPI ex officio )

5. Bendahara : Ir. R. Pohan

6. Wakil bendahara : Mayor B. L. Siagian


(63)

Badan Pendiri sekarang hanya ada 2 (dua), yaitu : GKPI dan HBM Jerman dan Badan Pengurus PERIODE 2004-2009 terdiri dari :

1. Pdt. M. Simamora STh (Ketua)

2.Raliska Sitorus S.H.,MM. (Wakil Ketua) 3.Ir.AK.Hutabarat, Mayor (Sekretaris) 4.Pdt. SM. Gurning, S.H. (Wakil Sekretaris) 5. P. Sitompul (Bendahara)

6. dr. H. Pasaribu (Wakill Bendahara) 7. dr. S.Simorangkir (Anggota) 8. Pdt. A.Hutauruk (Direktur)

Akan tetapi anggaran dasar belum dirubah. Seperti yang sudah diketahui, bahwa Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera, berkecimpung dalam pekerjaan sosial yaitu di bidang pendidikan. Maka kegiatan mulia ini harus benar-benar mencapai tujuan dan sasaran yang baik pula. Jadi, dengan alasan di atas, antara sekolah dan asrama harus secara bersama-sama bergerak, satu derap langkah menuju satu tujuan.

VI.2. Visi Dan Misi YAPENTRA 2.1. Visi

Visi dari pada YAPENTRA adalah : Membantu pemerintah untuk mencerdaskan anak bangsa yang mengalami gangguan dan kebutaan mata.


(64)

2.2. Misi

Selain visi, yayasan ini juga memiliki misi yang bertujuan untuk mempermudah yayasan dalam mencapai misi tersebut. Adapun misi daripada YAPENTRA adalah : Memberi asuhan dan pendidikan kepada anak-anak tunanetra sehingga mereka cemerlang dalam ilmu, bermoral dan terampil di tengah-tengah masyarakat di kemudian hari.

VI.3. Maksud dan Tujuan Didirikannya YAPENTRA

3.1. Maksud Didirikannya YAPENTRA

Adapun yang menjadi maksud didirikannya YAPENTRA adalah : didasarkan pada kepedulian terhadap orang-orang penyandang cacat netra. Dimana banyaknya orang-orang yang penyandang cacat netra hampir seluruhnya berasal dari keluarga miskin, sehingga YAPENTRA tidak hanya fokus pada bidang pendidikan dan pelatihan saja namun juga untuk memperbaiki taraf kebutaan para cacat netra.

3. 2. Tujuan

Tujuan dari YAPENTRA adalah :

1. Untuk mewujudkan tugas dan fungsi gereja di tengah-tengah masyarakat, dimana yayasan ini menjadi berfungsi sosial.

2. Membantu pemerintah unuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia yang berguna bagi pembangunan nusa dan bangsa melalui usaha-usaha sosial khususnya bagi para penyandang cacat netra.


(65)

VI. Jenis Keterampilan Yang di Sediakan Oleh Lembaga

Adapun jenis pelatihan yang ada di Sekolah Keterampilan

Khusus/Vocational School Centre (VSC) YAPENTRA antara lain. :

1. Pelatihan Pijat (Tradisional dan Refleksi). Pelatihan ini merupakan pelatihan

wajib bagi semua siswa di Sekolah Keterampilan Khusus/Vocational School

Centre (VSC)YAPENTRA.

2. Pelatihan Musik (Piano, Biola, Drum, Saxophone / Terompet / Trombon, Gitar dan Musik Tradisional Batak Toba). Siswa dapat memilih salah satu jenis alat musik untuk ditekuni. Masing-masing alat musik dilatih oleh instruktur yang berbeda sesuai dengan keahlian masing-masing instruktur. Pelatihan Piano merupakan pelatihan wajib bagi siswa yang menekuni pelatihan musik dengan tujuan agar mereka dapat memainkan lagu-lagu pada Buku Ended dan Kidung Jemaat dengan piano/organ. Pada saat ini ada 7 orang instruktur musik YAPENTRA.

3. Pelatihan Anyaman (Bambu, Roan, Lidi, Ijuk, Dll). Untuk saat ini, pelatihan anyaman fokus pada anyaman bambu.

4. Pertanian/Budi daya (Tanaman Hibrida dan Pembibitan). Untuk saat ini, mulai mengolah lahan yang ada, seluas lebih kurang 6.000 m2 dengan menanam jagung, mempersiapkan kolam untuk peternakan ikan, sambil merintis pelatihan pembibitan tanaman bunga dan buah.


(1)

24.Apakah selama kurun waktu yang telah ditentukan anda dapat menyelesaikan pembelajaran sesuai ketepatan waktu program yang diberikan?

a. Sangat sesuai b. Sesuai

c. Kurang sesuai d. Tidak sesuai e. Sangat tidak sesuai

25.Apakah menurut saudara/i waktu yang diberikan untuk pelatihan keterampilan sudah terpenuhi?

a. Sangat terpenuhi b. Terpenuhi c. Kurang terpenuhi d. Tidak terpenuhi e. Sangat tidak terpenuhi

26.Bagaimana menurut saudara/i pelayanan yang diberikan selama mengikuti program di YAPENTRA , apakah telah sesuai dengan harapan?

a. Sangat sesuai b. sesuai

c. Kurang sesuai d. Tidak sesuai e. Sangat tidak sesuai

27.Apakah pelatihan keterampilan yang diberikan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?


(2)

b. Sesuai

c. Kurang sesuai d. Tidak sesuai e. Sangat tidak sesuai

C4.Tercapainya tujuan, meliputi

28.Apakah dengan adanya program pelatihan keterampilan ini bermanfaat bagi saudara/i?

a. Sangat bermanfaat b. Bermanfaat

c. Kurang bermanfaat d. Tidak bermanfaat e. Sangat tidak bermanfaat

29.Apakah pencapaian materi keterampilan sudah sesuai dengan harapan saudara/i?

a. Sangat sesuai b. Sesuai

c. Kurang sesuai d. Tidak sesuai

e. Sangat tidak sesuai

30.Apakah selama ini saudara/i sangat menerima dengan pelaksanaan program pelatihan keterampilan di YAPENTRA ini?

a. Sangat menerima b. Menerima


(3)

c. Kurang merima d. Tidak menerima

e. Sangat tidak menerima lasannya:

...

31.Apakah saudara/i merasakan perubahan signifikan setelah mengikuti program pelatihan keterampilan ini?

a. Sangat berubah b. Berubah

c. Kurang berubah d. Tidak perubahan, e. Sangat tidak berubah

Alasannya : ...

32.Menurut saudara, apakah semua program pelatihan keterampilan di YAPENTRA perlu dilanjutkan?

a. Sangat perlu b. Perlu

c. Kurang perlu d. Tidak perlu e. Sangat tidak perlu

C5. Perubahan nyata, meliputi:

33.Apakah keterampilan yang anda terima akan membantu saudara/i kelak dalam mendapatkan pekerjaan?

a. Sangat membantu b. Membantu


(4)

d. Tidak membantu e. Sangat tidak membantu

34.Apakah menurut anda program pelatihan seperti ini memiliki manfaat yang besar bagi penyandang keterbatasan fisik seperti anda?

a. Sangat bermanfaat b. Bermanfaat

c. Kurang bermanfaat d. Tidak bermanfaat e. Sangat tidak bermanfaat

35.Setelah mendapat program pelatihan yang sudah saudara/i kuasai atau pahami, apakah kreatifitas saudara/i meningkat?

Sebelum Sebelum

a) Sangat meningkat b) Meningkat

c) Kurang meningkat

d) Tidak meningkat

e) Sangat tidak

meningkat Alasan ………

36.Setelah mendapatkan program pelatihan yang sudah saudara/i kuasai atau pahami, apakah motivasi hidup saudara/i meningkat?

Sebelum Sebelum

a)Sangat meningkat b)Meningkat

c)Kurang meningkat d)Tidak meningkat e)Sangat tidak


(5)

Alasan ………

37.Bagaimana menurut anda akan kesiapan diri ( kemandirian) atas perolehan mendapat program?

Sebelum Sebelum

a) Sangat lebih baik b) Lebih baik c) Cukup baik d) Tidak baik e) Sangat tidak baik Alasan ………

38.Apakah program yang telah saudara ikuti dapat membantu saudara dalam bersosialisasi pada lingkungan di luar Yayasan?

Sebelum Sebelum

a) Sangat membantu b) Membantu c) Cukup membantu d) Tidak membantu e) Sangat tidak

membantu Alasan ………

39.Apakah dengan pemberian pelatihan keterampilan meningkatkan kepercayaan diri saudar/i?

Sebelum Sebelum

a) Sangat meningkat b) Percaya meningkat c) Cukup meningkat d) Tidak meningkat


(6)

e) Sangat

tidakmeningkat Alasan ………