Perbedaan dan persamaan kedua penyaji terhadap Ende Tarombo Si Raja Lontung

110

3.6 Perbedaan dan persamaan kedua penyaji terhadap Ende Tarombo Si Raja Lontung

Setelah menganalisis teks Ende Tarombo Si Raja Lontung oleh kedua penyaji diatas, penulis menemukan beberapa perbedaan dan persamaan terhadap ende tersebut. Hal itu dapat dijelaskan dalam tabel dibawah ini: Tabel -13 Perbedaan Ende Tarombo Si Raja Lontung oleh dua penyaji Tabel -14 PersamaanEnde Tarombo Si Raja Lontung oleh dua penyaji Pembeda Penyaji Marsius Sitohang Trio Lasidos Isi teks Terdapat teks yang menceritakan tentang riwayat anak Si Raja Lontung yaitu Sinaga yang bergelar Ompu Palti Raja Tidak ada teks yang menceritakan tentang riwayat anak Si Raja Lontung yaitu Sinaga yang bergelar Ompu Palti Raja Pemilihan teks Menggunakan sapaan sebagai berikut: 1. Tulang Sebutan untuk Paman. 2. Pahompu Sebutan untuk cucu. Tidak Menggunakan sapaan: 1. Haha Sebutan untuk abang. 2.Anggi Sebutan untuk adik perempuan. Tidak menggunakan sapaan: 1.TulangSebutan untuk Paman dan 2. Pahompu Sebutan untuk cucu. Menggunakan sapaan: 1. Haha Sebutan untuk abang. 2.Anggi Sebutan untuk adik perempuan. Majas Hiperbola Personifikasi Kaitan teks dengan melodi Menggunakan gaya melismatis Tidak menggunakan gaya melismatis Jumlah 13 Bait 10 Bait Persamaan Penyaji Marsius Sitohang Trio Lasidos Isi teks 1.Menceritakan tentang susunan marga 2.Riwayat Sejarah Si Raja Lontung 1.Menceritakan tentang susunan marga 2. Riwayat Sejarah Si Raja Lontung Universitas Sumatera Utara 111 Setelah dianalisis persamaan dan perbedaan Ende Tarombo Si Raja Lontung oleh kedua penyaji seperti yang dijelaskan oleh tabel diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa terjadinya perbedaan garapan disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: 1. Ende Tarombo Si Raja Lontung ini patut diduga memiliki versi standart dalam bentuk partitur oleh penciptanya. Namun masyarakat Batak Toba pada umumnya tidak mempedomani tulisan tentang nyanyian tersebut. Masyarakat hanya mendengar lalu meniru atau melakukan imitasi langsung terhadap nyanyian itu. Sehingga muncullah berbagai macam variasi garapan Ende Tarombo Si Raja Lontung yang membedakan antara yang satu dengan yang lain. 2. Terjadinya perbedaan garapan Ende Tarombo Si Raja Lontung juga disebabkan karena topiknya memang sama, dan disajikan oleh dua orang Pemilihan teks Menggunakan sapaan sebagai berikut: 1. Amang Ama Sebutan untuk Ayah Bapak. 2. Inang Ina Sebutan untuk Ibu Isteri. 3. Boru Sebutan untuk anak perempuan. 4. Ompu Sebutan untuk kakeknenek atau leluhur. 5.Siampudan Sebutan untuk anak bungsu Menggunakan sapaan sebagai berikut: 1. Ama Sebutan untuk Ayah. 2. Ina Sebutan untuk Ibu. 3.Boru Sebutan untuk anak perempuan. 4.Ompu Sebutan untuk kakeknenek atau leluhur. 5. Siampudan Sebutan untuk anak bungsu. Pola Pantun Menggunakan sajak A-A- Menggunakan sajak A- A- Kaitan teks dengan melodi Menggunakan gaya silabis Menggunakan gaya silabis Universitas Sumatera Utara 112 yang berbeda. Apalagi proses belajar atau transmisi musikal kedua orang itu juga berbeda. Patut diduga proses belajarnya tidak lewat tertulis atau oral tradition. Berkenaan dengan oral tradition, penulis memperhatikan teori yang dikemukakan oleh Bruno Nettl 1990:103 dalam bukunya Theory and Method in Ethnomusicology yaitu: “…oral tradition means simply that music like stories, proverbs, riddles, methods of arts and crafts, and, in deed all folklore is passed on by word of mouth. Songs are learned by hearing; instrument making and playing are learned by watching. In a sophisticated culture, music is usually written down, and a piece conceived by a composer need never be performed at all during his lifetime; it can be discovered centuries later by a scholar and resurrected. But in a folk or a nonliterate culture, a song must be sung, remembered, and taught by one generation to the next. If this does not happen, it dies and is lost forever. Surely, then, a piece of folk music must in some way be representative of the musical taste and the aesthetic judgment of all those who know it and use it, rather than being simply the product of an individual, perhaps isolated creator”. Nettl 1990:103 Dengan terjemahan bebas: “… tradisi lisan berarti musik yang sederhana seperti cerita, peribahasa, teka-teki, metode seni dan kerajinan, dan semua cerita rakyat dalam akta yang disampaikan dari mulut ke mulut. Lagu-lagu yang dipelajari dari pendengaran; membuat instrumen dan bermain dipelajari dengan menonton. Dalam kebudayaan yang canggih, musik biasanya dituliskan, dan tidak pernah sama sekali seorang komposer selama hidupnya mempertunjukkan setiap sepotong karya yang dibuatnya; bisa ditemukan diabad kemudian oleh sarjana dan dihidupkan kembali. Tetapi dalam budaya rakyat atau budaya yang tidak mengenal tulisan, lagu harus dinyanyikan, diingat, dan diajarkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya. Jika hal ini tidak terjadi, lagu itu akan mati dan hilang Universitas Sumatera Utara 113 selamanya. Tentu, kemudian sebuah musik rakyat harus dalam beberapa cara mewakili rasa musik dan estetika penilaian semua orang yang tahu dan yang menggunakannya, lebih baik dari hanya sekedar produk individu, yang mungkin penciptanya terisolasi”. Berdasarkan teori diatas dan hasil pengamatan terhadap Ende Tarombo Si Raja Lontung, penulis menyimpulkan bahwa proses transmisi musikal pada masyarakat Batak Toba adalah tradisi lisan, di mana semua hal yang berhubungan dengan pewarisan, pengajaran dan pembuatan alat musik dilakukan secara oral lisan atau dalam arti lain tiap individu bebas berkreasi. Musik tradisional Batak Toba dalam masyarakatnya diajarkan secara tradisional, dimana teknik pembelajarannya dilakukan hanya melalui proses melihat, mendengar, mengingat , dan menirukan suatu bentuk pola melodi yang didapat bisa dari mana saja dan kapan saja. Sebahagian besar teknik pembelajaran secara oral tradisi dalam musik Batak toba biasanya didapat dengan mengamati pemusik Batak Toba memainkan instrumennya dalam berbagai acara adat maupun dalam suatu pesta tertentu. Dalam kesempatan itulah terjadi proses transmisi musikal. Dimana si pendengar akan mendengar dan meniru serra mempelajari musik yang disajikan pada saat itu. Jadi hanya karena mendengar, lalu ia menganalisa sendiri lagu tersebut, menggarap sendiri, sehingga muncullah variasi-variasi nada yang baru dan perkembangan teks yang berbeda satu sama lain. Walaupun sesungguhnya masih terkait sama. Walaupun terdapat berbagai perbedaan oleh kedua penyaji namun secara konseptual keseluruhan teksnya mengandung visi, misi, dan isinya Universitas Sumatera Utara 114 yang sama, yaitu riwayat Si Raja Lontung yang merupakan sebagai marga induk untuk menurunkan marga-marga pada masyarakat Batak Toba seperti: Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, Siregar, Sihombing dan Simamora. Sehingga turunannya kerap disebut Lontung Si Sia Marina Pasia Boruna Sihombing Simamora. Juga terdapat teks yang mengandung legenda tentang marga, dan kepercayaan terhadap kesaktian. Universitas Sumatera Utara 115

BAB IV TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL ENDE TAROMBO SI RAJA

LONTUNG OLEH DUA PENYAJI 4.1 Teknik transkripsi Dalam ilmu Etnomusikologi, transkripsi merupakan proses penulisan bunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Pandora Hopkins mengatakan bahwa kita menggunakan notasi karena adanya keinginan untuk menunjukkan bahwa notasi itu adalah sebagai fenomena yang telah memiliki arti bagi pemakainya, dan dengan notasi dapat memberikan materi yang bernilai untuk perbandingan. 54 Dalam bab ini, penulis akan mentranskripsi dan menganalisis melodi Ende Tarombo Si Raja Lontung. Hasil transkripsi dan analisis dikerjakan dengan menggunakan notasi Barat. Penulis memilih notasi Barat agar dapat menggambarkan pergerakan melodi tarombo Si Raja Lontung secara grafis. Untuk melakukan transkripsi melodi Ende Tarombo Si Raja Lontung oleh kedua penyaji dan melakukan komparasi musikalnya, penulis memilih notasi preskriptif yang dikemukakan oleh Charles Seeger. Transkripsi preskriptif ialah pencatatan bunyi musikal ke dalam lambang notasi dengan hanya menuliskan nada-nada pokoknya saja. Notasi seperti ini umumnya dipakai hanyalah sebagai petunjuk bagi para pemusik atau sebagai alat pembantu untuk si penyaji supaya ia dapat mengingat apa yang telah dipelajarinya secara lisan. 54 Pandora Hopkins, “The Purpose of Transcription”, dalam Journalforthe Society of Ethnomusicology Ann Arbor Michigan, 1966, 316. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

6 117 183

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 21

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 1

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 21

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 56

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 1

Analisis Tekstual Dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung Yang Disajikan Oleh Marsius Sitohang Dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 0 2

BAB II SEJARAH DAN ASAL-USUL SI RAJA LONTUNG - Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

1 1 56

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 10 21

Analisis Tekstual dan Musikal Ende Tarombo Si Raja Lontung yang Disajikan oleh Marsius Sitohang dan Trio Lasidos: Studi Komparatif Musikal

0 1 21