2.2.1.3 Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran perubahan inventori dan ekspor netto ekspor neto merupakan ekspor dikurangi
impor, di dalam suatu wilayahregion dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta
nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.
Dengan rumus: PDRB = C + I + G + X-M
Dimana: C
= Konsumsi I
= Investasi G
= Pengeluaran Pemerintah X
= Ekspor M
= Impor
2.2.2 Metode Tidak LangsungAlokasi
Metode Tidak Langsung dilakukan dengan menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-
masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan
produktivitas kegiatan ekonomi tersebut. Maka untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan pendapatan penduduk
pada suatu daerah secara rata-rata dapat digunakan dengan angka PDRB per kapita.
PDRB perkapita penduduk pada suatu daerah dihasilkan dengan membagi pendapatan domestik dan jumlah penduduk pertengahan tahun di daerah bersangkutan. PDRB per
kapita merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat secara makro. PDRB per kapita menggambarkan rata-rata
pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun. Tingginya PDRB per kapita mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang lebih baik, dan
sebaliknya PDRB per kapita yang rendah mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang kurang berkembang.
Dalam hal ini pendapatan digunakan untuk biaya pendidikan, dengan meningkatnya Pendapatan Per kapita, kemampuan masyarakat untuk membiayai
pendidikan menjadi lebih tinggi, sehingga permintaan akan jenjang pendidikan menjadi lebih tinggi dan waktu sekolah pun menjadi lebih lama susanti, 1995.
Becker 1975 dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Sirojuzilam 2009, mengkaitkan diantara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas
tenaga kerja dengan asumsi semakin tinggi kualitas dan mutu pendidikan, maka akan semakin tinggi produktivitas tenaga kerja dan semakin tinggi pula pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ekonomi. Teori ini selanjutnya mengungkapkan bahwa produktivitas tenaga kerja akan menyebabkan kenaikan dalam pendapatan
masyarakat lebih tinggi karena pendidikan yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian
pengalaman di negara maju dengan menggunakan asumsi yang digunakan oleh teori tersebut tidak selalu benar. Dalam pidato pengukuhan Guru Besar Sirojuzilam 2009
juga memperlihatkan Studi yang dilakukan oleh Blau dan Duncan 1967 di Amerika
Serikat, Blaug 1974 di Inggris dan Cummings 1980 di Indonesia, menunjukkan bahwa pendidikan formal memberikan peranan yang relatif kecil terhadap status
pekerjaan dan penghasilan. Hal ini sejalan pula dengan asumsi yang harus dipenuhi bahwa lapangan kerja di sektor modern masih sangat terbatas jumlahnya, sehingga
jumlah tenaga kerja terdidik yang relatif besar tidak dapat tertampung oleh lapangan kerja yang ada. Kemudian lulusan pendidikan belum siap bekerja yang sesuai dengan
tuntutan pekerjaan. Sehingga kebanyakan masyarakat terutama di daerah pedesaan atau pesisir pantai bekerja atau memperoleh penghasilan dari sektor informal yang
sejalan dengan itu memperkecil kesadaran akan pentingnya pendidikan. Menurut Michael P.Todaro 2000 ada dua biaya pendidikan, yaitu: biaya-
biaya pendidikan individual dan biaya-biaya pendidikan tidak langsung. Biaya pendidikan langsung individual ini yang kemudian berkenaan langsung pada
pendapatan perkapita masyarakat. Biaya pendidikan langsung individual adalah segenap biaya moneter uang yang harus dipikul oleh siswa dan keluarganya untuk
membiayai pendidikan. Biaya-biaya ini meliputi uang iuran sekolah, buku-buku, pakaian seragam, serta ongkos lainnya. Tingkat permintaan terhadap pendidikan
berbanding terbalik dengan besarnya ongkos-ongkos yang bersifat langsung ini, dan semakin tingginya jenjang pendidikan yang diterima seorang anak maka semakin
besar ongkosbiaya pendidikan langsung individual yang dibebani. Bagi penduduk yang berpenghasilan rendah, biaya-biaya langsung dari penyelenggaraan pendidikan
tingkat dasar saja sudah membebankan mereka dan menghabiskan sejumlah besar pendapatan rill mereka. Di banyak negara Afrika,misalnya, biaya untuk mengirim
seorang anak ke sekolah dasar, rata-rata menghabiskan lebih dari 20 persen pendapatan perkapita keluarga tersebut.
2.3 Tenaga Pendidik Guru
Karena “tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhinrya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang
berada di garis terdepan yaitu guru” Mohamad Surya, 2000 dalam Ono Wiharna, 2007, Perencanaan Kebutuhan Guru . Artinya ketersediaan guru di sekolah dasar
merupakan kunci utama dalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Peningkatan mutu pendidikan merupakan sebuah keharusan, walaupun dalam perjalanannya
membutuhkan banyak perbaikkan di pada sektor yang mendukung dunia pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini persyaratannya adalah terdapat sarana dan prasarana yang
tentu saja memadai, di antaranya seperti gedung sekolah yang representatif, terdapat perpustakaan yang lengkap, sistem pendidikan, anggaran yang cukup, dan guru
sebagai tenaga pendidik. GuruTenaga Pendidik akan menjadi sorotan dalam mengupayakan
peningkatan mutu pendidikan, sebab tidak bisa dipungkiri dengan fasilitas yang bisa di katakan seadanya apalagi pada daerah-daerah yang terpencil tenaga pendidik di
tuntut untuk tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan harus secara profesional. Menurut agus sumarsono dalam “Antara tuntutan profesionalitas
gurutenaga pendidik dan perwujudan kesejahteraan” ada beberapa saran dan tuntutan antara lain sebagai berikut ;