Sistem religi Model Sinkronis

31 Desa Sabulan dan berketurunan disitu. Hal ini didukung dengan tulisan W. M Hutagalung 1991:64 yang mengatakan bahwa: “Ianggo Situmorang, mulak do jolo tu luat Sabulan jala marpinompari disi” Artinya: Bahwa marga Situmorang kembali ke Sabulan dan berketurunan disitu. Marga lainnya membentuk pemukiman baru diluar Sabulan. Namun marga Situmorang kembali ke Desa Sabulan, sehingga beberapa marga lain yang sudah sempat bermukim ditempat lain ikut kembali pulang ke Desa Sabulan. Yaitu marga Pandiangan dan Sinaga. Sedangkan yang merupakan marga pendatang parripe adalah: Nainggolan, Siregar, Sihombing, Tamba, Manalu, Sitinjak, Sihite dan Ambarita.

2.1.5 Sistem religi

Masyarakat Batak Toba, baik secara pribadi maupun berkelompok mengakui adanya kuasa di luar kuasa manusia. Dalam menghormati kuasa tersebut mereka mempunyai cara penyembahan yang berbeda sesuai dengan kesanggupan memahami makna kuasa tersebut. Motif setiap penghormatan ditujukan untuk mendapat perlindungan agar terhindar dari bahaya, baik bahaya alam, penyakit maupun serangan binatang buas. Demikian pula untuk maksud mendapat restu, baik dalam perkawinan maupun usaha mencari rezeki dilaksanakan melalui pemujaan. Dalam setiap pelaksanaannya, Injil dan adat berjalan berdampingan. Pada mulanya Injil diberitakan ditengah-tengah dunia yang penuh dengan adat kebudayaan serta berhadapan dengan adat kebudayaan suatu masyarakat atau Universitas Sumatera Utara 32 suku-suku. Dalam pertemuan Injil dan adat tersebut, secara khusus adalah dengan unsur-unsur adat kebudayaan, yang terdiri dari: sistem Religius dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi masyarakat, sistem bahasa, sistem kesenian, dsb. Adat merupakan hal yang sangat penting dalam suatu masyarakat, apalagi di dalam masyarakat Batak. Sebelum Kekristenan memasuki tanah Batak, adatlah yang menjadi hukum sekaligus aturan paling tinggi diakui. Adat batak adalah aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan masyarakat Batak yang tumbuh dari usaha orang di dalam masyarakat tersebut, sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Jadi di dalamnya termuat pula peraturan-peraturan hukum yang melingkupi dan mengatur hidup bersama daripada masyarakat Batak. 17 Hanya saja tata-tata adat masyarakat Batak sebelum masuknya Kristen, mengandung sisi lain yang berhubungan erat dengan bidang lain dari tradisi, khususnya yang mitis-agamawi dan yang berkaitan dengan pemujaan nenek moyang. Hal ini sependapat dengan Lothar Schreiner dalam bukunya yang mendasar Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak. Lothar Schreiner 18 Melalui perjumpaannya dengan Injil, harus dapat membebaskan adat tersebut dari sifat agamawinya yang berkaitan dengan pemujaan-pemujaan nenek berpendapat, adat sebagai tata tertib yang diciptakan oleh nenek moyang dan mempunyai dasar agamawi, yakni pemujaan-pemujaan yang biasa dilakukan oleh nenek moyang dalam agama suku. 17 R. Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Vorkink-Van Hoeve, Bandung:hlm. 6. 18 Lothar Schreiner, Adat dan Injil:Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak, BPK-GM, Jakarta 2003:hlm. 226 Universitas Sumatera Utara 33 moyang, misalnya, penyembahan kepada Debata Mulajadi Nabolon. Apabila demikian, adat dapat diterima dan tidak bertentangan dengan Injil. Dengan demikian adat dapat dipraktekkan oleh orang-orang Kristen sebagai tata tertib sosial yang bebas dari dasar agamawinya. Adat itu tidak dapat memperbaharui hati. Dengan bertitik tolak pada pandangan dan pernyataaan tersebut, penulis berkesimpulan bahwa adat yang memiliki dan membuahkan nilai-nilai positif dalam tata kehidupan masyarakat Batak dapat atau bahkan perlu tetap dipertahankan. Persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam mempertahankan itu adalah bahwa adat itu harus dilepaskan dari sifat agamawinya. Supaya hubungan antara Injil dan dan adat dapat berjalan berdampingan Pada masa kini, umumnya masyarakat Batak Toba menganut agama Kristen Protestan dan Katolik. Penyebaran agama Kristen, awalnya dimulai oleh Pendeta Burton dan Ward dari Gereja Baptis Inggris tahun 1824. Kedua pendeta ini mencoba memperkenalkan Injil di kawasan Silindung sekitar Tarutung sekarang. Kehadiran mereka tidak diterima oleh masyarakat Batak Toba. Kemudian tahun 1834 Kongsi Zending Boston Amerika Serikat, mengirimkan dua orang pendeta, yaitu Munson dan Lymann. Kedua misionaris ini dibunuh oleh penduduk di bawah pimpinan Raja Panggalamei, di Lobupining, sekitar Tarutung, pada bulan Juli 1834. Tahun 1849, Kongsi Bibel Nederland mengirim ahli bahasa Dr. H.N. van der Tuuk untuk menyelidiki budaya Batak. Ia menyusun Kamus Batak-Belanda, dan menyalin sebagian isi Alkitab ke bahasa Batak. Tujuan utama Kongsi Bibel Nederland ini adalah merintis penginjilan ke Tanah Batak melalui Universitas Sumatera Utara 34 budaya. Tahun 1859, Jemaat Ermelo Belanda dipimpin oleh Ds. Witeveen mengirim pendeta muda G. Van Asselt ke Tapanuli Selatan. Ia tinggal di Sipirok sambil bekerja diperkebunan Belanda. Kemudian disusul oleh para pendeta dari Rheinische MissionGesellschaft RMG, pada masa sekarang menjadi Verenigte Evangelische MissionVEM, dipimpin Dr. Fabri. Penginjilan sampai saat ini berjalan lambat. Kemudiantahun 1862 datanglah pendeta RMG, yang kemudian diterima oleh masyarakat BatakToba, yaitu Dr. Ingwer Ludwig Nommensen. Di bawah pimpinannya misi penginjilanterjadi dengan pesat. Sampai dekade-dekade awal abad kedua puluh, sebagian besar etnikBatak Toba telah menganut agama Kristen Protestan. 19 19 Buku Masyarakat Kesenian Indonesia oleh Muhammad Takari dkk Tahun 2008 hlm. 112-113. Begitulah proses penyebaran agama Kristen di Tanah Batak yang awalnya dimulai oleh Pendeta Burton dan Ward dari Gereja Baptis Inggris tahun 1824 yang mencoba memperkenalkan Injil di kawasan Silindung sekitar Tarutung sekarang hingga tersebar ke berbagai daerah sekitarnya termasuk di wilayah Kecamatan Sitiotio dimana merupakan tempat lahir dan besarnya Si Raja Lontung adalah sebagai berikut. Menurut Buku Statistik Kecamatan Sitiotio 2011, sebagian besar penduduk di Kecamatan Sitiotio menganut agama Kristen Protestan yaitu 63,23 dari total penduduk Kecamatan Sitiotio. Sedangkan sisanya menganut agama Katolik.

2.1.6 Tingkat pendidikan

Dokumen yang terkait

Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

6 117 183

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 21

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 1

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 21

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 56

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 1

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 2

BAB II SEJARAH DAN ASAL-USUL SI RAJA LONTUNG - Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

1 1 56

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 10 21

Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 21