27
dengan Truong Sa Beting Panjang, Filipina menyebut Kepulauan Spratly dengan Kelayaan Kemerdekaan, Malaysia menyebut Kepulauan Spratly dengan Aba dan
Terumbu Layang-Layang, sedangkan Tiongkok lebih suka menyebut Nansha Quadao kelompok pulau selatan. Sedangkan masyarakat internasional sering
menyebutnya Kepulauan Spratly yang berarti burung layang-layang.
B. Status dan Kedudukan Laut China Selatan
Pengaturan hukum dalam bidang hukum laut menjadi lebih jelas dengan lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982
UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 memberikan payung hukum terhadap masalah- masalah yang timbul dalam hubungannya dengan laut. Dengan adanya UNCLOS
1982, negara-negara memiliki satu pedoman dalam menentukan batas-batas wilayah negara khususnya batas di wilayah laut. Sehingga dapat diketahui
wilayah laut yang berada di kedaulatan penuh suatu negara, wilayah laut yang hanya berlaku hak-hak berdaulat suatu negara, dan wilayah laut yang tidak bisa
dimiliki oleh suatu negara. Pembagian wilayah laut menurut UNCLOS 1982 terdiri dari :
1. Perairan Pedalaman Internal Waters
39
Perairan pedalaman adalah perairan yang berada pada sisi darat dalam garis pangkal. Di perairan pedalaman negara memiliki kedaulatan penuh, sama
seperti kedaulatan negara di daratan. 2.
Perairan Kepulauan Archipelagic Waters
40
39
Pasal 8 UNCLOS 1982
40
Pasal 50 UNCLOS 1982
28
Perairan kepulauan adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan. Wilayah perairan kepulauan hanya dimiliki oleh
negara-negara kepulauan. Di dalam wilayah ini negara memiliki kedaulatan penuh. Namun negara-negara kepulauan harus menetapkan alur laut kepulauannya
bagi kapal-kapal asing sehingga berlakulah hak lintas damai bagi kapal asing di alur laut kepulauan ini.
3. Laut Teritorial Territorial Waters
41
Laut teritorial adalah laut yang terletak pada sisi luar dari garis pangkal dan tidak melebihi dari 12 mil laut. Di laut teritorial negara memiliki kedaulatan
penuh termasuk atas ruang udara di atasnya. Namun di laut teritorial ini berlaku hak lintas damai innocent passage
42
bagi kapal-kapal asing. Hak lintas damai adalah hak untuk melintas secepat-cepatnya tanpa berhenti dan bersifat damai
tidak mengganggu keamanan dan ketertiban negara pantai. 4.
Zona Tambahan Contiguous Zone
43
Zona tambahan adalah laut yang terletak pada sisi luar dari garis pangkal dan tidak melebihi 24 mil laut dari garis pangkal. Di wilayah ini, kekuasaan
negara terbatas hanya berlaku hak-hak tertentu, seperti mencegah pelanggaran- pelanggaran yang berkaitan dengan bea cukai, fiskal, imigrasi, dan saniter.
5. Zona Ekonomi Eksklusif Exclusive Economic Zone
44
Zona ekonomi eksklusif adalah suatu zona selebar tidak lebih dari 200 mil laut dihitung dari garis pangkal.. Di ZEE negara hanya memiliki hak-hak
berdaulat yang eksklusif untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi sumber
41
Pasal 3-16 UNCLOS 1982
42
Pasal 17-26 UNCLOS 1982
43
Pasal 33 UNCLOS 1982
44
Pasal 55-75 UNCLOS 1982
29
kekayaan alam serta yurisdiksi tertentu terhadap : pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi, dan bangunan; riset ilmiah kelautan; dan, perlindungan
dan pelestarian lingkungan laut. 6.
Landas Kontinen Continental Shelf
45
Landas kontinen adalah wilayah yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari area di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial,
sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut
teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Di wilayah ini negara hanya memiliki hak-hak berdaulat.
7. Laut Lepas High Seas
46
Laut lepas adalah wilayah laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, laut teritorial, perairan pedalaman suatu negara, atau perairan kepulauan
suatu negara kepulauan. Laut lepas tidak berada di bawah kedaulatan suatu negara, laut lepas terbuka untuk semua negara. Terhadap laut lepas berlaku
berbagai prinsip kebebasan dengan batas-batas hukum internasional, seperti kebebasan berlayar, penerbangan, memasang kabel dan pipa, pembuatan pulau
buatan serta instalasi lain, kebebasan menangkap ikan, juga penelitian ilmiah. 8.
Kawasan Dasar Laut Internasional International Sea-Bed Area
47
Kawasan adalah dasar laut dan tanah di bawahnya yang berada di luar batas-batas yurisdiksi nasional. Hal ini berarti Kawasan adalah dasar laut di luar
zee. Menurut UNCLOS 1982, Kawasan dan sumber kekayaan alam di dalamnya dinyatakan sebagai warisan bersama seluruh umat manusia. Tidak ada negara
45
Pasal 76-85 UNCLOS 1982
46
Pasal 86-120 UNCLOS 1982
47
Pasal 133-191 UNCLOS 1982
30
dapat menyatakan kedaulatannya ataupun hak berdaulatnya terhadap Kawasan ataupun sumber kekayaan alamnya. Semua hak-hak atas sumber kekayaan
alamnya diserahkan kepada umat manusia secara keseluruhan. Kawasan dikelola oleh suatu badan international yaitu Badan Otorita Dasar Laut International
International Sea-Bed Authority yang disingkat ISBA sehingga pengelolaan kawasan dasar laut tersebut bisa dikelola oleh negara-negara yang mempunyai
teknologi berdasarkan persetujuan ISBA. Selain membahas mengenai pembagian wilayah, UNCLOS 1982 juga ada
membahas mengenai laut tertutup atau laut setengah tertutup. Masalah laut tertutup enclosed seas atau laut setengah tertutup semi-enclosed seas dibahas
di dalam BAB IX Pasal 122-123 UNCLOS 1982. Di dalam Pasal 122 dinyatakan bahwa laut tertutup atau laut setengah tertutup adalah suatu teluk, lembah laut
basin, atau laut yang dikelilingi oleh dua atau lebih Negara dan dihubungkan dengan laut lainnya atau samudera oleh suatu alur yang sempit atau yang terdiri
seluruhnya atau terutama dari laut teritorial dan zona ekonomi eksklusif dua atau lebih Negara pantai.
Negara-negara yang berbatasan dengan laut tertutup atau setengah tertutup dianjurkan untuk bekerjasama dalam melaksanakan pengelolaan sumberdaya
hayati, menetapkan kebijaksanaan serta melaksanakan kegiatan-kegiatan riset dan lingkungan
48
. Hal ini juga dijelaskan dalam Pasal 123 UNCLOS 1982, bahwa negara-negara yang berbatasan langsung dengan laut tertutup atau setengah
tertutup hendaknya bekerjasama satu sama lainnya dalam melaksanakan hak dan
48
Mochtar Kusumaatmadja Etty R. Agoes, Op.Cit., hlm. 190
31
kewajibannya. Oleh karena itu negara-negara harus berusaha secara langsung atau melalui organisasi regional yang tepat untuk :
1 mengkoordinasikan pengelolaan, konservasi, eksplorasi, dan eksploitasi
sumber kekayaan hayati laut ; 2
mengkoordinasikan pelaksanaan hak dan kewajiban mereka bertalian dengan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan laut ;
3 mengkoordinasikan kebijaksanaan riset ilmiah mereka dan untuk bersama-
sama dimana perlu mengadakan program bersama riset ilmiah di kawasannya ;
4 mengundang, menurut keperluan, negara lain yang berminat atau
organisasi internasional untuk bekerjasama dengan mereka dalam pelaksanaan lebih lanjut ketentuan pasal ini.
Jadi dapat dikatakan bahwa bagi negara-negara yang berbatasan langsung dengan laut tertutup atau laut setengah tertutup mempunyai hak dan kewajiban
yang sama untuk bekerja sama dalam memanfaatkan dan menjaga laut tertutup atau laut setengah tertutup tersebut.
Laut China Selatan termasuk dalam golongan laut setengah tertutup. Hal ini berarti Laut China Selatan terletak di antara negara-negara pantai. Adapun
negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan di antaranya : Republik Rakyat Tiongkok, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia,
Brunei Darussalam, dan Indonesia. Oleh karena itu, status dan kedudukan Laut China Selatan ini sebagai laut setengah tertutup sering menyebabkan konflik dan
sengketa di antara negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut China
32
Selatan. Dan untuk itu pulalah diperlukan kerja sama di antara negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan tersebut.
Gambar I : Peta Laut China Selatan Sumber : http:www.eastbound88.comshowthread.php25521-Jakarta-
rejects-China-s-nine-dash-line Kerja sama antara negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan
Laut China Selatan sebenarnya telah dilaksanakan. Salah satu bukti kerja sama
yang dilakukan adalah dengan ditandatangani nya “Declaration On The Conduct Of Parties In The South China Sea” pada tahun 2002. Declaration On The
Conduct Of Parties In The South China Sea yang disingkat DOC merupakan suatu perjanjian internasional antara negara-negara anggota ASEAN
49
dengan negara Republik Rakyat Tiongkok yang berisi kerja sama dalam hal-hal yang
berkaitan dengan Laut China Selatan. DOC ditandatangani pada KTT ASEAN ke-8 di Phnom Penh, Kamboja,
tanggal 4 November 2002. Permasalahan Laut China Selatan berkaitan dengan ASEAN karena negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut China
Selatan mayoritasnya adalah negara-negara anggota ASEAN. Sehingga penandatanganan DOC pun dilakukan pada saat KTT ASEAN. Dengan demikian
49
Association of Southeast Asian Nations Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara
33
ASEAN sebagai organisasi internasional menjadi mediator atau perantara dalam kerja sama antara negara-negara anggotanya dengan Republik Rakyat Tiongkok.
DOC merupakan bentuk kerja sama antara negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. DOC berisi mengenai hak dan
kewajiban yang harus dilakukan oleh negara-negara peserta. Dengan adanya DOC ini, seharusnya Laut China Selatan dengan status dan kedudukannya sebagai laut
setengah tertutup, tidak menyebabkan konflik atau sengketa lagi. Namun pada kenyataannya sampai saat ini masih saja terjadi konflik dan sengketa di Laut
China Selatan. Padahal di dalam DOC sudah dinyatakan bahwa antara negara- negara anggota ASEAN dan Republik Rakyat Tiongkok diharuskan untuk
mewujudkan keadaan yang damai, bersahabat, dan harmonisasi di Laut China Selatan. Hal ini tentu bertolak belakang antara kenyataannya di Laut China
Selatan dengan apa yang tertuang di dalam DOC. Konflik dan sengketa yang terjadi di Laut China Selatan sampai sekarang
ini meskipun telah ditanda tanganinya DOC sebagai bentuk kerja sama, dikarenakan DOC yang tidak memiliki kekuatan mengikat. DOC hanya sebatas
deklarasi dalam hal kerja sama, tidak memuat sanksi-sanksi bagi negara yang melanggar. Oleh karena itu, negara-negara seperti Republik Rakyat Tiongkok
sering sekali melanggar ketentuan-ketentuan DOC ini. Di dalam DOC sendiri sempat disinggung tentang pembuatan Code on The Conduct COC yang lebih
memiliki kekuatan mengikat, namun pembahasan mengenai COC ini tidak ada kelanjutan sampai saat ini.
Konflik dan sengketa di Laut China Selatan juga terjadi karena ketidaktaatan negara-negara pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China
34
Selatan terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UNCLOS 1982. Misalnya saja Republik Rakyat Tiongkok. Ketidaktaatan Tiongkok terlihat yaitu
ketika Tiongkok secara eksplisit mengeluarkan peta pada tahun 1947. Peta tersebut memuat garis putus-putus yang melingkupi hampir seluruh kawasan Laut
China Selatan. Dalam perkembangannya garis klaim itu dikenal dengan nine- dashed line karena merupakan sembilan segmen garis putus-putus. Tiongkok
mengajukan klaim ini berdasarkan pada prinsip “historic waters” atau perairan yang konon menurut sejarah Tiongkok merupakan bagian dari wilayah atau
yurisdiksi Tiongkok
50
. Garis putus-putus tersebut yang dikenal juga dengan garis U karena
bentuknya menyerupai huruf U, merupakan klaim Tiongkok di Laut China Selatan yang terjadi pada tahun 1947 sebelum adanya UNCLOS 1982. Namun
setelah UNCLOS 1982 ditanda tangani pada 10 desember 1982 dan mulai berlaku sejak 16 november 1994, Tiongkok tidak melakukan penyesuaian terhadap
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UNCLOS 1982 dan tetap menganggap wilayah Laut China Selatan sebagai bagian dari wilayah kekuasaannya. Hal ini
berarti Tiongkok tidak mentaati UNCLOS 1982. Hal seperti ini juga berlaku bagi negara-negara lain yang mengklaim Laut China Selatan tanpa dasar yang jelas
yang ditetapkan oleh UNCLOS 1982. Jadi dapat disimpulkan bahwa status Laut China Selatan adalah sebagai
laut yang berbatasan dengan banyak negara pantai. Status inilah yang kemudian menjadikan kedudukan Laut China Selatan sebagai laut setengah tertutup. Status
dan kedudukan Laut China Selatan tersebut yang sering menimbulkan sengketa
50
I Made Andi Arsana, Loc.Cit.
35
dan konflik di antara negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Konflik juga timbul karena kurangnya kerja sama di antara negara-negara
pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan untuk menjaga dan mengelola Laut China Selatan secara bersama. Kerja sama yang ada dalam bentuk
DOC pun belum mampu untuk mencegah terjadinya konflik di Laut China Selatan, karena DOC sendiri sebagai perjanjian di antara negara-negara anggota
ASEAN dengan Tiongkok tidak mempunyai kekuatan mengikat sehingga negara- negara pantai tersebut tidak mematuhi ketentuan-ketentuan di dalam DOC. Selain
itu juga dikarenakan negara-negara pantai tersebut tidak mentaati ketentuan- ketentuan yang terdapat di dalam UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 sebagai payung
hukum di bidang kelautan seharusnya ditaati oleh setiap negara.
C. Sengketa-Sengketa Yang Terjadi di Laut China Selatan