Sarana Kesehatan Umum Model diakronis

39 berada di antara 904 - 2.157 meter di atas permukaan laut. Struktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Tabel-9 Kondisi Topografi Kecamatan Sitiotio No. Kemiringan Persentase 1. Datar ± 5 2. Landai ± 7 3. Miring ± 20 4. Terjal ± 68 Sumber: Kantor camat Desa Sabulan 2015.

2.11 Sarana Kesehatan Umum

Kecamatan Sitiotio masih minim akan sarana kesehatan umum. Berikut adalah tabel banyaknya sarana kesehatan umum menurut jenis dan desa yang ada di Kecamatan Sitiotio pada tahun 2011. Tabel-10 Banyaknya sarana kesehatan umum menurut jenis dan desa di Kecamatan Sitiotio No. Desa Puskesmas Puskesmas Pembantu Polindes Posyandu 1. Tamba Dolok - 1 - 1 2. Cinta Maju - 1 1 2 3. Buntu Mauli - - 1 1

4. Sabulan

1 1 - 2 5. Holbung - - 1 1 6. Janji Raja - - 1 3 7. Janji Maria - - 1 1 8. Parsaoran - 1 - 1 Jumlah 1 4 5 12 Sumber: Statistik Kecamatan Sitiotio 2011 Universitas Sumatera Utara 40

2.12 Seni

2.12.1 Seni sastra

Sebelum sastra tertulis ditemukan di tanah Batak, cerita-cerita yang cukup tinggi nilainya untuk diteladani telah dikenal seperti: cerita tentang binatang, cerita untuk pelipur lara, cerita tentang kebodohan seseorang si bisuk na oto dalam masyarakat, dan cerita mitos lainnya. Cerita kepercayaan orang Batak Toba tentang dewa-dewa dilukiskan dalam mitos, sesuai dengan alam pikiran orang-orang primitif seperti cerita tentang terjadinya bumi dan segala isinya. Adapun jenis sastra Batak Toba, seperti: 1. Tonggo-tonggo yaitu semacam doa yang diucapkan oleh datu atau iman agama Batak. 2. Andung-andung yaitu sejenis sastra berupa curahan perasaan sewaktu meratapi jenazah orang yang dikasihi. Biasanya menggunakan ungkapan- ungkapan tertentu yang tidak lazim dalam kehidupan sehari-hari bahasa halus. 3. Huling-hulingan atau hutinsa disebut juga teka-teki. Kalau teka-teki itu memerlukan jawaban berupa cerita dinamakan torhan-torhanan. 4. Turi-turian yaitu semacam sastra yang mengandung arti historis atau mitologis, seperti cerita dongeng tentang binatang, cerita-cerita leluhur yang sering dikisahkan berupa mitos, seperti mitos terjadinya manusia Batak, Danau Toba, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 41 5. Umpama yaitu suatu bentuk penyajian sastra yang bermakna sebagai teladan kebijaksanaan, hukum-hukum lisan, dialog-dialog resmi dalam upacara adat. 6. Umpasa yaitu suatu bentuk penyajian sastra yang dari bentuknya agak sulit dibedakan dengan umpama, tetapi dari isinya, umpasa lebih berkesan religius, dalam arti lebih menekankan hal-hal yang bersifat rahmat, kurnia, dan sebagainya. 7. Tudoson yaitu suatu bentuk penyajian sastra yang berupa perbandingan.Berbagai pemisahan dalam alam dijadikan suatu bandingan terhadap kehidupan manusia untuk menyatakan perasaan hati atau keadaan sesuatu. 20 Berdasarkan jenis sastra Batak Toba diatas maka sejarah tentang Si Raja Lontung tergolong ke dalam jenis Turi-turian, karena mengandung arti historis atau mitologis, yaitu berupa cerita dongeng tentang binatang, dan cerita-cerita leluhur yang sering dikisahkan dalam bentuk berupa mitos.

2.12.2 Seni musik

Seni musik pada masyarakat Batak Toba dapat digolongkan ke dalam dua bagian yaitu musik vokal dan musik instrumen.

2.12.2.1 Musik vokal

Budaya musikal masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bahagian besar, yaitu musik vokal dan musik instrumental. Musik vokal pada masyarakat Batak Toba disebut dengan ende. Dalam musik vokal tradisional, 20 Lihat Skripsi Sarjana Tiolina Sinambela Tarombo dalam Gaya Nyanyian Pada Kebudayaan Etnis Batak Toba:Suatu Kajian Musikologis dan Tekstual. Hlm. 42-43. Universitas Sumatera Utara 42 pengklasifikasiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat berdasarkan liriknya. Hutasoit yang dikutip oleh Ritha Ony membagi kelompok musik vokal menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Endenamarhadohoan, yaitu musik vokal yang diyanyikan untuk acara- acara namarhadodoan resmi 2. Endesiriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan oleh masyarakat Batak Toba dalam kegiatan sehari-hari. 3. Endesibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita. Berdasarkan klasifikasi jenis ende diatas, maka ende tarombo Si Raja Lontung bukanlah merupakan salah satu jenis ende dalam Batak Toba. Ende Tarombo merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk mengkaji tarombo yang disampaikan dengan bentuk gaya nyanyian. Masyarakat Batak Toba biasanya menyebutnya dengan ende tarombo karena sering mendengar sehingga mereka menggunakan istilah tersebut.

2.12.2.2 Musik instrumental

Musik instrumental masyarakat Batak Toba terbagi atas dua bagian berdasarkan bentuk penyajiannya, yakni ada yang lazim digunakan dalam bentuk ensambel, dan ada yang disajikan dalam bentuk permainan tunggal baik dalam kaitannya dengan upacara adat, religikepercayaan, maupun sebagai hiburan. Secara umum, pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ensambel musik tradisional, yakni : gondanghasapi dan gondangsabangunan. Yang merupakan instrumen pada Ensambel gondanghasapi terdiri dari : Universitas Sumatera Utara 43 1. Hasapi ende pluckedlute yaitu sejenis sebuah lute berleher pendek yang dimainkan dengan cara dipetik dan memiliki dua buah senar. Instrumen ini sebagai pembawa melodi dan dianggap sebagai instrumen utama dalam ensambel gondanghasapi. 2. Hasapi doal pluckedlute yaitu instrumen ini bentuknya sama saja dengan hasapiende, bedanya terletak pada peranan musikalnya yakni hasapidoal berfungsi sebagai pembawa ritem konstan. 3. Sarune etek shawn yaitu alat tiup berlidah tunggal singlereed. Fungsinya sebagai pembawa melodi. Instrumen ini masuk dalam klasifikasi aerophone yang memiliki lima lubang nada empat di atas dan satu di bawah, Cara memainkan instrumen ini adalah dengan cara mangombusmarsiulakhosa meniup secara sirkular tanpa berhenti atau disebut juga dengan circularbreathing. 4. Garantung xylophone, yaitu alat musik pembawa melodi dan bisa juga sebagai pembawa ritem pada lagu-lagu tertentu. Bentuknya berupa bilahan kayu dan umumnya memiliki lima buah bilah. Cara memainkannya adalah dengan cara dipukul menggunakan tongkat atau stik. 5. Hesek, yaitu sejenis alat perkusi yang terbuat dari plat besi atau botol kaca yang berperan sebagai pembawa tempo atau ketukan dasar. Gondang hasapi dianggap sebagai bentuk ensambel musik yang kecil. Penggunaannya terbatas pada ruang yang lebih kecil dan tertutup, dimainkan oleh lima orang walaupun jumlah pemusik ini dapat juga bervariasi. Jika mengacu pada Universitas Sumatera Utara 44 praktek pertunjukan gondang hasapi di komunitas parmalim 21 ,saruneetek kadangkala bisa terdiri dari dua alat yang masing-masing dimainkan oleh satu orang pemain. Begitu juga dengan jumlah orang yang memainkan hasapiende atau pun hasapi doal. Dengan kata lain, jumlah pemusik keseluruhan dalam gondang hasapi yang terdapat pada kelompok parmalim bisa mencapai enam hingga delapan orang. 22 1. Sarune bolon shawm, oboe, yaitu sejenis alat tiup berlidah ganda double reed yang berperan sebagai pembawa melodi dan dimainkan dengan cara mangombusmarsiulakhosa. Instrumen ini tergolong kepada kelompok aerophone. Sedangkan ensambel gondangsabangunan mempunyai beberapa istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabangunan atau gondang bolon. Komposisi alatnya terdiri dari : 2. Taganing single headed drum, yaitu seperangkat gendang bernada bermuka satu yang tersusun atas lima buah gendang, yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga pembawa ritem variabel untuk lagu atau repertoar tertentu. Kelima gendang tersebut dibedakan sesuai dengan namanya masing-masing, yakni odap-odap, paiduaniodap, painonga, paiduani ting-ting, dan ting-ting. Instrumen ini tergolong ke dalam kelompok membranophone. 3. Gordang bolon single headed drum, yakni sebuah gendang-bas bermuka satu yang ukurannya lebih besar dari taganing, yang berperan sebagai pembawa 21 Sebuah aliran kepercayaan tradisional atau perpaduan antara agama Islam dan Kristen pada masyarakat Batak Toba yang berkembang di Huta Tinggi, Laguboti, Sumatera Utara. 22 Dikutip dari Buku yang berjudul “Gondang Batak Toba” oleh Ritha Ony dan Irwansyah Harahap. Universitas Sumatera Utara 45 ritem konstan dan ritem variabel. Insrumen juga sering disebut sebagai bass dari ensambel gondang sabangunan. Klasifikasi instrumen ini termasuk kepada kelompok membranophone. 4. Ogung gong, yaitu seperangkat gong yang terdiri dari empat buah dengan ukuran yang berbeda-beda. Keempat buah gong tersebut diberi nama oloan, ihutan, doal, dan panggora. Masing-masing ogung sudah memiliki ritem tertentu dan dimainkan terus menerus secara konstantidak berubah-ubah. Instrumen ini tergolong kepada kelompok idiophone. 5. Hesek, yaitu sejenis alat perkusi berupa plat besi, botol, atau benda lainnya yang dapat menghasilkan bunyi tajam untuk dijadikan sebagai pembawa tempo. Instrumen ini tergolong kepada idiophone. 6. Odap double headed drum, yakni sejenis gendang kecil bermuka dua dua sisi selaput gendang yang berperan sebagai pembawa ritem variabel. Instrumen ini biasanya hanya dimainkan pada lagu atau repertoar tertentu. Instrumen ini tergolong kepada kelompok membranophone. Gondangsabangunan pada zaman dahulu digunakan untuk setiap upacara yang berhubungan dengan adat ataupun religius. Gondang sabangunan berperan sebagai media untuk menghubungkan manusia dengan penciptanya secara vertikal dan menghubungkan manusia dengan sesama secara horizontal 23 Ciri khas masyarakat Batak Toba adalah selalu mengikutsertakan marga nya dibelakang nama diri. Dalam kaitan ini maksudnya marga adalah nama garis .

2.13 Sistem Kemasyarakatan

23 Lihat, Martogi Sitohang, 1998 hal 23. Universitas Sumatera Utara 46 keturunan yang diambil dari Bapak atau bersifat patrilineal. Orang-orang yang mempunyai satu marga dianggap keturunan satu kakek. Berkaitan dengan hal tersebut Napitupulu 1964:8 juga menulis bahwa turunan dari sesuatu leluhur menurut garis Bapak, selagi masih kompak dan berdiam diri di suatu tempat akan membentuk suatu ikatan bernama marga. Mereka saling mengenal satu sama lain dan erat bergaul, yang satu memperlakukan yang lain sebagai saudara kandung. Peranan margapada masyarakat Batak Toba sangat penting. Sedemikian pentingnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari terutama pada saat perkenalan terlebih dahulu menyebutkan marga. Dewasa ini tidak ada orang Batak Toba tanpa marga. Melalui marga orang-orang Batak Toba dapat mengadakan partuturan mencari hubungan kekerabatan yang merupakan salah satu aspek mendasar dalam dalihan na tolu. Secara etimologis dalihan na tolu selalu diterjemahkan sebagai tungku nan tiga, yaitu sebuah ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekerabatan pada masyarakat Batak Toba. Secara harfiah Dalihan na tolu artinya tungku yang terdiri dari tiga buah batu, yang digunakan untuk memasak. Konsep tersebut diterapkan pada sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba yang terdiri dari tiga unsur, yaitu: 1 dongan sabutuha teman semarga; 2 hula-hula keluarga dari pihak istri; 3 boru keluarga dari pihak menantu laki-laki. Menurut Sihombing 1986:103-106 pedoman bersikap dalam ketiga kelompok kekerabatan itu tergambar dalam konsep yang berupa nasehat seperti berikut: Universitas Sumatera Utara 47 1. Molo naeng ho sangap, manat mardongan tubu, artinya jika kamu ingin menjadi orang terhormat, hati-hatilah dan cermat dalam bergaul dengan dongan sabutuhateman semarga. Dongan sabutuha dipandang oleh orang Batak sebagai dirinya sendiri dan dalam pergaulan antar mereka sehari-hari tidak dihiraukan segi basa-basi, sehingga adik acapkali tidak hormat terhadap abangnya dan demikian juga anak terhadap pak tua dan pakciknya, hal mana acapkali menimbulkan perasaan kurang senang di pihak yang merasa dirugikan. Untuk itu perlu diperhatikan lagi bagaimana kedudukan dongan sabutuha dalam tarombo. 2. Molo naeng ho gabe, somba ma ho marhula-hula, artinya jika ingin berketurunan banyak hormatilah hula-hula. Hula-hula dipandang oleh orang Batak sebagai media penengah yang sangat berkuasa untuk mendoakan hagabeon dari Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan ini telah mendarah daging dalam diri orang Batak berdasarkan pengalaman dan kenyataan. Itulah hal yang membuat penghormatan tinggi dan menonjol diberikan kepada Hula-hula. 3. Molo naeng namora,elek ma ho marboru, artinya kalau ingin kaya, baik- baiklah kepada boru. Menurut Adat Batak boru itu dalam kekeluargaan berada dibawah kita sehingga boleh kita suruh mengerjakan sesuatu tetapi tidak boleh bersifat memerintah tetapi harus bersifat membujuk Sihombing, 1986:103-106. 2.14 Marga

2.14.1 Asal muasal marga

Universitas Sumatera Utara 48 Menurut cerita tentang asal-usul orang Batak, nenek moyang mereka adalah Siboru Deak Parujar. Ia adalah seorang putri surga yang dijodohkan oleh Debata Mulajadi Nabolon kepada Raja Odap-odap yang juga dari surga. Melalui perkawinan mereka memiliki keturunan yaitu sepasang anak kembar yang diberi nama Raja Ihat Manisia dan Siboru Ihat Manisia. Kemudian mereka menikah marsumbang, incest dan memiliki tiga orang anak, yaitu Raja Miok-miok, Patundal na begu, dan Siaji lapas-lapas. Raja Miok-miok memiliki anak yang bernama Eng Banua. Kedua saudara Raja Miok-miok tidak diketahui kabarnya oleh orang Batak karena pergi mengembara ke sebuah tempat yang jauh. Eng Banua mempunyai tiga anak bernama Raja Aceh, Raja Bonang-bonang dan Raja Jau. Raja Bonang-bonang memiliki seorang anak yang bernama Raja Tantandebata, dari Tantan Debata lahirlah Si Raja Batak. Jadi Si Raja Batak adalah nama kolektif sebagaimana disebutkan oleh Sitor Situmorang: “Si Raja Batak: nama kolektif semua leluhur marga; adat yang mempribadi, pewaris kolektif tugas pengayoman adat dan kebudayaan dari Tuan Putri Deak Parujar, Bunda Utama, Si Raja Batak, dan tercantum di setiap silsilah sebagai manusia pertama.” Situmorang, 2009:524. Bagan-1: Silsilah keturunan asal Si Raja Batak INCEST MULA JADI NA BOLON SI BORU DEAK PARUJAR DEWA ODAP-ODAP SI RAJA IHAT MANISIA SI BORU IHAT MANISIA Universitas Sumatera Utara 49 Sumber: W.M Hutagalung 1991:31 Asal-usul manusia Batak berawal dari garis Si Raja Batak. Kemudian menjadi tarombo atau silsilah. W. M Hutagalung 1991:32 menuliskan keturunan dari si Raja Batak yaitu sebagai berikut: Ianggo anak ni ompunta Raja Batak dua do, i ma: Guru Tatea Bulan na margoar huhut si Mangarata dohot Raja Isumbaon. Artinya: Anak dari leluhur kita Si Raja Batak ada dua yaitu Guru Tatea Bulan yang juga disebut Mangarata dan Raja Isumbaon. Bagan-2: Anak Si Raja Batak Kepada kedua anaknya tersebut, Si Raja Batak mewariskan kesaktian atau keahlian terhadap Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Dimana Guru Tatea Bulan terkenal dengan maha karyanya yang bernama Pustaha Agung yang menjadi pedoman adat Batak sampai sekarang. Kitab ini membahas cakupan SI RAJA BATAK GURU TATEA BULAN RAJA ISUMBAON RAJA MIOKMIOK PATUNDAL NI BEGU AJILAMPASLAMPAS ENG BANUA RAJA ACEH RAJA JAU RAJA BONANG-BONANG RAJA TANTANDEBATA RAJA BATAK Universitas Sumatera Utara 50 antara lain; Ilmu hadatuon perdukunan pengobatan, habeguon kesaktian, parmonsahan Ilmu bela diri dohot pangliluon menghilang. Untuk Raja Isumbaon diberikan keahlian dalam hal adat Batak. Ajaran Raja Isumbaon terdapat dalam Kitab Pustaha Tumbaga Holing yaitu mencakup: Harajaon pemerintahan, Paruhumon hukum, Parumaon, Partigatigaon berdagang dan Paningaon bercocok tanam. Hal ini sesuai dengan yang dituliskan oleh W.M Hutagalung 1991:33 yaitu: Ia dung songon i, ditongos Mulajadi nabolon ma dua balunbalun surat Batak. Di balunan parjolo, surat agong; i ma bagian ni Guru Tatea Bulan, jala tarsurat disi: hadatuon, habeguon, parmonsahan dohot pangliluon. Di balunan paduahon, surat tombaga holing i ma bagian ni Raja Isumbaon tarsurat do disi; harajaon, paruhumon, parumaon, partiga- tigaon dohot paningaon. Artinya: Setelah itu dikirimkan Tuhan Penciptalah dua buah gulungan surat Batak. Pada gulungan pertama surat agung adalah bagian Guru Tatea Bulan, tertulis disitu: Perdukunan Pengobatan, Kesaktian, Ilmu bela diri dan Ilmu menghilang. Pada gulungan kedua surat Tombaga Holing berisi tentang ilmu: Pemerintahan, hukum, bercocok tanam dan dagang. Dari keturunan merekalah asal muasal semua marga-marga Batak muncul dan menyebar ke seluruh penjuru. Setelah kedua putra Si Raja Batak tumbuh dewasa, mereka memiliki keturunannya masing-masing. Namun tidak diketahui siapakah isteri mereka. Hal tersebut dituliskan oleh W. M Hutagalung 1991:33 sebagai berikut: Ndang tangkas binoto manang ise do nioli ni Guru Tateabulan dohot Raja Isumbaon, alai adong do ianakonnasida be. Sian i ma dapot botoon, adong do niolinasida be. Artinya: Tidak diketahui secara jelas entah siapa yang dinikahi oleh Guru Tateabulan dan Raja Isumbaon. Namun mereka memiliki keturunan. Dari situ dapat diketahui ternyata ada yang mereka nikahi masing-masing. Universitas Sumatera Utara 51 Berikut ini adalah keturunan dari Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Bagan-3: Keturunan dari Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Sumber: W.M Hutagalung 1991:34 SI RAJA BATAK GURU TATEA BULAN RAJA UTIBIAKBIAK SARIBU RAJA LIMBONG MULANA SAGALA RAJA MALAU RAJA SIBORU PAREME SIBORU ANTING SABUNGAN SI BORU BIDING LAUT NAN TINJO RAJA ISUMBAON TUAN SORIMANGARAJA RAJA ASIASI SANGKARSOMALINDANG Universitas Sumatera Utara 52 Untuk lebih jelas tentang keturunan Guru Tatea Bulan, berikut adalah dokumentasi foto keturunan dari Guru Tatea Bulan. Diambil dari sopo atau rumah Guru Tatea Bulan yang terdapat di Dusun Arsam Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir. Di tempat sopo terdapat patung-patung Si Raja Batak beserta keturunannya. Selain patung keturunan Si Raja Batak juga terdapat patung-patung penjaga rumah seperti gajah, macan dan kuda. Bentuk Rumah ini pun didesain dengan ciri khas rumah Batak. Rumah-rumah ini telah diresmikan oleh Dewan Pengurus Pusat Punguan Pomparan Guru Tatea Bulan tahun 1995. Gambar-2: Sopo Guru Tatea Bulan Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015. Berhubung karena bahasan Penulis adalah tentang sejarah dan asal-usul Si Raja Lontung, yang mana merupakan cucu dari Guru Tatea Bulan, maka untuk pembahasan selanjutnya penulis akan mendeskripsikan obyek penelitian secara Universitas Sumatera Utara 53 rinci dan mendalam tentang keturunan Guru Tatea Bulan dari sundut generasi pertama hingga keempat saja sebagai pembatasan masalah.

2.14.2 Sekilas tentang marga Keturunan Guru Tatea Bulan

Keturunan Guru Tatea Bulan menurut tulisan Sangti 1977:14 adalah berikut: Guru Tatea Bulan memiliki lima orang putera yaitu:

1. Raja Uti Biak-biak

Disebut juga Raja Gumelenggeleng karena bentuk tubuhnya yang seperti gumpalan, tidak bertangan, tidak berkaki dan tidak bisa duduk. Anak sulung dari Guru Tatea Bulan ini dibalik kekurangannya ternyata memiliki kesaktian untuk mengubah wujudnya dalam bentuk tujuh rupa wajah. Berikut adalah dokumentasi dari salah satu patung di Sopo Guru Tatea Bulan di Kecamatan Sianjurmulamula yaitu patung Raja Uti yang memiliki tujuh rupa wajah. Gambar-3: Patung Raja Uti Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015. 2. Saribu Raja dan Siboru Pareme Saribu raja adalah nama putera kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik perempuannya yang bernama Siboru Pareme dilahirkan marporhas anak kembar Universitas Sumatera Utara 54 berlainan jenis, satu perempuan dan satunya lagi laki-laki. Saribu raja melakukan tindakan incest, marsumbang perkawinan sedarah dengan adiknya sendiri yaitu Siboru Pareme dan melahirkan Si Raja Lontung. Tidak hanya itu, setelah melakukan tindakan incest, Saribu Raja kemudian menikah lagi dengan Nai Mangiring Laut dan melahirkan Si Raja Borbor. Kabarnya lagi Saribu Raja dalam masa berkelananya di tengah hutan, ia bertemu dengan Babiat Harimau pincang berkaki tiga kemudian menikahinya. Ia juga memiliki keturunan darinya yaitu Babiat. 24 Di tanah Batak Toba, marga Malau adalah satu dari sedikit satuan silsilah yang agak besar, yang tidak mempunyai daerah inti yang utuh, tempat sebagian

3. Limbong Mulana

Limbong mulana merupakan putera ketiga Guru Tatea Bulan. Limbong Mulana mendiami daerah Batusalibon dekat Sianjurmulamula. Keturunan Limbong Mulana disebut bermarga Limbong. Tidak diketahui secara jelas siapa isterinya. Limbong Mulana memiliki dua orang putera yaitu Paluonggang dan langgatlimbong.

4. Sagala Raja

Sagala Raja mendiami daerah Siantartongatonga Sagala masih berdekatan dengan Sianjurmulamula. Keturunannya bermarga Sagala. Ia memiliki tiga orang anak yaitu Raja Hutaruar, Raja Manggurgur, Raja Sungkunon.

5. Malau raja

24 Akan dibahas lebih lanjut pada bagian selanjutnya. Universitas Sumatera Utara 55 anggotanya tetap hidup bersama. Malau tinggal di sebuah tempat bernama Limbong, disitu dia berketurunan dan dari situ pula berpencar keturunannya ke luar daerah yang ditinggali mereka masing-masing. Malau Raja dikabarkan menikah dua kali. Dari isteri pertamanya dia memiliki seorang putera yang bernama Tabutabugumbang. Sedangkan dari isteri keduanya dia memiliki keturunan yaitu Manik, Ambarita dan Gurning.

6. Siboru Anting Sabungan

Setelah Saribu Raja dan Siboru Pareme melakukan tindak sumbang, mencegah kejadian tersebut terulang kembali maka Guru Tatea Bulan menikahkan puterinya yaitu Siboru Anting Sabungan dan Siboru Biding Laut dengan Tuan Sori Mangaraja, putera Raja Isumbaon. Dari pernikahan Tuan Sori Mangaraja dengan isteri pertamanya yaitu Siboru Anting Sabungan, ia memiliki putera yang bernama Tuan Sorba Dijulu. 25 25 Lihat Sangti 1977:14. Siboru Anting Sabungan disebut juga Siboru Anting Malela Nai Ambaton

7. Siboru Biding Laut

Siboru Biding Laut merupakan isteri kedua Tuan Sori Mangaraja. Ia melahirkan putera yang bernama Tuan Sorba Jae Raja Mangarerak. Siboru Biding Laut disebut juga Nai Rasaon.

8. Nan Tinjo

Universitas Sumatera Utara 56 Nan Tinjo tidak memiliki keturunan karena terlahir sebagai waria, sangkar so baoa martompahon baoa dohot boruboru. 26 Si Raja Lontung merupakan cucu dari Guru Tatea Bulan yang merupakan hasil dari perkawinan sedarah antara Saribu raja dengan Siboru Pareme. Jadi setelah Raja Uti meninggalkan kampung Sianjur Mula-Mula Konon Nan Tinjo mati bunuh diri. Menurut Mangaraja Salomo, anak ini adalah sangkar so anak lahi, ulu balang parompuan, suatu istilah halus untuk seorang waria. Pada saat akan dikawinkan, karena takut rahasianya terbongkar, dia memilih untuk menerjunkan diri ke dalam danau. Dia memilih untuk bunuh diri dan menjadi hantu penunggu di Pulau Tao di Simanindo sekarang. 2. 15 Sejarah asal-usul Si Raja Lontung 2.15.1 Pernikahan Saribu Raja dengan Siboru Pareme 27 26 Dikutip dari W. M Hutagalung dalam Bukunya Pustaha Batak, Tarombo dohot turiturian ni Bangso Batak. 27 Lihat W. M Hutagalung 1991:36. , harapan orang tuanya kemudian tertumpu pada Saribu Raja. Saribu Raja merupakan putera kedua dari Guru Tatea bulan yang lahir kembar dampit dengan Siboru Pareme. Sebagai anak yang terlahir kembar, dapat dimaklumi hubungan keduanya sangat dekat. Biasanya, untuk menjaga hal-hal yang tidak dikehendaki, anak yang terlahir kembar dampit selalu dipisahkan sejak dini. Akan tetapi, hal tersebut tidak Universitas Sumatera Utara 57 dilakukan pada keduanya. Mereka tumbuh dan besar secara bersama-sama dan hal ini menyebabkan hubungan keduanya terjalin dengan begitu akrab. Dari segi kedigdayaan dan ketampanan, sebenarnya Saribu Raja memiliki syarat yang mencukupi untuk menggantikan ayahandanya Tatea Bulan. Juga, ketekunannya mempelajari hadatuon ilmu perdukunan menyebabkan Saribu Raja diyakini akan dapat memimpin adiknya mengembalikan masa kejayaan nenek moyangnya kelak. Hanya saja, ada sesuatu yang kurang berkenan di hati orang tuanya, yaitu hubungannya yang terlalu dekat dengan adiknya Siboru Pareme. Siboru Pareme menggoda abangnya sendiri sehingga apa yang tidak diharapkan pun terjadi. Menurut Sutan Habiaran 28 Siboru Pareme tercium minyak sinyongnyong dorma Saribu Raja, yang menyebabkan dirinya jatuh cinta pada abangnya. Hal ini mengakibatkan mereka berdua mengadakan hubungan tercela yaitu perkawinan sedarah marsumbang, incest di gubuk ladang milik keluarganya pada saat Siboru Pareme mengantarkan nasi untuk Saribu Raja. 29 Namun menurut Marsius Sitohang, hal itu juga disebabkan karena jumlah manusia masih terbatas pada saat itu di dunia. 30 28 Sutan Habiaran seorang penulis buku dengan judul Kisah Tuan Saribu Raja dan Si Boru Pareme, yang diterbitkan di Medan pada tahun 1994. 29 Lihat W. M Hutagalung 199:36. 30 Hasil Wawancara dengan Marsius Sitohang pada tanggal 16 Februari 2015. Marsius Sitohang adalah seorang dosen praktik Gondang Sabangunan dan Uning-uningan di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Apapun penyebabnya, hubungan terlarang itu telah terjadi. Jelaslah bahwa hubungan cinta yang dapat menjurus ke perbuatan tercela kawin sumbang antara dua anak kembar dampit dapat saja terjadi tanpa minyak sinyongnyong, seperti yang dilansir oleh Sutan Habiaran. Hubungan seperti ini umumnya terjadi karena kedekatan kedua anak yang berbeda Universitas Sumatera Utara 58 jenis kelamin tersebut. Lama-kelamaan, kedekatan ini berkembang begitu dalam hingga menghapus rasa malu yang timbul karena melanggar aturan-aturan adat yang telah digariskan para leluhur. Kejadian seperti ini terjadi antara Saribu Raja dan Siboru Pareme. Akibat perbuatan tercela tersebut, Siboru Pareme kemudian berbadan dua. Hal ini menyebabkan orangtua beserta ketiga adik laki-laki Saribu Raja lainnya yaitu Limbong, Sagala dan Malauraja sangat marah. Bagi pelaku seperti ini hukumannnya adalah membunuh Saribu Raja dan membuang Siboru pareme ke hutan belantara tombak longolongo. 31 Gambar: Hutan Belantara tombak longolongo Gambar-4: Tombak longolongo Hutan Belantara di Desa Sabulan Dokumentasi Blessta Hutagaol 2015. 31 Lihat W. M Hutagalung 1991:37. Universitas Sumatera Utara 59 Akan tetapi, membunuh Saribu Raja bukanlah urusan mudah. Selain karena mereka masih terikat oleh hubungan darah, kedigdayaan Saribu Raja juga perlu diperhitungkan. Saribu Raja sadar akan kesalahannya. Melakukan perlawanan tentu saja bukanlah tindakan yang bijaksana. Satu-satunya jalan ialah melarikan diri dan menjauh dari amarah saudara-saudaranya. Sebelum melarikan diri, Saribu Raja membenahi barang-barang pusaka yang menjadi milik keluarganya yaitu: emas, gong dan cincin. 32 Kemudian semuanya dimasukkan kedalam sebuah liang batu yang disebut dengan Batu Hobon. 32 Lihat W. M Hutagalung 1991:37. Universitas Sumatera Utara 60 Gambar-5: Batu Hobon Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015. Akibatnya Saribu Raja dan Siboru Pareme mulai ketakutan sehingga merencanakan sebuah misi untuk keselamatan mereka. Saribu Raja sembunyi ke dolok Pusuk Buhit yang sekarang bernama Pariksabungan. Disana Saribu Raja mengajari Siboru pareme agar membawa sekam untuk menjatuhkan sedikit demi sedikit di jalan tempat pembuangannya agar Saribu Raja dapat menemukan tempat dimana Siboru Pareme dibuang. 33 Jadi berangkatlah saudara-saudaranya mengantarkan Siboru Pareme ke hutn belantara dengan berjalan kaki. Mereka berangkat pada waktu malam agar tak seorangpun melihat keberangkatan mereka. Dan juga supaya Siboru Pareme Sebetulnya, hilangnya barang pusaka Tatea Bulan inilah yang mendorong ketiga bersaudara itu mengucilkan Siboru Pareme ke hutan belantara. Mereka mengharapkan bahwa suatu saat Saribu Raja akan datang untuk menjenguknya. Mereka sepakat menangkap Saribu Raja untuk ditanyakan tentang keberadaan barang-barang pusaka keluarga tersebut. Akan tetapi, Saribu Raja telah lebih dulu raib bagaikan ditelan bumi. Menghilangnya Saribu Raja mendorong saudara-saudaranya untuk mengucilkan Siboru Pareme untuk dibuang ke hutan belantara. Motif pengucilan ini sebenarnya adalah untuk menangkap Saribu Raja. Tidak sedikit pun terlintas dalam benak mereka untuk membuang Siboru Pareme karena bagaimanapun Siboru Pareme adalah saudara mereka juga. Itulah sebabnya mengapa Siboru Pareme hanya dimodali sedikit makanan dan sebilah pisau kecil. Juga, sebuah gubuk telah didirikan sebelumnya sebagai tempat tinggalnya. 33 Lihat W. M Hutagalung 1991:37. Universitas Sumatera Utara 61 tidak mengetahui jalan untuk pulang kembali ke kampungnya. Namun ternyata Siboru Pareme melakukan rencana yang telah diajarkan Saribu Raja kepadanya. Yaitu menjatuhkan beberapa sekam sobuon sedikit demi sedikit dalam perjalanannya menuju hutan belantara supaya Saribu Raja dapat menemukan tempat pembuangan Siboru Pareme tersebut. Setelah sampai di hutan belantara, saudara-saudaranya menempatkan Siboru Pareme pada sebuah gubuk tempat peristirahatan Siboru Pareme nantinya. Setelah itu saudara-saudaranya pun meninggalkan Siboru Pareme disitu. Dalam perjalanan pulang, saudara-saudaranya bersumpah marbulan disitu. Bahwa mereka tidak akan memberitahu kepada siapapun dimana tempat Siboru pareme dibuang. Bulanlah yang menjadi saksi dalam sumpah mereka pada saat itu. Itulah alasannya sehingga tempat itu disebut dengan Sabulan. 34 Gambar-6: Desa Sabulan Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015. Dari kisah inilah lahir pemeo: Dengke ni Sabulan, tu tonggi na, tu tabo na; si ose padan tu ripur na, tu mago na. Artinya, orang yang mengingkari janji akan hancur-lebur. Sebulan kemudian datanglah Saribu Raja ke hutan belantara tempat pembuangan dengan mengikuti sekam yang dijatuhkan oleh Siboru Pareme dalam 34 Lihat W. M Hutagalung 1991:38. Universitas Sumatera Utara 62 keadaan menangis tersedu-sedu karena persediaan makanan mereka telah habis. Sehingga mereka memutuskan untuk pindah dari tempat tersebut dan mendirikan sebuah gubuk di tempat mereka yang baru. Namun dalam perjalanan, mereka bertemu dengan Harimau babiat sitelpang yang meminta bantuan kepada mereka untuk mengeluarkan sebuah tulang yang tersangkut di kerongkongannya. Sehingga membuat hubungan mereka dengan harimau tersebut menjadi akrab dan sangat baik terhadap mereka. Bukti balas budi harimu tersebut adalah dengan membawa daging hasil buruannya untuk menjadi persediaan makanan Saribu raja dan Siboru Pareme selama di hutan itu. Diantara Saribu Raja dan harimau tersebut disepakatilah sebuah janji. Mereka bersumpah sabulan untuk tidak saling menyakiti antara keturunan Saribu Raja dengan harimau tersebut. 35 Setelah sebulan kemudian lahirlah anak Siboru Pareme yang diberi nama Si Raja Lontung di sebuah tempat yang bernama Banua Raja. 2. 15. 2 Lahirnya Si Raja Lontung dengan Si Raja Borbor 36 Gambar-7: Banuaraja Dokumentasi Blessta Hutagaol 2015. Keterangan: Banua Raja terdapat di balik gunung tersebut. Harimau itu juga turut serta dalam membantu Siboru Pareme dalam membesarkan anak tersebut. Di hutan belantara itulah, dari kecil hingga dewasa, Si Raja Lontung dibesarkan alam, dilatih menaklukkan hutan oleh Ibundanya Siboru Pareme dan Harimau itulah yang menjadi sahabatnya. Saribu Raja 35 Lihat W. M Hutagalung 1991:39. 36 Banuaraja adalah perkampunganawal Si Raja Lontung. Universitas Sumatera Utara 63 memiliki sifat yang suka mengembara dan tak ingin hanya berdiam lama-lama pada satu tempat. Melihat keadaan itu Saribu Raja yakin untuk meninggalkan Siboru Pareme bersama harimau tersebut untuk membesarkan anaknya yaitu Si Raja Lontung. Sebelum pergi, Saribu Raja juga sempat memberikan sebuah cincin kepada Siboru Pareme agar diberikan kelak setelah Si Raja Lontung tumbuh dewasa. 37 Saribu Raja pergi mengembara ke sebuah tempat yang dikelilingi oleh hutan belantara. Disana dia bertemu dengan Nai Mangiring laut yang kemudian dijadikannya sebagai isterinya. Saribu Raja dan Nai Mangiring Laut memiliki keturunan yaitu seorang anak yang bernama Raja Borbor. Menurut W.M Hutagalung 1991:44 anak Saribu Raja ada tiga orang. Yang ketiga lahir dari Babiat Harimau. Namun tidak dijelaskan ibunya dari mana. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut ini: Mangihuthon baritana adong do tolu anak ni Saribu Raja. Ia na patoluhon digoari do tubu ni Babiat. Artinya: Berdasarkan cerita ada tiga orang anak Saribu Raja. Yang ketiga tersebut lahir dari Babiat Harimau Bagan-4: Isteri dan Anak Saribu Raja Sumber: W.M Hutagalung 1991:44 37 Lihat W. M Hutagalung 1991:39 SARIBU RAJA INA I SIBORU PAREME RAJA LONTUNG INA II NAI MANGIRING LAUT RAJA BORBOR INA III ? BABIAT Universitas Sumatera Utara 64

2. 15. 3 Pernikahan Si Raja Lontung dengan Siboru Pareme

Si Raja Lontung menjalani kehidupan yang bahagia bersama ibunya yaitu Siboru Pareme. Setelah dewasa, Si Raja Lontung ingin mencari pasangan hidup. Dia ingin mencari paribannya, putri dari Pamannya putri dari Saudara laki-laki ibunya, untuk dijadikan istri, atau parsinonduk bolon. Siboru Pareme takut menunjukkan keberadaan dari keluarga yang sebenarnya yang pernah diusir oleh Ibotonya saudaranya. Akhirnya Siboru Pareme mencari akal, dia menyuruh anaknya Si Raja Lottung ke sebuah permandian, yang sekarang dikenal dengan Aek sipitu dai tujuh rasa, dulu tempat pemandian boru pareme. Gambar -8: Aek Sipitu Dai Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015 Siboru Pareme memberi arahan pada anaknya: “Anakku, pergilah ke pemandian yang ada di sana, tempat putri pamanmu mandi. Carilah yang mirip Universitas Sumatera Utara 65 seperti ibumu ini, tegurlah dia, sampaikanlah pesanku ini lalu pasangkanlah cincin ini ke jarinya sambil memberikan cincinnya. Bila cincin ini cocok di jarinya, itulah paribanmu atau anak dari pamanmu, lalu ajak dan bawa lah dia ke sini”. Begitulah pesan dari Siboru Pareme. 38 Maka berangkatlah Si Raja Lontung menuju ke Aek Sipitudai tersebut. Namun tanpa sepengetahuan Si Raja Lontung, ibunya pun langsung pergi mendahului Si Raja Lotung ke Aek Sipitudai dengan melintasi jalan lain. Dengan waktu yang sudah diatur, sampailah ibunya terlebih dahulu ke Aek Sipitudai tersebut dan mandi sembil menunggu datangnya Si Raja Lontung yang kini sudah menjadi pria dewasa. Sampai di pancuran Aek Sipitudai, Si Raja Lontung sontak heran melihat gadis persis seperti ibunya. Si Raja Lontung mendekati perempuan yang sedang mandi itu. Ditemuinyalah perempuan tersebut dan ditegurnya, seperti pesan ibunya Siborupareme, Perempuan yang sedang mandi itu tidak lain adalah ibu kandung si Raja Lottung sendiri, Siboru Pareme memang terlihat cantik dan tidak terlihat seperti ibu-ibu pada saat mereka berjumpa disitu. Dia melakukan semua yang disampaikan oleh ibunya sebelumnya dan semuanya cocok dengan yang diisyaratkan oleh ibunya sebelumnya. Lalu, dipasangkanlah cincin yang dibawanya pada tangan perempuan itu. Perempuan itu lantas dibawa oleh Si Raja Lontung dan dijadikannya menjadi istri. 39 Kalau pun akhirnya Siboru Pareme mengambil keputusan yang bertolak belakang dengan adat-kebiasaan manusia dengan menikahi anaknya sendiri, hal 38 Berdasarkan tulisan dalam Muara Nauli blog yaitu:https:jtonang.wordpress.comtarombo-bataksejarah-boru-pareme-lottung-si-sia-sada-ina. Diakses tanggal 29 April 2015. 39 Berdasarkan hasil Wawancara dengan Marsius Sitohang pada tanggal 19 Maret2015. Universitas Sumatera Utara 66 itu merupakan pemikiran yang dilatarbelakangi oleh keadaan mereka pada saat itu yang amat sulit yaitu diasingkan oleh saudara-saudaranya di sebuah hutan belantara karena melakukan tindak sumbang hingga mengandung Si Raja Lontung. Pertimbangannya ialah karena anak tunggalnya tersebut telah dipelihara dengan taruhan nyawa. Siboru Pareme tak ingin anaknya itu dibiarkan dalam kesendirian hingga mate punu mati tanpa keturunan Siboru Pareme mengadu kepada Mulajadi Nabolon. Dia bertekad bahwa dirinya tidak akan membiarkan anaknya hidup sebatang kara dan mati tanpa meninggalkan keturunan, sekalipun untuk itu harus dia bayar dengan harga yang sangat mahal. Jalan pemikiran inilah yang mendorong Siboru Pareme untuk memperdaya anaknya dengan menyuruhnya pergi untuk menemui pariban-nya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Sekretaris Desa yaitu Bapak Rajo Sinaga 40 40 Salah satu aparat desa di Desa Sabulan. , setelah berumahtangga dengan Si Raja Lontung, akhirnya Siboru Pareme pun mengungkapkan rahasia yang selama ini disimpannya. Bahwa yang dinikahi oleh Si Raja Lontung adalah ibu kandungnya sendiri yaitu Siboru Pareme. Sehingga merekapun bersumpah marsabulan untuk tidak mengungkit lagi rahasia tentang Si Raja Lontung yang mendapat pesan ibunya untuk menikahi paribannya namun ternyata jadi menikahi ibu kandungnya sendiri yaitu Si Boru Pareme. Tempat mereka ketika melakukan sumpah itu adalah tepatnya dihadapan sebuah batu di Desa Sabulan Kecamatan Sititotio Kabupaten Samosir yang kini disebut sebagai Batu Parpadanan Perjanjian Siboru Pareme dengan Si Raja Lontung. Universitas Sumatera Utara 67 Gambar-9: Batu Parpadanan Siboru Pareme dengan Si Raja Lontung. Dokumentasi Blessta C. Hutagaol 2015. Begitulah silsilah Siboru Pareme yang telah menikah dengan saudaranya sendiri ibotonya dan selanjutnya dengan terpaksa harus dinikahi oleh anaknya sendiri Si Raja Lottung.

2. 15.4 Keturunan Si Raja Lontung

Hasil dari perkawinan mereka lahirlah anak-anak dari Si Raja Lottung yang dikenal dengan “Lontung Si Sia Sada Ina”. Lontung Si Sia Sada Ina, memiliki pengertian yang sangat mendalam, yaitu sembilan sia orang bersaudara yang memiliki satu ibu marinahon bernama Si Boru Pareme. Kesembilan orang yang dimaksud adalah: terdiri dari delapan orang 7 putra dan 1 putri = 8 orang anak dari Siboru Pareme dari suaminya Si Raja Lontung, ditambah Si Raja Lontung itu sendiri yang juga anaknya dari suaminya Saribu Raja ibotonya, semuanya menjadi sembilan orang dari seorang ibu yang bernama Siboru pareme. Universitas Sumatera Utara 68 Ketujuh putra dari Si Raja Lottung tersebut adalah: Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang dan Siregar. Putri dari Si Raja Lottung, pernah kawin 2 dua kali, yang pertama dengan marga Sihombing dan disebut dengan Si Boru Anak Pandan, dan kemudian kawin lagi dengan marga Simamora karena suami pertamanya meninggal dunia, dan disebutlah dia dengan nama atau gelar baru yaitu Si Boru Panggabean dia gabe atau terberkati setelah menikah lagi. 41 1. Sinaga Demikian juga tertulis dalam buku Peraturan Kepala Desa Sabulan Nomor 01 Tahun 2012 tentang Rencana Kerja Pembangunan Desa RKP-Desa Desa Sabulan 2012 pada bab II bagian sejarah desa. Putri Si Raja Lontung dijelaskan seperti berikut ini: Desa Sabulan adalah desa yang sangat bersejarah bagi seluruh orang Batak secara khusus bagi keturunan pomparan Op. Siboru Pareme dan Op. Siraja Lontung yaitu: 7 orang putera dan 1 putri. Keturunannya terdiri dari: 2. Situmorang 3. Pandiangan 4. Nainggolan 5. Simatupang 6. Aritonang 7. Siregar 8. Siboru Anak Pandan Jadi keturunan dari Si Raja Lontung dapat dijelaskan menurut tabel dibawah ini. 41 Berdasarkan hasil wawancara dengan Berlian Limbong pada tanggal 16 Februari 2015. Universitas Sumatera Utara 69 Bagan-5: Keturunan Si Raja Lontung Sumber: W. M. Hutagalung 1991:63

2. 15. 5 Sekilas tentang marga keturunan Lontung

Ketujuh putra dari Si Raja Lottung tersebut adalah: Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang dan Siregar dan seorang Puterinya yang bernama Siboru Anak Pandan dan setelah menikah kedua kalinya namanya menjadi Siboru Panggabean. 1. Toga Sinaga.Sampai sekarang masih ada perbedaan pendapat tentang anak tertua Si Raja Lontung, apakah Toga Sinaga atau Tuan Situmorang. Sebagian orang mengatakan bahwa Toga Sinagalah yang tertua, tetapi Tuan Situmorang lebih dahulu menikah, sedangkan Toga Sinaga belum juga. Karena belum mendapat wanita untuk isterinya, Sinaga berkata kepada Situmorang supaya dijodohkan dipadomu-domu dengan adik LONTUNG TUAN SITUMORANG TOGA SINAGA TOGA PANDIANGAN TOGA NAINGGOLAN SIMATUPANG ARITONANG SIREGAR SI BORU ANAK PANDAN SIBORU PANGGABEAN Universitas Sumatera Utara 70 isterinya. Situmorang menyetujui permintaan Sinaga namun dengan syarat Sinaga harus memanggil abang kepada Situmorang. Jadilah Sinaga kawin dengan adik isteri adik ipar Situmorang, dan oleh karena itulah antara Sinaga dan Situmorang saling memanggil abang pada acara-acara tertentu. 42 Sinaga memiliki tiga orang anak yaitu Ompu sapaan untuk leluhur Raja Bonar, Ompu Ratus dan Sagiulubalang. Ompu Raja Bonar mempunyai tiga orang anak, salh satunya bernama Raja Pande, Selanjutnya, Raja Pande mempunyai anak yang bernama Palti Raja. Kerap kali Toga Sinaga disebut juga dengan Ompu Palti Raja. Dari Sinaga lahir marga-marga cabang yaitu Simanjorang, Simandalahi dan Barutu. 2. Tuan Situmorang.Tuan Situmorang keturunannya bermarga Situmorang. Tuan Situmorang adalah anak yang pintar, cerdas, pemberani, disayangi ayahandanya Si Raja Lontung karena kelahiran Situmorang memberi pencerahan bagi kehidupan di keluarga Si Raja Lontung pada saat itu. Atas dasar itulah maka Si Raja Lontung memberi nama anaknya Tumorang artinya terang Ompu Tuan Situmorang. Ia memiliki dua orang anak yang bernama Panopa Raja dan Ompu Pangaribuan. Dari keturunan Situmorang lahir marga-marga cabang Lumbanpande, Lumban Nahor, Suhutnihuta, Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, dan Solin. 3. Toga Pandiangan.Toga Pandiangan merupakan anak ketiga dari Si Raja Lontung. Sesuai dengan tulisan W.M Hutagalung 1991:86 Pandiangan 42 Dikutip dari pomparanrajanaiambaton.blogspot.com201107sejarah-dan-legenda- pomparan-si-raja.html?m=1. Diakses tanggal 6 Juni 2015. Universitas Sumatera Utara 71 bermukim di kampung Pandiangan, Palipi, Pulau Samosir. Anaknya hanya satu yaitu bernama Guru Mombangpilian atau disebut juga Datu Ronggur. Dari keturunan Pandiangan lahir marga-marga cabang yaitu Samosir, Gultom, Pakpahan, Sidari, Sitinjak dan Harianja. 4. Toga Nainggolan.Anak dari Toga Nainggolan ada dua yaitu Rumahombar dan Si Batu. Tempat pemukimannya di Nainggolan Pulau samosir. 43 5. Simatupang.Simatupang memiliki tiga orang anak yaitu bernama Togatorop, Sianturi dan Siburian. Mereka bermukim di Pulau Sibandang. 6. Aritonang.Aritonang memiliki tiga orang anak yang bernama Ompu Sunggu, Raja Gukguk dan Simaremare. 7. Siregar. Mulanya Siregar bertempat tinggal di Aeknalas, Sigaol. Kemudian berpencar dan bermukim di Muara. Ditempat ini dia memiliki keturnan yaitu empat orang anak yang bernama Silo, Dongoran, Silali, dan Siagian. 8. Siboru Anak Pandan. Putri satu-satunya Si Raja Lontung ini pertama kali menikah dengan marga Sihombing. Namun Sihombing meninggal dunia. Sehingga Siboru Anak Pandan melakukan pernikahan kedua kalinya dengan marga Simamora. Sehingga mulai sejak itu namanya pun berubah menjadi Siboru Panggabean. Artinya dia gabe mendapat berkat setelah menikah lagi. Sihombing dan Simamora dilahirkan dari Toga Sumba atau dari keturunan Raja Isumbaon. 44 43 Lihat W.M hutagalung 1991:99. 44 Lihat Vergouwen 1986:17. Universitas Sumatera Utara 72

2.15.6 Tempat pemukiman marga keturunan Lontung:

Setiap kelompok suku memiliki wilayahnya sendiri. Mereka memandang kelompok suku yang mendiami wilayah yang ada di sekitarnya, dalam batas tertentu, sebagai kelompok suku asing Vergouwen 1991:XXIV Hal ini sependapat dengan Nainggolan 2012:61 orang Batak memiliki kelompok-kelompok marga yang semuanya itu berasal dari Si Raja Batak. Setiap marga mempunyai daerah sendiri sebagai tanah asal mereka masing-masing. Semua itu dapat dimengerti sebab masyarakat Batak Toba adalah masyarakat agraris. Mereka membutuhkan tanah untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Keterbatasan tanah yang diolah untuk lahan pertanian memaksa mereka bermigrasi karena ketidakpuasan terhadap marga atau karena ambisi dari anggota marga untuk mendirikan marga baru dan mencari tanah. Sehubungan dengan judul penelitian yaitu tentang Si Raja Lontung, maka Menurut W. M Hutagalung 1991: 64 kampung yang dibuka oleh Si Raja Lontung bernama Banua Raja dekat bukit Sabulan. Kemudian keturunannya menyebar dan bertempat tinggal diluar Sabulan. Vergouwen 1986:9 menjelaskan bahwa suatu ketika terjadilah Air Bah yang dahsyat sehingga menyebabkan keturunan Si Raja Lontung terlempar dari Sabulan dan hampir memusnahkan seluruh daerah, dan mereka pindah lalu bermukim di Urat di Samosir, di seberang Sabulan. Dari Urat, yang kemudian dianggap menjadi tempat penyebaran parserahan, sebagian dari keturunannya menyebar marserak ke Samosir Selatan dan ke bagian-bagian lain daerah pantai bagian Selatan dan barat Danau Toba. Universitas Sumatera Utara 73 Kelompok pertama, yang pergi ke selatan Samosir, terdiri dari keturunan keempat anak tertua, Situmorang, Toga Sinaga, Toga Pandiangan, dan Toga Nainggolan. Pada tahap pertama mereka pergi ke Samosir Utara, namun mereka diusir dari sana oleh marga Simbolon dan Sitanggang ke suatu garis khayali yang ditarik dari sebuah anak sungai di sebelah barat pantai, sampai ke suatu batu bundar besar di suatu tanjung di pantai timur ke arah selatan daerah Tomok. Perbatasan ini ditetapkan ketika diadakan perdamaian antara yang mengusir dan yang diusir. Sampai sekarang, garis ini masih disetujui sebagai perbatasan antara daerah-daerah Lontung dan Sumba di pulau itu. Dengan berjalannya waktu, keempat marga induk Situmorang, Sinaga, Pandiangan, dan Nainggolan, berkembang menjadi 30 marga yang kesemuanya berada di Samosir Selatan. Penyebaran mereka di bagian pulau ini, termasuk di daerah-daerah daratan pulau Sumatra, Sabulan dan daerah Janji Raja, yang berbatasan dengannya, pada mulanya dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil dari beberapa marga yang menjadi ranting dari keempat marga induk, dan sambung-menyambung di suatu wilayah, dimana masing-masing kelompok biasanya membentuk wilayah-wilayah desa kecil. Beberapa wilayah kecil lainnya, Nainggolan, Samosir dan Gultom boleh dikatakan hanya didiami oleh marga-marga dengan nama yang sama, bersama marga yang menumpang dari kelompok suku lainnya. Diluar pulau, penyebaran Situmorang bisa ditemukan di daerah kecil yang bernama Lintong, yang terletak di dataran tinggi Humbang, di sekeliling Parbuluan dan Barus Hulu. Marga yang berasal dari Pandiangan, yakni mereka Universitas Sumatera Utara 74 yang diturunkan oleh Toga Samosir, sebagian pergi ke Habinsaran Selatan, kemudian ke Pahae Timur, tempat di mana bisa ditemukan daerah kecil Nainggolan yang didiami oleh satu marga dengan nama yang sama. Ketiga cabang Sinaga berkuasa di daerah Swapraja Tanah Jawa Pantai Timur Sumatra tempat marga itu terpecah-pecah dan memisah ke daerah-daerah kecil. Ketiga anak Si Raja Lontung yang lebih muda tidak ada yang menetap di Samosir, mereka juga tidak meninggalkan keturunan. Simatupang dan Aritonang menyeberang lewat pulau kecil yang yang bernama Pulo, dan menguasai daerah- daerah dengan nama yang sama ke arah timur Muara. Siregar pergi dari Urat, mula-mula ke Sigaol, tempat menetap sebuah sempalan kecil dan menduduki daerah yang bernama Siregar, dan kemudian ke Muara. Beberapa bagian dari Simatupang dan Aritonang naik ke dataran tinggi Humbang dan mendiami Huta Ginjang dan Paranginan yang terletak di pinggirannya. Mereka tidak menyebar lebih jauh kecuali sebagai marga penumpang yang diterima oleh kelompok- kelompok kecil suku lainnya. Namun sebagian dari keturunan Siregar mula-mula pergi ke Humbang, disini masih terdapat Lobu tempat pemukiman marga sebelumnya Siregar yang sudah ditinggalkan di daerah Pohan, yang mengingatkan orang bahwa mereka itu pernah melewatinya. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke kampung Sibatangkayu yang kini sudah lenyap di Habinsaran Selatan, atau arah Selatan Sipahutar, dan dari sana ke Sipirok. Disana mereka menduduki daerah luas dari kuria Sipirok, kuria Parau Sorat, dan kuria Baringin yang didirikan oleh tiga bersaudara. Universitas Sumatera Utara 75 Dari Sipirok, satu bagian memisahkan diri dan pergi ke Padang Bolak, tempat mereka mendirikan luat Hajoran. Ranting-ranting lainnya menduduki kuria Marancar di Angkola Utara, dan kuria Lumut di Sibolga Selatan. Kelompok yang bernama marga Dongoran dan Ritonga pergi dari Habinsaran Selatan menuju Dolok, tempat masing-masing menduduki daerah yang terpisah. Sebagai akibat dari penyebaran ini, Siregar boleh dikatakan merupakan satu mata rantai yang tidak putus-putus di Tapanuli Tengah, yang memisahkan daerah Sumba di Tanah Batak tengah dari Tapanuli Selatan. W. M Hutagalung 1991:64 menjelaskan seperti berikut ini: Toga Sinaga dohot Pandiangan ma tinggal di Urat, Toga Nainggolan tu luat Nainggolan. Ia Simatupang dohot Aritonang, maringanan ma tu Pulo Sibandang Pardopur jala Siregar tu Aeknalas Sigaol. Ianggo Situmorang, mulak do jolo tu Sabulan jala marpinompari disi. Berikut adalah analisis tempat tinggal keturunan Si Raja Lontung. Tabel-11 Tempat tinggal keturunan Si Raja Lontung menurut W.M Hutagalung: NO. MARGA TEMPAT TINGGAL 1 SINAGA URAT 2 PANDIANGAN URAT 3 NAINGGOLAN NAINGGOLAN 4 SIMATUPANG PULAU SIBANDANG PARDOPUR 5 ARITONANG PULAU SIBANDANG PARDOPUR 6 SIREGAR AEKNALAS SIGAOL 7 SITUMORANG SABULAN Universitas Sumatera Utara 76

2.2 Model diakronis

Dengan model diakronis akan dianalisis generasi yang dimulai dari Si Raja Batak sampai turunan Lontung. Menurut Kuntowijoyo model diakronis dalam penulisan sejarah digunakan untuk menggambarkan bagaimana pertumbuhan tersebut dari waktu-kewaktu, bagaimana ia tumbuh dari awal sebagai suatu gejala 1994:38. Berdasarkan silsilah yang sudah baku di kalangan orang Batak Toba, Raja Manghuntal Sisingamangaraja I 45 adalah generasi yang kedelapan dari Si Raja Batak. Menurut sejarah Batak sebagai titik tolak diperkirakan angka tahun kelahiran Raja Sisingamangaraja XII diyakini lahir pada tahun 1845. Jika dihitung-hitung satu generasi adalah 30 tahun dalam arti sudah pantas punya anak, maka Si Raja Batak lahir sekitar tahun 1305 abad XIV. Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan analisa tahun pertumbuhan setiap generasi Keturunan Lontung yang dimulai dari generasi pertama yaitu Si Raja Batak. Perkiraan tahun keturunan Guru Tatea Bulan mulai dari Si Raja Batak sampai sundut generasi yang keempat adalah seperti pada tabel berikut: 45 Merupakan cucu dari Sinambela, anak dari Ompu Raja Bonanionan dengan Istrinya yang kedua. Lihat Buku W.M Hutagalung 1991:288. Universitas Sumatera Utara 77 Tabel-12 Perkiraan tahun lahirnya turunan Si Raja Lontung NO. NAMA GENERASI LAHIR ABAD 1. Siraja Batak I 1305 XIV 2. Raja Tatea Bulan II 1335 ” 3. Saribu Raja III 1365 ” 4. Sinaga IV 1395 ” 5. Situmorang IV 1395 ” 6. Pandiangan IV 1395 ” 7. Nainggolan IV 1395 ” 8. Simatupang IV 1395 ” 9. Siregar IV 1395 ” 10. Aritonang IV 1395 ” 11. Siboru Anak Pandan IV 1395 ” Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba terdapat salah satu ciri khas yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Ciri khas tersebut adalah adanya aktivitas masyarakat Batak Toba untuk mencari hubungan kekerabatan partuturan. Hubungan kekerabatan ini diwujudkan dalam bentuk sistem marga klen 1 Sesama masyarakat Batak Toba dalam proses sosialisasinya secara umum suka membicarakan silsilah marga antara sesamanya disetiap kesempatan. Aktivitas ini lazim disebut dengan martarombo. Martarombo merupakan salah satu usaha untuk menentukan kedudukan seseorang dalam kaitan ketiga unsur yang terdapat pada konsep sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba yaitu Dalihan Na Tolu . Marga biasanya dikaitkan dengan silsilah asal-usul keturunan. Silsilah keturunan inilah yang dinamakan dengan tarombo. Pada masyarakat Batak Toba tarombo dapat didefinisikan sebagai silsilah asal-usul serta penyebaran marga- marga yang terdapat pada masyarakat Batak Toba. Hal ini sependapat dengan Marbun dan Hutapea 1987:173 yang mengatakan bahwa tarombo adalah silsilah atau daftar asal-usul suatu keluarga. 2 1 Marga klen adalah pengelompokan orang-orang yang membentuk kesatuan atas dasar prinsip perhitungan menurut garis keturunan laki-laki. Dalam hal ini si istri termasuk anggota kelompok suaminya Siahaan, 1982:126. 2 Dalihan Na Tolu secara etimologis adalah tungku nan tiga-yang secara konseptual mempunyai makna simbolik: tungku yang melambangkan sistem kebudayaan masyarakat BatakToba. Pada prinsipnya setiap orang Batak Toba masuk ke dalam unsur Dalihan Na Tolu ini, yang terdiri dari: Dongan Sabutuha teman semarga, hula-hula keluarga dari pihak istri, boru keluarga dari pihak menantu laki-laki kita. . Menentukan kedudukan seseorang dalam salah satu unsur Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

6 117 183

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 21

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 1

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 21

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 56

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 1

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 2

BAB II SEJARAH DAN ASAL-USUL SI RAJA LONTUNG - Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

1 1 56

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 10 21

Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 21