35
dan konflik di antara negara-negara yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Konflik juga timbul karena kurangnya kerja sama di antara negara-negara
pantai yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan untuk menjaga dan mengelola Laut China Selatan secara bersama. Kerja sama yang ada dalam bentuk
DOC pun belum mampu untuk mencegah terjadinya konflik di Laut China Selatan, karena DOC sendiri sebagai perjanjian di antara negara-negara anggota
ASEAN dengan Tiongkok tidak mempunyai kekuatan mengikat sehingga negara- negara pantai tersebut tidak mematuhi ketentuan-ketentuan di dalam DOC. Selain
itu juga dikarenakan negara-negara pantai tersebut tidak mentaati ketentuan- ketentuan yang terdapat di dalam UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 sebagai payung
hukum di bidang kelautan seharusnya ditaati oleh setiap negara.
C. Sengketa-Sengketa Yang Terjadi di Laut China Selatan
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antarnegara, negara dengan individu, atau negara dengan organisasi internasional tidak selamanya
terjalin dengan baik. Acap kali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber
potensi sengketa antarnegara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain-lain. Manakala hal demikian itu
terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya. Peran yang dimainkan hukum internasional dalam penyelesaian
sengketa internasional adalah memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional
51
.
51
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 1
36
Sengketa dispute menurut Merrils adalah ketidaksepahaman mengenai sesuatu. Adapun John Collier Vaughan Lowe membedakan antara sengketa
dispute dengan konflik conflict. Sengketa dispute adalah “a spesific disagreement concerning a matter of fact, law or policy in which a claim or
assertion of one party is met with refusal, counter claim or denial by another”. Sedangkan konflik adalah istilah umum atau genus dari pertikaian hostility
antara pihak-pihak yang sering kali tidak fokus. Jadi dapat dikatakan bahwa setiap sengketa adalah konflik, tetapi tidak semua konflik dapat dikategorikan sebagai
sengketa dispute
52
. Sengketa internasional adalah sengketa yang bukan secara eksklusif
merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Sengketa internasional juga tidak hanya eksklusif menyangkut hubungan antarnegara saja mengingat subjek-subjek
hukum internasional saat ini sudah mengalami perluasan sedemikian rupa melibatkan banyak aktor non negara
53
. Berdasarkan pengertian sengketa internasional di atas maka dapat
dikatakan bahwa sengketa yang terjadi di Laut China Selatan merupakan sengketa internasional, karena sengketa yang terjadi di Laut China Selatan tidak hanya
menyangkut urusan dalam negeri suatu negara tetapi juga menyangkut urusan negara lain.
Kawasan Laut China Selatan sepanjang dekade 90-an menjadi primadona isu keamanan dalam hubungan internasional di ASEAN pasca Perang Dingin.
Kawasan ini merupakan wilayah cekungan laut yang dibatasi oleh negara-negara
52
John Collier Vaughan Lowe, The Settlement of Disputes in International Law, Oxford University Press, 1999, sebagaimana dikutip oleh Sefriani, Hukum Internasional Suatu
Pengantar, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014, hlm. 322
53
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014, hlm. 322
37
besar dan kecil seperti Tiongkok, Vietnam, Philipina, Malaysia, Burma, dan Taiwan. Dalam cekungan laut ini terdapat Kepulauan Spratly dan Kepulauan
Paracel. Pada berbagai kajian tentang konflik di Laut China Selatan, Kepulauan Spratly lebih mengemuka karena melibatkan beberapa negara ASEAN sekaligus,
sementara Kepulauan Paracel hanya melibatkan Vietnam dan Tiongkok
54
. Konflik di Laut China Selatan telah dimulai sejak akhir abad ke-19 ketika
Inggris mengklaim Kepulauan Spratly, diikuti oleh Tiongkok pada awal abad ke- 20 dan Perancis sekitar tahun 1930-an. Di saat berkecamuknya Perang Dunia II,
Jepang mengusir Perancis dan menggunakan Kepulauan Spratly sebagai basis kapal selam. Dengan berakhirnya PD II Tiongkok dan Perancis kembali
mengklaim kawasan tersebut dan diikuti oleh Philipina yang membutuhkan sebagian kawasan tersebut sebagai bagian dari kepentingan keamanan
nasionalnya
55
. Terbukanya peluang untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi kawasan
Laut China Selatan dengan sendirinya mendorong negara-negara yang pantainya berbatasan langsung dengan kawasan tersebut segera melakukan klaim terhadap
sebagian pulau, kepulauan, atau karang yang masuk dalam kawasan negaranya sebagaimana ditentukan oleh hukum laut Internasional. Tiongkok, Vietnam,
Philipina, Malaysia berlomba-lomba mengklaim, mengirim pasukan untuk mengamankan kepulauan yang mereka klaim
56
. Klaim-klaim yang dilakukan oleh negara-negara pantai yang berbatasan
langsung dengan Laut China Selatan tersebut sering sekali melanggar ketentuan
54
Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa Depan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 203-204
55
Ibid. hlm. 205-206
56
Ibid. hlm. 206-207
38
hukum laut internasional sehingga menimbulkan sengketa dan berujung pada terjadinya konflik antar negara-negara tersebut.
Beberapa sengketa ataupun konflik yang terjadi di Laut China Selatan setelah perang dunia II antara lain sebagai berikut:
57
Tahun 1946-1947
1. Pada tahun 1946, Republik China
58
mengirim kapal perang untuk mengklaim Itu Aba, pulau terbesar dari Kepulauan Spratly dan
menamainya Taiping Island. Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly diserahkan di bawah kendali Republik China dari Jepang setelah Jepang
menyerah dari Sekutu pada tahun 1945. Setelah PD II berakhir, Republik China menjadi satu-satu nya negara yang paling aktif mengklaim Laut
China Selatan. 2.
Pada tahun 1947 Republik China menyusun The Southern China Sea Islands Location Map Peta Lokasi Pulau-Pulau Laut China Selatan, yaitu
menandai batas-batas nasional di laut dengan 11 garis yang menunjukkan klaim berbentuk U di seluruh Laut China Selatan. 11 garis ini kemudian
diubah oleh Republik Rakyat Tiongkok dengan menerbitkan peta dengan 9 garis tetap pada tahun 1953.
57
https:en.wikipedia.orgwikiTerritorial_disputes_in_the_South_China_Sea, diakses pada tanggal 10 November 2015
58
Republik China merujuk pada sebuah negara yang sebelum dimulainya Perang Saudara Tiongkok pada tahun 1949, memerintah seluruh wilayah daratan Tiongkok. Semenjak kekalahan
republik ini dari kaum Komunis Tiongkok, pemerintahan negara ini pindah ke pulau Taiwan, dan memerintah pulau Taiwan, Kepulauan Pescadores, Quemoy, dan Kepulauan Matsu. Republik
China lebih dikenal dengan Taiwan saat sekarang ini, sebagaimana dikutip dari https:id.wikipedia.orgwikiRepublik_Tiongkok_1912-1949,
diakses pada
tanggal 11
November 2015
39
Tahun 1950-an
1. Pada tahun 1950 setelah kekalahan Republik China dari kaum komunis
Tiongkok dalam Perang Saudara Tiongkok tahun 1949, Republik China pindah ke Taiwan dan menarik keluar pasukannya yang menduduki Itu
Aba di Kepulauan Spratly. Namun pada tahun 1956, Republik China Taiwan mengirim kembali pasukannya untuk menduduki Itu Aba.
Pendudukan Taiwan tahun 1946-1950 dan tahun 1956 di Itu Aba merupakan pendudukan efektif yang pertama di Kepulauan Spratly, Laut
China Selatan. 2.
Pada tahun 1952, Jepang mencabut klaim kedaulatan atas Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel sesuai dengan isi dari Perjanjian Damai
San Francisco, tetapi tidak menunjuk kepada siapa penguasaan kedua kepulauan tersebut diserahkan.
3. Pada tahun 1954, Prancis menyerahkan klaimnya atas Kepulauan Paracel
kepada Vietnam. 4.
Pada tahun 1956, Vietnam Utara menyatakan bahwa Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly merupakan wilayah Tiongkok secara historis.
5. Pada tahun 1958, RRT menerbitkan Declaration of the Government of the
Peoples Republic of China on Chinas Territorial Sea published on 4 September 1958 untuk mensahkan peta sembilan garis putus-putus di
Laut China Selatan.
Tahun 1970-an
1. Pada tahun 1970, Tiongkok menduduki wilayah Amphitrite Group di
Kepulauan Paracel.
40
2. Pada tahun 1971, Filipina mengumumkan klaimnya ke pulau-pulau yang
berdekatan dengan wilayahnya di Kepulauan Spratly, yang mereka namakan Kalayaan, dan secara resmi dimasukkan ke Provinsi Palawan
pada tahun 1972. Presiden Filipina mengumumkan klaim tersebut setelah tentara Taiwan menyerang dan menembak sebuah kapal nelayan Filipina
di Itu aba. 3.
Pada tahun 1972, Biro Survei dan Kartografi di bawah Kantor Perdana Menteri Vietnam mencetak The World Atlas yang menyatakan bahwa
rantai yang menghubungkan pulau-pulau dari Kepulauan Nansha dan Xisha ke Pulau Hainan, Pulau Taiwan, Kepulauan Penghu dan Kepulauan
Zhoushan berbentuk seperti busur dan membentuk sebuah Dinding Besar yang mempertahankan atau melindungi daratan Tiongkok.
4. Pada tahun 1974, terjadi pertempuran di Kepulauan Paracel antara
Tiongkok dengaan Vietnam Selatan. Tiongkok menang dalam pertempuran tersebut dan mengusir pasukan Vietnam Selatan dari
Crescent Group di Kepulauan Paracel. 5.
Pada tahun 1975, pemerintah Vietnam yang baru bersatu mengemukakan kembali klaim lama mereka atas Kepulauan Spratly dan Kepulauan
Paracel.
Tahun 1980-an
Pada tahun 1988, terjadi pertempuran bersenjata antara Tiongkok dengan Vietnam di Johnson South Reef Skirmish. Tiongkok mengalahkan
Vietnam. Pertempuran menewaskan lebih dari 70 orang pasukan Vietnam. Pertempuran terjadi karena Vietnam mencoba untuk mencegat pasukan
41
Tiongkok yang ditugaskan oleh UNESCO untuk membangun sebuah pos pengamatan.
Tahun 1990-an
1. Pada tahun 1992, Tiongkok melanggar hukum dengan menyatakan seluruh
Laut China Selatan sebagai wilayahnya, sehingga memicu protes dari negara-negara lain.
2. Pada tahun 1997, Filipina mulai menantang kedaulatan Tiongkok atas
Scarborough Shoal, yaitu salah satu pulau karang yang ada di Laut China Selatan.
3. Pada tahun 1999, Presiden Taiwan, Lee Teng-hui menyatakan bahwa
berdasarkan hukum, historis, geografis, atau dalam realitas, semua Laut China Selatan dan Kepulauan Spratly merupakan wilayah Taiwan dan di
bawah kedaulatan Taiwan, dan mencela tindakan yang dilakukan oleh Malaysia dan Filipina.
Tahun 2000-an
1. Pada April 2001 terjadi insiden Pulau Hainan. Insiden di Pulau Hainan
terjadi antara Amerika Serikat dengan Tiongkok dimana pesawat jet tempur Tiongkok bertabrakan dengan pesawat mata-mata angkatan Laut
AS yang menewaskan pilot Tiongkok. Peristiwa terjadi di wilayah udara Pulau Hainan, yang merupakan salah satu pulau yang di klaim oleh
Tiongkok 2.
Pada tahun 2002 ASEAN dan Tiongkok sepakat untuk membuat code of conduct di dalam Declaration on the Conduct of Parties in the South
China Sea DOC.
42
3. Pada tahun 2005 kapal Tiongkok menembaki dua kapal nelayan Vietnam
dari provinsi Thanh Hoa. Peristiwa itu menewaskan 9 orang dan menahan satu kapal dengan 8 orang di pulau Hainan. Kementerian Luar Negeri
Tiongkok mengklaim bahwa mereka adalah bajak laut dan mereka yang melepaskan tembakan pertama sebagaimana pengakuan dari anggota yang
tertangkap. 4.
Pada maret 2009 Pentagon melaporkan bahwa kapal-kapal Tiongkok melecehkan kapal pengawasan AS.
5. Pada Mei 2009, merupakan batas waktu bagi negara-negara untuk
melakukan klaim hidrokarbon dasar laut berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Hal ini diduga yang menyebabkan klaim pulau kuno
muncul ke permukaan dan menjadi meningkat.
Tahun 2011
1. Pada Februari 2011, kapal Tiongkok, Dongguan menembakkan tiga
tembakan pada kapal-kapal nelayan Filipina di sekitar Jackson atoll. Tembakan ditembakkan setelah kapal Tiongkok menginstruksikan kapal
nelayan Filipina untuk pergi, namun salah satu dari kapal nelayan tersebut mengalami kesulitan mengangkat jangkarnya.
2. Pada Mei 2011 terjadi bentrokan yang melibatkan kapal survei minyak dan
gas Binh Minh 02 milik Vietnam dengan tiga kapal patroli Tiongkok. Bentrokan terjadi pada 120 km 80 mil di lepas pantai selatan-tengah
Vietnam dan sekitar 600 km sebelah selatan dari pulau Hainan Tiongkok. Vietnam mengatakan kapal Tiongkok sengaja memotong kabel kapal
survei di perairan Vietnam. Tiongkok menyangkal tuduhan itu.
43
3. Pada Juni 2011, sebuah kapal berbendera Norwegia yang disewa oleh
Vietnam Oil Gas Corporation PetroVietnam bentrok dengan tiga kapal patroli perikanan Tiongkok dalam Zona Ekonomi Eksklusif Vietnam.
Vietnam sekali lagi mengklaim kabel eksplorasi sengaja dipotong. 4.
Pada Oktober 2011, Vietnam dan Tiongkok sepakat untuk membuat suatu perjanjian baru dalam penyelesaian sengketa maritim.
Tahun 2012
1. Pada April 2012, kapal perang Filipina, Gregorio del Pilar terlibat dalam
kebuntuan dengan dua kapal pengintai Tiongkok di Scarborough Shoal, daerah yang diklaim oleh kedua negara. Angkatan Laut Filipina telah
mencoba untuk menangkap nelayan Tiongkok yang diduga mengambil secara ilegal spesies laut yang dilindungi oleh pemerintah dari wilayah
tersebut, tapi kapal pengintai mencegah mereka. 2.
Pada tanggal 16 April 2012, Kementerian Luar Negeri Tiongkok mendesak kapal arkeologi Filipina untuk segera meninggalkan perairan
Scarborough Shoal, yang diklaim Tiongkok merupakan bagian integral dari wilayahnya.
3. Pada Mei 2012, Taiwan menolak pendekatan dengan RRT untuk
berkoordinasi dalam menegaskan klaim ke Laut China Selatan. 4.
Pada Juli 2012, Vietnam mengesahkan undang-undang yang membatasi perbatasan laut Vietnam untuk memasukkan pulau-pulau Spratly dan
Paracel. 5.
Pada tanggal 7 Juli 2012, Wakil Menteri Luar Negeri Tiongkok Fu Ying mengadakan pertemuan dengan Alex Chua, kuasa usaha dari Kedutaan
44
Besar Filipina di Tiongkok, untuk membuat representasi serius atas insiden saat di Scarborough Shoal.
6. Pada tanggal 16 Juli 2012, larangan memancing di Scarborough Shoal
oleh pemerintah Tiongkok dan Filipina menjadi efektif. 7.
Pada 1 September 2012, Taiwan melakukan latihan militer di Pulau Taiping. Vietnam memprotes latihan tersebut dan menuntut Taiwan
menghentikannya. Taiwan menolak protes Vietnam, sementara Tiongkok menyuarakan persetujuan dan dukungan dari latihan militer Taiwan di
pulau itu. 8.
Pada 23 September 2012, Tiongkok meluncurkan program untuk meningkatkan jumlah UAV untuk memantau Scarborough Shoal,
Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly dan Laut China Timur, yang mana merupakan program zonasi laut nasional yang disetujui oleh Dewan
Negara pada tahun sebelumnya sebagai bagian dari Kedua Belas Rencana Lima Tahun Tiongkok.
Tahun 2014
1. Pada Januari 2014, Tiongkok memberlakukan aturan ijin memancing di
Laut China Selatan, atas keberatan Amerika Serikat, Filipina, dan Vietnam.
2. Pada 11 Maret 2014 dua kapal Filipina dikeluarkan oleh Chinese Coast
Guard dari Ayungin Shoal di dalam kelompok Kepulauan Spratly. 3.
Pada 30 Maret 2014 Republik Filipina memohon kewajiban penyelesaian sengketa sesuai ketentuaan di dalam Konvensi Hukum Laut, dengan
45
mendaftarkan kasus ke Pengadilan Arbitrase di Den Haag dalam kasus melawan Tiongkok atas klaim-klaim Laut China Selatan.
4. Pada 2 Mei 2014 kapal angkatan laut Vietnam dan kapal Tiongkok
bertabrakan di Laut China Selatan. Insiden itu terjadi karena Tiongkok mendirikan sebuah alat pengebor minyak di daerah yang diklaim oleh
kedua negara tersebut. 5.
Pada tanggal 26 Mei, kapal nelayan Vietnam tenggelam dekat alat pengebor minyak, setelah bertabrakan dengan sebuah kapal Tiongkok.
Karena kedua belah pihak menyalahkan satu sama lain, Vietnam merilis rekaman video seminggu kemudian, menunjukkan perahu Vietnam sedang
diserang oleh kapal Tiongkok sebelum tenggelam. Berdasarkan data-data tersebut terlihat bahwa sengketa atau konflik di
Laut China Selatan lebih sering terjadi setelah adanya UNCLOS 1982. Hal ini menunjukkan ketidaktaatan negara-negara yang mengklaim Laut China Selatan
tersebut terhadap ketentuan di dalam UNCLOS 1982. Dan apabila dilihat lebih lanjut, sengketa atau konflik semakin sering terjadi pada tahun 2000-an. Padahal
pada awal tahun 2000-an telah ditanda tangani DOC antara negara-negara anggota ASEAN dengan RRT. Hal ini juga menunjukkan bahwa DOC yang ditanda
tangani pada tahun 2002 tidak mengikat dan masih dilanggar oleh negara-negara peserta.
Sengketa atau konflik di Laut China Selatan terus berkembang hingga sekarang ini. Dimana pada akhir tahun 2014 sampai sekarang telah terjadi
sengketa atau konflik. Sengket atau konflik yang terjadi berkaitan dengan reklamasi yang dilakukan oleh RRT di Laut China Selatan.
1
BAB I PENDAHULUAN