Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Kasar Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Sederajat (Studi Kasus Kabupaten Deli Serdang)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

ANGKA PARTISIPASI KASAR PADA JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) SEDERAJAT

(STUDI KASUS KABUPATEN DELI SERDANG)

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

Henry Sahat 070501114

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

MEDAN 2011


(2)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

Penanggung Jawab Skripsi Nama : Henry Sahat

NIM : 070501114

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Kasar pada Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat (Studi Kasus Kabupaten Deli Serdang).

Tanggal,___________________

Pembimbing,

(Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si) NIP: 19560112 198503 1 002


(3)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

Berita Acara Ujian

Hari : Kamis

Tanggal : 16 Juni 2011 Nama : Henry Sahat

NIM : 070501114

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Kasar pada Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat (Studi Kasus Kabupaten Deli Serdang).

Ketua Program Studi S1 Pembimbing, Ekonomi Pembangunan,

(Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc,Phd) (Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si) NIP: 19710503 200312 1 003 NIP: 19560112 198503 1 002

Penguji I, Penguji II,

(Drs. Rujiman, MA) (Walad Altsani HR, SE, M.Ec) NIP: 19510421 198203 1 002 NIP: 19830612 200812 1 002


(4)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

Persetujuan Administrasi Akademik Nama : Henry Sahat

NIM : 070501114

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Kasar pada Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat (Studi Kasus Kabupaten Deli Serdang).

Tanggal,___________________ Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan,

(Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Phd) NIP: 19710503 200312 1 003

Tanggal,___________________ Dekan Fakultas Ekonomi,

(Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec) NIP: 19550810 198303 1 004


(5)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of government expenditure in the education sector, PDRB per capita, and Educators / Teachers on gross enrollment ratios at the high school level in Deli Serdang. This rsearch used time series data from 1989 - 2008.

The research method that used in this analysis is Ordinary Least Square (OLS), using analytical tools to process the data is Eviews 6.0 program.

The estimated showed that government expenditure in the education sector, PDRB per capita, and Educators / Teachers have positively influence to gross enrollment ratios at the high school level in Deli Serdang. Government expenditure in the education sector have significant influence to the gross enrollment ratios at the high school level in Deli Serdang but PDRB per capita, and Educators / Teachers has no significant to the gross enrollment ratios at the high school level in Deli Serdang. Keywords: Gross Enrollment Ratios, Government Expenditure in the Education

Sector, PDRB per Capita, and Educators / Teachers


(6)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan, PDRB per kapita, dan Tenaga Pendidik/Guru terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 1989 - 2009.

Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah Ordinary Least

Square (OLS) dengan metode regresi liniar berganda dengan alat analisis yang

dipakai untuk mengolah data yaitu Program Eviews 6.0.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa Pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan, PDRB per kapita, dan Tenaga Pendidik/Guru berpengaruh positif terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Deli Serdang. Pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan berpengaruh signifikan terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Deli Serdang sedangkan PDRB per kapita, dan Tenaga Pendidik/berpengaruh tidak signifikan terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Deli Serdang

Kata Kunci: Angka Partisipasi Kasar, Pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan, PDRB per kapita, dan Tenaga Pendidik/Guru.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Kasar pada Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat (Studi Kasus Kabupaten Deli Serdang)”.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih kurang sempurna. Oleh sebab itu, penulis memohon maaf dan berharap adanya saran dan kritik yang membangun sehingga penulis lebih baik lagi dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya.

Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada ayahanda R. Ambarita tersayang dan ibunda N. br Tampubolon tersayang dan saudara-saudara penulis (kakak Citra dan adik Anggi). Terima kasih atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya yang telah diberikan selama ini.

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(8)

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Rujiman, MA selaku dosen penguji I yang telah memberi saran dan masukan yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Walad Altsani HR, SE, M.Ec selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khusunya Departemen Ekonomi Pembangunan.

7. Seluruh staf pegawai Departemen Pendidikan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara dan Kabupaten Deli Serdang yang telah membantu dalam memperoleh data.

8. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, juni 2011 Hormat Saya ( Henry Sahat ) 070501114


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ……….. i

ABSTRAK ………... ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL ……….... viii

DAFTAR GAMBAR ……….... ix

DAFTAR LAMPIRAN………. x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 7

1.3 Hipotesis ………. 7

1.4 Tujuan Penelitian ………... 8

1.5 Manfaat Penelitian ………... 9

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pendidikan di Indonesia dan Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Pendidikan …... 10

2.2 Konsep Produk Domestik Bruto …….……...……. 18

2.2.1 Metode Penghitungan Pendapatan Regional ……... 19

2.2.2 Metode Tidak Langsung/Alokasi ………... 21


(11)

2.4 Angka Partisipasi Kasar ……….………..….. 28

2.5 Penelitian Empiris ……… 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian……… 32

3.2 Jenis dan Sumber Data ………... 32

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……..…………... 32

3.4 Pengolahan Data ………. 33

3.5 Model Analisis Data ………... 33

3.6 Test Goodness of Fit ………... 35

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 38

3.8 Definisi Operasional ………... 41

BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Deli Serdang ..…... 42

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian …………...………….. 45

4.3 Analisis dan Pembahasan ……... 53

4.3.1 Interpretasi Model ………...………… 54

4.3.2 Test of Goodness Fit …………..………. 56

4.3.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik …………..……… 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………..………. 67

5.2 Saran ……….……….……… 69 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

1.1 Angka Partisipasi Kasar SD/MI, SMP+MTS dan

SMA Sederajat …...…… 4 4.1 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Sektor

Pendidikan Kabupaten Deli Serdang Tahun 1989-2009... 47 4.2 Perkembangan PDRB per kapita Kabupaten Deli Serdang

Tahun 1989-2009…... 49 4.3 Perkembangan Tenaga Pendidik/Guru Kabupaten

Deli Serdang Tahun 1989-2009...………. 51 4.4 Perkembangan Angka Partisipasi Kasar Jenjang

Pendidikan Sekolah Menengah Atas sederajat Kabupaten Deli Serdang Tahun 1989-2009...….. 53 4.5 Hasil Regresi ………... 56


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

3.1 Uji F-statistik ………....………...………. 37

3.2 Uji t-statistik ………...……….. 39

3.3 Kurva Durbin-Watson ………...…………... 41

4.1 Kurva Uji F-statistik ………...………... 59

4.2 Kurva Uji t-statistik terhadap nilai pengeluaran pemerintah di Sektor Pendidikan ...…. 61

4.3 Kurva Uji t-statistik terhadap PDRB per kapita ………....….. 62

4.4 Kurva Uji t-statistik terhadap Tenaga Pendidik/Guru …...… 63


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN JUDUL

1 Data Variabel 2 Hasil Regresi

3 Uji Multikolinearitas Pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan (X1), PDRB per kapita (X2), dan Tenaga Pendidik/Guru (X3).

4 Uji Multikolinearitas PDRB per kapita (X2), Pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan (X1) dan Tenaga Pendidik/Guru (X3).

5 Uji Multikolinearitas Tenaga Pendidik/Guru (X3), Pemerintah di sektor pendidikan (X1) dan PDRB per kapita (X2).


(15)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of government expenditure in the education sector, PDRB per capita, and Educators / Teachers on gross enrollment ratios at the high school level in Deli Serdang. This rsearch used time series data from 1989 - 2008.

The research method that used in this analysis is Ordinary Least Square (OLS), using analytical tools to process the data is Eviews 6.0 program.

The estimated showed that government expenditure in the education sector, PDRB per capita, and Educators / Teachers have positively influence to gross enrollment ratios at the high school level in Deli Serdang. Government expenditure in the education sector have significant influence to the gross enrollment ratios at the high school level in Deli Serdang but PDRB per capita, and Educators / Teachers has no significant to the gross enrollment ratios at the high school level in Deli Serdang. Keywords: Gross Enrollment Ratios, Government Expenditure in the Education

Sector, PDRB per Capita, and Educators / Teachers


(16)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan, PDRB per kapita, dan Tenaga Pendidik/Guru terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 1989 - 2009.

Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah Ordinary Least

Square (OLS) dengan metode regresi liniar berganda dengan alat analisis yang

dipakai untuk mengolah data yaitu Program Eviews 6.0.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa Pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan, PDRB per kapita, dan Tenaga Pendidik/Guru berpengaruh positif terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Deli Serdang. Pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan berpengaruh signifikan terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Deli Serdang sedangkan PDRB per kapita, dan Tenaga Pendidik/berpengaruh tidak signifikan terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Deli Serdang

Kata Kunci: Angka Partisipasi Kasar, Pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan, PDRB per kapita, dan Tenaga Pendidik/Guru.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan sentral dalam pembangunan bangsa dan negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa akan datang banyak ditentukan oleh pendidikan yang diberikan saat ini. Pendidikan berperan sebagai dasar dalam membentuk kualitas manusia yang mempunyai daya saing dan kemampuan dalam menyerap teknologi yang akan dapat meningkatkan produktivitas. Untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa melihat pada status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Maka pemenuhan atas hak dalam mendapat pendidikan dasar yang bermutu merupakan ukuran keadilan dan pemerataan atas hasil pembangunan dan sekaligus menjadi investasi sumber daya manusia (SDM).

Pendidikan adalah tujuan kedua dari delapan kesepakatan Millennium

Development Goals (MDGs), yang mempunyai target pada tahun 2015, seluruh anak

baik laki-laki maupun perempuan di mana saja mereka berada harus sudah menyelesaikan pendidikan dasar. Maka sebagai negara yang ikut meratifikasi MDGs/ Tujuan Pembangunan Millenium, Indonesia tidak bisa mengabaikan pembangunan di bidang pendidikan ini (Dyah Ratih Sulistyastuti, 2007).


(18)

Pentingnya peran dari pendidikan menandakan bahwa pembangunan sektor pendidikan harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan sumber daya manusia, besarnya peran sektor pendidikan ini mendorong pemerintah indonesia memberikan perhatian yang lebih pada sektor pendidikan. Perhatian ini kemudian direalisasikan, bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal pemenuhan pemerataan pendidikan juga terlihat dalam gerakan wajib belajar. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan orang banyak. Gerakan wajib belajar mulai dicanangkan pada 2 mei 1984 yaitu program wajib belajar 6 tahun (tingkat SD), diteruskan dengan program wajib belajar 9 tahun (Tingkat SMP) pada pertengahan tahun 1990-an (2 mei 1994), tetapi di tingkat SMA program wajib baru mulai dicanangkan dan dikaji pada tahun 2008. (Statistik Pendidikan, 2009).

Untuk melihat seberapa jauh keberhasilan usaha pemerintah di sektor pendidikan maka dapat digunakan salah satu indikator yang juga dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk mengukur keberhasilan dibidang pendidikan yaitu dengan melihat tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri, dilihat melalui Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM).


(19)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk mewakili indikator keberhasilan sektor pendidikan. Angka Partisipasi Kasar (APK) itu sendiri merupakan rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang bersekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu (Statistik Pendidikan, 2009). Sedangkan Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan rasio siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk usia yang sama/kelompok umur (Statistik Pendidikan, 2009).

Angka partisipasi murni sendiri tidak digunakan dalam penelitian ini karena terkadang akan terdapat kasus dimana terdapat siswa yang berusia lebih tua dari pada usia jenjang pendidikan tertentu yang di jalaninya, kasus ini bisa terjadi karena orang tersebut tinggal kelas, terlambat masuk, sakit dan lainnya, maka begitu juga sebaliknya akan di temui kasus dimana seseorang tersebut berusia lebih muda dibandingkan usia jenjang pendidikan yang dijalaninya, hal ini bisa di sebabkan oleh terlalu cepat masuk sekolah atau mendapat kelas akselerasi. Oleh karena itu Angka Partisipasi Kasar penulis menilai lebih tepat di gunakan untuk menunjukkan berapa besar tingkat partisipasi masyarakan secara umum disuatu tingkat pendidikan.


(20)

Angka Partisipasi Kasar (APK) Kabupaten Deli Serdang untuk setiap jenjang pendidikan dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1.1

Angka Partisipasi Kasar SD/MI, SMP+MTS dan SMA Sederajat

No Tahun SD/MI SMP+MTS SMA Sederajat

1 2007 113 94,79 79,06

2 2008 113,06 95,11 81, 37

3 2009 122,77 98,11 86, 90

Sumber : Statistik Pendidikan 2009

Berdasarkan tabel di atas untuk kabupaten Deli Serdang sendiri pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) Angka Partisipasi Kasar (APK) sudah mencapai 100 persen dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) rata-rata di atas 90 persen, hal ini menandakan program wajib belajar 9 tahun yang di targetkan secara nasional sebesar 95 persen pada tahun 2009, untuk tahun 2008 kabupaten Deli Serdang sudah melampaui target yang di tetap dengan pencapaian Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar sebesar 113,06 persen dan 95,11 persen untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Tetapi pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat , Partisipasi Sekolah dinilai masih rendah, rata-rata Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat di kabupaten Deli Serdang masih di bawah 90 persen, dan masih jauh untuk target secara nasional sebesar 95 persen, walaupun target tersebut untuk wajib belajar 9 tahun tetapi ini dapat menggambarkan kondisi pada Jenjang


(21)

Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat juga perlu mendapat perhatian sesuai dengan program wajib belajar 12 tahun yang akan di canangkan.

Kabupaten Deli Serdang sendiri mulai tahun 2004 sangat mengedepankan skala prioritas pembangunan pada sektor pendidikan dan kesehatan, hal ini di tindak lanjuti pada dengan konsep CERDAS yaitu percepatan rehabilitasi dan apresiasi terhadap sekolah, yang didukung melalui adanya gerakan masyarakat peduli pendidikan. Konsep ini juga di dukung oleh anggaran pendidikan yang besar, untuk tahun 2009 sendiri anggaran pendidikan Kabupaten Deli serdang sudah menyentuh pada angka 44,11 persen (Badan Pusat Statistik, 2010), jauh melebihi target 20 persen yang putusan Mahkamah Konstitusi.

Tetapi penulis menilai anggaran dan konsep yang di lakukan oleh pemerintahan Kabupaten Deli Serdang hanya besar perhatian pada level jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama saja, hal ini dapat dilihat dari pencapaian Angka Partisipasi Kasar kabupaten Deli Serdang itu sendiri. Untuk pencapaian Angka Partisipasi Kasar jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat masih belum maksimal.

Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya angka partisipasi sekolah (Suyanto, 2001 ) yaitu : anggaran pemerintah untuk sektor pendidikan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, tingkat kesadaran masyarakat, dan kesehatan. Untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas rendahnya partisipasi bisa disebabkan oleh tingginya biaya yang dibebani (Michael P.Todaro, 2000) yaitu berupa biaya : biaya langsung pendidikan individual (ongkos, buku, uang seragam, dll.) dan biaya-biaya yang tidak langsung. Dalam biaya-biaya tidak langsung seorang anak yang sudah


(22)

mencapai umur dimana sudah dapat memberikan sumbangan kepada penghasilan keluarga akan memilih untuk bekerja dari pada untuk memperoleh pendidikan, hal ini sangat berkaitan dengan masih rendahnya pendapatan atau penghasilan keluarga. Tidak bisa dipungkiri bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan akan semakin besar biaya pendidikan yang akan dikeluarkan. Ketersediaan tenaga pendidik dalam hal ini jumlah guru juga merupakan unsur utama keberhasilan pembangunan sektor pendidikan. Rasio jumlah siswa per guru memiliki pengaruh terhadap efektivitas proses belajar-mengajar di sekolah, dan lebih jauh lagi terhadap upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah.

Untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) kabupaten Deli Serdang sendiri sudah berada pada Angka yang cukup memuaskan tetapi untuk Jenjang Pendidikan Sekolah Mengah Atas (SMA) masih rendah. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka partisipasi kasar (gross enrollment ratio) di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat di Kabupaten Deli Serdang, sehingga penelitian ini di beri judul : “ Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Kasar pada Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat (Studi Kasus Kabupaten Deli Serdang)”.


(23)

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis terlebih dahulu merumuskan masalah dengan jelas sebagai dasar penelitian yang dilakukan, sehubungan dengan hal tersebut penulis mengidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di kabupaten Deli Serdang.

2. Bagaimana pengaruh PDRB per Kapita

3. Bagaimana pengaruh jumlah Tenaga Pendidik/Guru terhadap Angka Partisipasi Sekolah Kasar pada jenjang pendidikan Menengah Atas di kabupaten Deli Serdang.

terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di kabupaten Deli Serdang.

1.3. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana keberadaannya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Ada pengaruh yang positif antara Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan dengan Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di kabupaten Deli Serdang.

2. Ada pengaruh yang positif antara PDRB per kapita terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di kabupaten Deli Serdang.


(24)

3. Ada pengaruh yang positif antara jumlah Tenaga pendidik/Guru terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di kabupaten Deli Serdang.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan dengan Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh PDRB per Kapita

3. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh jumlah Tenaga pendidik/Guru) terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di kabupaten Deli Serdang.

terhadap Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di kabupaten Deli Serdang.


(25)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

2. Sebagai sumber informasi bagi peneliti yang lain yang berminat pada masalah yang sama dan analisis yang dapat diperoleh dapat menjadi informasi bagi pihak yang memerlukan, serta bahan masukan dan rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian yang sejenis.

3. Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait khususnya pemerintah melalui Dinas Pendidikan Propinsi kabupaten Deli Serdang untuk pengambilan keputusan dalam kaitan dengan kebijakan dibidang pendidikan.


(26)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pendidikan di Indonesia dan Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Pendidikan

Amanat pembangunan pendidikan tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yaitu bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28C ayat (1) setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia; ayat (2) setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Pasal 28E ayat (1) setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta hak kembali. Pasal 31 ayat (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran; ayat (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggara satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara indonesia.


(27)

Berdasarkan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, pendidikan formal di indonesia dimulai dengan dua tahun belajar di Taman Kanak-Kanak (TK) dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) yang lamanya enam tahun. Lulusan dari Sekolah Dasar dapat meneruskan ke pendidikan yang lebih tinggi. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20/2003 juga menyatakan bahwa setiap anak yang berumur 7 sampai 15 tahun harus mengenyam pendidikan dasar. Berdasarkan Undang-Undang tersebut dapat di implikasikan yaitu dalam hal ini pemerintah harus menyediakan layanan pendidikan gratis bagi seluruh siswa usia pendidikan dasar. Maka pencapaian target Angka Partisipasi Kasar dalam pendidikan di indonesia, dan investasi untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjadi faktor yang sangat penting dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi indonesia sehingga mampu bersaing dikawasan regional di tahun yang akan datang. Menurut Bank Dunia (Peningkatan Kualitas Pendidikan, 2007 dalam Septiana, 2008) masalah yang dihadapi Indonesia di bidang pendidikan yaitu partisipasi sekolah yang sangat timpang antar daerah karena tidak semua anak mampu bersekolah. Anak dari kelompok miskin keluar dari sekolah lebih dini karena pendapatan orangtua yang masih rendah, kualitas sekolah di Indonesia masih rendah dan cenderung memburuk, persiapan dan kehadiran tenaga pengajar yang masih kurang, serta pemeliharaan sekolah tidak dilakukan secara berkala.


(28)

Keterbatasan anggaran dalam penyelenggaraan pendidikan sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan tersebut. Anggaran Pendidikan yang memadai akan sangat mempengaruhi mutu pendidikan (Hasbullah, 2006, p. 45). Menurut Glosarium pendidika pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.

Proporsi pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, baik terhadap total pengeluaran pembangunan maupun Produk Domestik Bruto, secara tidak langsung menunjukkan reaksi pemerintah atas semakin tingginya permintaan atas sarana dan prasarana pendidikan. Secara tidak langsung hal itu menunjukkan seberapa jauh masyarakat menyadari pentingnya peranan pendidikan. Ketentuaan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 pasal 49 tentang pengalokasian dana pendidikan yang menyatakan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan kenaikan jumlah alokasi anggaran pendidikan diharapkan terjadi pembaharuan sistem pendidikan nasional yaitu dengan memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara


(29)

Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Pada tingkat propinsi dan kabupaten/kota, anggaran untuk sektor pendidikan sebagian besar berasal dari dana yang diturunkan dari pemerintah pusat ditambah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Pada era sentralisasi di masa lalu, sebagian besar (bahkan hampir semua) dana pendidikan yang ada di tingkat propinsi dan kanupaten/kota berasal dari pemerintah pusat, sementara pemerintahan daerah hanya mengelola dan menyalurkannya sesuai dengan perunutukannya yang telah di rencanakan sebelumnya. Hanya sebagian kecil (kurang dari 1 persen) dana pendidikan di daerah yang berasal dari anggaran daerah.

Pada era otonomi daerah sekarang, keadaan tersebut sesungguhnya masih belum banyak mengalami perubahan. Sebagian besar dana dalam RAPBD propinsi dan kabupaten/kota diperoleh dari pusat yang disalurkan dalam bentuk paket yang disebut Dana Alokasi Umum (DAU) dan untuk sebagian ditambah lagi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK). Perbedaannya hanya terletak pada tanggung jawab pengalokasiannya yang diserahkan sepenuhnya kepada daerah, namun terdapat pengecualiaa. Daerah-daerah yang memiliki Sumber Daya Alam yang dikuasai oleh negara mendapatkan bagian dalam proporsi tertentu dari keuntungan yang diperoleh dengan mengacu pada UU No.33/2004 tentang perimbangang keuangan.


(30)

Menurut Achsanah dalam Rica Amanda, 2010 (Efisiensi Teknis bidang pendidikan dalam implementasi model kota layak anak) bahwa Peranan dominan pemerintah terhadap pasar pendidikan tidak hanya mencerminkan masalah kepentingan pemerintah tetapi juga aspek ekonomi khusus yang dimiliki oleh sektor pendidikan, karena karakteristik yang ada pada sektor pendidikan yaitu sebagai berikut:

1. Pengeluaran pendidikan sebagai investasi

Pengeluaran pemerintah dalam bidang pendidikan mencerminkan investasi dalam sumber daya manusia. Karakteristik khusus dari pengeluaran pemerintah dalam bidang pendidakan adalah dampaknya yang tidak secara langsung dapat dilihat. Misalnya, pengeluaran pemerintah dalam program wajib belajar 9 tahun tidak serta merta dapat di rasakan tapi membutuhkan waktu misalnya 5 atau 10 tahun ke depan. Dan Menurut Almasdi Syahza dalam Model Pengembangan wajib belajar 12 tahun, Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang yang perlu di utamakan, yaitu: Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan


(31)

untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda.

2. Eksternalitas

Pendidikan menawarkan eksternalitas positif yang lebih luas kepada masyarakat. Pendidikan akan meningkatkan kualitas tenaga kerja ,dengan demikian meningkatkan tingkat pengembalian investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pendidikan juga mendorong terciptanya spesialisasi tenaga kerja serta dapat memfasilitasi pembangunan ekonomi yang lebih berorientasi ke luar (outward looking). Intervensi pemerintah dalam bidang pendidikan juga dalam kerangka penanaman nasionalisme serta nilai-nilai kebangsaan lainnya. Pengeluaran pemerintah dalam bidang pendidikan cenderung diwujudkan dalam bentuk pelayanan langsung, misalnya pendirian sekolah negeri dibandingkan misalnya dengan pemberian subsidi pada sekolah swasta. Dengan mensuplai pelayanan pendidikan secara langsung, pemerintah lebih dapat mengkontrol kurikulum dan standar pendidikan.


(32)

3. Pengeluaran bidang pendidikan dan implikasinya terhadap kebijakan publik Adanya kegagalan pasar serta eksternalitas positif dari pendidikan mendorong pentingnya intervensi pemerintah dalam bidang pendidikan dalam kerangka untuk meningkatkan efisiensi serta untuk mendistribusikan pendidikan ke seluruh lapangan masyarakat

4. Rate of return pendidikan

Rate of return investasi dalam bidang pendidikan sangat tinggi terutama untuk

negara-negara berkembang maupun negara miskin dimana suplai tenaga terdidik relatif masih sangat sedikit.

Besar kecilnya biaya pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan, berhubungan dengan berbagai indikator mutu pendidikan, angka partisipasi, prestasi belajar siswa. Sumatera Utara tahun 2008, belum maksimal dalam mengalokasikan anggaran, Meski telah menjadi ketetapan undang-undang agar anggaran pendidikan ditetapkan sebesar 20 persen, tapi Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara belum juga mampu memenuhi ketentuan itu. Pempropsu mengalokasikan anggaran pendidikan berkisar 11 persen, (Statistik Sumatera Utara, 2008). Ini berbanding terbalik dengan Kabupaten Deli Serdang sendiri untuk tahun 2008 alokasi anggaran pendidikan sebesar 38,47 persen dan terus meningkat sebesar 44,11 persen ditahun 2009. Hal ini sudah melebihi anggaran yang ditetapkan dalam UU No.20/2003 pasal 49 sebesar 20 persen, hal ini disebabkan oleh terselanggaranya dengan baik konsep percepatan pendidikan yang mengusung konsep Cerdas dengan skala prioritas pembangunan pendidikan Kabupaten Deli Serdang. Tetapi Besarnya anggaran pemerintah


(33)

Kabupaten Deli Serdang hanya dimaksimalkan pada Pendidikan dasar dengan lebih fokus terhadap program wajib belajar sembilan tahun, hal ini dapat dilihat dari besarnya perolehan Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama dengan masing-masing perolehan Angka Partisipasi Kasar sebesar 122,77 persen Untuk Sekolah Dasar dan 98,11 persen untuk Sekolah Menengah Pertama di tahun 2009, sedangkan untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas perolehan Angka Partisipasi Kasar di tahun yang sama sebesar 86, 90 persen atau paling rendah di antara jenjang pendidikan yang lain, hal ini dapat terjadi akibat anggaran yang belum maksimal di terima pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas itu sendiri, di Sumatera Utara sendiri jumlah alokasi terbesar kedua setelah dana BOS adalah program peningkatan mutu tenaga kependidikan. Peningkatan jumlah anggaran berbagai program seperti tunjangan fungsional, tunjangan profesi, tunjangan guru untuk daerah khusus, tunjangan kualifikasi, dan tunjangan akhir masa bakti. Baru Sisanya terbagi bagi dalam program- program pendidikan lainnya seperti pendidikan menengah umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar sekolah (PLS), dan lainnya. Hal ini menunjukkan perhatian untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di Sumatera Utara juga belum mendapat perhatian yang cukup besar seperti hal nya untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.

Maka disini lah betapa penting peran swasta dalam penyelenggaraan pendidikan, terlebih demi melihat keterbatasan kemampuan pemerintah (Negara) dalam menyediakan layanan pendidikan bagi masyarakat, maka sekolah-sekolah swasta sangat dibutuhkan keberadaannya meski status badan hukumnya masih belum


(34)

sempurna. Tetapi tidak dapat dipungkiri juga realitasnya masyarakat awam masih berbondong-bondong mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah negeri, hanya karena biaya pendidikan di sekolah negeri lebih murah jika dibandingkan dengan biaya pendidikan di sekolah swasta. Itulah cara masyarakat awam dalam memilih sekolah untuk anaknya, hanya memakai standar murah atau mahalnya biaya pendidikan, apalagi ada pendidikan gratis. Cara ini logis, mengingat kemampuan rata-rata perekonomian masyarakat mayoritas adalah menengah ke bawah, masih hanya memikirkan untuk makan dan tetap sehat sehingga menomor dua kan pendidikan 2.2 Konsep Produk Domestik Bruto

Produk Domesti Bruto adalah “nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu priode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian tersebut.” (case dan fair, 1996 dalam prathama rahardja, 2001). Salah satu indikator penting untuk mengetahui bagaimana kondisi ekonomi disuatu negara atau wilayah pada satu periode tertentu adalah dalam data Produk Domestik Bruto (PDB)/Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB/PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB/PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB/PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara,


(35)

2007). Sedangkan pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk tersebut untuk tahun yang sama.

2.2.1 Metode Penghitungan Pendapatan Regional

Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah penghitungan didasarkan sepenuhnya pada data daerah, hasil penghitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2007).

2.2.1.1 Pendekatan Produksi

PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayah/region dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi Bruto (NPB/Output) dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi. Perkirakan nilai tambah dari sektor produknya berbentuk fisik atau barang seperti :

a. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan b. Pertambangan dan penggalian

c. Industri pengolahyan d. Listrik, gas dan air bersih e. Bangunan

f. Perdagangan, hotel dan restoran g. Pengangkutan dan komunikasi


(36)

h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan i. Jasa-jasa

j. Nilai tambah yang merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi.

Atau dengan rumus:

PDRB = P1Q1 + P2Q2 + ... + PnQn Dimana:

P1,P2,...,Pn = Harga satuan produk masing-masing sektor ekonomi Q1,Q2,..,Qn = Jumlah Produk pada satuan masing-masing sektor ekonomi

2.2.1.2 Pendekatan Pendapatan

PDRB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung netto.

Dengan rumus:

PDRB = R + W + i + π

Dimana:

R = Sewa W = Upah I = Bunga


(37)

2.2.1.3 Pendekatan Pengeluaran

PDRB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran perubahan inventori dan ekspor netto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor), di dalam suatu wilayah/region dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, penghitungan konsumsi rumahtangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi. Dengan rumus:

PDRB = C + I + G + ( X-M ) Dimana:

C = Konsumsi I = Investasi

G = Pengeluaran Pemerintah X = Ekspor

M = Impor

2.2.2 Metode Tidak Langsung/Alokasi

Metode Tidak Langsung dilakukan dengan menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.

Maka untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan pendapatan penduduk pada suatu daerah secara rata-rata dapat digunakan dengan angka PDRB per kapita.


(38)

PDRB perkapita penduduk pada suatu daerah dihasilkan dengan membagi pendapatan domestik dan jumlah penduduk pertengahan tahun di daerah bersangkutan. PDRB per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat secara makro. PDRB per kapita menggambarkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun. Tingginya PDRB per kapita mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang lebih baik, dan sebaliknya PDRB per kapita yang rendah mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang kurang berkembang.

Dalam hal ini pendapatan digunakan untuk biaya pendidikan, dengan meningkatnya Pendapatan Per kapita, kemampuan masyarakat untuk membiayai pendidikan menjadi lebih tinggi, sehingga permintaan akan jenjang pendidikan menjadi lebih tinggi dan waktu sekolah pun menjadi lebih lama (susanti, 1995). Becker (1975) dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Sirojuzilam (2009), mengkaitkan diantara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas tenaga kerja dengan asumsi semakin tinggi kualitas dan mutu pendidikan, maka akan semakin tinggi produktivitas tenaga kerja dan semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Teori ini selanjutnya mengungkapkan bahwa produktivitas tenaga kerja akan menyebabkan kenaikan dalam pendapatan masyarakat lebih tinggi karena pendidikan yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian pengalaman di negara maju dengan menggunakan asumsi yang digunakan oleh teori tersebut tidak selalu benar. Dalam pidato pengukuhan Guru Besar Sirojuzilam (2009) juga memperlihatkan Studi yang dilakukan oleh Blau dan Duncan (1967) di Amerika


(39)

Serikat, Blaug (1974) di Inggris dan Cummings (1980) di Indonesia, menunjukkan bahwa pendidikan formal memberikan peranan yang relatif kecil terhadap status pekerjaan dan penghasilan. Hal ini sejalan pula dengan asumsi yang harus dipenuhi bahwa lapangan kerja di sektor modern masih sangat terbatas jumlahnya, sehingga jumlah tenaga kerja terdidik yang relatif besar tidak dapat tertampung oleh lapangan kerja yang ada. Kemudian lulusan pendidikan belum siap bekerja yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Sehingga kebanyakan masyarakat terutama di daerah pedesaan atau pesisir pantai bekerja atau memperoleh penghasilan dari sektor informal yang sejalan dengan itu memperkecil kesadaran akan pentingnya pendidikan.

Menurut Michael P.Todaro (2000) ada dua biaya pendidikan, yaitu: biaya-biaya pendidikan individual dan biaya-biaya-biaya-biaya pendidikan tidak langsung. Biaya pendidikan langsung individual ini yang kemudian berkenaan langsung pada pendapatan perkapita masyarakat. Biaya pendidikan langsung individual adalah segenap biaya moneter (uang) yang harus dipikul oleh siswa dan keluarganya untuk membiayai pendidikan. Biaya-biaya ini meliputi uang iuran sekolah, buku-buku, pakaian seragam, serta ongkos lainnya. Tingkat permintaan terhadap pendidikan berbanding terbalik dengan besarnya ongkos-ongkos yang bersifat langsung ini, dan semakin tingginya jenjang pendidikan yang diterima seorang anak maka semakin besar ongkos/biaya pendidikan langsung individual yang dibebani. Bagi penduduk yang berpenghasilan rendah, biaya-biaya langsung dari penyelenggaraan pendidikan tingkat dasar saja sudah membebankan mereka dan menghabiskan sejumlah besar pendapatan rill mereka. Di banyak negara Afrika,misalnya, biaya untuk mengirim


(40)

seorang anak ke sekolah dasar, rata-rata menghabiskan lebih dari 20 persen pendapatan perkapita keluarga tersebut.

2.3 Tenaga Pendidik/ Guru

Karena “tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhinrya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru” (Mohamad Surya, 2000 dalam Ono Wiharna, 2007, Perencanaan Kebutuhan Guru ). Artinya ketersediaan guru di sekolah dasar merupakan kunci utama dalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Peningkatan mutu pendidikan merupakan sebuah keharusan, walaupun dalam perjalanannya membutuhkan banyak perbaikkan di pada sektor yang mendukung dunia pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini persyaratannya adalah terdapat sarana dan prasarana yang tentu saja memadai, di antaranya seperti gedung sekolah yang representatif, terdapat perpustakaan yang lengkap, sistem pendidikan, anggaran yang cukup, dan guru sebagai tenaga pendidik.

Guru/Tenaga Pendidik akan menjadi sorotan dalam mengupayakan peningkatan mutu pendidikan, sebab tidak bisa dipungkiri dengan fasilitas yang bisa di katakan seadanya apalagi pada daerah-daerah yang terpencil tenaga pendidik di tuntut untuk tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan harus secara profesional. Menurut agus sumarsono dalam “Antara tuntutan profesionalitas guru/tenaga pendidik dan perwujudan kesejahteraan” ada beberapa saran dan tuntutan antara lain sebagai berikut ;


(41)

1. Kualifikasi akademis.

Guru/ tenaga pendidik harus memenuhi kualifikasi berupa ijazah S-1 atau D-4 yang dalam pelaksanaan diterapkan secara pukul rata termasuk guru senior yang sudah mempunyai pengalaman bertahun-tahun tentu akan menjadi beban tersendiri. Dalam hal ini pada prakteknya kemudian dipaksakan hanya sekedar mencari formalisasi ijazah agar memenuhi prasyarat menjadi guru/ tenaga pendidik dengan tanpa memperhitungkan ilmu pengetahuan yang harus dipertanggungjawabkan dalam dunia keilmuan.

2. Kreatif innovatif.

Sebagai seorang guru/ tenaga pendidik dituntut untuk mempunyai daya kreatifitas yang memadai. Kreatifitas ini menjadi tuntutan untuk menunjang keberlangsungan proses belajar mengajar agar dapat berjalan dengan baik di tengah keterbatasan fasilitas pendidikan yang oleh pemerintah belum sepenuhnya mampu untuk memenuhinya. Penting bagi seorang guru/ tenaga pendidik untuk menciptakan sebuah innovasi agar anak didik dapat menyerap proses pendidikan secara baik sehingga nantinya dapat dihasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas.

3. Pengabdian yang tulus.

Bagi seorang guru/ tenaga pendidik mempunyai kewajiban untuk mendarmabaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan dunia pendidikan dengan tanpa pamrih. Jargon pahlawan tanpa tanda jasa merupakan paling ampuh yang sampai sekarang diterapkan kepada para guru/ tenaga pendidik. Sehingga muncul sebuah semangat membara dalam diri guru/ tenaga pendidik


(42)

untuk selalu bekerja keras walaupun berada di sebuah kawasan yang terpelosok sekalipun. Tidak boleh mengeluh dengan kondisi yang ditemukan di lapangan yang menghambat jalannya proses belajar mengajar. Selama ini para guru/ tenaga pendidik menjalankan tugas lebih didasarkan pada panggilan hati nurani. Penghormatan dan penghargaan disematkan sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa" menjadi apresiasi yang kerap merugikan. Dalam artian, keberhasilan memajukan kualitas pendidikan merupakan suatu tugas mulia dan pahlawan tidak perlu diberikan kapabilitas berkat jasa-jasanya. Tugas sebagai profesi guru/ tenaga pendidik kerap dimarginalisasikan. Padahal, peran yang dijalankannya adalah membangun peradaban manusia agar lebih manusiawi, dengan aspek kognitif, keterampilan, sikap, dan perilaku.

Dan ada lima ukuran seorang guru/ tenaga pendidik dinyatakan profesional, yaitu: Pertama, memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkan. Ketiga, bertanggung jawab memantau kemampuan belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi. Keempat, mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugas, dan kelima; seyogyanya menjadi bagian dari masyarakat belajar di lingkungan profesinya.

Maka akan menjadi sangat berat tugas yang diberikan kepada Tenaga Pendidik/Guru dengan tuntutan seperti di atas. Di lain pihak Tenaga Pendidik/Guru masih juga dihadapkan pada masalah masih rendahnya kesejahteraan yang seringkali dijadikan sebagai faktor penyebab rendahnya motivasi Tenaga Pendidik/Guru dalam melaksanakan tugas belajar mengajar dengan berbagai disiplin ilmu yang dimilikinya.


(43)

Dan kemudian masalah inilah yang mempengaruhi proses pembelajaran di kelas sehingga cenderung berlangsung tidak efektif dan efisien. Maka tidak mengherankan pada akhirnya pencapaian belajar siswa termasuk dalam Ujian Nasional menjadi di bawah target yang ditetapkan, yang berdampak kepada menurunnya mutu pendidikan itu sendiri. Tentu saja menjadi kontradiksi antara idealitas peningkatan mutu pendidikan yang dicapai dengan realitas yang dihadapi oleh para Tenaga Pendidik/Guru. Bagaimana mungkin kita kemudian mengatakan bahwa Tenaga Pendidik/Guru bisa profesional kalau kondisinya masih cukup memprihatinkan. Ironis kalau kita terlanjur mengatakan bahwa seorang Tenaga Pendidik/Guru adalah jabatan profesional, tetapi dalam hal perlakuan yang didapatnya jauh dari itu. Tenaga Pendidik/Guru adalah jabatan profesional harus mendapatkan perlakuan yang profesional pula.

Maka harus adanya keseimbangan antara tuntutan yang dibebankan pada Tenaga Pendidik/Guru dengan penghargaan yang harus juga diterima guna menunjang kesejahteraan. Tidak mudah, namun bukan berarti tidak mungkin untuk direalisasikan oleh para pengambil kebijakan (dalam hal ini pemerintah/ eksekutif dan legislatif) terus mengupayakan secara serius. Sebab profesionalitas Tenaga Pendidik/Guru tidak saja dilihat dari kemampuannya dalam mengembangkan dan memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta didik. Profesionalitas Tenaga Pendidik/Guru juga harus dilihat oleh pemerintah dengan cara memberikan gaji yang pantas serta layak. Bila kebutuhan dan kesejahteraan telah diberikan oleh pemerintah, maka kemungkinan besar (bukan berarti jaminan 100%) tidak akan ada lagi Tenaga


(44)

Pendidik/Guru yang membolos karena harus banting tulang nyari pendapatan lain demi menambah penghasilan.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik ( Pasal 1 UU no. 14 Tahun 2005). Tidak dapat dipungkiri, bahwa salah satu faktor penting dalam mewujudkan sitem pendidikan yang bermutu dan relevan adalah guru sebagai ujung tombak dalam melaksanakan misi pendidikan di sekolah (Silverius, 2000 dalam Statistik pendidikan 2009). Guru merupakan faktor yang utama yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, oleh sebab itu di perlukan kebijakan untuk memonitor dan mengevaluasi pemerataan dan kecakupan tenaga guru baik kuantitas maupun kualitas di semua jenjang pendidikan, sehingga proses pendidikan dari jenjang dasar maupun yang lebih tinggi dapat terselenggara dan berjalan dengan baik.

2.4 Angka Partisipasi Kasar

Pendidikan merupakan suatu cara untuk meningkatkan pengetahuan dengan menyatukan insting, pikiran, dan pengalaman manusia, sehingga bisa menciptakan sesuatu menjadi lebih sempurna dan berbudaya. Pendidikan seperti ini bersifat natural yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri dan tidak perlu dipelajari terlebih dahulu. Mendidik dapat juga dikatakan membudayakan manusia (Made Dwi, 2009). Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang bersekolah (atau jumlah siswa), tanpa memperhitungkan umur, pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk


(45)

kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut. Misal, APK SD sama dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SD dibagi dengan jumlah penduduk kelompok usia 7 sampai 12 tahun (Statistik Indonesia, 2009).

Nilai APK bisa lebih dari 100 persen karena populasi murid yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan mencakup anak di luar batas usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan (misalnya anak bersekolah di SD berumur kurang dari 7 tahun atau lebih dari 12 tahun). APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan dan APK digunakan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan. Meningkatnya partisipasi sekolah berarti menunjukkan adanya keberhasilan di bidang pendidikan, utamanya yang berkaitan dengan upaya memperluas jangkauan pendidikan.

Angka partisipasi murni (APM) tidak digunakan dalam penelitian ini karena terkadang akan terdapat kasus dimana terdapat siswa yang berusia lebih tua dari pada usia jenjang pendidikan tertentu yang di jalaninya, kasus ini bisa terjadi karena orang tersebut tinggal kelas, terlambat masuk, sakit dan lainnya, maka begitu juga sebaliknya akan di temui kasus dimana seseorang tersebut berusia lebih muda dibandingkan usia jenjang pendidikan yang dijalaninya, hal ini bisa di sebabkan oleh terlalu cepat masuk sekolah atau mendapat kelas akselerasi. Oleh karena itu Angka Partisipasi Kasar penulis menilai lebih tepat di gunakan untuk menunjukkan berapa besar tingkat partisipasi masyarakan secara umum disuatu tingkat pendidikan.


(46)

Pada jenjang sekolah yang lebih tinggi (SMA/SLTA) angka partisipasi sekolah penduduk masih rendah. Hal ini berkaitan dengan kegiatan ekonomi penduduk pada usia tersebut yang sebagian besar membantu orang tua untuk bekerja atau pada usia tersebut sudah menikah. Rendahnya partisipasi menurut Sidi (kompas, 17 april 2001 dan septiana, 2008) penyebab anak tidak melanjutkan sekolah adalah adanya faktor budaya dan kurangnya kesadaran orangtua terhadap pendidikan anak, keadaan geografis yang kurang menguntungkan dan kondisi ekonomi orangtua yang miskin.

Mengetahui keadaan angka partisipasi pada pendidikan sangat penting bagi semua pihak, dengan mengetahui angka partisipasi maka kita akan dapat mengetahui sejauh mana upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan telah dicapai? Dan dengan angka partisipasi maka kita dapat mengetahui karakter atau variable apa saja, ketidakmerataan atau kesenjangan dalam memperoleh akses pendidikan itu terjadi?

Mengingat akhir-akhir ini mengenai 20

menjadi bahan perhatian utama dan akan menjadi menarik ketika indikator APK ini bisa dijadikan sebagai salah satu instrument untuk menilai efisiensi dan efektifitas kebijakan pendidikan di lihat dari segi akuntabilita

demikian maka kita akan mengetahui apak

dan Jumlah Tenaga Pendidik yang semakin besar berkorelasi positif terhadap pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada berbagai jenjang pendidikan terutama jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas.


(47)

2.5 Penelitian Empiris

Penelitian yang dilakukan Made Dwi Setyadhi Mustika (2009) dalam Jurnal

Pendapatan Domestik Regional Bruto Per Kapita dan Angka Partisipasi Sekolah

(APS) di provinsi Bali (Sebuah Analisis Tipologi Daerah) penelitian ini menunjukkan

adanya suatu keterkaitan antara PDRB per kapita dengan APS. Selain itu, hasil studi yang dilakukan Septiana (2008) dalam skipsi Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah Kasar di Sumatera (Studi kasus

perbandingan antara Propinsi Bengkulu dan Sumatera Utara) menunjukkan bahwa

Angka Partisipasi Kasar di pengaruhi oleh Angka Kematian Bayi, Pendapatan Per kapita dan Pengeluaran Pemerintah di sektor Pendidikan. Hasil Penelitian yang dilakukan Ono Wiharna (2007) dalam junal Perencanaan Kebutuhan Guru Sekolah

Dasar Berdasarkan Pendekan Wilayah menunjukan bahwa Guru mempunyai peran


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini di lakukan di kabupaten Deli Serdang dengan mengamati dan menganalisis pengaruh dari pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan, PDRB per kapita

3.2 Jenis dan Sumber Data

, jumlah tenaga pendidik (guru) terhadap angka partisipasi kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat di kabupaten Deli Serdang.

Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk data runtut waktu (time series) yaitu data yang diperoleh dari publikasi resmi yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Pendidikan dan Olah raga dalam runtut waktu (time series) selama 21 tahun periode 1989-2009. Di samping itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti jurnal, majalah, situs atau website resmi dan buku bacaan. 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, majalah, situs atau website resmi serta laporan-laporan penelitian ilmiah yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melakukan pencatatan


(49)

langsung berupa data time series yaitu dari tahun 1989 sampai tahun 2009 (kurun waktu 21 tahun).

3.4 Pengolahan Data

Penulis melakukan pengolahan data dengan menggunakan metode statistik menggunakan program E – views 6.0. untuk mengolah data dalam skripsi ini.

3.5 Metode Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika. Dalam menganalisis data yang diperoleh untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat. Metode analisis yang digunakan adalah Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square/OLS). Data yang digunaka dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik yaitu persamaan regresi linier sederhana. Variabel tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk fungsi dan selanjutnya dibuat dalam persamaan regresi seperti berikut:

Y = f(X

1, X2, X3

Fungsi tersebut kemudian ditransformasikan ke dalam model ekonometrika dengan persamaan linier berganda sebagai berikut:

)...(1)

Y = α+ β1X


(50)

Dimana :

Y = Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (%)

X 1

X

= Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan (milyar rupiah)

2 = PDRB per kapita X

(Jutaan Rupiah)

3

µ = Tingkat kesalahan ( error term )

= Jumlah Tenaga Pendidik atau guru (jiwa)

α Βi

= konstanta regresi

Bentuk hipotesis secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : = koefisien regresi

> 0,

artinya jika (Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan)

meningkat maka Y (Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas) akan mengalami peningkatan, ceteris

paribus.

> 0,

artinya jika (PDRB per kapita

> 0,

artinya jika ( Jumlah Tenaga pendidik ) meningkat maka Y (Angka

Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas) akan mengalami peningkatan, ceteris paribus.

) meningkat maka Y (Angka

Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas) akan mengalami peningkatan, ceteris paribus.


(51)

3.6 Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien Determinasi (R-square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≤ 1), dimana nilai koefisien determinasi mendekati 1 berarti variabel bebas mempunyai pengaruh yang besar terhadap variabel terikat.

3.6.2 Uji F-statistik

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

Ho : b1 = b2 = b3 = 0 ……….. (tidak ada pengaruh) Ha : b1≠ b2≠ b3≠ 0 ……….. (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak, artinya variabel independen secara keseluruhan mempengaruhi variabel dependen dan jika F-hitung < F-tabel maka Ho diterima, artinya variabel dependen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen.

Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :


(52)

Dimana :

R2 = koefisien determinasi k = jumlah variabel independen n = jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan :

Ho : β1 = β2 = 0 Ho diterima (F-hitung < F-tabel) artinya variabel independen secara simultan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β1β2 0 Ha diterima (F-hitung > F-tabel) artinya variabel independen secara simultan berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

H0 diterima Ha diterima

0

Gambar 3.1 : Uji F-statistik

3.6.3 Uji t-statistik (Uji Parsial)

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap


(53)

H0 diterima

Ha diterima Ha diterima

variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho : bi = 0 ……….. (tidak ada pengaruh) Ha : bi ≠ 0 ……….. (ada pengaruh)

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Dan bila t-hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima. Ini artinya bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dimana:

bi = Koefisien variabel independen ke-i b = Nilai hipotesis nol


(54)

0

Gambar 3.2 : Uji t-statistik

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah alat yang digunakan untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieriras dapat dilihat dari nilai R2, F-hitung, t-hitung, serta standar eror.

Adanya multikolinieritas ditandai dengan: a. Standar eror tidak terhingga

b. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α=5%, α=10%, α=1% c. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori

d. R2 sangat tinggi

3.7.2 Autokorelasi

Autokorelasi terjadi bila error term (µ) dari waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila : variabel (ei,ej) ≠ 0; untuk i ≠ j, dalam hal ini dikatakan memiliki masalah autokorelasi.

Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu: a) Dengan menggunakan atau memplot grafik.


(55)

b) Dengan uji Durbin-Watson (D-W Test).

D-hitung =

(

)

− −

t e

e et t

2 2 1

Dengan Hipotesis sebagai berikut : H0 : ρ=0, artinya tidak ada autokorelasi Ha : ρ ≠0, artinya ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai ⍺. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.3 : Kurva Durbin – Watson Keterangan:

H0 : tidak ada autokorelasi

Dw < dl : tolak H0 (ada korelasi positif) Dw > 4 – dl : tolak H0 (ada korelasi negatif)


(56)

du < Dw < 4 – du : terima H0 (tidak ada autokorelasi)

dl ≤ Dw ≤ du : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive) (4 - du) ≤ Dw ≤ (4 - dl) : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive) 3.8 Definisi Operasional

1. Angka Partisipasi Kasar pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas (Y) adalah proporsi jumlah siswa berapapun usia, yang sedang sekolah di jenjang pendidikan sekolah menengah atas terhadap usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan sekolah menegah atas yang dinyatakan dalam persen (%). 2. Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan (X1) adalah alokasi anggaran

pada sektor pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan untuk kemudian di transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik yang dinyatakan dalam milyar (Rp)

3. PDRB per kapita (X2) adalah total PDRB Deli serdang dibagi jumlah penduduk Deli serdang untuk tahun yang sama yang dinyatakan dalam jutaan (Rp).

4. Jumlah Tenaga Pendidik (X3) adalah total jumlah guru , dalam hal ini jumlah guru sekolah menengah atas sederajat baik negeri maupun swasta di kabupaten Deli serdang yang dinyatakan dalam jiwa.


(57)

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Deli Serdang 4.1.1 Kondisi Geografis

Deli Serdang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Deli Serdang berada pada 2057’’ Lintang Utara, 3016’’ Lintang Selatan dan 98033’’ – 99027’’ Bujur Timur, dengan ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut. Kabupaten Deli Serdang menempati area seluas 2.497,72 Km2 yang terdiri dari 22 Kecamatan dan 394 Desa/Kelurahan Definitif. Secara administrasi Kabupaten Deli Serdang memiliki batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun c. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Karo, dan d. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi

Kabupaten Deli Serdang beriklim tropis dengan temperatur udara perbulan minimum 23,800C dan maksimum 32,100C. Curah hujan rata-rata antara 12 sampai


(58)

348 mm perbulan. Kecepatan udara / angin berkisar 2,1 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 3,8 mm/hari.

Sementara dilihat dari kemiringan lahan, Kabupaten Deli Serdang dibedakan atas : a. Dataran Pantai

Luas 63.002 Ha ( 26,30 % ) terdiri dari 4 kecamatan ( Hamparan perak, Labuhan deli, Percut sei tuan, dan Labuhan batu). Jumlah desa sebanyak 64 desa/kelurahan dengan panjang pantai 65 KM. Potensi Utama adalah Pertanian pangan, Perkebunan rakyat, Perkebunan besar, perikanan laut, Pertambakan, Pertenakan Unggas, dan Pariwisata.

b. Dataran Rendah

Luas 68.965 Ha ( 28,80 % ) terdiri dari 11 kecamatan ( Sunggal, Pancur batu, Namorambe, Deli tua, Batang kuis, Tanjung morawa, Patumbak, Lubuk pakam, beringin, Pagar merbau, Galang). Dengan jumlah desa sebanyak 197 desa/kelurahan. Potensi utama adalah Pertanian pangan, Perkebunan besar, Perkebunan rakyat, Perternakan, Industri, Perdagangan dan Perikanan darat. c. Dataran Pegunungan

Luas 111.970 Ha ( 44,90% ) terdiri dari 7 kecamatan ( Kutalimbaru, Sibolangit, Biru-biru, STM hilir, STM hulu, Gunung meriah, Bangun purba ) dengan jumlah desa sebanyak 133 desa/kelurahan. Potensi utama adalah : Pertanian rakyat, Perkebunan, dan Perternakan.


(59)

Kabupaten Deli Serdang terdapat 5 Daerah Aliran Sungai ( DAS ) yaitu : DAS Belawan, DAS Deli, DAS Belumai, DAS Percut dan DAS Ular, dengan Luas areal 378.841 Ha, yang kesemuanya bermuara ke selat malaka dengan hulu yang berada di kabupaten simalungun dan karo. Pada umumnya sub DAS ini dimanfaatkan masyarakat untuk mengairi areal persawahan sebagai upaya meningkatkan produksi pertanian.

4.1.3 Kondisi Demografi

Berdasarkan data statistik, Jumlah penduduk Kabupaten deli serdang pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 16 %, pada tahun 2008 jumlah penduduk deli serdang sebesar 2.126.626 jiwa dan turun menjadi 1.788.351. Dengan komposisi penduduk, Jumlah Pria sebanyak 895.593 jiwa dan wanita sebanyak 892.758 jiwa, Kabupaten Deli Serdang dihuni berbagai suku bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Toba, Minang, Cina, Aceh dan pemeluk berbagai agama seperti Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu.

4.1.4 Potensi Wilayah

Kabupaten Deli Serdang memiliki potensi alam yang cukup luas dimana sangat mendukung perkembangan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli serdang. Dengan lebih banyak bertumpu pada beberapa potensi yaitu, Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Peternakan, Perindustrian dan Perdagangan.


(60)

4.2 Deskripsi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat 4 variabel yang akan dianalisis, dimana keempat variabel yang dimaksud dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu variabel dependen adalah Angka Partisipasi Kasar jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas sederajat, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah Pengeluaran Pemerintah di sektor pendidikan atau Anggaran Pendidikan, PDRB per kapita dan Tenaga Pendidik atau Guru.

4.2.1 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan di Kabupaten Deli Serdang

Anggaran pendidikan merupakan alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik. Proporsi pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, secara tidak langsung menunjukkan reaksi pemerintah atas semakin tingginya permintaan atas sarana dan prasarana pendidikan. Keterbatasan anggaran dalam penyelenggaraan pendidikan itu sendiri sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan tersebut. Anggaran Pendidikan yang memadai akan sangat mempengaruhi mutu pendidikan. Perkembangan anggaran pemerintah di sektor pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut.


(61)

Tabel 4.1

Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan Kabupaten Deli Serdang

Tahun 1989-2009 ( Rp )

Tahun Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan (Rp)

1989 572.007.000

1990 1.160.115.000 1991 2.427.886.000 1992 1.434.595.500 1993 1.487.679.520 1994 1.522.763.000 1995 1.346.428.000 1996 2.180.134.200 1997 1.600.681.000 1998 2.090.407.500 1999 2.967.341.000 2000 3.544.276.000 2001 7.363.245.000 2002 4.650.315.000 2003 17.734.759.000 2004 78.675.892.000 2005 127.897.463.000 2006 323.492.003.515 2007 368.491.696.324 2008 481.101.793.856 2009 581.741.568.585 Sumber : BPS dan Departemen Pendidikan Kabupaten Deli serdang

Jika dilihat dari perkembangannya di atas Pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1989 pemerintah menganggarkan Rp. 572.007.000 pada sektor pendidikan dan mengalami kenaikkan yang cukup tinggi pada tahun 1992 yaitu sebesar Rp. 2.427.886.000 tetapi


(62)

di tahun berikutnya kembali mengalamami penurunan yang cukup tajam pula menjadi sebesar Rp. 1.434.595.500, hal ini disebabkan penurunan pendapatan pemerintah yang juga mengalami penurunan pada tahun tersebut. Pada tahun 1994 anggaran pemerintah di sektor pendidikan kembali mengalami peningkatan di setiap tahunnya, walaupun mengalami penurunan di tahun 1997 tetapi tidak terlalu drastis, dan pada Tahun 2002 Anggaran pendidikan kabupaten deli serdang kembali menurun akibat dari pemekaran wilayah serdang bedagai, hingga pada tahun 2004 kabupaten deli serdang dengan konsep percepatan pendidikan yang mengusung konsep Cerdas dengan skala prioritas pembangunan pendidikan meningkatkan anggaran untuk sektor pendidikan dengan cukup drastis yaitu sebesar Rp. 78.675.892.000 dan terus meningkat drastis hingga mencapai Rp. 581.741.568.585 pada tahun 2009 atau sebesar 44,11 persen yang mana sudah melebihi target nasional yang menargetkan sebesar 20% dari APBD.

4.2.2 Perkembangan PDRB perkapita di Kabupaten Deli Serdang

Tingkat perekonomian suatu wilayah atau daerah dapat diukur dengan menggunakan besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan jumlah dari nilai tambah seluruh sektor ekonomi. Melalui angka PDRB dapat diketahui pertumbuhan dan struktur perekonomian suatu wilayah/daerah. Untuk dapat mengetahui tingkat perkembangan pendapatan penduduk pada suatu daerah secara rata-rata juga dapat digunakan dengan angka PDRB per kapita. PDRB perkapita penduduk pada suatu daerah dihasilkan dengan membagi pendapatan domestik dan jumlah penduduk pertengahan tahun di daerah bersangkutan. PDRB per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kesejahteraan


(63)

ekonomi masyarakat secara makro. PDRB per kapita menggambarkan rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun. Tingginya PDRB per kapita mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang lebih baik, dan sebaliknya PDRB per kapita yang rendah mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang kurang berkembang. Perkembangan PDRB perkapita di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2

Perkembangan PDRB perkapita Kabupaten Deli Serdang

Tahun 1989-2009 ( Rp )

Tahun PDRB per kapita( Rp ) 1989 718.666,48 1990 844.724,01 1991 927.970,36 1992 1.076.750,82 1993 1.177.219,86 1994 1.389.684,86 1995 1.632.144,52 1996 1.706.835,49 1997 1.899.314,78 1998 2.882.502,91 1999 3.314.990,15 2000 3.816.531,81 2001 3.947.804,46 2002 4.313.969,83 2003 9.731.830,44 2004 10.415.766,13 2005 12.191.490,71 2006 13.340.809,63 2007 15.130.549,81 2008 17.559.157,06 2009 19.108.374,12 Sumber : BPS (Deli Sedang Dalam Angka 1989-2009)


(64)

Jika dilihat dari tabel diatas perkembangan PDRB perkapita Kabupaten Deli Serdang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1989 PDRB masyarakat sebesar Rp. 718.666,48 walaupun pada setiap tahunnya terjadi inflasi tetapi perkembangan PDRB terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, termasuk pada krisis ekonomi 1997 , tidak terlalu besar mempengaruhi peningkatan PDRB masyarakat, namun peningkatannya cenderung kecil. Dan peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar Rp. 9.731.830,44 dari Rp. 4.313.969,83 di tahun sebelumnya. Trend peningkatan PDRB perkapita dari tahun ke tahun tersebut menandakan adanya peningkatan pendapatan masyarakat kota Medan sekaligus menandakan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

4.2.3 Perkembangan Tenaga Pendidik/Guru di Kabupaten Deli Serdang

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik ( Pasal 1 UU no. 14 Tahun 2005). Tidak dapat dipungkiri, bahwa salah satu faktor penting dalam mewujudkan sitem pendidikan yang bermutu dan relevan adalah guru sebagai ujung tombak dalam melaksanakan misi pendidikan di sekolah (Silverius, 2000 dalam Statistik pendidikan 2009). Guru merupakan faktor yang utama yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, oleh sebab itu di perlukan kebijakan untuk memonitor dan mengevaluasi pemerataan dan kecakupan tenaga guru baik kuantitas maupun kualitas di semua jenjang pendidikan, sehingga proses pendidikan dari jenjang dasar maupun yang lebih tinggi dapat terselenggara dan berjalan dengan baik.


(65)

Perkembangan Tenaga pendidik atau guru di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3

Perkembangan Tenaga Pendidik/Guru Kabupaten Deli Serdang

Tahun 1989-2009 ( Jiwa ) Tahun Tenaga Pendidik

1989 3.356

1990 3.546

1991 3.859

1992 3.976

1993 3.951

1994 4.009

1995 4.107

1996 4.101

1997 3.613

1998 3.768

1999 4.097

2000 4.317

2001 4.538

2002 3.640

2003 4.047

2004 4.187

2005 3.869

2006 4.149

2007 5.323

2008 5.786

2009 5.891

Sumber : BPS (Deli Sedang Dalam Angka 1989-2009)


(66)

Pada tahun.1989 sampai tahun 2009 perkembangan Tenga Pendidik/Guru di Kabupaten Deli Serdang mengalami fluktuasi. Pada Tahun 1989 Jumlah guru di Kabupaten Deli Serdang sebesar 3.356 Jiwa dan terus mengalami kenaikan hingga mencapai 3.976 Jiwa pada tahun 1992, tetapi pada tahun 1993 terjadi penurunan Tenaga Pendidik/Guru di kabupaten Deli Serdang menjadi 3.951 Jiwa atau berkurang sebesar 25 Jiwa. Dan di tahun berikutnya kembali terjadi kenaikkan jumlah Tenaga Pendidik di kabupaten Deli Serdang menjadi 4.101 Jiwa di tahun 1996, tetapi krisis ekonomi juga berdampak terhadap perkembangan Tenaga Pendidik di kabupaten terbukti pada Tahun 1997 terjadai penurunan yang cukup drastis dari 4.101 Jiwa di tahun 1996, menurun sebesar 488 jiwa, menjadi 3.613 Jiwa. Pada Tahun 2002 juga terjadi penurunan Jumlah Tenaga Pendidik hal ini terjadi karena terjadinya pemekaran wilayah, dan pada tahun 2005 penurunan juga kembali terjadi tetap kembali meningkat di tahun berikutnya hingga Tenaga Pendidik/Guru di Kabupaten Deli Serdang mencapai 5.891 di tahun 2009.

4.2.4 Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) di Kabupaten Deli Serdang Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan dan APK digunakan untuk mengukur keberhasilan program pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan. Meningkatnya partisipasi sekolah berarti menunjukkan adanya keberhasilan di bidang pendidikan, utamanya


(1)

Sulistyastuti, Dyah Ratih. 2007. Pembangunan Pendidikan dan MDGs di Indonesia:

Sebuah Refleksi Kritis. Jogyakarta.

Susanti, Widyanti dan Ikhsan. 1995. Indikator-Indikator Makro ekonomi. Penerbit

Universitas Indonesia. Jakarta.

Suyanto, dan Abas. 2001. Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa. Adicita

Karya Nusa. Yogyakarta.

Syahza, almasdi. 2006. Model Pengembangan Wajib Belajar 12 Tahun di Kabupaten

Bengkalis Propinsi Riau. Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas

Riau. Riau.

Sumarsono, Agus. 2005. Antara Tuntutan Profesionalitas Guru/ Tenaga Pendidik

dan Perwujudan Kesejahteraan. Jakarta

Teguh, Muhamad. 2005. Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi. PT Raja

Grafindo Persada. Jakarta.

Todaro, M.P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Widiastono, Tonny D. 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta. PT Kompas

Media Nusantara.

Wiharna, Ono. 2007. Perencanaan Kebutuhan Guru Sekolah Dasar Berdasarkan

Pendekatan Kewilayahan.

Universitas Pendidikan Indonesia. Jakarta

Zainuddin. 2008. Reformasi Pendidikan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta


(2)

Lampiran 1

Data Variabel

Tahun

APK

Pengeluaran

Pemerintah di

Sektor

Pendidikan (Rp)

PDRB per

kapita( Rp )

Tenaga

Pendidik

1989

19,08

572.007.000

718.666,48

3.356

1990

20,18

1.160.115.000

844.724,01

3.546

1991

20,58

2.427.886.000

927.970,36

3.859

1992

19,49

1.434.595.500

1.076.750,82

3.976

1993

19,65

1.487.679.520

1.177.219,86

3.951

1994

20,42

1.522.763.000

1.389.684,86

4.009

1995

20,48

1.346.428.000

1.632.144,52

4.107

1996

20,87

2.180.134.200

1.706.835,49

4.101

1997

20,73

1.600.681.000

1.899.314,78

3.613

1998

20,54

2.090.407.500

2.882.502,91

3.768

1999

21,41

2.967.341.000

3.314.990,15

4.097

2000

24,89

3.544.276.000

3.816.531,81

4.317

2001

29,13

7.363.245.000

3.947.804,46

4.538

2002

29,04

4.650.315.000

4.313.969,83

3.640

2003

41,12

17.734.759.000

9.731.830,44

4.047

2004

45,04

78.675.892.000

10.415.766,13

4.187

2005

54,25

127.897.463.000

12.191.490,71

3.869

2006

57

323.492.003.515

13.340.809,63

4.149

2007

79,06

368.491.696.324

15.130.549,81

5.323

2008

81,37

481.101.793.856

17.559.157,06

5.786


(3)

Lampiran 2

Hasil Regresi

Dependent Variable: LY Method: Least Squares Date: 05/24/11 Time: 11:33 Sample: 1989 2009

Included observations: 21

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3.687747 1.622200 -2.273300 0.0363

LX1 0.201507 0.028876 6.978307 0.0000

LX2 0.033756 0.055610 0.607014 0.5519

LX3 0.237979 0.217451 1.094405 0.2890

R-squared 0.974267 Mean dependent var 3.422252

Adjusted R-squared 0.969726 S.D. dependent var 0.538940 S.E. of regression 0.093773 Akaike info criterion -1.726241 Sum squared resid 0.149487 Schwarz criterion -1.527285 Log likelihood 22.12554 Hannan-Quinn criter. -1.683063

F-statistic 214.5430 Durbin-Watson stat 1.553351


(4)

Lampiran 3

Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: LX1 Method: Least Squares Date: 05/24/11 Time: 11:34 Sample: 1989 2009

Included observations: 21

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -28.10999 11.46440 -2.451938 0.0246

LX2 1.692590 0.216523 7.817129 0.0000

LX3 3.063781 1.621406 1.889583 0.0750

R-squared 0.902904 Mean dependent var 22.92086

Adjusted R-squared 0.892115 S.D. dependent var 2.330354 S.E. of regression 0.765423 Akaike info criterion 2.434787

Sum squared resid 10.54570 Schwarz criterion 2.584004

Log likelihood -22.56526 Hannan-Quinn criter. 2.467171

F-statistic 83.69170 Durbin-Watson stat 0.487804


(5)

Lampiran 4

Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: LX2 Method: Least Squares Date: 05/24/11 Time: 11:35 Sample: 1989 2009

Included observations: 21

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.320615 6.712342 0.941641 0.3588

LX1 0.456378 0.058382 7.817129 0.0000

LX3 -0.205468 0.920391 -0.223240 0.8259

R-squared 0.883965 Mean dependent var 15.06944

Adjusted R-squared 0.871072 S.D. dependent var 1.106916 S.E. of regression 0.397455 Akaike info criterion 1.124094

Sum squared resid 2.843469 Schwarz criterion 1.273311

Log likelihood -8.802985 Hannan-Quinn criter. 1.156478

F-statistic 68.56279 Durbin-Watson stat 0.413081


(6)

Lampiran 5

Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: LX3 Method: Least Squares Date: 05/24/11 Time: 11:35 Sample: 1989 2009

Included observations: 21

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 7.295178 0.367657 19.84237 0.0000

LX1 0.054027 0.028592 1.889583 0.0750

LX2 -0.013438 0.060194 -0.223240 0.8259

R-squared 0.574454 Mean dependent var 8.331031

Adjusted R-squared 0.527172 S.D. dependent var 0.147818 S.E. of regression 0.101643 Akaike info criterion -1.603129 Sum squared resid 0.185965 Schwarz criterion -1.453911 Log likelihood 19.83285 Hannan-Quinn criter. -1.570745

F-statistic 12.14932 Durbin-Watson stat 0.780697